Seminggu berlalu sejak keributan yang terjadi di apartemen milik Sinar. Kini, ia sudah tinggal bersama sang bunda juga adik laki-lakinya. Menempati kamarnya dahulu kala, yang tidak tampak berubah sedikitpun.
Hatinya lebih terasa tenang. Berharap, hari itu, adalah hari terakhir ia bertemu dengan Pras. Lagipula, nominal yang ditransfer oleh Pras ke rekeningnya atas penjualan apartemen, bisa membuat Sinar tidak kekurangan apapun. Bahkan sampai bayinya lahir kelak, uang hasil penjualan apartemen, pemberian Bintang, serta tabungannya, sangatlah mencukupi.
Tapi, tidak mungkin kan, kalau dirinya hanya hidup dari itu semua. Anaknya kelak tidak akan kecil terus-terusan. Semakin lama akan semakin dewasa dan membutuhkan biaya yang lumayan besar.
Mungkin, bersabar dulu sampai kehamilannya selesai, barulah Sinar akan mencari kerja. Cita-cita untuk menjadi full time mommy yang bisa mengurus anaknya 24 jam selama seminggu, menguap begitu saja, hanya karena seorang Pra
Sinar berdiri setelah selesai menghabiskan makanannya, tidak ingin berlama-lama dengan Bira. Ia masih merasakan sebuah ketakutan tersendiri, jika mengingat Pras yang tidak menginginkan Sinar dekat dengan keluarganya.“Mau ke mana habis ini?” Bira mensejajarkan langkahnya dengan Sinar yang tampak berjalan dengan tergesa.“A—ku, mau nyalon,” secepat kilat Sinar mencari alasan, yang sekiranya Bira tidak dapat mengikuti apa yang akan dilakukannya. Dan, pergi ke salon adalah alasan yang sepertinya tepat. “Aku mau perawatan, menenangkan pikiran dari ulah kakakmu yang sa—”Sinar tidak melanjutkan kalimatnya, sekali lagi pikirannya terus saja ingin memaki Prasetyo Sagara. Jika tidak ingat saat ini tengah hamil, Sinar akan mengumpat serta merutuk pria itu di setiap tarikan napasnya.Bira membuang napas pasrah. Ia ingin menemani Sinar sebenarnya, tapi Bira angkat tangan jika harus menemani seorang wanita di salon. Apa
Titik bening itu masih saja menetes di wajah Sinar, ketika ia sudah sampai di rumah. Supir taxi yang mengantarkannya pun hanya bisa berempati, karena tidak satupun dari ocehan sang supir yang ditanggapi oleh Sinar sepanjang perjalanan.Sinar memutuskan untuk langsung mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin. Menghilangkan rasa panas yang menyelimuti tubuhnya, dari ujung kepala hingga kaki. Sinar ingin mengenyahkan semua racun, yang berputar-putar di otaknya karena Daya. Wanita itu memang pantas dijuluki sebagai ular, karena begitu licik dan mulutnya begitu berbisa.Setelah selesai membersihkan diri. Sinar memutuskan untuk menelepon Bintang, ada sesuatu yang harus ditanyakannya, dan ia ingin mendengar sendiri jawaban langsung dari pria itu.Tidak perlu menunggu lama, pria yang ia hubungi segera mengangkat teleponnya di nada tunggu ke dua.“Halo sayang.” sapa Bintang di ujung sana begitu manis, seolah tidak ada hal yang terjadi dan disembuny
Berkali-kali napas kasar terhembus perlahan dari mulut Sinar, untuk menghangatkan kedua telapak tangannya yang membeku. Ini bukan pertama kalinya ia bertemu dengan Raja, namun saat ini, banyak perasaan gugup yang menyelimuti hatinya. Sinar juga tidak menduga kalau harus melewati sesi wawancara dengan bakal calon gubernur itu di rumahnya, bukan di perusahaannya seperti karyawan pada umumnya.Kemudian, di sinilah Sinar berada. Di ruang kerja Raja yang berada di kediamannya yang megah. Rumah bunda Sinar saja, besarnya tidak sampai satu garasi dari kediaman pria paruh baya itu. Tidak jarang Sinar bertanya-tanya, berapa banyak saldo yang ada di rekening bank orang-orang kaya seperti mereka itu.“Pagi, Nar.”Buru-buru Sinar berdiri dari tempat duduknya, saat melihat Raja memasuki ruang kerjanya. Sinar menundukkan tubuhnya dengan hormat lalu menyambut uluran tangan Raja yang telah menyapanya terlebih dahulu.“Pagi, Om, eh Pak Raja.”
“Yes, Mom.”Kelopak mata Pras kembali terpejam, setelah menggeser icon hijau pada ponselnya untuk menerima panggilan dari Aida. Menjawab pendek seperlunya atas semua pertanyaan klasik, yang biasa ditanyakan oleh seorang ibu kepada anaknya. Rasa kantuk yang masih mendera, membuatnya enggan untuk membuka mata.“Oia Pras, kamu gak usah balik Jakarta dulu. Mami besok pagi mau ke Singapur, jadi nanti kamu pulangnya sama Mami. Temani Mami shoping dulu di sana.”“Mau ke sini? sama siapa? keperluan papi gimana? sudah dapat sekretaris?” Pras membuka sedikit celah diantara kelopak matanya, menyesuaikan pendaran mentari yang memasuki kamar penthousenya.“Sudah! hari ini mulai kerja. Ada Bira juga kan yang nemenin papi. Jadi bisalah ditinggal,” terang Aida. “Lagian Sinar juga sudah kenal lama sama papimu, pengalamannya juga gak sedikit. Amanlah pokoknya.”Nyawa Pras yang belum terkumpul sempu
Sepanjang jalan menuju ke kediaman Raja untuk bekerja, Sinar hanya melamunkan semua takdir hidupnya yang tiba-tiba saja menjadi berliku. Kemarin lusa, setelah bercengkrama akrab dengan begitu mesra bersama Bintang, Sinar memutuskan menolak ajakan pria itu untuk kembali menikah siri dengannya. Meskipun Bintang masih saja berkeras mengatakan, kalau nantinya akan mengisbatkan pernikahan mereka di pengadilan agama. Namun, tetap saja banyak keraguan di hati Sinar dan ia tidak ingin melakukan sesuatu yang sedari awal sudah diragukannya.Apapun alasannya, tidak ada yang bisa mejamin masa depan. Sinar hanya mau menikah kembali, jika semua sah, baik di mata agama juga hukum. Untuk itu, mereka kembali berdebat dan tidak ada titik temu hingga Bintang pulang, dan tidak menghubunginya sama sekali hingga saat ini. Sinar tahu, kalau pria itu tengah marah dan kecewa karena tidak bisa lagi bersama, karena Sinar menolak untuk melakukan pernikahan siri.Itu baru masalah nikah siri, Sinar
“Argh!” “Fvck!” “SINAR!” Pras mundur satu langkah tanpa melepas cengkraman tangannya, yang masih saja mengalung erat pada pergelangan tangan Sinar. Satu tangan bebasnya mengusap darah yang merembes pada sisi bibir, yang baru saja digigit dengan sangat kencang oleh Sinar. Sementara itu, Sinar masih saja kesusahan untuk melepaskan tangan Pras, yang begitu erat mencengkram pergelangan tangannya. Tubuhnya sampai harus menggeliat untuk menarik tangan kanannya, namun tetap tidak bisa. Ia merasa, saat ini tangannya sudah memerah karena cengkraman itu terasa semakin kuat, setelah Sinar menggigit bibir kissable pria brengsek, yang masih sibuk mengusap darahnya. “Kamu!” Pras kembali menghempas tubuh Sinar ke dinding. “Pras! sakit!” pekik Sinar yang merasa pergelangan tangannya semakin terasa memanas. Pun punggungnya terasa kebas karena sudah terhempas kasar sebanyak dua kali. Pras tidak memedulikannya. Sinar benar-benar membuat
"Tante, mau ngomong apa sama bunda?" tanya Sinar penasaran.Aida tersenyum penuh maksud. "Tante ..." menggantungnya sejenak untuk menatap putra sulungnya yang juga menatap Aida dengan tajam. Bukannya tidak sopan, tapi, tatapan Pras memang seperti itu ke semua orang, tidak bisa diubah.“Pras, kamu tahu kan, kalau nguping pembicaraan orang lain itu gak baik?” lanjut Aida menaikkan kedua alinya.“Tahu,” jawab Pras pendek. Tapi tidak mengerti kemana arah pembicaraan sang mami.“Terus, ngapain kamu masih di sini?”Apalagi ini? Kenapa harus dirinya yang diusir keluar, seolah penguping yang hendak membocorkan rahasia penting ke negara tetangga. Bukankah, Pras yang lebih dahulu masuk ke dalam ruang kerja dan sang mami itu malah menyusulnya di belakang.“Ini ruang kerja, Mi. Bukan ruang untuk curhat.”Aida tidak menjawab argumen Pras. Tapi lirikan tajam wanita paruh baya itu, sudah menyiratkan se
Berbagai menu hidangan mewah sudah tersaji di meja makan persegi, bergaya eropa klasik. Sepuluh kursi yang melingkar dengan dominasi warna putih dengan pinggiran emas itu, kini sudah terisi dengan para komisaris utama dari Casteel High.Makan siang yang ada, bukanlah sebuah pertemuan formal. Raja pun hanya mengundang beberapa komisaris yang memang sudah sangat lama bekerja sama dengannya. Dan rata-rata, mereka semua sudah seusia dengan Raja. Sudah memilik anak serta cucu masing-masing.Raja juga sudah mengenalkan Sinar sebagai sekretaris pribadi, yang akan menangani segala hal terkait pencalonannya untuk menjadi gubernur. Ada beberapa yang langsung menggoda Sinar secara frontal, dan sisanya hanya tersenyum tanpa bisa diketahui maksudnya.Seperti biasa, image seorang sekretaris akan selalu menyimpan kesan 'miring' tersendiri di mata publik. Terlebih, jika sang sekretaris memiliki paras, serta lekuk tubuh yang mampu membuat para pria tidak mengerjab saat men
Hola Mba beb ...My Arrogant Lawyer beneran tamat, kok. :D :D :DMeskipun saia juga gak rela, tapi, udah waktunya mup~on. Jadi cukup sekian dan terima kasih banyak sudah nemeni Pras sama Sinar sampai beranak pinak di GoodNovel.Sediih ... karena buat saia pribadi, Pras sama Sinar emang tokoh yang paling EUGH!, sampai saia bawa karakter mereka ke GN dengan cerita yang berbeda.Udahan curcolnya, eheheh ... Dan seperti janji saia waktu itu, ada hadiah tambahan untuk top fans setelah MAL tamat yakk. Datanya saia ambil per tanggal 20 Jan 2022 tepat pukul 20.00 WIB 1. Shifa Chibii : 500 koin GN + pulsa 200rb2. Fidyani - : 500 koin GN + pulsa 200rb3. Rafa Damanhuri : 300 koin GN + pulsa 150rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshood ID lewat DM Igeh @kanietha_Kok top fans 1 dan 2 sama dapatnya? Karena total gem yang diberikan ke MAL jumlahnya sama, jadi biar fair, yakk. Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi senin bisa
Pagi yang sibuk. Seperti itulah gambaran hari libur yang selalu dihadapi oleh Mai selama lima tahun belakangan ini. Setelah bangun di pagi hari, ia akan selalu menuju dapur terlebih dahulu untuk membuat camilan juga sarapan, untuk dua orang penghuni yang masih tertidur dengan begitu lelap. Di hari libur seperti ini, putri Mai pasti akan mengungsi ke kamarnya dan mereka akan selalu berakhir dengan tidur bertiga. Meskipun ingin protes karena jatah malamnya akan berkurang, tapi Raj tidak bisa menolak jika putri kecil mereka sudah merengek untuk minta tidur bersama. Tidak hanya itu, Raj merupakan seorang ayah yang sangat memanjakan putri semata wayang mereka itu. Apapun yang gadis kecilnya itu minta, Raj pasti akan menurutinya tanpa kata tapi. “Mamiii …” Langkah kecil yang tergesa itu berlari memasuki dapur dengan ma
Dengan iming-iming bahwa Rajlah yang nantinya akan mengurus bayi mereka saat malam menjelang, ketika telah lahir. Akhirnya, Mai setuju untuk bertahan dan melahirkan secara normal. Meskipun, banyak drama yang diciptakan dan entah sudah berapa luka serta cubitan yang telah diterima, Raj hanya pasrah saja. Karena ada masanya nanti, ia akan membalas semua ‘dendam’ saat ini pada Mai. Tunggu saja saat masa nifas istrinya itu selesai, maka Raj benar-benar akan membalasnya. Sampai pada akhirnya, Raj benar-benar terhenyak ketika kuku-kuku nan lentik dan terawat itu kembali menusuk pada luka yang sama. Hanya saja, kali ini tancapan kelima jemari itu lebih bertenaga dari yang sudah-sudah. Ditambah, jeritan sang istri yang sangat panjang itu, ternyata mengakhiri semua perjuangan seorang Mai. Seorang bayi perempuan nan cantik, akhirnya lahir ke dunia dengan penuh perjuangan. Mendengar tangis pertama yang begitu kencang dari bayi mungil mereka, membuat Raj seketika menitikkan air
Begitu keluar dari mobil yang berhenti di depan lobi pintu rumah sakit, Sinar langsung menelepon Raj untuk bertanya mengenai kamar yang Mai tempati saat ini. Namun, satu hal yang membuat Sinar akhirnya menggelengkan kepala, karena putri dan menantunya itu masih berada di sebuah restoran Padang. Mai masih belum mau beranjak dari sana, karena beralasan perutnya masih terlalu penuh, sehingga enggan untuk melangkah. Pada akhirnya, Sinar dan Pras hanya bisa menjenguk Sila untuk sementara sembari menunggu Mai sampai ke rumah sakit. Sebenarnya, Sinar hendak mengomeli Qai karena tidak memberinya kabar sama sekali mengenai kondisi Sila. Putranya itu juga tidak mengangkat, ketika Sinar meneleponnya. Hingga rasa penasaran bercampur kesal, kini hendak ia luapkan pada putranya itu, sampai Sinar merasa puas. Namun, setelah Sinar dan Pras masuk ke dalam ruangan yang ditempati Sila saat ini, semua rasa kesal itu akhirnya hilang. Melihat Sila yang benar-benar terbarin
Pikiran Sinar dan Pras kali ini benar-benar terpecah. Sungguh merasa tidak nyaman dengan Bira dan sang istri. Setelah pagi tadi Qai tidak bisa menghadiri pernikahan, karena harus menjaga Sila yang mendadak pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kini, Raj menelepon untuk mengabarkan hal yang sama. Tidak bisa menghadiri akad nikah yang akan berlangsung, karena kondisi Mai yang mulai kontraksi dan harus berangkat ke rumah sakit. “Gimana?” tanya Pras setelah Sinar kembali menelepon Raj. “Ini lagi mau jalan ke rumah sakit.” Sinar meraih tangan Pras dan meremasnya dengan kuat. Menyalurkan kecemasan yang kini tengah menggelayut di hatinya. Melahirkan seorang anak ke dunia tidak akan pernah mudah. Untuk itulah, rasa cemas di hati Sinar kini semakin menjadi-jadi. “Sudah ngomong sama Bira?” Pras mengangguk. “Sudah, setelah akad nikah selesai. Kita langsung ke rumah sakit.” “Aku gak enak sama Bira kalau begini,” keluh Sinar. “Terus maumu itu bagaima
Sejak kejadian hari itu, Raj sangat berhati-hati dalam mengeluarkan ucapannya. Semua Raj lakukan demi calon putrinya, demi Mai dan tentu saja demi keluarga kecilnya. Mengingat wajah Pras ketika mengancamnya kala itu, hati Raj juga sempat waswas dengan nasibnya jika Mai sampai tidak ingin berbaikan dengannya. Bukan karir yang Raj permasalahkan, tapi, nasib rumah tangga yang sudah pasti akan tercerai berai. Apalagi, jika nantinya ia tidak bisa bertemu dengan istri dan anaknya ketika telah terlahir ke dunia. Hanya satu hal itu yang Raj cemaskan, ketika sang mertua sempat memberi ancaman sedemikian rupa. Namun, nasib akhirnya berpihak pada Raj. Sang istri ternyata tidak sesulit itu ketika dibujuk. Bahkan, jika dipikir lagi, Mai itu cenderung penurut meskipun harus banyak drama yang tercipta sebelumnya. Asal kemauannya dituruti, maka dunia akan aman sejahtera. Hanya itu kuncinya jika ingin berhasil saat bernegosiasi dan berhadapan dengan Mai. Masalah hati, R
Begitu mendengar penjelasan dokter, mengenai kondisi Mai dan kandungannya baik-baik saja, ketiga orang yang saat ini berada di kamar VVIP itu langsung bernapas lega.“Meskipun baik-baik saja, tapi tingkat stresnya tetap harus dijaga,” lanjut dokter menjelaskan kondisi psikis Mai yang memang harus tetap diperhatikan karena tengah hamil besar. “Karena dampaknya, tidak akan baik bagi kondisi janin.”Manik Sinar dan Pras kompak menatap Raj dengan sebuah tanda tanya besar. Tampaknya, rumah tangga putrinya dengan Raj, sedang tidak baik-baik saja. Kalau Mai tidak stres, tidak mungkin putri mereka itu akan terdampar di rumah sakit seperti sekarang.“Baik, Dok, terima kasih,” ucap Sinar dan sang dokter itu berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Menyisakan keempat orang yang kini saling pandang dalam diam.“Stres?” Pras menghampiri sang putri lalu duduk di tepi tempat tidurnya. “Kalian berdua bertengkar?”
Raj memang sengaja pulang terlambat. Bahkan, Raj pulang ke rumah saat langit sudah berubah kelam. Hatinya masih merasa kesal karena kejadian siang tadi. Ia bahkan sampai melupakan, kalau sudah membayar kamar hotel yang akan ditempati malam ini bersama sang istri.Ketika roda empatnya sudah berhenti di depan pagar, Raj mengernyit memandang rumahnya yang gelap gulita. Tidak mungkin kalau Mai belum pulang sampai semalam ini. Atau, Raj telah melewatkan sesuatu?Mengeluarkan ponselnya dari saku jas, Raj meneliti satu pesatu telepon masuk beserta chat yang ia terima dari siang sampai detik ini. Namun, tidak ada nama istrinya di dalam sana.Atau, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Mai di dalam sana?Bulu kuduk Raj merinding seketika membayangkannya. Ia buru-buru keluar, membuka pagar dan masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Menyalakan seluruh penerangan yang ada dan mencari sang istri di setiap sudut rumah.“Mi …”Setelah
“Ke rumah sakit, Pak,” titah Mai setelah Ibam masuk ke dalam mobil dan sudah berada di belakang kemudi.“Ke rumah sakit?” tanya Ibam membalik badan seraya memasang sabuk pengaman. “Rumah sakit mana, Bu? Tadi kata pak Raj, saya disur—”“Ke rumah sakit ibu dan anak,” putus Mai lalu menyebutkan nama rumah sakit yang biasa ia kunjungi setiap bulannya untuk kontrol kandungan. “Nanti sampai sana, Pak Ibam bisa pulang aja.”“Loh, Bu? Kena—”“Jangan bilang sama pak Raj, kalau saya di rumah sakit.” Mai kembali memotong ucapan Ibam. “Udalah Pak, jalan aja. Saya capek banget mau ngomong.”“I-iya, Bu.” Ibam mana berani membantah. Ia langsung melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebut oleh sang majikan. Meskipun banyak tanya yang ada di kepala, tapi Ibam tidak berani bertanya ketika mood Mai terlihat buruk seperti sekarang.Selama