Karena takut dikenali, Liana menundukkan kepala, berpura-pura merapikan kue dan meja."Nona Tiara? Ada apa denganmu?"Tiara tersadar kembali dan menggelengkan kepala, "Nggak ada apa-apa ...."Sejenak tadi, dia pikir dia melihat Liana.Namun, setelah diperhatikan dengan saksama, ternyata itu hanya seorang pelayan di rumah keluarga Lewis.Syukurlah itu bukan Liana ....Tiara menarik napas lega. Dia boleh kehilangan martabat, tetapi tidak di hadapan lawannya.Terutama Liana!Dia kalah dari Liana, dengan sangat telak. Apa sekarang dia harus membiarkan Liana melihat keadaannya dan menertawakannya?"Nona Tiara, tentang kerja sama yang tadi kamu sebutkan, aku sangat tertarik. Tapi tempat ini terlalu ramai, bagaimana kalau kita pindah ke sudut yang tenang dan privat untuk membahasnya?""Kebetulan sekali, aku juga sangat tertarik bekerja sama dengan Nona Tiara.""Nona Tiara, kamu nggak bisa hanya memikirkan Pak Wahyudi, tanpa mempertimbangkan kami. Kalau mau bicara, sebaiknya semua bersama-sama
"Siapa ini!" Melihat jasnya yang kotor, kemarahan Charlie memuncak.Sebelum dia bisa mencari pelakunya, seorang pelayan berlari mendekat dan berkata, "Maaf, Tuan, saya akan membersihkannya." Dia mulai mengelap jas Charlie dengan kain.Pada awalnya, Charlie belum menyadari apa yang terjadi, tetapi saat dia sadar, jasnya sudah benar-benar rusak.Sebenarnya, kue yang mengenai jasnya hanya sedikit. Jika dibersihkan, masih bisa digunakan. Namun, setelah pelayan itu mengelap dengan penuh semangat, krim dan selai kue malah tersebar ke mana-mana.Di sampingnya, orang banyak berkumpul menonton. Ada yang menunjuk-nunjuk Charlie, ada yang memutar mata, ejekan terdengar dari segala penjuru.Charlie sangat marah, dia menangkap tangan pelayan itu dan berteriak, "Apa yang kamu lakukan?!"Pelayan itu tampak ketakutan, tidak berani menatapnya. Dia terus-menerus membungkuk sambil meminta maaf."Kamu tahu berapa harga jas ini? Kamu merusaknya begini, apa bisa mengganti kerugiannya?" Charlie menatap denga
Liana memanfaatkan kesempatan ini untuk diam-diam pergi.Ketika Charlie menyadari dan mencarinya, dia sudah tidak bisa ditemukan. Charlie hanya bisa menelan kemarahannya....Di ruang kerja lantai dua.Hera membuka kunci pintu dan melihat seorang wanita muda berbaring di sofa, yaitu Sherina.Ferdi duduk di sampingnya, dan begitu Hera membuka pintu, dia membungkuk dan mencium pipi Sherina.Melihat Hera, ekspresi Ferdi langsung kelihatan tidak senang, keningnya berkerut. "Ada banyak tamu di bawah, kenapa kamu naik ke sini?"Mata Sherina tertutup rapat, napasnya teratur, tampak seperti sedang tidur.Hera melihat sekilas ke arahnya, lalu bertanya sambil masuk ke dalam ruangan, "Kamu nggak percaya begitu saja kata-kata Yohan, bahwa wanita ini hamil, 'kan?"Ferdi berkata, "Tentu saja aku nggak akan memercayai kata-katanya begitu saja. Dokter sudah dalam perjalanan, setelah diperiksa, kita akan tahu apakah dia benar-benar hamil atau nggak."Merasa heran, Hera menggoyangkan kepala dan berkata,
"Sherina? Bagian mana yang sakit?" tanya Ferdi dengan cemas.Namun, Sherina kembali tertidur tanpa menjawab pertanyaannya.Ferdi menurunkan pandangannya, melihat salah satu tangan Sherina menempel di perutnya, dan menjadi makin khawatir. "Apakah perutmu sakit? Jangan-jangan dosis obatnya berlebihan?"Sambil berbicara, dia mengulurkan tangan untuk mengusap perut Sherina dengan lembut, penuh perhatian dan tatapan kagum.Dia benar-benar mengabaikan Hera yang masih ada di samping, yang sedang merasakan penderitaan mendalam karena Hamdan."Akhirnya, Hera tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia merasa kecewa dan marah, lalu berbalik dan pergi....Liana terus mencari Yohan. Pertama di luar, lalu masuk ke dalam rumah keluarga Lewis.Untungnya, pakaian yang diberikan oleh Juwan membuatnya bergerak bebas di dalam dan luar rumah tanpa menimbulkan kecurigaan.Setelah mencari di lantai satu, dia membawa nampan dan naik ke lantai dua.Begitu tiba di lantai dua, dia bertemu Hera.Karena takut dikenali, L
Cairan yang tidak berwarna dan tidak berbau itu tercampur dalam jus, dan segera hilang tanpa jejak.Kemudian Hera mengeluarkan dua butir pil putih, menghancurkannya, dan menambahkannya ke dalam kedua gelas. Setelah bubuk putih itu sepenuhnya larut, dia tersenyum puas dan berkata kepada Liana, "Ayo, bawa ini ke sana.""Baik," jawab Liana sambil mengangkat nampan dan keluar.Awalnya dia berencana mengganti kedua gelas berisi racun itu setelah keluar dari ruangan, tetapi Hera terus mengikuti di sampingnya, sampai ke ruang kerja dan mengetuk pintu.Liana menggenggam nampan dengan erat. Dia harus menyesuaikan diri dengan keadaan.Pintu terbuka, Hera mundur satu langkah, tidak memberi Liana kesempatan untuk bereaksi. Dia mendorong Liana dari belakang dan menyuruhnya masuk.Di dalam ruangan, Liana melihat Sherina terbaring di sofa, dengan dua dokter yang telah mengambil darahnya dan sedang melakukan tes. Ferdi berdiri di samping, tampak gelisah menunggu hasilnya.Tirai jendela yang tebal sepa
Hera menatapnya, "Bagaimana? Kamu nggak berani minum?"Liana memegang nampan dengan kencang, lalu tiba-tiba melepaskannya.Nampan jatuh ke tanah dengan keras, kedua gelas itu pecah, dan jusnya tumpah ke seluruh lantai.Tanpa memberi Hera kesempatan untuk bereaksi, Liana mendorongnya dengan keras dan berlari ke koridor."Ah." Hera terlempar dan menabrak dinding. Saat dia menyadari apa yang terjadi, Liana sudah berlari dan menghilang tanpa jejak.Pintu ruang kerja terbuka, Ferdi berdiri di pintu. Melihat kekacauan di lantai, dia menatap wajah Hera, "Beraninya kamu meracuni jus itu?"Mata Hera memicing kemudian dia menggeleng, "Bukan begitu ...."Belum sempat dia bergerak, Ferdi sudah melangkah maju, menarik rambutnya dan menyeretnya ke arah kamar tidur.Liana belum berlari jauh saat teriakan Hera terdengar. Dia berhenti sejenak, kemudian berbalik arah. Saat melewati salah satu kamar, pintu tiba-tiba terbuka dan sebuah tangan menariknya ke dalam."Ah ... um ...." Sebelum teriakan Liana se
Namun, tidak ada gunanya.Dalam sekejap, Ferdi mengarahkan ujung jarum yang tajam ke leher Hera dan menusuknya dengan tegas."Hmm." Teriakan dan permohonan berubah menjadi erangan kesakitan.Dalam beberapa detik, Hera terkulai ke tanah, seperti tumpukan lumpur.Salah satu tangannya masih memegang celana Ferdi. Dia berusaha bangkit beberapa kali, tetapi semuanya sia-sia. Akhirnya dia hanya bisa berkata dengan susah payah, "Ferdi, kamu ... akan mati dengan menderita!"Ferdi menendangnya tanpa ampun, seperti membuang sampah, dan berkata dengan nada dingin, "Ini hukuman untukmu. Aku bilang jangan membuatku marah! Kamu diam di sini dan renungkanlah!"Setelah itu, Ferdi menutup brankas dan berbalik pergi dengan langkah cepat.Liana sangat terkejut melihat adegan ini. Meskipun dia sudah tahu tentang kekerasan rumah tangga Ferdi, melihatnya menusuk jarum ke tubuh seseorang tentu sangat mengejutkan.Ferdi ternyata begitu mengerikan?!Hamdan keluar dari balik pakaian dan berjalan keluar dari lem
Hamdan menunjuk ke brankas dengan tatapan yang tegas.Hera terdiam cukup lama, lalu berkata, "Hamdan, aku akan memberitahumu kode aksesnya. Bisakah kamu melakukan satu hal untuk Ibu?"Hamdan mengangguk.Hera pun menyebutkan kode akses brankas.Hamdan membuka brankas dengan lancar, mengeluarkan beberapa dokumen dan flashdisk, lalu memberikannya kepada Liana.Liana tidak menyangka semuanya berjalan begitu lancar.Dia benar-benar mendapatkan semua ini!Liana jadi agak emosional. Dia hanya melihat sekilas, dan berkata, "Terima kasih, Hamdan. Terima kasih juga, Tante Hera."Tetap tanpa berkata apa-apa, Hamdan memegang tangan Liana dan membawanya ke pintu keluar. Dia membuka pintunya, mengintip ke luar, lalu menarik Liana turun tangga.Setelah membuka pintu samping, Hamdan menunjuk ke mobil hitam yang terparkir di luar."Yohan?" Liana mengenali mobil itu sebagai milik Yohan dengan senang, tetapi sebelum dia bisa melangkah keluar, Hamdan tiba-tiba memeluknya dari belakang.Tubuh Liana terasa
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,