Sudar tersenyum tipis, ibu jarinya menyentuh pergelangan tangan Raisa dan perlahan menggosoknya, "Bukannya kamu memohon bantuanku?"Raisa tersedak, "...."Dia memang memohon bantuan Sudar.Demi kakaknya, merendahkan diri sekali saja di depan Sudar bukanlah masalah.Maka dia berhenti melawan, dan berkata dengan suara lembut, "Aku mohon padamu."Sudar menoleh sedikit, memperlihatkan sisi wajahnya pada Raisa."Apa?""Cium aku satu kali. Maka aku akan mempertimbangkan untuk membantumu."Raisa merasa ingin marah, "Sudar, aku sudah punya tunangan.""Oh ...." Sudar memperpanjang suaranya, dan tiba-tiba menoleh melihat ke belakangnya, "Itu tunanganmu?"Raisa terkejut, buru-buru menoleh, dan melihat Hasan berjalan mendekat."Hasan ...." Raisa mendadak kaku.Hasan berjalan dengan langkah besar, wajahnya terlihat dingin, dan matanya memancarkan kemarahan yang membara.Begitu sampai, Hasan menarik Raisa ke sisinya, lalu melayangkan tinjunya ke wajah Sudar."Ah!" Raisa menjerit ketakutan.Mata Suda
"Hasan." Raisa segera melepaskan tangannya dan membungkuk untuk membantu Hasan. Suaranya dipenuhi isak tangis, "Kamu baik-baik saja? Ayo, aku bawa kamu ke rumah sakit.""Aku baik-baik saja." Hasan mengangkat tangannya, menghapus air mata Raisa.Sudar berdiri di tempat, tidak bergerak, juga tidak berbicara.Namun, para pengikut di sampingnya mulai tidak tahan dan segera bersuara."Nona Raisa, berani bertaruh harus berani menerima kekalahan. Kami semua melihatnya, lagi pula pacarmu yang mulai duluan!""Benar! Kak Sudar juga terluka, kenapa kamu nggak peduli pada Kak Sudar?""Ya, Nona Raisa. Apa bagusnya pria lemah seperti dia? Lebih baik ikut Kak Sudar saja. Wanita harus memilih pria yang kuat, apa yang bisa dibanggakan dari pria lemah seperti itu?""Diam!" Sudar berbicara dengan tidak sabar, sambil menendang salah satu pengikut di sampingnya.Para pengikutnya langsung diam.Raisa menopang Hasan dan pergi tanpa menoleh ke belakang."Kak Sudar ....""Pergi!"Para pengikut segera bubar.Wa
"Mari kita ke rumah sakit dulu." Raisa memasang sabuk pengaman, tangannya tiba-tiba digenggam oleh Hasan."Kenapa kamu mencari Sudar dan nggak kasih tahu aku?" Suara Hasan penuh dengan pertanyaan.Raisa terkejut sejenak, "Aku khawatir akan mengganggu urusanmu, dan aku juga sudah beberapa kali ke Kasino No. 1, jadi aku merasa nggak ada bahaya ....""Kamu rasa," Hasan mencibir dingin, "kalau aku nggak datang, apa kamu akan menciumnya?""...." Raisa terdiam, "Apa yang kamu pikirkan? Mana mungkin aku menciumnya?""Tapi kalian berdua sudah berpelukan.""...."Raisa tampak terluka, "Apa kamu benar-benar berpikir seperti itu tentang aku, Hasan?"Hasan menghindari tatapannya, "Aku hanya berbicara tentang fakta.""Berbicara tentang fakta berarti aku menunggu Sudar berjam-jam di luar, kakiku kesemutan dan hampir jatuh ketika berdiri, dan Sudar hanya membantuku." Penjelasan Raisa juga terdengar penuh keputusasaan.Hasan mendengarkan dalam diam, tidak berkata apa-apa.Raisa menarik tangannya, "Aku
Dia menjawab telepon, dan terdengar suara Josua di seberang. "Aku akan menyelesaikan masalah Linda, tolong beri tahu Tante Ratna, jangan khawatir, aku akan membawa Linda kembali."Setelah itu, dia menutup telepon.Raisa bertanya, "Siapa itu?""Kak Josua.""Kak Josua? Apa katanya?""Dia bilang dia akan membawa kakak kembali dan meminta kita untuk jangan khawatir."Raisa menghela napas lega, "Ternyata Kakak punya nomor telepon Kak Josua? Kenapa nggak bilang dari tadi? Aku jadi repot-repot pergi ke Kasino No.1 ...."Reno menggelengkan kepala, "Aku memang nggak punya nomor Kak Josua.""Lalu ini?"Reno membuka riwayat panggilan, melihat nomor yang baru saja menelepon, dan berkata, "Ini nomor virtual. Nggak ada gunanya disimpan, kalau ditelepon kembali hanya akan menghubungi nomor yang kosong.""Begitu misterius?" tanya Raisa. "Kak Josua sebenarnya bekerja di bidang apa, sih?"Reno menggelengkan kepala.Mengenai hal ini, dia juga tidak tahu."Kamu mencari Sudar di Kasino No.1?" tanya Reno sa
Setelah Yohan pergi, Liana memasukkan piring dan alat makan ke mesin cuci piring. Begitu meja makan beres, dia mendengar suara mesin mobil dari sebelah.Melalui jendela dapur, Liana melihat mobil Yono datang kembali.Tanpa berpikir panjang, dia segera keluar untuk menemui Yono.Yono baru saja turun dari mobil dan bersiap untuk masuk ke rumah. Melihat Liana, dia berhenti dan berkata, "Aku tahu apa yang ingin kamu tanyakan, masuklah."Setelah itu, dia melangkah masuk ke dalam rumah.Liana berhenti sejenak, mengikutinya, tetapi berdiri di ambang pintu dan tidak berani masuk.Dia tahu Yono adalah sosok berbahaya, dan jika tidak diperlukan, dia tidak ingin berada sendirian dengan pria ini.Setelah masuk ke dalam rumah, Yono meletakkan mantelnya di sofa, kemudian pergi ke dapur untuk menuangkan segelas air. Saat dia berbalik, melihat Liana tidak juga masuk, dia kembali ke pintu masuk dengan gelas di tangannya."Kenapa nggak masuk?" tanyanya sambil minum. Ekspresinya sangat alami, tidak menun
Liana menoleh ke Yono dengan penuh kewaspadaan.Namun, Yono tersenyum padanya, "Kenapa kamu begitu takut padaku?""...." Liana tidak bisa berkata apa-apa.Ekspresinya sudah mengungkapkan segalanya, dia memang merasa tidak nyaman dan takut terhadap Yono.Dia menarik tangannya dari tangan Yono dan berusaha tenang. "Aku hanya ingin menanyakan kabar ibu dan Bela, nggak mau mengganggumu."Pandangan Yono tertuju pada betis Liana yang masih berdarah. "Sebelum kamu bertanya, bisakah aku bantu mengobati lukamu dulu?""Nggak usah ....""Gigitan kucing bisa berbahaya, apa kamu yakin nggak perlu mengobati lukamu segera?"Liana menggigit bibirnya, merasa Yono sudah sedikit melewati batas. "Setelah selesai bertanya, aku akan segera pergi untuk divaksin."Yono tidak memaksa lagi. Dia mengangguk dan bertanya, "Kamu ingin tahu bagaimana keadaan ibu dan Bela sekarang?""Hmm." Liana mengangguk. "Aku dan Yohan sudah ke rumah sakit, tapi lantai tempat Bela dirawat ditutup, kami nggak bisa masuk. Ponsel ibu
Liana tetap waspada dan tidak terlalu lama menatapnya saat berbicara. "Terima kasih, aku nggak akan mengganggu lebih lama. Aku pergi dulu."Meskipun dia berkata begitu, pintunya masih tetap terkunci.Apakah dia akan diizinkan keluar atau tidak, itu tergantung pada keputusan Yono."Tuan Yono, tolong buka kuncinya," kata Liana.Yono terdiam sejenak, lalu mendekati pintu dan membuka kuncinya.Tanpa berhenti lagi, Liana langsung membuka pintu dan keluar.....Liana pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan vaksin dan merawat lukanya, kemudian saat bersiap untuk pergi ke rumah keluarga Reihano, dia menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal.Suara wanita yang tak dikenal terdengar di telepon, "Apakah ini Liana?""Ya, benar. Siapa ini?""Aku asisten Linda, namaku Amy."Liana pernah bertemu Amy sebelumnya, seorang karyawan dari Perhiasan Lembada yang baru lulus dari universitas dan mengambil jurusan desain perhiasan."Karena Linda nggak bisa dihubungi, aku terpaksa mencari kontakmu dari oran
Amy meraih pintu untuk mendorongnya, tetapi sebelum dia sempat mengerahkan tenaganya untuk mendorong, pintu ruang rapat sudah terbuka dari dalam.Seorang wanita muda yang mengenakan gaun berwarna krem keluar terlebih dahulu. Ketika melihat Amy dan Liana, dia mengangkat alis sedikit, dengan senyum menantang di wajahnya, "Apa kalian dari Perhiasan Lembada?"Amy melihat wanita itu dan ekspresinya seketika berubah, "Bu Yasinta? Kenapa kamu ada di sini?""Aku datang untuk membahas kerja sama." Wanita itu mengangkat kontrak di tangannya, senyumnya makin lebar, "Tampaknya kalian terlambat."Baru saja dia selesai berbicara, dua wanita lainnya muncul di belakangnya.Wanita yang berada di depan mengenakan setelan hitam-putih, seusia dengan Citra, dan terlihat sangat profesional.Sementara wanita yang sedikit lebih belakangan mengenakan gaun panjang berwarna gelap, tidak lain adalah Liza Rahadi, istri Malik Zain.Dia menatap Liana dan Amy dengan tatapan datar, lalu berkata perlahan, "Sepertinya B
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,