"Ya, sebaiknya memang begitu. Tapi aku sadar kok kalau kamu selama ini terus mencari celah. Aku laki-laki normal, aku punya firasat yang kuat. Kamu menyukaiku. Itu terlihat jelas di wajah kamu?" Lagi, Milea mati kata. Ujung blouse yang dikenakan bahkan sudah hampir koyak terkena buku jarinya. "Mes
"Eh!" "Saya serius Pak. Saya bahkan masih segelan loh." "Milea!" Sentakan itu membuat Milea kembali menunduk. Sementara Rey, dia sudah kehabisan kata, kesabarannya juga mulai menipis. Rey usap wajahnya dengan sebelah tangan, lantas meraup napas banyak-banyak. "Maafkan aku Milea, walaupun kamu ad
"Bumi, tumben sudah pulang? Tidak lembur?" tanya Sakha ketika melihat sosok yang selalu dipuja masuk ke lift yang sama dengannya. "Kenapa memangnya? Kamu ingin aku cepat mati? Aku juga butuh waktu untuk istirahat, tidak harus melulu lembur setiap malam," ketus Bumi. Dia memunggungi Sakha. Sementar
"Jika kamu mau memecatku juga tidak mengapa," lanjutnya ketus. Bumi jadi tidak enak hati. Dia kembali menghadap depan dan hanya berdecak malas. "Bukan begitu maksudku. Aku hanya mau kita profesional, itu aja. Jangan memperlihatkan kalau kita itu dekat. Aku tidak ingin kembali berselisih dengan Rey,
Seketika Bumi menghentikan langkah dan menatap tajam Sakha yang tersenyum mengejek. "Kenapa? Aku tidak salah bicara. Jika kamu terlalu ambisius bisa jadi suamimu diembat perempuan lain. Berilah dia perhatian. Jangan pekerjaan saja yang kamu perhatikan. Bisa-bisa nanti dia mendapat kehangatan dari p
Sementara itu di ruangan Rey, Milea sedang melangkah panjang menuju meja tempat pria itu biasa menghabiskan waktu hampir seharian. Kali ini meja itu tertata rapi, hanya ada beberapa berkas dan laptop yang sudah tertutup, sedangkan orangnya sudah pergi beberapa menit yang lalu. Sembari celingukan, M
"Rey, awas kamu, ya. Beraninya bermain dibelakangku," geram Bumi. Tak lama ponsel Bumi pun berdering dan itu adalah panggilan dari Sakha. Meski malas Bumi menjawab juga panggilan itu. Sudah terlambat untuk menghindar karena bagaimanapun dia sendiri yang mengajak Sakha ikut. "Wah, sepertinya ada ya
"Milea!" sentak Bumi. Langkahnya begitu panjang dan saat Milea menoleh dia langsung memberikan hadiah tamparan. Semua orang di sana keheranan, tak terkecuali petugas keamanan yang sedang menopang badan Rey. "Lancang sekali kamu!" lanjut Bumi dengan lantang. Suaranya menggema di sana. Matanya sudah
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai