Stephanie tersenyum miris melihat bagaimana kondisi kamar yang ia tempati semalam. Gaun dan pakaian Aiden tercecer di lantai, ditambah lagi kondisi kasur yang sudah tak berbentuk itu berhasil membuat dirinya kembali ke keadaan semalam. Keadaan dimana dia sepenuhnya telah menjadi seorang wanita …. Harusnya dirinya senang karena telah melakukan itu dengan suaminya, tapi sayangnya sebuah fakta yang dirinya dengar membuat semuanya berbanding terbalik.
Dia pun memilih untuk merapikan semuanya seperti sedia kala. Berharap dengan rapinya kamar ini membuat bayang-bayang kegiatan percintaan mereka lenyap …. Sayangnya tidak segampang yang Stephanie kira. Dan pada akhirnya Stephanie memutuskan untuk pergi dari kamar, tapi sesudah dia memutar knop pintu, pintu itu tak kunjung terbuka.
Setelah pelayan itu pergi dengan membawa pesan kalau sepasang suami-istri itu akan turun ke bawah menemui Sean. Aiden memilih berdiri, berjalan-jalan di kamar. Sejujurnya terbesit rasa kecewa pada Aiden disaat mendengar pernyataan yang mengejutkan dari Stephanie .... Istrinya tidak percaya kepadanya. Apa yang harus dilakukan Aiden kalau begitu?“Sweetie.” Panggilan yang Aiden berikan membuat Stephanie menarik pandangan. Aiden menghela napasnya saat melihat wajah cantik Stephanie yang sekarang malah memerah. Terlebih lagi matanya yang bengkak. Hal itu membuat Aiden semakin merasa bersalah .... Tapi ia bingung harus melakukan apa. Haruskah Aiden menenangkannya disaat dirinya juga tidak tenang karena pernyataan Stephanie? “Kau bisa cuci wajahmu, lalu kita turun ke bawah .... Sean tidak boleh mengetahui kejadian ini.”
Tetapi yang dilakukan Aiden malah sebaliknya. Dia menolak bantuan Stephanie dengan mendorong tubuh Stephanie pelan. Lalu mundur ke belakang dengan sempoyongan.“Apa kau pikir dengan bertindak seperti hari ini bisa menyelesaikan masalah?” Aiden membalik pertanyaan Stephanie. Dia menggelengkan kepalanya. “Tidak .... Kau malah membuatnya semakin rumit. Kau bertingkah dengan seenaknya. Mengusirku dari mansion kita dengan alasan pekerjaan. Apa yang kau pikirkan? Apa kau ingin semuanya tahu tentang masalah kita? Kalau iya, selamat .... Sean, kakakmu yang kau banggakan itu sudah tahu!”Stephanie menggeleng. “Aiden ....”“Dan kau ingin menyangkalnya?” Lagi, Aiden memotong. Matanya sudah memerah. Ingin sekali Stephanie membawa Aiden ke kamar. Tetapi sayang, Stephanie masih ragu. Dia takut kalau Aiden akan menolaknya untuk kedua kali.“Katakan .... Apa aku
“Sweetie ....”Stephanie yang baru saja menyeruput kopinya terpaksa memberhentikan kegiatan itu sejenak. Dia menghela napasnya. Kesal dengan Aiden yang selalu memanggil namanya berkali-kali di pagi ini. Bahkan untuk duduk dan bersantai di balkon kamarnya pun tak bisa Stephanie lakukan.“Ya. Kau butuh sesuatu lagi?” Stephanie menyahut sesudah dia masuk ke dalam kamar. Menyilangkan tangannya di depan dada. Lalu mengarahkan pandangannya ke Aiden yang sudah menggunakan kemeja. Tapi ... dasi itu merusak semuanya.“Aku tidak tahu caranya,” tutur Aiden dengan menatap Stephanie sambil memegang dasi yang sudah menggantung di leher Aiden.
“Apa kau bisa lebih cepat?!” Aiden membentak Alex yang sedang menyetir. Membuat pria itu langsung kaget yang sontak menekan gas dengan kuat. Untung saja Alex langsung tersadar, kalau tidak mereka akan terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.Tidak ada yang Alex katakan sebagai bentuk dari respon bentakan Aiden. Dia mengetahui pria itu sedang sangat marah. Jadi lebih baik dirinya diam saja dan menerima semua amukan dari Aiden .... Kalau dipikir-pikir pria mana yang tidak marah mengetahui istrinya sedang berduaan dengan pria lain di dalam mall .... Itulah yang sedang Alex pikirkan sekarang.Sementara itu, Aiden hanya memusatkan pandangan ke arah jalanan yang di depan. Napasnya terdengar tak beraturan— menandakan memang dirinya sangat em
“Aiden!”Sudah 3 kali Stephanie memanggil Aiden, tapi pria itu tidak mau menjawab panggilannya sama sekali. Dia menoleh ke sebelah, melihat Aiden yang sedang berjalan masuk ke dalam mansion. Langsung saja Stephanie memegang tangan Aiden. Membuat pria itu langsung menghentikan langkahnya .... Mendadak Stephanie menjadi takut dikarenakan Aiden yang menatapnya dengan tajam.“Aiden ....” panggil Stephanie lemah. Bibir Stephanie terbuka lebar disaat Aiden melepaskan tangannya dengan sekali hentakan.“Kenapa? Kau kesal, huh?” Aiden bertanya sembari mendekatkan tubuhnya ke Stephanie. Langsung saja dia menarik Stephanie hingga terpaaan napas Aiden menyapu w
“Apa ini?” tanya Stephanie setelah mereka sampai di kamar mereka. Setelah perintah Aiden dikeluarkan, maka tidak ada yang bisa dilakukan Stephanie selain menuruti perintah suaminya itu. Mereka pergi meninggalkan Ransom dan Rose dengan alasan yang sungguh tidak masuk akal. Aiden mengatur sedemikian rupa.“Milikku,” jawab Aiden santai yang duduk di kasur dengan bersandar di bagian kepala kasur. Matanya mengarah ke beberapa tumpukan kotak makanan yang berada di meja nakas. “Brownies cokelat. Aku memesannya langsung dari tempat favoritmu.”Brownies? Tempat favorit? Langsung saja mata Stephanie menunjukkan kebinaran. Dia sangat menyukai brownies, terlebih lagi itu berasal dari tempat favoritnya. Disaat dia ingin membuka kotak brownies it
“S—selamat pagi, Nyonya Stephanie.”Sapaan yang diberikan oleh sekretaris perusahaan yang langsung berurusan dengan Aiden membuat Stephanie menghentikan langkahnya. Dia menatap tajam perempuan itu.“Kenapa kau kaget? Apa karena aku yang datang?” Stephanie bertanya dengan nada tinggi. Dia tidak habis pikir dengan sekretaris tersebut dikarenakan mengizinkan Amanda masuk ke ruangan Aiden. “Sekali lagi, jika saya mendengar wanita ini datang ke sini dan kau mengizinkannya masuk, maka bersiaplah untuk keluar dari perusahaan ini ... dan ya, apa aku harus memberikanmu rok panjang? Kau pikir dengan menunjukkan pahamu akan membuat Aiden terpesona? Ck, itu malah menjijikkan!”
“Kau mau pergi kemana?” Stephanie bertanya disaat Aiden sudah berjalan melewatinya. Membuat Aiden berhenti, lalu berbalik badan.“Ke kamar mandi. Aku harus memuaskan juniorku sendiri. Padahal aku punya istri seksi tapi tidak bisa—”“Alion ....” rengek Stephanie. Dia menghela napasnya. Ikut kesal karena Aiden yang menyindirnya. “Aku tidak mood. Apa kau tidak paham, huh? Apa kau ingin memaksaku melakukan hubungan itu?”Aiden menggerakkan tangannya dari atas ke bawah. Seolah menyuruh Stephanie untuk tenang. “Tenang. Tidak perlu diributkan ... aku ingin pergi, itu tandanya aku tidak memaksamu.”Setelah kepergiaan Aiden— melewati tangga besar yang melingkar bak seperti di kerjaan untuk naik ke kamar mereka, Stephanie juga tidak tinggal diam. Dia melangkah ke arah dapur. Memberikan aba-aba apa yang harus dimasak ... dia menginginkan se
Stephanie menghela napasnya bosan melihat Aiden yang terus saja mondar mandir mengelilingi kamar.“Apa kau tidak akan mengizinkannya tidur?” Stephanie bertanya yang berhasil membuat Aiden berhenti.“Dia sudah tidur, Sweetie,” jawab Aiden dengan suara pelannya. Dia menoleh ke bayi yang ada dalam gendongannya lalu kembali ke Stephanie. “See … dia bahkan tidak bergerak sama sekali.”Stephanie yang awalnya kesal malah terkekeh kecil. “Ya, kau sangat hebat. Tapi sekarang dia membutuhkan mommy-nya. Kemarikan putraku, aku ingin tidur bersamanya sekarang!”Aiden merubah wajahnya menjadi masam. Tidak ada pilihan lain. Dia pun berjalan dengan pelan lalu meleta
“Ma—ma—ma—ma!”Wanita berambut seleher itu terkekeh kecil karena mendengar ocehan bayi yang berada dalam pangkuannya. Karena tak tahan, akhirnya wanita itu memberikan ciuman bertubi-tubi di pipi gembulnya.“Kenapa kau sangat lucu sekali, hm?” tanya wanita tersebut sembari mengangkat bayi perempuan yang terkekeh karena kegiatan tersebut.“Rasanya aku ingin mengurungmu disini,” lanjutnya sesudah memberikan lagi dot yang berisi susu.Bayu tersebut sontak terdiam. Terlihat jelas dirinya yang sedang berusaha menyedot susu itu. Tak lu
2 hari kemudian …Mata Aiden tak pernah luput dari Stephanie. Dia bersandar ke daun pintu dan tangan yang bersedekap.Entah sudah berapa lama Aiden terus memandang Stephanie, yang jelas dia tidak pernah meninggalkan perempuan yang sedang terduduk di ranjang rumah sakit dengan pandangan kosong itu.Setelah berperang dengan kepalanya— berusaha mengambil keputusan, Aiden kemudian berjalan mendekat. Mendudukkan setengah bokongnya di kasur yang Stephanie tempati. Meskipun demikian, Stephanie tetap tidak menyadari kalau Aiden sudah berada di sampingnya.
Pria dengan setelan jas itu duduk terdiam di ruangan tertutup salah satu restoran Jepang. Ruangan yang semulanya ingin digunakan untuk membahas proyek namun tak kunjung terjadi karena mereka mendapat kabar buruk. Pria itu terus menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Pria itu tidak melakukan apapun setelah mendengar teriakan Stephanie dan kata tolong yang ia katakan sebelum panggilan tadi terputus.“Apa yang harus kita lakukan?!” Bentakan itu keluar dari bibir Joshua yang terus mondar mandir. Dia berhenti dan menjatuhkan pandangannya ke arah Aiden yang masih setia diam. Melihat itu, emosi Joshua mendadak tak terkontrol.“KENAPA KAU DIAM SAJA?!”Alex yang berdiri di depan pintu sudah menduga hal itu akan terjadi. Sebelum Joshua meluka
Satu gelas susu panas sudah berada di tangan Stephanie. Kaki yang dibalut oleh sandal tipis itu melangkah ke luar. Mencari tempat paling nyaman untuk menjatuhkan bokongnya.Pilihannya jatuh di belakang villa yang menyuguhkan pemandangan sawah yang baru ditanam. Warna hijaunya terlihat sangat menyegarkan di mata Stephanie. Ditariknya oksigen banyak-banyak untuk masuk ke dalam paru-parunya. Udara di sini sungguh berbeda dengan udara kota mereka berasal.Jelas saja, ini adalah pulau pribadi Aiden dimana kendaraan sangat jarang lalu lalang. Bukan pulau baru, melainkan pulau yang sama dengan yang Stephanie kunjungi bersama Aiden, entah berapa bulan yang lalu, Stephanie tidak mengingatnya.
Erland dan Diana kompak masuk ke ruangan Stephanie, diikuti dengan Rose. Mereka mengabaikan Ransom yang sedang berhadapan dengan Alex.“Kau harus makan—“Kalimat Aiden berhenti karena mendengar suara pintu yang terbuka. Sontak mereka berdua menoleh bersamaan. Mendapati Erland dan Diana yang diam berdiri. Sedangkan Rose, dia berjalan, mendekap sang putra untuk melampiaskan rasa rindu yang sudah mengendap lama.“Mommy kangen.” Diana bergumam, mengelus punggung Aiden yang masih setia mendekap Rose.“Aku juga,” sahut Aiden. Mengecup puncak kepala Rose sebelum melepaskan pelukan tersebut.“S
“Apa yang kau bilang, Stephanie?” Aiden bertanya dengan nada tidak suka dan sedikit meninggi. Dia bahkan sudah mengganti panggilannya— menandakan kalau dirinya tidak menyukai apa yang Stephanie katakan.“Bagaimana bisa kau ingin menggugurkan darah dagingku?” tanyanya, mendesak Stephanie dengan mengguncang kedua bahu wanita yang sedang memejamkan mata karena rasa sakit dari apa yang Aiden lakukan.Stephanie membuka matanya. Bertemu dengan manik Aiden. “Kau menginginkannya karena harta, bukan? Agar Daddy Ransom memberikan harta kekayaan ini padamu, ‘kan?”Untuk sesaat, Aiden terkejut karena Stephanie mengetahui rahasia tersebut, tetapi Aid
“20 menit lagi kita akan meeting, Pak,” kata seorang pria yang menjabat sebagai sekretaris baru di perusahaan Aiden kepada Aiden yang sedang sibuk berperang dengan berkas-berkas.Aiden hanya mengangguk pelan saja lalu menggerakkan tangannya untuk menyuruh pria itu keluar.Dan tak menunggu waktu lama, seorang pria dengan muka yang babak belur masuk ke ruangan Aiden. Aiden menatapnya dengan tajam seraya berdiri menjumpai dirinya yang masih diam memaku di pintu.“Katakan!” desak Aiden setelah menutup pintu ruangan itu. Dia mendorong Alex sampai ke dinding. Mengambil kerahnya lalu berkata, “Jangan buat kepercayaanku hilang sepenuhnya untukmu! Harusnya kau berterima kasih padaku karena masih membiarkanmu hidup, Pengkhianat! Tapi sep
Aiden menahan dirinya untuk tidak menemui Alex yang sedang berjalan ke arah luar. Dan karena emosi yang ada dalam dirinya tak bisa disalurkan dengan benar, membuatnya mengepalkan kedua tangan.Mengetahui fakta tentang dalang dari kejadian dimasa lalunya tentu membuat Aiden kaget. Ditambah lagi ternyata hal itu sudah dirancang sedemikian rupa.Amanda tak bersalah … dapatkah Aiden menyimpulkan itu sekarang?“Akhhgg,” teriak Aiden sambil melemparkan ceret kaca tersebut. Suara gaduh terdengar disaat ceret itu sudah berbentuk kepingan-kepingan dengan ljnggiran tajam yang dapat membuat darah segar mengalir jika tersentuh.Pria yang sedang emosi itu langsung melenggak pergi. Menga