Aveline merasa kesal dan frustasi melihat Cassian tertidur dengan tenang, sementara dia sendiri masih sibuk menenangkan hatinya yang panas. Meskipun wajah damai Cassian saat tidur biasanya bisa menenangkan hatinya, kali ini hal itu tidak berlaku.
Pria yang sedang memeluknya dengan erat ini telah merenggut kebebasannya beberapa hari ini. Setelah tangan dan kakinya diikat di villa Rafael waktu itu, dia dibawa pulang dengan paksa oleh Cassian. Lalu dirinya dikurung dalam kamar hingga saat ini.
Aveline tidak dibiarkan keluar bahkan untuk makan di meja makan. Semua kebutuhannya akan disiapkan oleh Bi Mina dan para bodyguard yang berjaga di depan kamarnya atas perintah dari tuan boss mereka. Siapa lagi kalau bukan Cassian.
Kondisi Aveline yang terkurung di dalam kamar dan dibatasi dalam segala hal membuat Ibu Diana, hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sikap posesif putranya. Dia tidak bisa berbuat banyak, terlebih untuk menolong Aveline. Karena pasalnya,
Cassian mengulum bibirnya, berusaha untuk tidak mengumpat sekarang ini. Sungguh Aveline benar-benar menguji kesabarannya akhir-akhir ini. Memancing emosinya hingga ke titik puncak kekesalannya.Cassian menduga kalau sebenarnya, Aveline hanya menjadikan hormon kehamilannya sebagai alasan. Atau, istrinya ini tengah balas dendam padanya atas sikapnya di masa lalu. Mungkin juga karena istrinya ini serius ingin berpisah.Gak.. gak..Cassian menggeleng beberapa kali untuk mengusir pikiran negatifnya. Kalau memang itu tujuan Aveline, dia tidak akan membiarkannya terjadi.Aveline menatap Cassian dengan aneh. Sejak dia mengucapkan kalimat—yah memang agak menyebalkan yang diakuinya sendiri, pada Cassian, tidak ada lagi balasan dari pria itu.Cukup lama dia menunggu, bukannya menyalakan mesin mobil dan mengemudi untuk pulang ke rumah, Cassian justru menggenggam erat kemudi mobil dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Aveline mengira Cassian diam k
“Punya muka juga lo dateng kesini..” Ucap seseorang yang menghadang langkah Cassian dan Aveline.Mereka berdua menoleh dan mendapati Eliana—sepupu Cassian, beserta sepupunya yang lain sedang memandang mereka dengan sinis.Cassian hanya mengangkat alis sebagai respons, sedang Aveline menatap mereka dengan penasaran.Eliana melanjutkan, "sepertinya ada yang lupa kalau dia bukan bagian dari keluarga ini."Cassian menatap mereka dengan datar, tak terpengaruh sedikitpun pada Eliana yang mulai memancing ketenangannya. Akan tetapi, Aveline yang mulai paham situasi yang justru mulai tersulut emosi.“Siapa juga yang nganggep kalian keluarga?” Ujar Aveline tak kalah sinis.Wajah Eliana langsung memerah mendengar jawaban tajam Aveline. Dia tampak terkejut oleh balasan tersebut, namun segera mencoba menyembunyikan rasa malunya di balik senyum meremehkan.“Oh jadi ini perempuan yang lo nikahin, Cass? Yang katany
"I'm going to feel crazy when I realize how much I love you."ArgghhhAveline berteriak heboh sambil memegang kedua pipinya yang memerah. Kakinya menendang-nendang selimut hingga tak berbentuk. Dia tidak bisa berhenti salah tingkah, ketika terus-menerus terbayang malam itu.Bukan Cassian yang menggila, tetapi Aveline. Dia sudah seperti anak remaja yang kasmaran.Bagaimana tidak? Penantian panjangnya terbayar sudah. Tiga kata keramat dari Cassian yang selalu dinantikannya, akhirnya bisa didengarnya. Cassian menyatakan cinta padanya.Aveline merebahkan tubuhnya di atas ranjang, kedua tangannya direntangkan, pandangannya ke langit-langit kamar, dan bibirnya tidak berhenti tersenyum. Hatinya terasa penuh dengan kebahagiaan.“Jadi kangen, deh.”Aveline mengambil ponselnya, bersiap untuk menghubungi Cassian. Suaminya itu berangkat pagi-pagi sekali ke kantor. Katanya ada rapat rutin tahunan yang akan dihadiri ol
Awalnya, Aveline ingin memprotes tuduhan yang diberikan oleh Valen tentang merebut kekasih orang. Nyatanya, dia sama sekali tidak pernah merasa seperti itu.Namun, kata-kata Valen selanjutnya membuat Aveline semakin terkejut dan kehilangan kata-kata. Tuduhan bahwa dia adalah seorang pembunuh begitu terdengar tidak masuk akal.“Ma.. maksud lo apa?” Tanya Aveline. Pikirannya berkelana di malam Nicholas menculiknya. Apa mungkin yang Valen maksud adalah mantan kekasih Cassian?Malam itu mungkin Laura berhasil membuat Aveline tenang dan tidak berpikiran macam-macam tentang kecelakaan itu. Lagipula, Cassian juga tidak pernah menyinggung sedikitpun tentang itu. Sehingga Aveline sedikitpun tidak pernah memikirkannya.“Lo yang udah nabrak kembaran gue, SIALAN..” Teriak Valen dengan wajah memerah marah.Aveline terkejut. Wajahnya berubah pias. Jadi benar kalau yang dimaksud Valen adalah Vivian. Lalu, apa katanya tadi? Kembaran?
"Lo yang nyetir waktu itu, Ave."Tubuh Aveline menegang. Jadi benar dia yang menabrak saudara kembar Valen? Dia seorang pembunuh? Dia juga yang sudah membuat Rama mengalami koma selama hampir dua tahun?Rama yang melihat wajah Aveline yang memucat, merasa kasihan. Dia jadi tidak tega melanjutkan kejahilannya yang sedikit memberikan bumbu penyedap dalam ceritanya.“Tapi kecelakaan itu bukan salah lo, kok.” Ucap Rama akhirnya.“Be.. beneran?”Rama mengangguk meyakinkan. “Kecelakaan itu kayak emang udah ada yang rencanain. Bukan cuma hard brake dari mobil gue, orang yang ngalangin kita tiba-tiba, sampe ada mobil yang nabrak kita dari belakang.“Kecelakaan beruntun?”Rama menggeleng. “Seperti yang gue bilang tadi, ada yang sengaja.”Rama mengenang kecelakaan dua tahun yang lalu itu. “Menurut lo, kalau cuma kecelakaan beruntun gak bakal orang itu meninggal, Ave. Gu
Aveline tercengang di tempatnya berdiri. Perasaan, dia tidak melakukan apa pun. Dia hanya menuruti kode Max, yang menyuruhnya untuk berjalan di depan. Dia mengira kalau Max menyuruhnya untuk masuk sendiri. Ternyata agar wajahnya dapat dikenali oleh face recognition sensor yang ada di pintu ruangan CEO.Langkahnya terhenti sejenak saat pintu yang tadinya terlihat seperti pintu biasa kini terbuka secara otomatis. Aveline tak bisa menyembunyikan keterkejutannya terhadap teknologi keamanan yang begitu canggih di gedung ini. Namun, yang membuatnya agak tersipu adalah system yang mengenalnya sebagai "Mrs. Cassian"? Dia tidak salah dengar, kan?“Silahkan, Nyonya..”Aveline mengangguk dan membuntuti Max yang juga ikut masuk ke dalam ruangan ini. Bodyguard-nya yang lain memilih untuk tetap berada di luar. Max mengarahkannya untuk duduk di sofa sebelum langsung meninggalkan ruangan.“Loh, Max?” panggil Aveline, tetapi Max tidak memb
Cassian memeluk Aveline erat, merasa begitu bersyukur memiliki wanita yang kuat dan penuh pengertian di sisinya. “Kamu istri hebat, sayang. Aku merasa malu sebagai kepala keluarga. Harusnya aku yang berjuang untuk pernikahan kita.” Aveline mengangkat wajahnya dari dada Cassian dan menatap suaminya dengan tulus. "Ini bukan tentang siapa yang harus berjuang lebih keras. Ini tentang kita berdua, sebagai pasangan yang saling mendukung.” Aveline tersenyum dan mengelus pipi Cassian dengan lembut. “Yang penting sekarang adalah kita berdua belajar dari pengalaman ini dan saling memperkuat hubungan kita ke depannya. Aku yakin, kita bisa hadepin semua drama pernikahan sama-sama." Cassian terkekeh dan mengambil telapak tangan Aveline di pipinya. Dibawanya tangan itu untuk dikecupnya. “Itu kamu yang kebanyakan bikin drama.” Aveline memiringkan kepalanya dengan ekspresi lucu. “Kalau gak pake drama, kamu gak bakal tau perasaan kamu ke aku.” Setelah memutar
Aveline menyandarkan dirinya di pundak Cassian sambil matanya memperhatikan pemandangan melalui jendela mobil. Setelah memuaskan rasa penasarannya tentang kecelakaan dua tahun yang lalu, Cassian mengajaknya untuk pulang.Semua yang dikatakan Rama sesuai dengan data yang ada di Fortress. Dimana Cassian sebenarnya sudah mengetahui semuanya. Saat ditanya kenapa tidak menjelaskan semuanya pada Aveline, Cassian mengedikkan bahunya dan bilang kalau Laura adalah alasannya.Aveline sebenarnya geram juga pada tingkah sahabatnya itu. Terlalu bertingkah seenaknya, dan mempengaruhi semua orang agar mengikuti rencananya.Tapi sudahlah. Aveline menganggap itu impas karena juga sudah merepotkan para sahabatnya saat masa labilnya ingin pisah sementara dari Cassian.Mengingat kejadian di villa Rafael saat itu, Aveline jadi teringat Nicholas.Aveline memutar tubuhnya untuk menghadap Cassian. “Kak Ian..” Panggilnya.Cassian yang sedang sibuk dengan