Adeline perlahan-lahan menutup mulutnya yang menganga lebar dengan telapak tangan saat melihat Kendrick dan Katrin di televisi yang sedang melakukan pertemuan dengan para media. Sayangnya itu siaran ulang pasalnya Adeline sedang mandi saat mereka sedang live.
“Mereka … mengatakan pada media.” Adeline sampai kesulitan berbicara. Dia seperti orang bodoh padahal Adeline berada di rumah sakit saat Katrin dan Kendrick berbicara. Adeline mendengar pertemuan media, namun tak mengetahui informasi lebih akan hal itu. Dan pagi ini, Adeline mengetahui maksud mereka sepenuhnya.
“Astaga!” Baru saja dia mematikan televisi, Adeline sudah dikagetkan dengan bunyi bel yang terus dibunyikan berkali-kali—tidak ada sopan santun sama sekali.
Emosi Adeline benar-benar tersulut karena Kendrick yang selalu berusaha mencoba untuk mengulur waktu. Padahal tinggal beberapa langkah lagi mereka akan sampai di ruangan William dirawat.“Apa lagi?” tanya Adeline tajam pada Kendrick yang mendadak berhenti berjalan. Tadi Kendrick beralasan ingin mandi dulu sebelum pergi, lalu sesudah di rumah sakit, dia meminta ke kamar mandi.“Kita belum makan. Lebih baik makan dulu—““Aku tidak peduli.” Adeline memotong dengan decakan kesal di akhir. “Terserah, aku sudah tidak peduli! Kau mau ikut atau tidak, itu terserah! Tapi ancaman-ku masih berlaku!”“Wanita itu sudah berani mengancamku!” gumam Kendri
Kendrick melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Aroma Lavender menyeruak, masuk ke paru-parunya dengan sangat sopan. Pandangan Kendrick langsung jatuh kepada Adeline yang terduduk di kasur dengan sorot mata kosong.“Apa kau merasa tidak enak lagi? Aku bisa memanggil dokter lagi untuk mengecek-mu.”Adeline seperti ditarik lagi kembali ke dunia nyata. Matanya mengerjap. “Aku ingin menggugurkannya.”Adeline seperti disambar petir kala dokter keluarga mengatakan kalau dirinya tengah mengandung setelah melakukan beberapa pengecekan, termasuk USG— dokter membawa peralatan yang sangat lengkap ke mansion. Adeline seperti orang bodoh lantaran mengetahui kabar janin yang ada dalam kandungannya hampir melewati trimester pertama. Tidak ada t
Kendrick menghela napasnya panjang. Pria itu sudah punya firasat kalau Belinda akan datang, namun tidak secepat ini. “Mommy, ayo kita ke ruang kerja.” Kendrick merangkul Belinda, memaksanya agar ikut dengannya.“Tapi itu siapa?” Belinda menoleh ke belakang, melihat Adeline yang masih terdiam lantaran terkejut.“Nanti aku akan menjelaskannya,” sahut Kendrick.“Duduk!”Kendrick menelan ludahnya. Hanya Belinda yang bisa membuat Kendrick takut seperti ini. Kendrick seolah bukan Kendrick yang biasa kalau berhadapan dengan Belinda.“Ayo! Jelaskan pada Mommy semuanya!” hardik
Kendrick mengurungkan niat untuk masuk ke dalam kamar Nadine karena melihat Adeline yang sedang membacakan cerita pada bocah cantik itu. Tak sadar, bibirnya tertarik lantaran melihat Nadine yang sangat tertarik dengan cerita Adeline.Rasa sedih juga dirasa Kendrick karena sejak Nadine lahir, dia tidak pernah mendapatkan hal spesial ini dari Katrin. Wanita itu selalu beralasan saat Kendrick meminta Katrin untuk memperhatikan Xavier dan Nadine.Syukur saja Xavier dan Nadine mengerti kondisi Kendrick yang sudah tidak punya hubungan lagi dengan Katrin. Sebelum pertemuan media, Kendrick menjelaskan pada anak-anaknya tentang apa yang terjadi. Dia tahu kalau ini sangat dini, tapi jika tidak sekarang lalu kapan? Kendrick juga tahu jelas kalau Xavier dan Nadine adalah anak pintar yang mudah memahami banyak hal, termasuk perceraian
“Apa lagi?! Kau ingin menyuruhku untuk mandi ketiga kalinya?!” Setelah Kendrick keluar kamar mandi, dia bertanya tidak suka kepada Adeline yang terduduk di kasur. Bayangkan saja, dia sudah mandi dua kali hanya selang waktu beberapa menit, manusia mana yang tidak emosi kalau seperti itu? Kalau ada, Kendrick harus memberinya penghargaan saat ini juga.Adeline mendecak sebal. “Apa aku ada menyuruhmu memakai parfum tadi?” tanya Adeline malas. “Jangan pakai parfum atau kau harus mandi ketiga kalinya,” ancam wanita itu lantaran sehabis pulang kerja, Kendrick menggunakan parfum setelah mandi, yang anehnya membuat Adeline mual seketika. Maka dari itu dia meminta Kendrick untuk mandi lagi.“Adeline, aku sudah mengganti parfumku tiga kali dalam bulan ini karena dirimu. Lalu aku harus mengga
Adeline baru saja menyelesaikan hari pertamanya latihan merangkai bunga. Walau belum melakukan praktek merangkai, dia tetap antusias menerima pembelajaran mengenai jenis-jenis bunga yang digunakan dalam merangkai bunga—semuanya butuh tahap. Ia juga bertemu banyak wanita dari berbagai kalangan dan itu sangat disyukuri Adeline lantaran sudah jarang bersosialisasi dengan orang lain semenjak bertemu Kendrick.Dan sekarang, Adeline berada tepat di seberang sebuah bangunan kuno yang dijadikan sebuah kafe. Ada banyak orang yang lalu lalang masuk dan keluar dari kafe itu, tak tahan bibir Adeline tertarik ke arah berlawanan, pasalnya dia sudah mengincar kafe tersebut sejak lama.“Nyonya, Tuan memerintahkan kita agar langsung pulang ke mansion setelah kursus.” Sopir yang ada di depan mengeluarkan suaranya. Terliha
“Bibi.” Adeline memanggil manusia yang sedang duduk dalam kondisi menunduk, kemudian memeluk wanita tua itu. Rasa rindu yang Adeline rasa selama ini langsung lenyap karena melihat mereka.Wanda menelan ludah. Takut karena ditatap tajam oleh Kendrick. “M—maafkan Bibi, Adeline,” ucap Wanda penuh sesal sesudah mereka duduk di sofa.Adeline tersenyum simpul. “Aku sudah memaafkan kalian semua,” sahut Adeline, menggenggam tangan Wanda. Pandangannya mengedar. “Kemana Paman dan Carmila?” tanya Adeline penasaran karena tak melihat batang hidung mereka.Adeline seketika panik karena Wanda yang menangis. “B—bibi, kenapa? Kenapa menangis?”
Pecahan kaca sudah tercecer kemana-mana. Satu pecahan gelas dengan cairan susu, dan tak jauh dari sana ada guci yang juga ikut pecah."Xavier tidak apa-apa?" Adeline bertanya khawatir sembari memutar tubuh Xavier—mencari luka di tubuh bocah itu. Embusan napas lega keluar beberapa saat setelahnya lantaran tidak melihat ada luka ditubuh Xavier yang masih syok. “Kenapa ini bisa terjadi?” tanya Adeline dengan lembut, tak ingin marah karena percuma, guci itu tidak akan bisa kembali ke bentuk semula.“Tadi Xavier menendang bola.” Ia menunjuk ke arah bola yang berada di sudut ruangan. “Tapi malah melenceng mengenai guci itu, Aunty.”Adeline tidak bisa menyalahkan Xavier sepenuhnya, pasalnya guci itu tidak seharusnya berada tepat
Tubuh pria itu kian mengeras seperti batu. Sungguh, Kendrick baru menyadari kalau saat ini mereka ada di makam Katrin.Kendrick tak berbohong kali ini. Awalnya, ia kira mereka sedang berziarah ke sebuah makam keluarga pria itu, makanya dia tak melirik batu nisan itu di awal.“Kenapa kau terdiam, Kendrick?” tanya Adeline. Menarik kerah mantel pria itu sehingga mata mereka kembali bertemu. “Ayo, jawab aku! Apa kau tidak punya jawaban? Apa kau tidak bisa berbohong untuk yang kesekian kalinya lagi? Jawab!” bentak Adeline hebat.Meskipun pria itu sedang dilanda rasa terkejut, mimik wajahnya tetap tidak menunjukkan itu. Malah terkesan sangat santai. Yang berhasil membuat emosi Adeline semakin mendidih.
Gustav mengernyitkan alisnya kala mendapati ada sebuah bayangan yang kini menutupi cahaya yang menerangi punggung bagian belakangnya hingga Adeline. Merasa penasaran, kepala pria itu berputar 180 derajat ke arah belakang, diikuti dengan sebagian tubuhnya. Dan kini, tubuh pria itu mematung kala matanya menatap netra biru yang sangat dingin.Adeline— yang posisinya tepat di seberang Gustav— juga menyadari ada sesuatu yang janggal. Perlahan namun pasti, juga dengan detak jantung yang kencang— wanita itu mendongakkan wajahnya. Mata dan bibir wanita itu terbuka lebar kala melihat seorang pria tengah menarik pandangan dari arah Gustav ke dirinya.“Kendrick.” Adeline menggumam kaget. Tanpa sadar, dia berdiri dari tempat semula. Tatapan yang Kendrick layangkan, seakan dapat membuat tubuhnya terasa sa
Dalam perjalanan, sebenarnya Gustav sudah ingin memberitahukan dimana alamat itu berada. Namun karena melihat reaksi Adeline yang sungguh semangat, itu membuatnya mengurungkan niat untuk menjelaskan apa yang terjadi.Gustav tidak ingin membuat ekspresi bahagia di wajah itu luntur begitu saja. Namun, ketika mereka sudah sampai, Adeline pasti akan berada dalam tahap itu. Sungguh, Gustav sangat dilema sekali.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil itu berjalan melambat. Menandakan kalau sebentar lagi mereka akan sampai di tempat yang dituju.Adeline kerap kali memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Seakan sedang mencari-cari namun sayangnya tak menemukan apa yang ia cari. Dengan penuh perasaan campur aduk, wanita itu melirik ke samping, ke arah Gustav. “Ap
Adeline meringis pelan. Dia terus berjalan dengan menatap ke arah samping. Sungguh merasa tidak enak.“Aku pasti sudah sangat mengecewakanmu.”Ucapan Adeline, membuat Gustav sontak memberhentikan langkahnya. Memutar kepalanya ke samping, menatap Adeline dengan alis yang menyatu bingung. “Mengecewakan?” tanyanya.Adeline mengangguk pelan. Ketika ia hendak menjelaskan, Gustav segera berbicara lebih dahulu.“Oh, aku paham. Soal permintaanku tadi di dalam?” Gustav bertanya dengan alis yang naik ke atas, juga telunjuk yang menunjuk ke belakang. Melihat Adeline yang mengangguk lagi, Gustav pun terkekeh ramah. “Astaga, Adeline, tidak perlu merasa seperti itu. Aku
“Maaf.”Satu kata itu membuat Adeline menoleh ke sebelah. “Tidak masalah.”Gustav mengembuskan napas. Dirinya merasa tidak enak sama sekali. “Aku sungguh bersalah. Ehm ... aku punya kenalan, dia seorang pria juga, kau mau bersamanya untuk mencari Katrin?” tanya Gustav, memberikan saran.Adeline terlihat berpikir. Sebenarnya, dia membutuhkan informasi mengenai Katrin dengan sangat cepat. Namun dengan tawaran itu, itu sama saja semakin merepotkan Gustav.“Tidak perlu. Aku maklum. Malah, aku yang merepotkanmu. Seharusnya tadi, kau meninggalkanku saja di restoran. Biar aku saja yang mencari keberadaan Katrin.”
Adeline tak mengerti kenapa dia bisa sepercaya ini pada seseorang yang baru ia kenal. Bahkan, kini dia sudah masuk ke dalam apartemen pria itu untuk menunggu sang pemilik apartemen bersiap.Wanita itu mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri. Mungkin saja dikarenakan Adeline sudah sangat pasrah dan tidak tahu harus mencari kemana Katrin, makanya dia menerima tawaran yang diberikan oleh Gustav .... Ya, itu adalah alasan yang paling masuk akal.“Maaf. Kau jadi lama menungguku.”Suara berat dan harum parfum maskulin itu masuk ke indra pendengaran dan penciuman Adeline. Wanita itu sontak menoleh ke sumber suara.Di depan sana, sudah ada Gustav yang penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya
Seseorang itu mengucek matanya berkali-kali dikarenakan habis bangun dari tidur nyenyaknya. Dan secara bersamaan, mata mereka berdua terbuka untuk saling menatap satu sama lain.Tanpa sadar, napas Adeline tertahan. Dia memang menemukan sosok manusia, namun bukan sosok wanita yang bernama Katelyn, melainkan sosok pria tampan. Amat sangat tampan.Rambut pria itu yang sedikit panjang, juga ikal di bagian ujungnya, yang ditata ke belakang. Sungguh menampilkan kesan bad boy. Juga, manik pria itu yang berwarna abu cerah, berhasil menahan Adeline untuk mengedipkan kedua matanya. Dan bagian terakhir, yang sungguh membuat tubuh wanita itu panas adalah tubuh pria itu yang benar-benar tidak ditutup oleh sehelai benang apapun. Dibiarkan terbuka. Membuat Adeline bisa melihat secara bebas bagaimana dada padat dan bidang, juga perut kot
Sesudah menghabiskan waktu beberapa hari bersama Samu di kota kecil yang ada di negara Perancis, akhirnya wanita itu kini menginjakkan kaki di Kota Paris yang kerap disebut kota cinta. Adeline mendecak, kota cinta ... seharusnya dia pergi bersama pasangannya bukan?Abaikan.Tujuan kedatangan Adeline ke kota ini sebenarnya jauh sekali dari kata liburan. Dia mengunjungi tempat ini dikarenakan ingin mencari keberadaan wanita yang telah menghilang lebih dari dua tahun dan baru mengganggu pikiran Adeline untuk mengingatnya.Katrin. Ya, dia akan berusaha mencari wanita itu.Berbekal dari informasi yang Denio dapatkan, kini Adeline berada di depan salah satu unit apartemen yang berada tepat di seber
Dingin. Namun tidak terlalu menusuk kulit dan memberikan rasa gigil yang berlebihan. Karena suhu udara itu, seorang wanita dengan rambut tergerai kini mengembangkan sebuah senyuman amat lebar. Mempertontonkan bagaimana indahnya senyumnya dan gigi putih bersih itu.Hidungnya yang tinggi itu terlihat mengempis, menjadi pertanda kalau dia sedang membawa masuk oksigen yang menyegarkan ke dalam paru-parunya. Hal ini sungguh sangat merilekskan diri. Seakan pikiran-pikiran berat lenyap begitu saja untuk beberapa saat.Dikarenakan kencangnya angin, jaket bentuk jubah yang melekat di tubuhnya bergerak-gerak dengan sangat indah. Celana jeans hitam itu pun membentuk pahanya yang seksi. Ditambah lagi heels berbentuk boats itu. Sangat indah.“Apa kau sudah lama menunggu