Aku mengetikkan beberapa username dengan nama, "Gracia Benecia". Sudah dua jam berada di depan layar monitor, mataku sepertinya telah mengalami kelelahan. Tiga botol air mineral telah kuhabiskan, hanya untuk mencari nama gadis itu. Wifi gratis yang dilengkapi dengan laptop keluaran terbaru, menjadikan perpustakaan sebagai ruang top favorit, bagi para pelajar SMA Onzer.
"Siapa sih, nama akunnya? Dari tadi kok nggak ketemu-ketemu!" Tangan kananku mengambil dua potong sandwich, di dalam kotak bekal. Sensasi gigitan pertama yang kurasakan adalah pedas. Setelahnya, tampak biasa saja. Kulihat lagi potongan roti isi itu, tetapi tidak ada yang aneh di sana. Aku memakannya dengan lahap. Mungkin Nona Kim lupa meratakan saos di atasan roti."Tumben kamu ke perpustakaan, Ret. Ngapain?" Chel datang kesiangan. Baju seragamnya tampak berantakan. Penampilannya sangat jauh berbeda, daripada hari-hari sebelumnya."Kesiangan, ya? Kamu begadang buat apa sih, Chel? Nanti kalau kamu sakit, aku nggak punya sahabat buat curhat lagi, dong!" Aku menggeserkan kursi putar, ke dekat tempat duduk gadis berkuncir satu itu."Sleep call sama ayanglah. Bentar-bentar, berarti aku cuma dijadikan sebagai tempat berbagi cerita doang, dong? Duh, kadang terlalu jujur itu nggak baik, loh, Ret." Chel membuka buku novel karya Nona El, di dekat rak favorit readers. Dia terlihat sangat antusias membacanya."Kalau aku lihat-lihat, kamu kayaknya suka banget ya, sama bukunya buatan Nona El? Emang dia siapa, sih, Chel? Kudengar juga, seangkatan kita lagi heboh baca bukunya.""Yang paling the best itu buku yang berjudul 'Setelah kita lost kontak', itu bikin aku nangis seharian.""Emang isinya tentang apaan?" Aku menopang dagu, agar bisa lebih fokus mendengarkannya."Bercerita tentang seorang wanita yang ditinggalkan pacarnya, alias lost kontak. Itu rekomendasi banget buat yang suka sama virtual," tuturnya seraya merapikan posisi duduk."Kamu kenal nggak sama Si Gracia Benecia? Aku tadi nyoba nyari di sini tapi nggak ada informasi tentang dia. Apa sistemnya lagi rusak, ya?" Akhirnya, aku punya kesempatan untuk bertanya, setelah gadis itu bercerita panjang lebar tentang author kesukaannya."Seisi sekolah ini kenal sama tuh badgirl. Necia itu ceweknya Lucer. Kabar angin bilang sih, dia suka ngehajar cewek mana aja yang berani dekatin Lucer. Ngapain juga kamu cari tahu tentang dia, Ret? Jangan cari penyakitlah! Mending sama Si Alvaro aja tuh, senior kita yang jago main basket itu."Sebanyak apa pun yang Chel sarankan, aku tidak bisa memilih orang lain. Hatiku telah terpaut pada pria dengan tatapan datar itu–Lucer Ford. Jangankan senior kami yang punya reputasi tinggi, aku juga pernah menolak anak kepala sekolah Onzer–Regard. Semua pria yang bagi mereka mempesona, di mataku tak berarti apa-apa; seperti sosok yang biasa-biasa saja.Sebenarnya, menolak adalah perbuatan yang sangat mengerikan bagiku. Ya, bagaimana tidak? Yang dipertaruhkan itu adalah hati orang lain. Aku juga tidak bisa memaksakan hati untuk mencintai mereka. Dua sisi yang saling bertolak belakang, kadang kala meresahkan benakku sendiri.*Ketika jam istirahat berbunyi, aku menuju loker penyimpanan barang. Ikat rambut biru kulepaskan, menggantikannya dengan bando merah muda. Rambut hitam lurus di bawah bahu itu kubiarkan menggurai indah. Aku merasa sedikit lega, setelah mendapatkan beberapa data Necia.Cinta itu butuh perjuangan. Aku tidak akan menyerah begitu saja. Akun Lucer menunjukkan bahwa, dia seorang pemuda yang belum punya kekasih. Entah benar atau tidak, aku akan memastikannya nanti."Kamu cewek yang dikasih gelang couple sama Lucer, kan?" Dari bayangan yang terlihat, aku dapat memastikan, orang di belakangku itu adalah seorang wanita.Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Tatapan gadis bermata perak di sana, begitu tajam. Ia seakan ingin membunuh, lalu mencincang habis diriku. Tentu saja, aku langsung gemetar. Ada rasa takut yang muncul, ketika mencoba untuk menghibur diri sendiri. Tangan kananku mengepal erat, berjaga-jaga jikalau ia menyerang.Kaki kanan gadis itu menendang loker di sebelahku. Ia mungkin kesal, karena aku tidak langsung menjawabnya. Keadaan semakin memanas, tatkala kepalan tangan kirinya diarahkan padaku. Ketika ia hendak memukul, aku sudah lebih dulu menepis rancangan penyerangannya itu. Taktik yang mudah terbaca, tidak akan mungkin bisa berhasil mengenai sasaran."Apa maumu?" Aku mendorong tubuh gadis itu, hingga ia membentur dinding. Entah mengapa tubuhnya terasa sangat keras. Apakah ia makan beton setiap hari? Itu kali pertama aku merasakan struktur kulit manusia yang sangat keras."Jangan pura pura nggak denger omongan pertama kutadi!" teriaknya kencang. Suara yang begitu memekakkan telinga itu tak membuat tekadku mundur. Cintaku tak mungkin kandas hanya karena dilabrak.Aku akui ia cukup pemberani, karena datang padaku seorang diri. Biasanya para geng wanita akan ikut membantu, tetapi ia berbeda. Kecantikan tak selamanya mencerminkan tingkah laku. Percuma memiliki fisik good looking, tetapi punya sifat buruk."Hei, Necia! Emangnya Lucer pernah ngakuin kamu sebagai pacarnya?" Aku menyeringgai."Pertanyaan konyolmu nggak perlu dibalas dengan ucapan halus. Akan kuberi kau pelajaran, agar kau tak lagi mengganggu hubungan kami!"Plak!Sebuah tamparan keras mendarat mulus di pipi kananku. Aku yang telah tersolot emosi pun mencakarnya dengan kuku tajamku. Kami terlibat duel yang berjalan sengit, di ruang loker. Kebetulan kala itu sedang sepi; para siswa kebanyakan fokus ke kantin. Necia. Dialah wanita yang cukup kuat dari segi penyerangan.Aku melancarkan tendangan bertubi padanya. Saat itu, aku mengenakan pakaian olahraga, jadi sangat memungkinkan untuk melakukan penyerangan. Kekuatan penuh yang kumiliki, sengaja kutumpukan pada tungkai kanan, agar lawan di depanku tidak bisa berbicara apa apa lagi.Niat awal ingin membuat lawan terkesan, malahan berakhir apes. Tendangan yang selama ini sering kupakai untuk melawan para orang jahat, tidak mempan pada gadis pirang itu. Necia sangat sulit dikalahkan. Sudah berulangkali aku mendapatkan peluang untuk mengenai pusat sasaran, tetapi dia tak kunjung tumbang.Bug!Tinju kerasnya mengenai bagian perutku. Aku tersungkur ke lantai putih, dekat kakinya. Pergerakan tubuhku dikunci, dengan kedua tanganku ditahan olehnya, di belakang punggung. Aku kesulitan melakukan pergerakan."Mulai sekarang, jauhi Lucer! Atau kalau kamu masih gatal sama dia, aku tidak akan segan-segan untuk menghabisimu," ancamnya sadis. Wajahnya tampak seram. Poninya berantakan seperti habis dikeroyok massa.Aku menjawab untuk mengamankan diri, "Ya, aku akan menjauhinya.""Bagus, Anak pintar."Necia menempelkan kepalaku di lantai yang terasa dingin. Aku meringis kesakitan, tetapi dia tak juga memberi ampun untuk melepaskanku. Kapan dia akan merasa puas dengan penyiksaan itu? Apa yang dia lakukan sudah lebih dari sekedar bully. Aku akan membalas semua perlakukan buruk itu kelak."Aku nggak akan menyerah, meski rasa sakit inilah yang akan membunuhku!" ucapku dalam hati.Aku benci dengan Necia. Hidupnya penuh dengan kepura-puraan. Apakah dia tidak pernah lelah pada dunianya yang berjalan semu itu? Aku meremukkan beberapa kertas penuh coretan tinta. Kemudian, membuangnya ke kotak sampah. Sambil memijit pelipis, aku mencoba untuk mengingat kembali pernyataan Lucer, beberapa jam sebelumnya."Emang benar ya, kamu itu seorang penipu handal. Kalau buaya darat cari mangsa, ya gini, nih." celotehku tanpa rem."Nggak," ujarnya dingin."Ya, nggak salah lagi, kan? Kalau emang kamu beneran setia. Terus siapa Si Necia?" Aku berkata seakan aku dan Lucer telah berpacaran. Tingkat kepercayaan diriku meningkat, ketika berada di dekatnya."Cuma temen.""Ini seriusan, kan? Kalau gitu, boleh dong aku daftar jadi ...."Belum selesai ucapanku, Lucer langsung menjawab, "dan dia juga masih berpeluang untuk menjadi kekasih."Siapa yang tidak hancur mendengar kejujuran dari bibir pria itu? Selama ini, aku belum pernah merasakan penolakan di dalam hidup. Lucer adalah satu-satu
"Pergilah, Nak! Jangan pernah menoleh ke belakang lagi!" Ibu melepaskan genggamannya perlahan. "Jangan pernah kembali ke sini! Teruslah hidup demi marga keluarga kita!"Aku jatuh ke dalam jurang yang cukup dalam. Wajah penuh guratan keriput, berpoleskan make up natural itu menghilang, di balik kegelapan yang mencekam. Bayangan wanita paruh baya ... werewolf di belakangnya ... tangisan darah, semuanya menghancurkan impian kami.Entah apa yang terjadi. Tiba-tiba, latar belakang tempatku terjatuh telah berubah, menjadi sebuah rumah besar lima tingkat. Aku berlari secepatnya, melawan kencangnya badai angin. Ya, aku kembali mengingat peristiwa kelam itu. Jangan sampai telat lagi!Aku berjalan lurus, melewati beberapa tiang-tiang besar. Kemudian, berhenti di lantai pertama. Kepalaku sakit. Aku tertunduk sayu, setelah menatap nanar lukisan keluarga bahagia, di dekat jam dinding. Wajah-wajah penuh senyuman, menghilang, dan entah bagaimana bisa mengembalikannya.Langkah kakiku gontai seakan ta
"Kenapa datang pagi-pagi, sih, Lucer!? Nggak lihat apa orang mandi aja belum?" gerutuku kesal pada pria yang ada di sampingku.Hari itu, aku memutuskan untuk tidak berangkat sekolah, dan sudah mengirimkan surat izin tidak masuk. Namun, Lucer sok rajin menjemputku, hingga membuatku kewalahan mengenakan seragam. Siapa yang tidak kesal? Dia datang pada pukul detik-detik, sebelum bel sekolah berbunyi. Dia tahu resiko, jika seorang siswa terlambat. Ya, hukuman adalah hal yang paling kubenci.Aku merasa dia tidak sepenuhnya jahat. Pikiranku sebelumnya yang menyatakan bahwa, Lucer adalah manusia serigala sepertinya salah. "Kamu nggak pernah cerita, kalau kamu alergi daging. Hahaha. Aku kira kamu itu makhluk jadi-jadian kayak di film-film." Aku meletakkan kotak bekal ke dalam tasnya."Jangan terlalu percaya pada mitos!" serunya, masih dengan tatapan yang sama. Datar.Dia juga bukanlah seorang vampir. Suhu tubuhnya sama seperti manusia kebanyakan. Mungkin asumsi bahwa, dia akan berubah menja
"Oh, jadi ini rumahnya Si Lucer," gumamku seraya berjalan lebih dekat, ke arah sebuah rumah besar di seberang sana.Kukira di tepian Selatan Hutan Valarie tidak ada yang namanya rumah. Buktinya, kediaman bak istana milik Keluarga Ford berdiri megah. Di pekarangan rumahnya terdapat dua buah air mancur. Patung serigala besar ada di tengah-tengah, menuju jalan masuk.Aku dibuat takjub dengan berbagai keindahan tempat seseram itu. Rumah miliknya, bahkan lebih besar dari tempat tinggalku. Kaca-kaca yang tertutup rapat oleh gorden hitam pekat dibuka satu per satu oleh para pelayan.Baru menapakkan kaki jenjang di sana untuk yang pertama kali, aku sudah disambut besar-besaran layaknya karnaval untuk sang tuan putri. Seorang pria kekar yang berpenampilan sederhana memintaku masuk ke dalam rumahnya.Ayah Lucer–Tuan Liam, sangat jauh berbeda dari yang disampaikan oleh anaknya. Dia tidak terlihat sangat menyeramkan, sebaliknya tampak sangat ramah. Aku diberikan secangkir teh, dengan wewangian kh
Kutancapkan beberapa kayu kecil dengan bendera di ujungnya. Pernyataannya tempo hari begitu menyebalkan. Namun, aku tidak akan pernah menyerah. Jika aku gagal, tentu masih bisa mencobanya lain kali. Beda lagi ceritanya, kalau aku memilih berhenti."Aku anggap kamu itu cuma atasan, dan sebagai teman satu kelompok," ujarnya saat itu. Betapa sakitnya hati kecilku, setelah mendengar perkataannya. Kucoba untuk tegar menjalani segalanya. Mungkin, suatu hari kelak, dia akan berubah.Hati wanita yang telah terpaut pada seorang lelaki, akan sulit untuk mencari yang lain lagi. Apa yang dirasakan oleh benak, terkadang terhalang oleh lisan. Mulutku ingin mengungkapan perasaan, tetapi ragu jika ia mengatakan hal yang sama; membalas cintaku.Kuletakkan ribuan harap, pada ia yang mungkin tak 'kan pernah bisa mengerti segala lara. Usaha yang belum menghasilkan cinta, kuredam di dalam rongga dada. Menyerah bukanlah kosa-kata penting dalam hidupku. Aku ingin sekali mendekapnya sambil berterus-terang,
Seisi Kota Aluna dihebohkan oleh fenomena aneh yang terjadi, semenjak beberapa minggu belakangan. Bulan darah (blood moon) adalah keadaan di mana bulan–benda langit yang menjadi satelit bumi, tidak berwarna putih seperti biasanya. Orang-orang bilang, bulan darah adalah bulan berwarna merah pekat seperti kentalnya darah.Banyak penduduk Kota Aluna yang ingin menyaksikan fenomena langka itu. Kalau menurut pendapat Chel, bulan darah bukanlah bentukan alam; dia berkata golongan bangsa vampir, yang memanggil fase bulan aneh itu. Gadis lugu sepertinya, mungkin diberi asupan dongeng yang banyak oleh ibunya, sewaktu kecil. Makanya, otaknya selalu menyangkut-pautkan segalanya dengan mitos.Aku mengeledah buku-buku sejarah kuno di perpustakaan sekolah. Nona Kim yang mengurus masalah surat panggilan, memintaku untuk keluar sebentar. Keluar-masuk kantor sudah menjadi langganan. Entah mau jadi apa aku ini sebenarnya. Terlalu kaya, bisa ke mana-mana dengan mudah, tidak menjamin kebahagiaan sepenuhn
Aku tak berani melihat mata hitam pekat milik Lucer. Pria yang duduk di sampingku hanya membeku, seperti tak ingin sekali bicara padaku. Ya, mungkin dia masih marah, karena ulahku di gudang.Ketika orang yang disukai tak merespon, pastinya hati sangatlah gelisah. Aku dilanda oleh dorongan, agar mau meminta maaf padanya. Mencintai orang yang tak banyak bicara ternyata sesulit itu, ya?"Baiklah, Anak-Anak, kita mulai saja materi gabungan kelas sekarang. Silahkan buka halaman lima belas sampai tujuh lima."Seisi kelas nampak melongo. Beberapa di antaranya berkata, "Tumben banyak banget tugas nyatatnya." Suasana kelas materi biologi gabungan, gaduh. Siswa-siswi yang rata-rata dari kelas B terlihat mengeluh, dengan tugas yang diberikan oleh Mr. Sei.Aku menoleh ke samping–pada seorang gadis berambut pirang bergaya wavy high volume. Mata peraknya menjadi warna terburuk. Aku ingin mengawasinya, tetapi gadis itu cepat sekali peka–sadar dengan kehadiranku."Kenapa lihat-lihat?" Necia bertanya
"Siapa yang membakar semua buku-buku di perpustakaan sekolah?" Chel berbisik-bisik, dengan sangat dekat pada telinga kananku. Aku menutup mulut gadis itu, lalu menjauhkannya dari daun telingaku. "Tempat ini bukan hanya dibakar. Kamu tahu, kan, maksudku?"Gadis yang mengenakan baju olahraga berwarna merah muda itu nampak menggeleng. Jika soal materi, dia hafal semua dari huruf A sampai Z. Namun, ketika berhadapan dengan kasus di sekolah, dia malah tidak koneksi."Jangan berkerumunan, Anak-Anak! Segera masuk ke kelas kalian!" Pak Tiyo berteriak, memerintah sambil memegang rotan panjang berukuran setengah meteran.Aku menarik lengan sahabatku, tak ingin lebih banyak terkena masalah, karena tidak mendengarkan perintah guru BK. "Ayo, kita pergi, Chel!"Sebuah taman yang di tengahnya terdapat air mancur berbentuk simbol pisces, kami berada cukup lama di sana. Kelas kami mengalami hal yang buruk. Bangunan yang baru dicat beberapa hari sebelumnya, hari itu, malah hancur seperti ditabrak sesu
Aluna Gold Empires adalah satu-satunya ibu kota di Negara Rais yang memiliki kristal Ergon–sebuah benda yang dapat membangkitkan tenaga mesin otomatis tanpa bahan bakar. Semenjak Presiden Gama naik jabatan, aku mendapatkan tugas penting untuk kemajuan AGE (Aluna Gold Empires). Kehidupanku sebagai ibu rumah tangga, sekaligus tangan kanan Tuan Gama, menjadikan hari-hariku dipenuhi dengan kesibukan."Bagaimana jika minum teh di Taman Swifolges? Sudah lama kita nggak ke sana, Yang." Suara di telepon terdengar memelas. "Aku akan ambil cuti besok," jawabku."Selamat anniversary yang ke-lima tahun, Sayang."Aku menyeka setetes air mata yang turun menggunakan telapak tangan. "Maaf aku selalu nggak di rumah untuk kamu, Lucer. Gara-gara aku, kamu jadi nggak bisa ke mana-mana.""Aku paham kok. Oh iya, sudah dulu, ya? Aku harus masak bubur untuk makan malam. Cepat pulang, Sayang. Aku selalu merindukanmu." "Lucer?" aku memanggilnya lembut. Suara di seberang sana menyahut, "Kenapa, Sayang? Kamu
Dua tahun setelahnya. Penurunan Tuan N sebagai kepala negara telah disetujui oleh para menteri. Aku menyaksikan banyak berita tentangnya di berbagai media. Semenjak dua hari sebelumnya, koran-koran yang dijual hanya terfokus pada pergantian presiden. "Ret, kamu udah bisa ngendaliin semuanya, kan?" Chel meletakkan sebuah mahkota besar di puncak kepalaku.Walaupun ragu, aku tetap menjawab, "Iya, aku udah bisa kok, Chel. Udah, kamu nggak usah khawatir sama aku, oke?" "Berapa banyak yang kamu undang?" Frey membuka pintu dengan keras. Dia terlihat tergesa-gesa. "Ret, kamu ngundang berapa banyak tamu?"Aku lelah untuk mengatakan jawaban yang sama padanya. Bagaimana bisa dia menjadi seorang pelupa ketika telah memiliki satu anak? Haduh! Semakin tua ternyata indera vampir makin melemah."Pernikahan ini private, Frey. Aku cuma ngundang teman-teman kita, dan beberapa yang lain." Aku memakai selop kaca seperti milik Cinderella.Mereka saling bertatapan satu sama lain dalam durasi yang cukup l
Ban mobilku tidak dapat diubah ke arah kanan. Sepintas cahaya terang, lalu aku tidak ingat apa pun lagi. Semuanya berasa kabur."Margaret, kamu harus sadar, Nak!" Suara yang mirip dengan Bunda Thea membangunkanku dari mimpi indah."Bundaaa!" Secara refleks tubuhku bangkit dari tidur. Rumah sakit? Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Ke mana cahaya itu? "Sayang, bunda udah nggak ada. Kamu lupa?" Tuan Robert yang berada di samping kembali menyadarkan tubuhku di ranjang."Aku melihat bunda, Yah. Dia yang bangunin Margaret dari mimpi indah. Padahal Margaret nggak mau pisah dari dia." Aku mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi sebelumnya.Pria yang mengenakan kemeja hitam kesukaan Bunda Thea itu, hanya bisa menganggukkan kepalanya. Nampaknya dia sudah lelah mengurusiku, yang selalu hidup dalam bayang-bayang masa lalu."Ayah, aku kecelakaan, ya?" "Enggak, Nak."Aku sontak terkejut. "Kalo aku nggak kecelakaan, kenapa aku ada di sini? Aku cuma pingsan doang, ya, Yah?""Enggak, Nak.
Menjalani pendidikan yang jauh dari keluarga, teman, dan juga kekasih, banyak sekali cobaannya. Aku sampai kewalahan, lantaran selalu mendapat surat cinta dari senior. "Aku suka sama kamu, Phire. Kamu mau nggak nikah sama aku?" Aku akui Varo sosok pria pemberani. Cara dia mengungkapkan rasa sudah lebih dari pengombal handal. Namun bedanya, dia langsung to the points–mengajakku untuk membangun masa depan dalam ikatan."Aku sudah punya kekasih, Var. Maaf, aku nggak bisa," aku menolak seraya berterus-terang. "Lucer Ford udah nikah. Kamu belum tahu, ya?"Plak!Reflek aku pun menamparnya, karena sakit hati mendengar bualan pria blasteran di depanku. Sudah ditolak, malah membawa kabar aneh. Dasar buaya!"Phire, aku seriusan. Kamu lihat aja sendiri ke Aluna, kalo emang kamu nggak percaya sama aku," katanya sambil menahan pedih di pipi."Lucer itu orangnya setia. Mau kamu ngomong atau nyampein berita hoax sama aku, aku nggak peduli!" ketusku. "Gimana kalo dia emang udah ada yang lain? Kam
Perselingkuhan .... Mendengarnya saja aku sudah tidak mau, apalagi membahasnya. Hubungan di masa laluku–Kay, mengajarkan banyak hal berharga, dan juga tidak. Bertemu dengan pria yang tak cukup satu wanita adalah pelajaran hidup paling berkesan.Kalau kata Tuan Robert, selingkuh memiliki tiga elemen: dua sebagai pelaku, dan satunya korban. Namun, semakin banyaknya kelebihan diri, biasanya seseorang makin bertingkah. Mengapa bisa kukatakan seperti itu? Kadangkala satu pelaku, dan korbannya banyak–lebih dari satu.Kesempurnaan adalah tolak ukur bagi si pemuja fisik. Begitu pula dengan si korban yang merasa ia adalah "rumah". Hubungan dijalin pada sebuah komitmen semu. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, mereka adalah dua orang yang sama-sama memanfaatkan."Kamu melamun lagi, Ret. Bosan, ya?" Lucer memecah kefokusanku untuk membuat status di media sosial.Aku berdecak sebal, "Ck! Orang diam aja dibilang bosan. Aku bertingkah dibilang mau nyari yang lain. Kamu kenapa, sih?""Pusing, mikirin ke
"A apa!? Lu Lucer orang kaya yang hartanya nggak bakalan abis-abis?" Setelah mengucapkan pertanyaan tanpa harus dijawab itu, Lionel tidak sadarkan diri di lantai. Kak Regard menolong, lalu membawanya masuk ke dalam rumahku.Seisi tamu undangan heboh karena dia pingsan. Salah sendiri kenapa dia bertanya begitu. Toh, aku menjawab sesuai kenyataannya saja. Mau diberi tahu isi saldo Lucer pun dia mungkin takkan kuat. Gaji kepala sekolah menurutku lumayan besar, belum ditambah bonus keaktifan kerja. Lucer dan Regard hanya tinggal bertiga, dan bisa membeli apa pun. Kenapa orang kaya iri dengan kasta yang sama? "Kamu kenapa pake acara pingsan-pingsan segala, sih?" Reona memercikkan air dingin dari gelasnya ke wajah Lionel. Pria yang semula terbaring, begitu disiram keseluruhan barulah terbangun. Dia basah kuyup, termasuk sofaku. "Kok Lionel bisa pingsan? Gimana ceritanya?" Lucer yang tidak melihat kejadian, hanya bisa kebingungan mencari jawaban di antara gelak tawa."Tadi, kan, Si Marga
Necia memberikan sesuatu yang tidak bisa kukembalikan. Apa yang ada di dalam sana membuatku menangis diam-diam. Hari sudah mulai pagi, aku harus cepat menyeka air mata di kedua pipi. Kotak yang berisi tentang harapan sedari kecil kututup kembali. Raja Harry adalah orang yang mudah bergaul. Namun, mungkin ayah lupa, jika Raja Oise pernah menolongnya, semasa perang besar terjadi. Berabad-abad lamanya, bangsa elf murni maupun campuran hidup berdampingan dengan banyak golongan. Wilayah Swifolges adalah tempat yang sangat kaya akan sumber daya, terutama bunga-bungaan. Oleh karena itulah, pertempuran besar terjadi.Ayahnya Raja Oise–Kakek Kenneth, memiliki reputasi baik di sejarah Swifolges, berbeda jauh dengan putranya. Jika saja waktu bisa diputar kembali ke kanan, mungkin Ratu Jingga akan menyesali keputusannya.Berbohong itu tidak baik. Menutupi kebohongan dengan kebohongan lain akan memperbanyak masalah. Kekuatan elf mampu menutupi aib. Ratu Jingga pernah menikah dengan Raja Oise, l
Aku membuka banyak kado yang terus dikirim oleh Lucer ke rumah. Kurir yang sama agaknya kelelahan karena terus bolak-balik. Aku penasaran, kenapa Lucer menjahili tukang antar barang, dengan membeli satu per satu dalam waktu yang berbeda-beda?"Semua ini dari Lucer, Yah. Aku nggak tahu, sih, kenapa dikirim nggak sekaligus?"Tuan Robert mengambil gunting, berniat membantuku. "Punya dendam pribadi apa pacarmu itu sama kang kurir, Nak? Ayah sampai pusing lihat mereka ke sana-kemari cuma nganter satu per satu paket kiriman Lucer."Punya pacar yang bisa membeli banyak barang tanpa melihat harga, itulah aku. Beruntung sekali, bukan? Uang bagi Lucer mungkin hanya lembaran tak bernilai.Aku menggelung rambut panjangku. Cukup sulit melakukan aktivitas, ketika mahkota manusia itu tergerai. Esok harinya adalah hari penting bagi Tuan Robert dan Nyonya Thea. Mereka menggelar pesta besar di dekat rumahku. Ya, ada panggung besar di samping kanan kediaman Phire. Malam itu, para tamu mungkin akan seg
Mungkin dia kembali hanya untuk berpamitan. Kemudian, pergi selamanya. Aku mendengkus kesal, setelah mengisi banyak tugas catatan kelas matematika. Di dunia ini ada banyak yang datang, lalu pergi. Juga, ada yang singgah, dan menetap. Kita tidak bisa memaksakan, bagaimana hatinya meminta apa yang akan dilakukan ke depannya.Ya, dunia memang penuh dengan plot twist. Di mana kejadian yang sebelumnya kadang masuk planning, bisa keluar kapan saja. Kuucapkan banyak terima kasih pada punggung yang enggan berbalik arah lagi. Tenang saja, payung yang kubawa masih cukup tegar melawan badai kenyataan."Ret, besok pesta pernikahan Nona Kim dan Tuan Robert, kan?" Chel tiba-tiba mengingatkannya lagi. Duh! Padahal aku susah-susah melupakannya.Aku menjawab dengan malas, "Iya, besok pagi-pagi. Kamu nggak mau datang?""Enak aja! Mulutmu minta disumpal pakai bakso goreng, ya? Asal aja nuduh orang yang enggak-enggak." Chel mengeluarkan dompet berbentuk domba. "Nih, kalo kamu mau jajan!" Kemudian, membe