"Ini ...." Carla memberiku sebuah surat yang membuat keningku mengernyit.
"Apa ini?"
"Ini adalah kontrak perjanjian."
"Apa?"
"Yap! Kau harus menandatangani surat ini dan berjanji untuk tidak menyakiti hati Daisy. Jika ada kegagalan menjelang pernikahan kalian atau ada suatu masalah di dalam pernikahan kalian karena ulahmu, kau harus menanggung akibatnya. Kau harus membayar kami sebanyak satu milyar."
"Apa?" aku tidak berhenti tercengang. "Kau memerasku?"
"Jika kau tidak ingin diperas, kau harus berbuat baik kepada adikku! Aku juga melakukan hal yang sama dengan Evans. Agar kalian tidak macam-macam dengan adik-adikku dan tidak membuat hatinya terluka!" seru Carla penuh penekanan.
"Baiklah!" sepertinya aku tidak perlu banyak berpikir lagi, karena aku tidak berniat untuk menyakiti hati Daisy. Aku langsung men
Namun sayangnya Daisy terjatuh dan bunganya juga tidak berhasil ditangkap."Daisy, kau tidak apa-apa?" Kareen berjalan panik menghampiri adiknya."Aku tidak apa-apa." Daisy menyentuh heelsnya yang patah. Lalu Daisy menatapku dengan wajah cemas.Tak hanya Daisy, tapi semua orang juga menatapku dan Daisy dengan wajah cemas. Kenapa mereka ikut mempercayai kutukan bodoh itu?***"Sudahlah, kenapa kalian semua harus memikirkan kutukan bodoh itu, sih?"Aku berkacak pinggang, memperhatikan keluargaku yang berusaha untuk menenangkan Daisy menangis."Kau ini! Kau betul-betul tidak peduli ya? Bagaimana kalau kutukan dan tahayul itu benar? Karena temanku sendiri pernah ngalami hal itu." Alexa justru marah padaku."Sudahlah, sayang. Kita akan tetap menikah. Kau jangan cemas. Tidak akan ada masalah dengan hubungan kita. Aku kan, tidak punya wanita lain s
Wanita itu tidak menatap Daisy, tapi menatapku. Duniaku runtuh seketika saat bertemu Alice ada di depan mataku."Ini salahku. Aku kembalikan gaun pengantinmu," ujar Alice seolah dia tahu bahwa gaun itu adalah gaun pernikahan aku dan Daisy.“Terima kasih banyak, ya.”“Sama-sama.” Alice tersenyum pada Daisy. Dan aku tahu kalau senyuman itu tidak sungguh-sungguh. “Sampai jumpa lagi,” katanya. Tapi menatap mataku. Kemudian dia berjalan melewati kami.Aku membeku di tempat, tanganku tanpa sengaja terkepal geram. Berani-beraninya dia muncul lagi di hadapanku setelah apa yang telah ia lakukan padaku dan juga keluargaku dulu. Sial!“Drew.” Daisy menyentuhku, membuat aku tertegun kaget.
“Anak ini mirip sekali denganmu."Aku menatap anak berusia dua tahun yang ada di dalam gendongan Alice. Aku tidak merasa kalau anak itu mirip denganku. Dia sangat mirip dengan Alice.Tentu saja, karena anak itu bukan anakku!Alice berlalu dari hadapan kami. Aku duduk sambil memukul meja.“Sial!”“Kenapa Drew?” Daisy terkejut.“Seharusnya kau tidak mengizinkan dia duduk di kursi kita, Daisy!” Aku membentak Daisy. Terlihat dari wajahnya kalau Daisy syok.“Ma-maksudmu?”“Aku tidak suka kau berbicara dengan orang asing! Kau bisa saja mengusir dia dan tidak
“Drew …."Aku menoleh ke arah sumber suara. Daisy sudah berdiri di depan pintu dengan wajah lebih terkejut daripada aku.Aku langsung mendorong Alice sampai ia terjatuh ke lantai.“Daisy, semua ini salah paham.”Daisy keluar dari ruanganku. Aku berusaha mengejar langkahnya.“Tunggu sayang. Kau salah paham.” Aku mencekal lenga Daisy.Wanita itu berbalik badan menamparku.“Brengsek! Harusnya dari awal aku tidak mempercayaimu!”Aku mengusap wajah, sambil melihat Sarah yang tengah memperhatikan kami.&
“Kenapa kau membiarkan Alice masuk ke ruanganku?”“Ma-maaf, Pak!”“Kau kupecat, Sarah!” Aku membalikan meja kerja Sarah sampai semua terjatuh ke lantai.Sarah begitu terkejut dan ketakutan.***Aku melajukan mobilku menuju rumah Daisy. Sesampainya di sana, aku tidak menemukan siapapun. Berhubung Kareen sudah menikah, dan dia sudah tinggal di rumah yang berbeda bersama Evans. Sedangkan Carla, aku pikir dia lagi bekerja.Aku menghubungi Daisy berulang kali, tapi dia tidak menerima panggilanku. Aku mengirimkan puluhan pesan yang tidak pernah dibalasnya.Akhirnya aku menghubungi Kareen.
“Kenapa kau menghubungiku?” Aku kembali bertanya pada Alice.“Um, aku melihat calon istrimu.” Jeda sejenak. “Dia ada di pub.”Aku mengerutkan dahi. Pub? Daisy ada di sebuah Pub? Sejak kapan dia suka ke tempat itu. Aku tahu betul dengan Daisy, dan dia tidak mungkin tengah minum-minum di pub.“Konyol,” kataku.“Yasudah kalau tidak percaya.”Alice langsung memutuskan sambungan. Rehan mengirimiku sebuah pesan.Rehan : Pak, aku menemukan Daisy.Rehan mengirimkan sebuah gambar. Daisy tengah menari di lantai dansa sebuah pub.
“Apa yang kau lakukan di sini?”Daisy langsung mendorongku saat sadar kalau aku ada di dekatnya.“Aku mengkhawatirkanmu, sayang.” Aku kembali mendekat.“Pergi! Pergi dari sini sekarang juga. Aku sudah tidak mau lagi melihatmu!” Daisy berteriak kencang.“Aku mohon. Dengarkan dulu penjelasanku.”“Penjelasan apa lagi? Semua sudah cukup menjelaskan, Drew. Kau ba-ji-ngan!” Daisy memukulku dengan bantal berulang kali.Mendengar suara keributan, Carla tiba-tiba masuk ke dalam kamar. “Hei, ada apa ini?”“Tolong suruh bajingan ini pergi, aku sudah tidak mau lagi meliha
Aku tidak menyerah. Keesokan harinya aku kembali ke rumah Daisy.Tapi Carla menyiramku dengan seember air.“Pergi dari sini dan jangan kembali. Kau bajingan, Drew!” Carla berteriak. Membuat para tetangga keluar untuk menyaksikan keributan yang terjadi di antara kami.“Kasih aku satu kesempatan lagi untuk menjelaskan kepada Daisy.” Aku memohon.“Tidak. Kau tidak akan pernah mendapatkan kesempatan lagi. Hubungan kau dan Daisy sudah berakhir!”“Aku mohon jangan seperti ini, Carla.”“Hei!” Carla berkacak pinggang. “Sekarang, lebih baik kau melunask hutangmu! Membayar ganti rugi atas pernikahan kalian yang gagal.”Aku mengusap wajah frustrasi. “Aku aka
“Aku—““Please sayang, jawab iya. Pleaseee….” Lagi dan lagi, hanya Daisy yang bisa membuat aku memohon seperti ini.Daisy tidak lagi menatapku. Sepertinya dia bingung memberi keputusan.“Aku janji tidak akan melukaimu kembali. Aku janjiii….” Aku terus membujuk Daisy.Daisu menarik napas panjang. “Oke!”“Oke? Apa maksud dari jawaban singkatmu itu.” Aku tak sabaran.“Aku akan menikah denganmu.”Jawabam Daisy membuat hatiku lega. Aku sampai berdiri dan lompat kegirangan. “Hei Drew, kalau kau menyakiti hati adikku lagi. Aku tidak akan segan-segan membunuhmu. Mengerti!” Calra mengancamku.Tapi aku tidak takut, karena aku tidak akan melakukan hal itu lagi. “Tidak akan.”***Selesai bicara mengenai pernikahan yang sudah disetujui oleh semua orang.Kami sekeluarga makan siang di rumah Daisy. Carla sudah menyiapkan makanan enak, berhubung dia sangat jago masak.Aku tidak berhenti membawa tangan Daisy ke bawah meja dan terus menggenggam tangannya.“Drew, lepasin tanganku. Gimana caranya aku bis
Aku keluar dari pintu dan berusah mengejar langkah Daisy. Lantas aku menggenggam tangannya agar kami terlihat romantis di depan semua keluarga.“Nah, ini dia calon pengantin kita sudah tiba,” ujar Ibu bersemangat.Melihat raut wajah mereka semua, sudah pasti kalau Kakaknya Daisy mengizinkan kami untuk menikah.“Hai, semuanya….” Aku menyapa hangat.“Kau habis dari mana?” Carla menatap Daisy. “Rambutmu kelihatan berantakan sekali.”Aku merasakan sentuhan tangan Daisy semakin erat. Mungkin dia gugup. “A-aku—““Tadi kami habis dari salon,” tukasku.Alexa langsung tertawa. Aku memelototi si nenek sihir itu.“Salon mana yang membuat rambutmu berantakan, Daisy?” Kreen melipat tangan di dada.“Ya ampun, memangnya ada yang salah dengan rambut Daisy? Kalian tidak lihat ya. Kalau ini adalah model rambut terbaru. Ini sedang trend!” Aku terus mengalihkan pembicaraan.Daisy mencubit perutku.“Lebih baik kalian duduk dulu,” ucap Ayah.Aku membawa Daisy duduk di sebelahku.“Jadi, setelah pembicaraan
TOK TOK TOK!Ciuman kami terlepas. Alexa sudah berada di sebelah mobilku.Sial!Daisy jadi salah tingkah dan kembali duduk di kursinya sambil mengancing semua kemejanya. Sedangkan aku membuka jendela mobil.“Apa?” Aku memelototi Alexa kesal.“Sabar lah, brody! Kenapa kau lakukan itu sekarang, di mobil. Dasar bodoh!” Alexa memukul kepalaku.“Aduh!” Aku meringis. “Kau kenapa sih?”“Kau yang kenapa? Kau lakukan itu di mobil? Kau harus cari kamar hotel yang mewah. Bukan di mobil, dan di depan rumah Daisy pula. Dasar tolol!” Alexa memukul kepalaku lagi.“Heeeei, kau ini!” Aku ingin sekali membalas Alexa. Tapi, dia sudah menjewer telingaku.“Aduh, aduh! Sakit.” Aku meringis lagi.“Alexa, maaf, aku tidak bermaksud—“ Daisy berusaha menjelaskan. Karena sepertinya, dia merasa tidak enak hati. Atau mungkin, dia merasa menyesal telah melakukan hal itu denganku tadi.“Tidak masalah cantik. Aku suka melihat adikku yang mulai ganas! Dan aku suka, kau membalas permainan ganas adikku juga. Yang menjad
Mobil yang aku kendarai akhirnya sampai di depan rumah Daisy.Selain itu, aku juga melihat ada mobil orangtuaku, dan mobil Alexa yang ikut terparkir di halaman rumah Daisy.Ternyata, mereka lebih cepat dari yang aku duga.Padahal, aku hanya ingin mengirimi pesan singkat di grup keluarga.[Drew : Keluarga-keluargaku yang terhormat dan tersayang. Aku ingin minta bantuan kalian untuk ke rumah Daisy dan membicarakan tentang pernikahan kami kembali dengan kakaknya. Karena, Daisy si keras kepala ini masih menolak menikah denganku. Um, sebenarnya, dia mau. Tapi malu-malu kucing. Jadi, mohon bantuannya. Aku dalam perjalanan]“Kenapa ramai sekali di rumahku?” Daisy menatap bengong rumahnya sendiri.“Yap. Karena ada keluargaku,” jawabku enteng.Daisy mengerutkan dahinya. “Keluargamu? Apa yang keluargamu lakukan di rumahku?”“Berdongeng.” Aku menatap wajah Daisy yang sudah serius. “Tentu saja ingin membicarakan acara pernikahan kita, sayang.”“Atas izin siapa? Kau selalu bersikap sesuai kehendak
“Drew, lepasin aku…. kemana kau akan membawaku pergi!” Aku terus membawa Daisy sampai masuk ke dalam lift. Daisy terus mengoceh tanpa henti, membuatku tidak tahan untuk tidak melumat bibirnya. Untunglah, hanya ada kami berdua saja di dalam lift ini. Daisy meremas kemejaku dan tidak bisa berkata apapun lagi. Ketika pintu lift terbuka, aku segera melepas ciuman dari bibir Daisy. Wajah perempuan itu bersemu merah karena malu. Hal itu membuatku jadi senyum-senyum sendiri melihatnya. Aku kembali menggenggam tangan Daisy dan membawanya keluar dari lift. “Lipstickmu berantakan.” Aku berbisik di telinga Daisy. Membuat wanita itu cepat-cepat menghapus lipsticknya dan memukul pundakku kencang. “Ini semua ulahmu, bajingan!” “Hahahah.” Aku tertawa kencang. “Habisnya, kau cerewet, sih.” Tibalah kami di depan ruangan Tuan Roy, dan aku mengetuk pintu sebelum masuk. “Maaf, aku ada masalah sedikit di bawah. Maaf membuatmu menunggu,” ujarku sunkan pada Tuan Roy. Tuan Roy tersenyum sambil memp
“Aku ….” Daisy menelan ludah. “Yah, kau benar. Aku lagi melamar pekerjaan di sini. Memangnya kenapa?” Kini Daisy balik berteriak padaku. Membuatku heran dan mengingat pasal satu. Jika wanita salah, maka yang marah tetap wanita. Jika wanita bikin kesalahan, wanita akan tetap menganggap lelaki itu salah. Aku berusaha mengontrol emosiku agar tidak mencium bibirnya karena gemas melihat tingkah Daisy. Lalu aku tertawa kencang. “Hahahah, untuk apa kau bekerja Daisy. Kehidupanmu sudah pasti terjamin jika menikah denganku. Kau lupa? Kau ini akan menikah dengan lelaki tertampan dan terkaya.” “Jangan geer!” Daisy menginjak kakiku. Ouch! “Memangnya aku sudah bilang akan menerimamu?” Daisy melangkah pergi. Tapi aku segera menahan lengannya. “Apa maksudmu dengan bilang begitu? Ada kemungkinan kau tidak menerimaku?” “Mungkin.” Daisy mengangkat bahu. “Please jangan begitu, aku betul-betul mencintaimu Daisy. Kalau kita tidak menikah, aku akan menikah dengan siapa?” “Bukankah kau lelaki pal
“Daisy?”Aku menatap wanita di hadapannya sekali lagi. Memperhatikan lekat-lekat dari atas kepala hingga ujung kaki. Dia menggunakan seragam sama persis seperti yang digunakan oleh para pelanar yang duduk di lobby tadi.“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanyaku untuk memastikan.Sepertinya, Daisy juga belum sadar dengan kehadiranku di depannya. Karena dia begitu terkejut.“Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan di sini, Drew?”“Aku meeting dengan klienku. Mereka pemilik perusahaan ini.”“Apa?” Daisy menutup mulutnya dengan tangan. “Jangan bilang kalah kau—“ aku menggaruk alisku sejenak. “Kau melamar pekerjaan di sini?”Daisy diam sambil menundukkan kepalanya. Tanps perlu aku ketahui jawaban yang keluar dari mulut indah Diasy, aku sudah tahu jawabannya pasti “IYA”“Daisy….” Aku berusaha menelaah kata-kataku.“Sebentar, aku harus pergi ke toilet karena sudah tidak tahan untuk buang air kecil.” Daisy pergi menuju toilet wanita.Aku tidak pergi dari tempat ini, dan tetap ingin
"Kasih aku waktu untuk berpikir ulang. Paling tidak satu minggu,” ujar Daisy."Satu Minggu? Kau gila!" Tentu saja aku yang bisa gila nantinya."Lima hari.""Tidak, tiga hari. Aku hanya ingin menunggu waktumu tiga hari. Aku menerima keputusanmu, apapun itu. Tapi dengan syarat, jangan larang aku untuk menemuimu. Dan membuatmu kembali mencintaiku."***Tiga hari?Daisy meminta waktu selama tiga hari lagi untuk berpikir.Itu maksudnya apa? Apakah dia bisa saja menolakku sewaktu-waktu?Ah, aku tidak habis pikir dengan Daisy.Mengapa bisa dia membuatku jadi segila ini!“Permisi, Pak.”Sofie melongokan kepalanya di depan pintu ruangan kantorku.Kalian belum tahu, ya? Kalau aku mengganti sekretarisku lagi.Iya, kakinya jenjang seperti yang lain. kecuali Daisy. Cukup Daisy saja yang berkaki pendek, agar aku tetap bisa mengingat; kalau Daisy adalah sekretaris yang berhasil bikin aku jatuh cinta.Kalian bertanya-tanya dimana sekretarisku yang lama? Sarah? Dia sudah aku pecat karena membuat Alice
"Drew, maafkan aku sudah tidak mempercayaimu." Alexa menghampiriku ketika mereka semua keluar dari rumahku.Aku tidak ingin melihat Alice lagi di hidupku. Untuk itu, aku ingin Rehan membawa mereka jauh-jauh. Dan memberikan mereka sejumlah uang untuk hidup lebih layak. Aku begini, hanya karena kasian dengan Kezie."Sudah aku bilang, seharusnya kau mempercayaiku." Aku menyipitkan mata tajam pada si cerewet yang selalu saja memarahiku."Ibu juga minta maaf, karena menyalahkanmu telah menelantarkan Kezie. Ternyata, dia bukan darah dagingmu." Ibu memelukku, bersama dengan Ayah.Sedangkan Daisy sejak tadi, di sepanjang kejadian hanya diam seribu bahasa. Dia tidak bisa berkata apapun. Mungkin karena merasa bersalah telah menuduhku."Kau tidak minta maaf padaku?"Aku menyindirnya.Dia masih diam."Seharusnya kau minta maaf." Aku sindir kembali."Baiklah." Daisy menghela napas. "Aku minta maaf.""Minta maaf yang tulus, don