"Kamulah yang sakit! Aku baik-baik saja!" kata Winda, lalu mulai mendorong Liana, "Cepat pergi! Kamu tidak diterima di sini.""Liana, kamu di sini." Hera keluar dari kamar dengan sepiring kue-kue lezat di tangannya.Winda tidak punya pilihan selain berhenti dan menatap Liana dengan tajam.Hera meletakkan kue-kue itu di atas meja kecil, "Oh, aku lupa mengambil piring buahnya. Liana, bisakah kamu pergi dan mengambilkannya untukku?"Saat dia berbicara, dia memberi isyarat kepada Liana dengan matanya.Liana mengangguk, "Oke."Berbalik dan memasuki rumah.Ada seorang pelayan menunggunya di depan pintu, seolah menunggu untuk memberikan arahan, "Nona Liana, dapurnya ada di sana.""Oke." Liana berjalan ke sana.Memasuki pintu kedua dapur, dia langsung melihat sepiring buah-buahan yang sudah dipotong.Dia berjalan mendekat dan mengambilnya, ketika dia melihat sosok lain dari sudut matanya.Lihat lebih dekat.Ternyata itu adalah Hamdan.Dapur keluarga Lewis sangat besar, terbagi menjadi tiga rua
Pyar.Terdengar suara yang keras.Gelas itu jatuh ke lantai marmer dan susu serta pecahan kaca berceceran di lantai.Winda sangat terkejut, "Hamdan, kamu ...."Hera menghela napas lega.Liana mengerutkan kening dan saat ini kecurigaan di hatinya telah terbukti.Dia mengangkat kepalanya dan menatap Hamdan dengan mata penuh keterkejutan dan ketidakpercayaan.Apa dia benar-benar mau meracuni Winda?Saat ini, Winda tiba-tiba memeluk perutnya dan perlahan berjongkok."Winda, kamu kenapa?""Bu, perutku sakit ... sakit sekali ...."Saat mengatakan itu, darah mulai mengalir dari area tempat Winda jongkok."Ah!" Hera sangat terkejut, "Darah! Berdarah! Hamdan, cepat bawa Winda ke rumah sakit! Cepat!"Namun, Hamdan terlihat sangat tenang. Dia melihat noda darah yang ada di tanah dan berkata kepada Winda, "Nggak perlu pergi ke rumah sakit.""Apa maksudmu? Ini sudah parah. Bagaimana mungkin kita nggak membawanya ke rumah sakit?"Saat Hera panik, Winda sudah dalam kondisi pingsan.Hamdan membungkuk
Saat keduanya sedang berbicara, teriakan pelayan tiba-tiba terdengar dari atas."Hamdan!" Hera berdiri secara refleks dan bergegas berlari ke atas.Tanpa berpikir panjang, Liana mengikutinya ke lantai dua.Begitu dia sampai di depan pintu kamar Hamdan, dia melihat seorang pelayan tergeletak di lantai.Pintunya terbuka lebar, dan dia melihat ke dalam ruangan dengan ekspresi ngeri.Hera berjalan mendekat dan bertanya, "Apa yang terjadi?"Pelayan itu mungkin ketakutan, karena dia tidak bergerak sama sekali. Dia terpaku dan tidak merespons sama sekali.Hera mengabaikannya dan bergegas masuk ke kamar.Liana masih ada di belakang. Begitu dia sampai di pintu kamar, dia mendengar tangisan sedih Hera dari dalam, "Hamdan, anakku!"Liana mendongak dan melihat jendela di kamar tidur terbuka, dan angin bertiup masuk melalui jendela.Seutas tali digantung, dan Hamdan tergantung lurus di atasnya. Tubuhnya seperti selembar kertas tipis, kakinya menjuntai di udara, bergoyang tertiup angin.Setelah itu,
Hamdan mengulurkan tangan dan perlahan mengambil talinya.Hera dengan gugup segera meraih tangannya, suaranya terdengar bergetar, "Hamdan ...."Dia sangat ketakutan.Suasana hati Hamdan sangat tidak stabil akhir-akhir ini.Dia tidak berani membiarkannya keluar dan bahkan menyuruh seseorang untuk mengawasinya di rumah.Dokter datang ke rumah beberapa kali sehari, bahkan dia mendatangkan dukun untuk melakukan ritual.Namun, dia masih saja tidak bisa menghilangkan keinginannya untuk mati.Hamdan menatap tali itu sejenak, lalu perlahan mengangkat kepalanya, dan menatap Liana.Wajahnya sangat kuyu, hanya dalam beberapa hari, dia menjadi sangat kurus, dan hanya menyisakan kulit dan tulang.Pada saat ini, sudut bibirnya menegang, dan rasa sakit menjalar di matanya.Setelah beberapa saat, dia memuntahkan seteguk darah ........Dokter langsung datang dengan cepat, dan Ferdi bergegas pulang dari perusahaan setelah mendengar berita tersebut.Hera terus menyeka air matanya.Ferdi mengerutkan keni
Saat ini, Ferdi juga mendatanginya.Dia pria dan dia tidak berlutut.Namun, matanya merah dan menatap Liana dengan tulu. "Liana, aku tahu kalau Hamdan menyakitimu lebih dulu, dan kami nggak pantas mengatakan ini lagi. Tapi ...."Dia menggertakkan gigi, "Tapi kami cuma punya satu anak laki-laki. Selama kamu bisa membantunya, kami bersedia memberikan apa pun yang kamu mau."Liana masih menggelengkan kepalanya, "Maaf, saya benar-benar tidak bisa membantu kalian ...."Liana sangat tulus tentang perasaan dan menuntut lebih banyak ketulusan dari orang lain.Hubungan sebelumnya antara dia dan Hamdan selalu menjadi tembok ketidakpuasan yang tinggi.Selain itu, dia berpikir kalau dia bisa memainkan peran penting bagi Hamdan.....Setelah meninggalkan rumah keluarga Lewis, Liana mencoba menghubungi Winda.Namun, nomor telepon Winda tidak pernah aktif.Cuaca tiba-tiba jadi dingin setelah hujan turun.Liana mencari pekerjaan selama seminggu dan mengirimkan lusinan lamaran tetapi belum ada balasan.
Liana tersentak.Candra melanjutkan, "Alasanku nggak meneleponnya adalah karena dia sedang hamil dan nggak boleh tertekan. Aku juga nggak punya pilihan lain, kalau nggak, aku nggak akan merepotkanmu."Meskipun Candra selalu berbohong, tetapi kata-katanya ini benar.Memikirkan kondisi kakaknya, Liana akhirnya bertanya, "Di mana kamu?""Stasiun Kereta Cepat Cimaga. Ingat, bawakan aku sesuatu untuk dimakan." Setelah mengatakan itu, dia segera menutup telepon.Liana merasa sangat ragu, tetapi dia tetap pergi ke toko kue terdekat dan membeli beberapa potong roti. Kemudian, dia naik taksi ke Stasiun Kereta Cepat Cimaga.Dia bahkan lebih terkejut lagi saat dia melihat Candra.Candra memakai pakaian lusuh, tidak bercukur dan tidak terawat.Kalau dia tidak memanggil Liana untuk menghentikannya, Liana tidak akan mengenalinya.Begitu Candra melihatnya, dia langsung bertanya, "Di mana makanannya?"Saat Liana baru mengeluarkan roti, dia langsung mengambilnya. Dia buru-buru membuka kemasannya dan me
Setelah itu, dia dibawa keluar stasiun oleh beberapa orang.Liana menyaksikan semua itu dan merasa ketakutan.Namun, saat ini dia tidak mengkhawatirkan Candra, melainkan mengkhawatirkan kakaknya.Kalau sesuatu terjadi pada Candra, bagaimana dengan kakak?"Nggak peduli itu masalah candra atau pekerjaanmu, aku bisa membantumu. Tetapi, aku cuma punya satu syarat. Tolong bantu aku membujuk Hamdan."Suara Ferdi masih terngiang di telinganya.Liana mengeluarkan kartu nama dari sakunya, ragu-ragu untuk waktu yang lama, lalu mulai menekan nomor itu ........Di malam harinya.Ferdi mengemudi dan membawa Liana ke kasino bawah tanah untuk mencari Candra.4 miliar.Liana melihat Ferdi mencoret-coret angka di cek, dan merasa seolah-olah ada beban berat yang menimpa hatinya.Setelah cek diberikan, mereka masih harus menunggu lebih dari setengah jam sebelum mereka mengeluarkan Candra.Itu benar.Candra dibawa keluar.Dia telah dipukuli hingga babak belur.Pria yang mengikuti Candra keluar melirik Fe
"Bagaimana kamu tahu?" Liana tertegun, "Apa kamu juga di sana?""Ya, kebetulan aku ada di sana. Kenapa kamu pergi ke kasino?""Ceritanya panjang ... tapi aku di sana untuk menjemput orang, bukan berjudi." Liana dengan cepat menjelaskan."Kamu nggak sedang dalam masalah, 'kan? Apa kamu butuh bantuan?""Nggak, masalahnya sudah selesai." Liana juga mengkhawatirkannya, Asisten Hasan, kamu di sana bukan untuk berjudi, bukan?"Hasan adalah orang yang baik, dan gajinya di Perusahaan Lewis tidaklah sedikit. Tetapi jangan sampai kecanduan judi seperti Candra. Bahkan orang baik pun akan hancur kalau dia kecanduan."Bukan, aku di sana untuk membicarakan bisnis.""Oh, baguslah kalau begitu." Liana merasa lega, "Asisten Hasan, kenapa kamu tiba-tiba meneleponku? Apa ada yang salah?""Um ... nggak ada apa-apa. Aku kebetulan melihatmu di sana dan ingin bertanya padamu." Hasan tampak sedikit tergagap saat dia berbicara, seolah-olah ada yang membimbingnya bicara dan tidak lancar seperti biasanya di peru
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,