Sinar terlampau bingung, dan hatinya pun tidak bisa menebak-nebak apa sebenarnya yang kini direncanakan Pras kepadanya. Pria itu bersikap baik beberapa hari ini. Benar-benar mematuhi persyaratan yang diberikan Sinar kala itu, untuk tidak menyentuhnya. Sikap yang ditunjukkan Pras juga sungguh profesional.
Apa mungkin, Aida sudah menegur Pras akibat aduan Sinar kala itu.
Ya! pasti karena hal tersebut, yang membuat Pras menjadi baik kepadanya, Tapi … kenapa cuma satu minggu? Bagaimana jika tujuh hari itu telah terlewat? Apa Sinar akan kembali mendapat perlakuan menyebalkan dari pria itu?
Tapi, ada hal yang bisa Sinar simpulkan ketika mengenal Pras lebih dekat, meskipun hanya secara Singkat. Pria itu memang tidak suka dibantah dan sangat suka mengatur.
“Mau ke mana? Kamu sebaiknya duduk! gak usah pergi ke mana-mana dan ikut bantu-bantu.”
Raja dan Catra sudah menemukan satu rumah strategis, untuk dijadikan sebagai pos pemenangan pada pilkada nanti.
Gak tertarik, kata Pras. Tapi kok, panas ... Hhfff ...
“Mas Bin baru dateng? Atau sudah dari tadi?” Sinar memasang senyum seramah mungkin, ketika menghampiri Bintang yang tengah bercengkrama dengan Raja. Tidak lupa keduanya pun berjabat tangan dengan formal, layaknya relasi kerja pada umumnya. Benar-benar menjunjung tinggi profesionalitas. “Belum ada lima belas menit.” Tidak ingin membuat kecanggungan diantara mantan suami istri itu, Raja lalu menepuk pelan bahu keduanya. “Carilah tempat duduk, kasihan Sinar kalau harus berdiri. Dan, Bintang, nanti kita bicara lagi setelah semua ini selesai.” “Baik, Pak.” jawab Bintang dengan anggukan formal, begitu pula dengan Sinar. Ketika Raja telah beralih. Bintang mencari tempat duduk kosong dan yang dapat diduduki oleh mereka dengan berdampingan. Dan, berakhirlah keduanya berada pada kursi, yang berada di sepanjang sisi tembok pagar di pekarangan rumah. “Apa Pras ada di dalam?” Kenapa harus itu, hal pertama yang ditanyakan oleh Bintang, batin
“Hhhhh.” Mulut Pras mengeluarkan desahan panjang. Tangannya masih mengalung pada tubuh Sinar. Menghidu wangi, surai kelam yang sangat menyegarkan. “Posisi seperti ini, itu, lebih enak dilakukan sambil rebahan.” Kontan saja Sinar langsung menginjak sepatu pantofel Pras, sekuat tenaga yang ia punya. Sinar kira, ada satu sisi dari diri Pras yang saat ini ikut berempati dengan dirinya. Ternyata tidak. Pras, tetaplah Pras. Isi otaknya, hanya ingin membawa Sinar ke ranjang untuk tidur bersamanya. Setelah menginjak kaki Pras dengan keras, Sinar mengurai pelukannya. Mengusap semua jejak basah yang masih tersisa di pipi dengan kedua tangannya. Pras seperti tidak terpengaruh, dengan apa yang telah dilakukan Sinar pada kakinya. Sepertinya, tenaga yang dikeluarkan Sinar belum cukup mampu untuk menyakiti kaki pria itu. “Kamu dicari, Mas Bin di luar. Pergilah sana!” “Nope,” kata Pras lalu bersedekap, masih berdiri di posisinya yang sama. “Apa yang kalian bi
“Hapemu!”Seru keduanya nyaris berbisik bersamaan di atas bibir masing-masing, setelah melepaskan tautan basah mereka. Dalam keadaan bingung, terkejut, dan debaran dada yang tidak beraturan. Keduanya belum menyadari, dering ponsel yang masih bersuara, berasal dari milik siapa.Pras berdecak ketika mengetahui dering tersebut berasal dari ponsel miliknya. Mengeluarkan dari saku jas dan terpampang nyata nama Georgina Tan di atas layar, dan Sinar pun dapat melihatnya dengan jelas meskipun dari arah yang berlawanan.“Pacarmu nelpon!” seru Sinar yang seketika telah menyesal, melakukan hal yang tidak senonoh di taman belakang bersama Pras. “Minggir!”Bodoh! Sinar membatin dan merutuk sejadi-jadinya. Sedikit mencondongkan tubuh untuk mengintip, ke tempat di mana Raja sempat berbicara dengan seseorang di telepon, lalu menghela lega.Sinar sampai tidak menyadari, sejak kapan Raja sudah pergi dari sana, karena terlalu larut
Tiga hari berlalu, sejak Pras memberikannya sebuah paper bag yang ternyata berisi sebuah gaun pesta. Sudah tiga hari pula, keduanya hanya berhubungan melalui telepon. Itupun hanya mengurus masalah pekerjaan. Tidak ada urusan pribadi yang mengintimidasi seperti biasanya. Benar-benar profesional.Dan selama itu, Pras juga tidak menunjukkan batang hidungnya di depan Sinar. Pria itu memang tampak sibuk di luaran sana, untuk menggantikan Raja menangani beberapa hal terkait perusahaan, juga terkait pencalonan pilkada.Sebenarnya, dengan keadaan seperti ini, Sinar semakin dibuat bingung. Kalau Pras bisa bersikap profesional, tanpa ‘mengganggunya’ seperti tiga hari ini. Kenapa kemarin-kemarin, pria itu selalu saja mengacaukan hidupnya.Suara ketukan pintu kamar, menyadarkan Sinar dengan semua lamunannya. Sang bunda membuka pintu dan menyembukan kepalanya ke dalam.“Sudah dijemput, Nar.” July kemudian menggumam panjang seraya mencebik, meli
“Sinaaar …”Sinar yang tengah memilah pakaian untuk dimasukkan ke dalam mesin cuci pun menghela. Mendiamkan sang bunda yang berteriak memanggilnya dari ruang tengah, sebentar.“Sinaar, ada Pras! buruaan!”Mendengar nama Pras disebut, Sinar yang tengah duduk di bangku plastik kecil itu langsung menegakkan tubuh. Mau apa pria itu ke sini, pagi-pagi begini, batin Sinar. Pasti mau bikin masalah, karena semalam Sinar tidak menemuinya di gala diner. Sampai pagi ini pun, Sinar masih mematikan ponselnya. Karena Ia tidak ingin mendapat telepon dari pria itu.“Sinaar!” panggil sang bunda sekali lagi.“Iyaa, Bund.” Sinar meninggalkan pakaian kotor yang menumpuk begitu saja. Buru-buru berdiri dan pergi ke depan untuk menemui Pras.Namun, semua tidak seperti yang ada di pikiran Sinar. Ketika memasuki ruang tengah, July langsung menegurnya dengan mimik yang tidak bisa ditebak sama sekali.&ldqu
“Ayo turun.”Wajah Sinar masih saja tertekuk malas. Memasang raut datar, meskipun ada secercah rasa bahagia yang mengembang di dalam dada.“Aku khusus ngambil libur hari ini buat kamu, jarang-jarang, kan, aku ambil libur pas weekend gini.”Sinar mencebik. Namun, sudut bibirnya tertarik menahan senyum. Selama dua tahun mereka menikah, Bintang memang sangat jarang mengambil libur pada saat weekend seperti ini. Andaipun pria itu libur, tetap saja ia berkunjung ke kantor, karena dunia pertelevisian yang digelutinya sangatlah dinamis. Program akan terus berjalan 24 jam dalam sehari selama satu minggu. Dan, Sinar harus bisa memakluminya selama dua tahun berstatus sebagai istri Bintang.“Ayolah, sweetheart. Waktuku hari ini cuma buat kamu. Aku milikmu seharian ini.”“Gombal! Gak usah ngerayu! Entar juga dapet telpon dari kantor, Mas Bin bakal pergi kayak biasanya.” Sinar masih anteng duduk di kursi penumpang
Mulut Sinar menggembung penuh. Mengunyah roti yang berisi krim cokelat dengan hati yang berkecamuk. Setelah mendengar penuturan Raja kemarin, sepulang pria itu dari pengadilan. Mengenai dugaan kalau Pras dijebak, akhirnya di sinilah Sinar berada. Di sebuah ruang khusus, tengah menunggu kedatangan pria yang sudah tidak ditemuinya selama dua bulan.Tapi, apa hubungan antara Pras dijebak, dan Pras meminta Sinar untuk datang bertemu dengannya? Sinar masih belum bisa memahaminya sampai di sini.Dan ketika pintu di depannya terbuka, tatapan keduanya bersirobok tajam. Kunyahan Sinar di mulut semakit cepat, begitupun dengan deru napas yang semakin kasar. Tidak ingin memulai pembicaraan, Sinar memilih diam.Hal yang sama dilakukan oleh Pras, sejak langkahnya telah melewati pintu. Ia duduk dan hanya menatap Sinar yang sibuk memakan roti dan mengunyahnya dalam diam. Pras dapat melihat, kalau manik Sinar penuh dengan kekesalan di dalamnya.Hening.Sampai akhir
Cemburu sama Gina katanya? Jelas saja Sinar berdecih tajam dalam hati. Tingkat rasa percaya diri seorang Pras memang tidak ada tandingannya. Selalu saja menyudutkan Sinar jika wanita itu sedang membicarakan masalah Gina. Tidak … Sinar tidak cemburu karena pernah melihat Gina menjenguk Pras sebanyak dua kali kala itu. Yakni pada hari pertama Pras tertangkap. Kaki Sinar sudah menyentuh aspal parkiran polres tempat Pras di tahan, namun, langkah elegan Georgina Tan yang baru menghentak pelataran kantor polisi pada waktu itu, mengurungkan niat Sinar untuk menjenguk Pras. Dan yang kedua, sepulang Sinar menjenguk Pras di hari ke tujuh pria itu di tahan. Sinar melihat Gina baru keluar dari mobilnya di parkiran, dan entah mengapa Sinar merasa kesal akan hal itu. Lantas, untuk masalah Bintang … entah mengapa Sinar tidak bisa percaya begitu saja tentang ucapan Pras kala itu. Meskipun, jika dipikirkan lagi, Bintang memang sanggup melakukan semuanya dan punya motif untuk
Hola Mba beb ...My Arrogant Lawyer beneran tamat, kok. :D :D :DMeskipun saia juga gak rela, tapi, udah waktunya mup~on. Jadi cukup sekian dan terima kasih banyak sudah nemeni Pras sama Sinar sampai beranak pinak di GoodNovel.Sediih ... karena buat saia pribadi, Pras sama Sinar emang tokoh yang paling EUGH!, sampai saia bawa karakter mereka ke GN dengan cerita yang berbeda.Udahan curcolnya, eheheh ... Dan seperti janji saia waktu itu, ada hadiah tambahan untuk top fans setelah MAL tamat yakk. Datanya saia ambil per tanggal 20 Jan 2022 tepat pukul 20.00 WIB 1. Shifa Chibii : 500 koin GN + pulsa 200rb2. Fidyani - : 500 koin GN + pulsa 200rb3. Rafa Damanhuri : 300 koin GN + pulsa 150rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshood ID lewat DM Igeh @kanietha_Kok top fans 1 dan 2 sama dapatnya? Karena total gem yang diberikan ke MAL jumlahnya sama, jadi biar fair, yakk. Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi senin bisa
Pagi yang sibuk. Seperti itulah gambaran hari libur yang selalu dihadapi oleh Mai selama lima tahun belakangan ini. Setelah bangun di pagi hari, ia akan selalu menuju dapur terlebih dahulu untuk membuat camilan juga sarapan, untuk dua orang penghuni yang masih tertidur dengan begitu lelap. Di hari libur seperti ini, putri Mai pasti akan mengungsi ke kamarnya dan mereka akan selalu berakhir dengan tidur bertiga. Meskipun ingin protes karena jatah malamnya akan berkurang, tapi Raj tidak bisa menolak jika putri kecil mereka sudah merengek untuk minta tidur bersama. Tidak hanya itu, Raj merupakan seorang ayah yang sangat memanjakan putri semata wayang mereka itu. Apapun yang gadis kecilnya itu minta, Raj pasti akan menurutinya tanpa kata tapi. “Mamiii …” Langkah kecil yang tergesa itu berlari memasuki dapur dengan ma
Dengan iming-iming bahwa Rajlah yang nantinya akan mengurus bayi mereka saat malam menjelang, ketika telah lahir. Akhirnya, Mai setuju untuk bertahan dan melahirkan secara normal. Meskipun, banyak drama yang diciptakan dan entah sudah berapa luka serta cubitan yang telah diterima, Raj hanya pasrah saja. Karena ada masanya nanti, ia akan membalas semua ‘dendam’ saat ini pada Mai. Tunggu saja saat masa nifas istrinya itu selesai, maka Raj benar-benar akan membalasnya. Sampai pada akhirnya, Raj benar-benar terhenyak ketika kuku-kuku nan lentik dan terawat itu kembali menusuk pada luka yang sama. Hanya saja, kali ini tancapan kelima jemari itu lebih bertenaga dari yang sudah-sudah. Ditambah, jeritan sang istri yang sangat panjang itu, ternyata mengakhiri semua perjuangan seorang Mai. Seorang bayi perempuan nan cantik, akhirnya lahir ke dunia dengan penuh perjuangan. Mendengar tangis pertama yang begitu kencang dari bayi mungil mereka, membuat Raj seketika menitikkan air
Begitu keluar dari mobil yang berhenti di depan lobi pintu rumah sakit, Sinar langsung menelepon Raj untuk bertanya mengenai kamar yang Mai tempati saat ini. Namun, satu hal yang membuat Sinar akhirnya menggelengkan kepala, karena putri dan menantunya itu masih berada di sebuah restoran Padang. Mai masih belum mau beranjak dari sana, karena beralasan perutnya masih terlalu penuh, sehingga enggan untuk melangkah. Pada akhirnya, Sinar dan Pras hanya bisa menjenguk Sila untuk sementara sembari menunggu Mai sampai ke rumah sakit. Sebenarnya, Sinar hendak mengomeli Qai karena tidak memberinya kabar sama sekali mengenai kondisi Sila. Putranya itu juga tidak mengangkat, ketika Sinar meneleponnya. Hingga rasa penasaran bercampur kesal, kini hendak ia luapkan pada putranya itu, sampai Sinar merasa puas. Namun, setelah Sinar dan Pras masuk ke dalam ruangan yang ditempati Sila saat ini, semua rasa kesal itu akhirnya hilang. Melihat Sila yang benar-benar terbarin
Pikiran Sinar dan Pras kali ini benar-benar terpecah. Sungguh merasa tidak nyaman dengan Bira dan sang istri. Setelah pagi tadi Qai tidak bisa menghadiri pernikahan, karena harus menjaga Sila yang mendadak pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kini, Raj menelepon untuk mengabarkan hal yang sama. Tidak bisa menghadiri akad nikah yang akan berlangsung, karena kondisi Mai yang mulai kontraksi dan harus berangkat ke rumah sakit. “Gimana?” tanya Pras setelah Sinar kembali menelepon Raj. “Ini lagi mau jalan ke rumah sakit.” Sinar meraih tangan Pras dan meremasnya dengan kuat. Menyalurkan kecemasan yang kini tengah menggelayut di hatinya. Melahirkan seorang anak ke dunia tidak akan pernah mudah. Untuk itulah, rasa cemas di hati Sinar kini semakin menjadi-jadi. “Sudah ngomong sama Bira?” Pras mengangguk. “Sudah, setelah akad nikah selesai. Kita langsung ke rumah sakit.” “Aku gak enak sama Bira kalau begini,” keluh Sinar. “Terus maumu itu bagaima
Sejak kejadian hari itu, Raj sangat berhati-hati dalam mengeluarkan ucapannya. Semua Raj lakukan demi calon putrinya, demi Mai dan tentu saja demi keluarga kecilnya. Mengingat wajah Pras ketika mengancamnya kala itu, hati Raj juga sempat waswas dengan nasibnya jika Mai sampai tidak ingin berbaikan dengannya. Bukan karir yang Raj permasalahkan, tapi, nasib rumah tangga yang sudah pasti akan tercerai berai. Apalagi, jika nantinya ia tidak bisa bertemu dengan istri dan anaknya ketika telah terlahir ke dunia. Hanya satu hal itu yang Raj cemaskan, ketika sang mertua sempat memberi ancaman sedemikian rupa. Namun, nasib akhirnya berpihak pada Raj. Sang istri ternyata tidak sesulit itu ketika dibujuk. Bahkan, jika dipikir lagi, Mai itu cenderung penurut meskipun harus banyak drama yang tercipta sebelumnya. Asal kemauannya dituruti, maka dunia akan aman sejahtera. Hanya itu kuncinya jika ingin berhasil saat bernegosiasi dan berhadapan dengan Mai. Masalah hati, R
Begitu mendengar penjelasan dokter, mengenai kondisi Mai dan kandungannya baik-baik saja, ketiga orang yang saat ini berada di kamar VVIP itu langsung bernapas lega.“Meskipun baik-baik saja, tapi tingkat stresnya tetap harus dijaga,” lanjut dokter menjelaskan kondisi psikis Mai yang memang harus tetap diperhatikan karena tengah hamil besar. “Karena dampaknya, tidak akan baik bagi kondisi janin.”Manik Sinar dan Pras kompak menatap Raj dengan sebuah tanda tanya besar. Tampaknya, rumah tangga putrinya dengan Raj, sedang tidak baik-baik saja. Kalau Mai tidak stres, tidak mungkin putri mereka itu akan terdampar di rumah sakit seperti sekarang.“Baik, Dok, terima kasih,” ucap Sinar dan sang dokter itu berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Menyisakan keempat orang yang kini saling pandang dalam diam.“Stres?” Pras menghampiri sang putri lalu duduk di tepi tempat tidurnya. “Kalian berdua bertengkar?”
Raj memang sengaja pulang terlambat. Bahkan, Raj pulang ke rumah saat langit sudah berubah kelam. Hatinya masih merasa kesal karena kejadian siang tadi. Ia bahkan sampai melupakan, kalau sudah membayar kamar hotel yang akan ditempati malam ini bersama sang istri.Ketika roda empatnya sudah berhenti di depan pagar, Raj mengernyit memandang rumahnya yang gelap gulita. Tidak mungkin kalau Mai belum pulang sampai semalam ini. Atau, Raj telah melewatkan sesuatu?Mengeluarkan ponselnya dari saku jas, Raj meneliti satu pesatu telepon masuk beserta chat yang ia terima dari siang sampai detik ini. Namun, tidak ada nama istrinya di dalam sana.Atau, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Mai di dalam sana?Bulu kuduk Raj merinding seketika membayangkannya. Ia buru-buru keluar, membuka pagar dan masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Menyalakan seluruh penerangan yang ada dan mencari sang istri di setiap sudut rumah.“Mi …”Setelah
“Ke rumah sakit, Pak,” titah Mai setelah Ibam masuk ke dalam mobil dan sudah berada di belakang kemudi.“Ke rumah sakit?” tanya Ibam membalik badan seraya memasang sabuk pengaman. “Rumah sakit mana, Bu? Tadi kata pak Raj, saya disur—”“Ke rumah sakit ibu dan anak,” putus Mai lalu menyebutkan nama rumah sakit yang biasa ia kunjungi setiap bulannya untuk kontrol kandungan. “Nanti sampai sana, Pak Ibam bisa pulang aja.”“Loh, Bu? Kena—”“Jangan bilang sama pak Raj, kalau saya di rumah sakit.” Mai kembali memotong ucapan Ibam. “Udalah Pak, jalan aja. Saya capek banget mau ngomong.”“I-iya, Bu.” Ibam mana berani membantah. Ia langsung melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebut oleh sang majikan. Meskipun banyak tanya yang ada di kepala, tapi Ibam tidak berani bertanya ketika mood Mai terlihat buruk seperti sekarang.Selama