“Ikut aku.”
Tubuh Sinar, yang baru saja mengeluarkan ponsel untuk berselancar di dunia maya sembari menunggu Bira, tertarik paksa. Merasa syok, hingga tidak mampu mengelak, ketika tubuhnya digiring menuju parkiran basement hotel.
Sejurus kemudian, Sinar mengerjab sadar. Membeliakkan maniknya karena jemarinya kini sudah tertaut erat dengan Pras. Memilih berhenti, dan menyentak tangan pria itu ketika berada di tengah-tengah basement.
“Apaan seh!”
Berbalik cepat, kemudian melangkah tergesa untuk kembali ke dalam lobi. Untuk apa Pras berada di lobi dan menarik dirinya menuju basement? Kemana Bira? Bukankah seharusnya, pria itu yang turun lebih dahulu kemudian pergi makan malam di tempat lain bersama Sinar?
“Teruslah kembali ke dalam,” ucapan datar Pras menggema, di tengah-tengah basement yang hanya terisi dengan deretan kesunyian mobil. “Jonas …”
Pras menang! Tidak melanjutkan kalimatnya.
Ponsel Pras kembali berdering, ketika keduanya baru saja masuk ke dalam mobil setelah menikmati keheningan di sepanjang makan malam. Sinar lebih memilih diam daripada harus kembali berdebat dan ujung-ujungnya, ucapannya tidak pernah ada yang dianggap satupun oleh Pras.Pria itu hanya mementingkan muntahan kalimat yang keluarkan oleh bibirnya tanpa mau mempedulikan ocehan Sinar. Apalagi setelah berbicara dengan Aida di telepon, perasaan Sinar menjadi semakin tidak nyaman saja.“Angkat,” Pras melempar pelan ponselnya ke pangkuan Sinar. Dan wanita itu hanya tercenung, saat melihat nama yang terpampang di dalam benda persegi yang masih berdering, sekaligus bergetar di atas pahanya.“Hei! Digeser icon yang warna hijau, kalau cuma dilihat gak akan kedengaran suaranya.”Dengan telak, Pras membalas ucapan Sinar beberapa waktu yang lalu, ketika masih menunggu pesanan mereka datang.Sinar mendesis kesal, hanya meraih ponselnya dan mem
Sinar bergeming, berdiri menatap kesal pada gerbang yang menjulang setinggi 3 meter di depannya. Kakinya seolah enggan melangkah dan melewati pagar besi, untuk kembali menjalankan rutinitas di hari kerja sebagai sekretaris pribadi Raja.Awalnya, Sinar mengira, akan bekerja sebagai sekretaris pribadi yang akan ditempatkan di kantor pusat Casteel High. Namun nyatanya, ia menjadi sekretaris yang akan menangani semua hal terkait masalah pencalonan Raja untuk menjadi gubernur. Jadi, kantor yang ditempati Sinar kali ini yakni bertempat di kediaman bakal calon gubernur itu.Hal itu mengakibatkan, mau tidak mau, ia harus bertemu dengan Pras setiap pagi, atau bahkan sore hari ketika pria itu sudah sampai di rumah. Perasaan kesalnya masih membekas hingga detik ini. Untungnya, pada malam itu Sinar tidak kesulitan untuk mendapatkan ojek on-line. Hingga ia bisa dengan cepat sampai ke rumah hanya dalam waktu 15 menit.Pras sungguh keterlaluan! Dan Sinar sudah bertekad, tidak
Apa-apaan ini, batin Pras. Sepanjang perjalanan ke firma hukumnya, ia duduk santai sembari menggeledah ponsel Sinar yang beruntungnya, tidak dikunci sama sekali. Tujuan utamanya jelas, untuk membuka galeri foto dan hanya bengong pada akhirnya. Tidak ada satupun foto wanita itu di dalamnya. Bahkan, Pras sangat yakin kalau wallpaper yang digunakan wanita itu adalah bawaan standar yang sudah tersedia dari awal. Heran, sepanjang pengetahuannya, setiap wanita pasti memiliki hobi berselfie ria. Menjepret wajahnya sendiri berulang kali hingga mendapatkan pose sempurna tanpa celah. Tapi, hal itu tidak tampak sedikitpun di ponsel Sinar. Didera rasa penasaran yang sangat menggelitik, Pras menyusuri media sosial milik wanita itu. Kembali, Pras dibuat tercengang, tidak tampak aktivitas apapun di dalamnya. Pras mengawali dengan membuka aplikasi berwarna biru, dan tidak ada foto satupun di dalamnya. Pertemanan yang minim, pun dengan status pada berandanya. Sama sekali tidak ada ak
Lima belas menit kemudian, Pras benar-benar dan sudah berada di depan Sinar yang hanya bisa pasrah menunggu pria itu di teras rumah. Kalau bukan karena ponselnya yang masih berada di tangan Pras, Sinar tidak akan sudi untuk menunggu pria itu sampai kapanpun.Namun, ada yang berbeda pada penampilan Pras kali ini. Pria itu berpakaian kasual, teramat santai. Hanya memakai kaos polos berwarna hitam dengan model V neck, serta celana pendek kargo yang berwarna senada.Surai legam yang biasa tertata rapi dengan pomade, kini terhambur separuh basah. Menguarkan kesan seksi tersendiri, hingga membuat Sinar sempat membayangkan merajut erat jemarinya,, pada tiap helai lebat yang bertahta di kepala pria itu.“Pengen bilang, jangan dipendam,” ujaran Pras barusan, terkesan mengejek di telinga Sinar. “Kapan terakhir kali kamu having sex, Nar?”Sinar mengerjab pelan. Kembali memutar pertanyaan Pras di otaknya. Apa dia tidak salah dengar? Pras berta
Pras mengikuti sang mami hingga masuk ke kamar. Pikirannya tidak bisa menerima dengan keputusan atau rencana yang sudah dibuat oleh Aida. Apa telinganya tidak salah dengar? Aida akan melamar Sinar setelah wanita itu melahirkan? Lelucon macam apa ini, pikir Pras. Semua pasti sudah direncanakan, sebelum Sinar bekerja sebagai sekeretaris pribadi papinya. Pras yakin sekali akan hal itu. Pras menutup pintu kamar, berjalan menuju sofa bench yang terletak tepat di sisi kaki ranjang. Duduk santai dengan menekuk satu kakinya di atas sofa. “Mami serius mau menikahkan Bira dengan Sinar?” “Serius,” tekan Aida yang baru saja keluar dari walk in closet untuk meletakkan tasnya. “Kenapa? kamu gak terima? Atau kamu sendiri yang mau nikah sama Sinar.” tantang Aida Detik itu juga, Pras memuntahkan satu tawa kering, lalu menggeleng. “Dia itu anak koruptor, Mi. Apa Mami gak pernah mikir sampai ke sana? Papi sedang dalam proses pencitraan, mencari dukungan untuk maju dalam
Sinar melempar tasnya di ranjang. Hal selanjutnya yang dilakukannya yakni mencari charger ponsel lalu mengisi dayanya. Dadanya masih saja naik turun, kesal tidak terkira. Setelah diturunkan di pinggir jalan, Sinar tidak langsung pulang, ataupun pergi ke kediaman Raja. Ia mencari tempat makan terdekat dan kembali mengisi perutnya yang semakin lapar ketika di dera amarah seperti sekarang. Sinar berniat pulang ke rumah. Hanya saja, ia menunggu jam kepergian sang bunda ke butik terlebih dahulu, agar July tidak curiga. Terlebih, karena sang bunda tahu, kalau Sinar pergi dengan Pras. Setelah ponselnya bisa menyala, Sinar segera membuka aplikasi mobile bankingnya. Ingin melihat berapa tepatnya saldo yang dimilikinya saat ini, serta mutasi selama tujuh hari ke belakang. Sejauh ini, Sinar masih belum memeriksa, berapa jumlah uang yang dikeluarkannya untuk membayar 6 porsi fine dining kala itu. Dan anehnya, tidak ada mutasi apapun selama 7 hari terakhir. Teruta
Satu minggu? Bersikap formal dan profesional dengan Sinar selama seminggu? Pras membatin geli dan meremehkan. Siapa Sinar, hingga ia harus berbuat baik selama satu minggu ini, dengan wanita itu. Apa yang sudah Sinar beri, hingga harus diperlakukan sebaik mungkin? Pras bisa bersikap profesional, atas nama pekerjaan yang saat ini dijalaninya, tapi, bersikap baik? Pras sangsi akan hal tersebut. Entah mengapa, selalu saja ada perasaan kesal jika melihat Sinar. Wanita itu, seperti tidak pernah menganggap Pras ada, dan selalu saja membantahnya. Pras baru hendak memutar tubuh untuk berbalik. Kembali masuk ke dalam rumah setelah bersantai di balkon rumah depan, untuk menikmati matahari pagi. Tapi suara deritan pintu gerbang, telah mengusik hatinya untuk memutar kepala. Dan di sanalah, Pras kembali melihat Sinar berjalan kaki di pekarangan rumahnya. Sebelum itu, Pras sempat melihat, Sinar tampak berbicang-bincang sekilas dengan security yang menjaga di pintu gerbang.
Sore itu, Sinar dan Raja bergantian menjabat tangan, dengan kedua tamu mereka yang baru saja datang. Ada seorang pria paruh baya tapi usianya masih berada di bawah Raja. Catra Adiyaksa, ialah pemimpin redaksi dari Okenews, sebuah media online berita dan hiburan. Selain itu, Okenews juga mengelola beberapa bisnis media lain, diantaranya, media cetak, radio dan televisi. “Saya itu kaget, loh. Waktu Pak Raja bilang kalau sekretaris pribadinya itu kamu, Nar.” kata Catra ketika menyalami Sinar. “Udah gak betah di Metro, ya?” Sinar tertawa kecil dengan ramah. “Tawaran Pak Raja lebih menggiurkan, Pak. gak bisa ditolak!” tidak mungkin, kan, kalau Sinar mengatakan bahwa ia dipecat oleh pemilik Metro yang baru? Cerita yang ada nantinya akan memanjang. Terlebih, jika Catra tahu, ternyata pemilik Metro yang memecatnya adalah Pras, anak sulung Raja. Sepertinya akan membingungkan. Pras memecat Sinar, tapi, sekarang wanita itu malah bekerja dengan Raja. Bisa jadi gosip hang
Hola Mba beb ...My Arrogant Lawyer beneran tamat, kok. :D :D :DMeskipun saia juga gak rela, tapi, udah waktunya mup~on. Jadi cukup sekian dan terima kasih banyak sudah nemeni Pras sama Sinar sampai beranak pinak di GoodNovel.Sediih ... karena buat saia pribadi, Pras sama Sinar emang tokoh yang paling EUGH!, sampai saia bawa karakter mereka ke GN dengan cerita yang berbeda.Udahan curcolnya, eheheh ... Dan seperti janji saia waktu itu, ada hadiah tambahan untuk top fans setelah MAL tamat yakk. Datanya saia ambil per tanggal 20 Jan 2022 tepat pukul 20.00 WIB 1. Shifa Chibii : 500 koin GN + pulsa 200rb2. Fidyani - : 500 koin GN + pulsa 200rb3. Rafa Damanhuri : 300 koin GN + pulsa 150rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshood ID lewat DM Igeh @kanietha_Kok top fans 1 dan 2 sama dapatnya? Karena total gem yang diberikan ke MAL jumlahnya sama, jadi biar fair, yakk. Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi senin bisa
Pagi yang sibuk. Seperti itulah gambaran hari libur yang selalu dihadapi oleh Mai selama lima tahun belakangan ini. Setelah bangun di pagi hari, ia akan selalu menuju dapur terlebih dahulu untuk membuat camilan juga sarapan, untuk dua orang penghuni yang masih tertidur dengan begitu lelap. Di hari libur seperti ini, putri Mai pasti akan mengungsi ke kamarnya dan mereka akan selalu berakhir dengan tidur bertiga. Meskipun ingin protes karena jatah malamnya akan berkurang, tapi Raj tidak bisa menolak jika putri kecil mereka sudah merengek untuk minta tidur bersama. Tidak hanya itu, Raj merupakan seorang ayah yang sangat memanjakan putri semata wayang mereka itu. Apapun yang gadis kecilnya itu minta, Raj pasti akan menurutinya tanpa kata tapi. “Mamiii …” Langkah kecil yang tergesa itu berlari memasuki dapur dengan ma
Dengan iming-iming bahwa Rajlah yang nantinya akan mengurus bayi mereka saat malam menjelang, ketika telah lahir. Akhirnya, Mai setuju untuk bertahan dan melahirkan secara normal. Meskipun, banyak drama yang diciptakan dan entah sudah berapa luka serta cubitan yang telah diterima, Raj hanya pasrah saja. Karena ada masanya nanti, ia akan membalas semua ‘dendam’ saat ini pada Mai. Tunggu saja saat masa nifas istrinya itu selesai, maka Raj benar-benar akan membalasnya. Sampai pada akhirnya, Raj benar-benar terhenyak ketika kuku-kuku nan lentik dan terawat itu kembali menusuk pada luka yang sama. Hanya saja, kali ini tancapan kelima jemari itu lebih bertenaga dari yang sudah-sudah. Ditambah, jeritan sang istri yang sangat panjang itu, ternyata mengakhiri semua perjuangan seorang Mai. Seorang bayi perempuan nan cantik, akhirnya lahir ke dunia dengan penuh perjuangan. Mendengar tangis pertama yang begitu kencang dari bayi mungil mereka, membuat Raj seketika menitikkan air
Begitu keluar dari mobil yang berhenti di depan lobi pintu rumah sakit, Sinar langsung menelepon Raj untuk bertanya mengenai kamar yang Mai tempati saat ini. Namun, satu hal yang membuat Sinar akhirnya menggelengkan kepala, karena putri dan menantunya itu masih berada di sebuah restoran Padang. Mai masih belum mau beranjak dari sana, karena beralasan perutnya masih terlalu penuh, sehingga enggan untuk melangkah. Pada akhirnya, Sinar dan Pras hanya bisa menjenguk Sila untuk sementara sembari menunggu Mai sampai ke rumah sakit. Sebenarnya, Sinar hendak mengomeli Qai karena tidak memberinya kabar sama sekali mengenai kondisi Sila. Putranya itu juga tidak mengangkat, ketika Sinar meneleponnya. Hingga rasa penasaran bercampur kesal, kini hendak ia luapkan pada putranya itu, sampai Sinar merasa puas. Namun, setelah Sinar dan Pras masuk ke dalam ruangan yang ditempati Sila saat ini, semua rasa kesal itu akhirnya hilang. Melihat Sila yang benar-benar terbarin
Pikiran Sinar dan Pras kali ini benar-benar terpecah. Sungguh merasa tidak nyaman dengan Bira dan sang istri. Setelah pagi tadi Qai tidak bisa menghadiri pernikahan, karena harus menjaga Sila yang mendadak pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kini, Raj menelepon untuk mengabarkan hal yang sama. Tidak bisa menghadiri akad nikah yang akan berlangsung, karena kondisi Mai yang mulai kontraksi dan harus berangkat ke rumah sakit. “Gimana?” tanya Pras setelah Sinar kembali menelepon Raj. “Ini lagi mau jalan ke rumah sakit.” Sinar meraih tangan Pras dan meremasnya dengan kuat. Menyalurkan kecemasan yang kini tengah menggelayut di hatinya. Melahirkan seorang anak ke dunia tidak akan pernah mudah. Untuk itulah, rasa cemas di hati Sinar kini semakin menjadi-jadi. “Sudah ngomong sama Bira?” Pras mengangguk. “Sudah, setelah akad nikah selesai. Kita langsung ke rumah sakit.” “Aku gak enak sama Bira kalau begini,” keluh Sinar. “Terus maumu itu bagaima
Sejak kejadian hari itu, Raj sangat berhati-hati dalam mengeluarkan ucapannya. Semua Raj lakukan demi calon putrinya, demi Mai dan tentu saja demi keluarga kecilnya. Mengingat wajah Pras ketika mengancamnya kala itu, hati Raj juga sempat waswas dengan nasibnya jika Mai sampai tidak ingin berbaikan dengannya. Bukan karir yang Raj permasalahkan, tapi, nasib rumah tangga yang sudah pasti akan tercerai berai. Apalagi, jika nantinya ia tidak bisa bertemu dengan istri dan anaknya ketika telah terlahir ke dunia. Hanya satu hal itu yang Raj cemaskan, ketika sang mertua sempat memberi ancaman sedemikian rupa. Namun, nasib akhirnya berpihak pada Raj. Sang istri ternyata tidak sesulit itu ketika dibujuk. Bahkan, jika dipikir lagi, Mai itu cenderung penurut meskipun harus banyak drama yang tercipta sebelumnya. Asal kemauannya dituruti, maka dunia akan aman sejahtera. Hanya itu kuncinya jika ingin berhasil saat bernegosiasi dan berhadapan dengan Mai. Masalah hati, R
Begitu mendengar penjelasan dokter, mengenai kondisi Mai dan kandungannya baik-baik saja, ketiga orang yang saat ini berada di kamar VVIP itu langsung bernapas lega.“Meskipun baik-baik saja, tapi tingkat stresnya tetap harus dijaga,” lanjut dokter menjelaskan kondisi psikis Mai yang memang harus tetap diperhatikan karena tengah hamil besar. “Karena dampaknya, tidak akan baik bagi kondisi janin.”Manik Sinar dan Pras kompak menatap Raj dengan sebuah tanda tanya besar. Tampaknya, rumah tangga putrinya dengan Raj, sedang tidak baik-baik saja. Kalau Mai tidak stres, tidak mungkin putri mereka itu akan terdampar di rumah sakit seperti sekarang.“Baik, Dok, terima kasih,” ucap Sinar dan sang dokter itu berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Menyisakan keempat orang yang kini saling pandang dalam diam.“Stres?” Pras menghampiri sang putri lalu duduk di tepi tempat tidurnya. “Kalian berdua bertengkar?”
Raj memang sengaja pulang terlambat. Bahkan, Raj pulang ke rumah saat langit sudah berubah kelam. Hatinya masih merasa kesal karena kejadian siang tadi. Ia bahkan sampai melupakan, kalau sudah membayar kamar hotel yang akan ditempati malam ini bersama sang istri.Ketika roda empatnya sudah berhenti di depan pagar, Raj mengernyit memandang rumahnya yang gelap gulita. Tidak mungkin kalau Mai belum pulang sampai semalam ini. Atau, Raj telah melewatkan sesuatu?Mengeluarkan ponselnya dari saku jas, Raj meneliti satu pesatu telepon masuk beserta chat yang ia terima dari siang sampai detik ini. Namun, tidak ada nama istrinya di dalam sana.Atau, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Mai di dalam sana?Bulu kuduk Raj merinding seketika membayangkannya. Ia buru-buru keluar, membuka pagar dan masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Menyalakan seluruh penerangan yang ada dan mencari sang istri di setiap sudut rumah.“Mi …”Setelah
“Ke rumah sakit, Pak,” titah Mai setelah Ibam masuk ke dalam mobil dan sudah berada di belakang kemudi.“Ke rumah sakit?” tanya Ibam membalik badan seraya memasang sabuk pengaman. “Rumah sakit mana, Bu? Tadi kata pak Raj, saya disur—”“Ke rumah sakit ibu dan anak,” putus Mai lalu menyebutkan nama rumah sakit yang biasa ia kunjungi setiap bulannya untuk kontrol kandungan. “Nanti sampai sana, Pak Ibam bisa pulang aja.”“Loh, Bu? Kena—”“Jangan bilang sama pak Raj, kalau saya di rumah sakit.” Mai kembali memotong ucapan Ibam. “Udalah Pak, jalan aja. Saya capek banget mau ngomong.”“I-iya, Bu.” Ibam mana berani membantah. Ia langsung melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebut oleh sang majikan. Meskipun banyak tanya yang ada di kepala, tapi Ibam tidak berani bertanya ketika mood Mai terlihat buruk seperti sekarang.Selama