"Pantes aja kamu minggat dari rumah ya! Ternyata kerjamu pagi-pagi keluyuran nggak jelas begini! Kasihan Alvin ketemu sama perempuan kayak kamu. Setelah punya penghasilan dan sukses, kamu tinggalkan dia tanpa perasaan begitu saja seperti sekarang!" bentak ibu tiba-tiba tanpa aku sempat mengelak saat ia menarik paksa sling bag yang kukenakan. Entah apa tujuannya, namun sebelum wanita itu menjauh dan berhasil merampas harta bendaku buru-buru kutarik kembali tas itu dari tangannya. Ibu melotot mendapati tas itu sudah kembali ke tanganku. Perempuan itu mendengkus kesal sembari tersenyum sinis di bibirnya yang dipoles merah menyala, khas penampilan beliau selama ini. "Gara-gara kamu, anakku kehilangan semangat hidup. Gara-gara kamu hidup kami kesulitan! Guna-guna apa sih yang sudah kamu kasih ke Alvin sampai dia bilang nggak bisa hidup tanpa kamu! Dasar perempuan nggak bener! Sekarang juga, kamu urus surat cerai kalian supaya ibu bisa segera menikahkan dia sama Ayu, karena Ayu hanya mau m
"Apa, Mbak? Nggak gratis? Maksudnya aku harus bayar gitu? Maaf deh, kalau harus bayar mending aku ngurus duplikatnya aja daripada ngasih uang ke Mbak. Lagipula kalau Mbak nggak mau ngasih ya jangan paksa aku buru-buru ngurus surat cerai dong, karena aku juga belum ngebet pengen nikah lagi. Aku masih ingin menikmati kesendirian dan masih ingin meraih kesuksesan lagi. Nggak kayak kalian yang udah nggak sabar lagi menikahkan Mas Alvin sama orang kaya karena kalian sekarang sedang kesulitan dan mau nebeng hidup sama mereka, iya, 'kan?""Vira, emang nggak ada sopan-santunnya ya kamu jadi orang. Dibilangin orang tua, membantah terus! Ya, udah kalau kamu nggak mau bayar, Mbak juga nggak akan ngasih. Silahkan aja kamu urus sendiri duplikatnya, biar keluar uang juga kamu buat urusan ke sana!""Nggak masalah, Mbak. Udah kubilang daripada aku ngasih Mbak, mending aku nyumbang ke orang lain!" Kekehku pada keputusan untuk tidak memberikan uang pada Mbak Yuni sebagai ganti buku nikah yang ia bawa.
"Vira...."Sebuah panggilan menyapa indera pendengaran.Suara yang tak asing lagi di telinga. Mas Alvin???Ada apa lagi ia menemuiku? Tak cukupkah seribu kata 'tidak' yang telah kusampaikan lewat balasan pesan WhatsApp yang ia kirimkan kemarin? Apalagi sekarang permohonan gugatan cerai sudah kuajukan ke pengadilan agama. Aku bersumpah tidak akan pernah mencabut gugatan itu karena keputusanku sudah bulat, tak mau lagi kembali padanya!"Vira, kamu sudah bulat memutuskan ini?" Mas Alvin mengacungkan lembaran surat panggilan sidang gugatan cerai yang akan dilaksanakan besok pagi di pengadilan agama setempat.Tadi siang aku juga sudah mendapatkan surat yang sama. Itu sebabnya aku tahu yang diperlihatkan Mas Alvin adalah surat panggilan menghadap sidang besok pagi."Insyaallah, Mas" aku menganggukkan kepala dengan mantap.Kuberi isyarat pada Lina, karyawan tokoku ini untuk mengambil alih pekerjaan agar aku bisa bicara dengan Mas Alvin, soal gugatan yang kuajukan dua minggu lalu ke Pengadil
"Mas Alvin...!"Sebuah suara dari luar cafe terdengar nyaring. Seorang gadis bertubuh mungil tampak berdiri di luar dengan penampilan khas wanita berada. Wajahnya yang cantik dipoles makeup minimalis.Siapa ya? Aku mengerenyitkan kening mencoba mengenali sosok itu tapi tak ingat sebab memang baru kali ini bertemu dengan perempuan itu."Ayu, sini. Masuk dulu. Mas ingin kenalin kamu sama seseorang." Mas Alvin tiba-tiba melambaikan tangannya memanggil gadis itu supaya mendekat. Ayu? Jadi wanita ini yang bernama Ayu? Cantik dan kaya tapi kenapa Mas Alvin mengaku tak mencintainya? Benarkah?"Siapa, Mas?" Gadis itu mendekat lalu menatapku dengan tatapan bertanya-tanya. Matanya yang dihiasi bulu mata tambahan menyapu wajahku dengan nada tak suka."Ini Vira. Mantan istri mas. Barusan kami nggak sengaja ketemu di sini. Makanya mas ngobrol-ngobrol. Vira nanya apa mas besok mau menghadiri sidang atau nggak, tapi biar cepat selesai urusannya, mas memutuskan besok nggak akan hadir, biar urusan pe
Aku keluar dari ruangan sidang dengan hati lega. Tadinya aku pikir ketiga manusia tidak diundang itu akan menerobos masuk dan mengacaukan jalannya sidang, entah dengan maksud apa, tetapi ternyata tidak.Saat aku keluar, ketiga orang itu sudah menunggu di depan pintu, siap menyambutku yang melangkah tenang keluar dari ruangan sidang. "Ada apa kalian ke sini?" aku mendahului bertanya dengan nada tegas.Ya, aku tak suka mereka datang dan mengintimidasiku dengan kehadiran mereka. Bukankah kesepakatannya sudah jelas? Aku akan mengurus sendiri perceraian ini hingga selesai? Lantas untuk apa lagi mereka datang kesini? Apalagi yang mau dicurigai? "Kami cuma mau memastikan kamu benar-benar mengurus surat cerai kalian karena ibu curiga kamu masih cinta sama Alvin dan batal mengurus cerai!" seru ibu dengan mata mendelik dan suara kasar."Batal ngurus cerai? Ibu pikir apa yang akan membuat aku ingin balik lagi sama Mas Alvin? Denger ya, Bu. Di luar sini masih banyak laki-laki berakhlak baik dan
Memasuki dealer, kedatangan kami diterima dengan ramah dan baik oleh mbak-mbak SPG dan bagian marketing show room. Aku pun melihat-lihat dan langsung tertarik pada sebuah mobil jenis city car yang harganya paling masuk ukuran kantongku saat ini. Aku sudah lama menginginkannya dan sudah lama pula mencari tahu spesifikasi mobil ini sehingga tak perlu lagi ragu dan banyak bertanya. Namun demikian para SPG cantik itu tetap menjelaskan tanpa diminta. Aku pun meminta mereka mengurus surat-surat yang diperlukan walaupun aku berencana membeli mobil itu secara cash karena uang yang kumiliki sudah cukup untuk itu. Meskipun awalnya mereka menawarkan membeli dengan sistem kredit tetapi setelah kujelaskan bahwa aku ingin membeli secara tunai saja, maka mereka pun segera menyiapkan surat pesanan dan kuitansi penerimaan tanda jadi. "Kamu yakin mau bayar booking fee sekarang juga, Vir? Yakin pilih mobil ini?" tanya Dina kaget saat tahu aku hendak menyerahkan tanda jadi pembelian mobil saat itu ju
Dini hari setelah melaksanakan kewajiban salat subuh dua rakaat, aku mengambil ponsel dan mengecek pembaharuan pada akun-akun media sosialku.Semalam aku sudah sangat lelah dan mengantuk hingga sebelum pukul sepuluh malam aku sudah terlelap tidur.Kubuka pesan baru pada akun WhatsApp yang jumlahnya puluhan itu lalu membukanya satu persatu. Aku melihat satu pesan yang dikirimkan oleh Mbak Yuni padaku tadi malam.Kubuka pesan itu dengan rasa ingin tahu yang tak bisa dicegah lagi.[Kamu beli mobil baru, duit dari mana?????] tanya Mbak Yuni mengomentari postingan stori whatsapp yang semalam kuunggah. Tak lupa tanda tanya panjang berjajar di belakangnya seolah-olah tak percaya jika aku benar-benar sudah bisa membeli mobil baru.Ingin rasanya aku tertawa membaca pesan itu tapi takut mengganggu Dina yang masih serius berdoa di atas sajadah. Jadi kutahan sebisa mungkin walaupun bahuku berguncang karenanya.[Bukan aku, Mbak. Tapi Dina yang beli mobil baru,] balasku pada Mbak Yuni. Sengaja aku
"Oh ya, kata Dina kamu lagi pesan mobil baru? Benar?" Bu Sumi bertanya lagi yang spontan kujawab dengan anggukan."Benar, Bu. Alhamdulillah tabungan saya sudah cukup. Makanya karena butuh juga untuk transportasi kalau harus pulang malam supaya lebih aman, jadi saya belikan saja mobil baru. Nanti Dina juga bisa gantian pakai, Bu. 'Kan lebih aman kalau pake mobil," sahutku lagi."Hmm, apa nggak terlalu cepat kamu beli barang-barang, Vir? Surat cerai kamu 'kan belum keluar, ibu khawatir terjadi masalah nanti dengan keluarga mertua kamu? Nggak papa?" ujar Bu Sumi kembali dengan nada khawatir, seolah aku telah benar-benar beliau anggap anak kandung sendiri hingga sekecil apapun hal yang menimpaku, beliau merasa ikut susah melihatnya."Semoga nggak, Bu. Toh, mobilnya juga baru dipesan dan insyaallah sebentar lagi surat cerai saya dan Mas Alvin keluar jadi saya kira nggak akan ada masalah lagi nanti.""Ya, semogalah begitu." Bu Sumi tersenyum lalu kembali meneruskan aktivitasnya. Dibantu ol
Dina mendelik kaku dan membulatkan bola matanya saat melihat kertas undangan berwarna krem yang barusan diberikan oleh Bu Hadi ke padanya.Perempuan itu seolah tak percaya hingga memandang Bu Hadi dengan tatapan tak mengerti dan sebentar sebentar berubah ubah ekspresi wajahnya."Tante nggak bohong ini? Akhirnya Tante setuju juga Anita menikah dengan Alvin? Apa Tante nggak salah? Tante sudah pikirkan masak masak semua ini, Tan?" tanya Dina pada Bu Hadi dengan nada sangsi yang datang mengunjunginya siang itu demi mengabarkan berita bahagia Anita dan Alvin pada gadis itu.Bu Hadi mengulum senyum lalu menganggukkan kepalanya."Ya, Tante berusaha untuk percaya aja, Din. Anita bilang masa lalu seseorang itu tidak akan bisa dirubah, tapi masa depan semua orang berhak merubahnya. Jadi Tante merasa Tante harus memberikan kesempatan pada Alvin untuk berubah dan membuktikan semuanya itu, Din.""Bukan Tante tidak berpikir panjang lagi, tapi justru karena Tante berpikir panjang lah makanya Tante d
[Sudah ada pengganti Mas? Maksudnya?] tanya Anita dari seberang lagi.[Hmm ... iya. Mas dengar begitu. Tapi kamu yang paling tahu bukan? Kalau memang iya, ya nggak apa apa juga, Nit. Mas ikhlas kok. Mungkin kita nggak jodoh. Mas sadar Mas ini siapa, kamu siapa. Kita beda jauh, Nit. Nggak mungkin bisa bersatu ... .] tulis Alvin merendah.Di seberang sana terlihat Anita dengan cepat mengetik balasan.[Kok Mas ngomongnya gitu? Apa Mas juga sudah ada yang lain? Dengar Mas ... aku juga bukan siapa siapa lagi sekarang ini. Mama dan Papa sudah jatuh. Sementara karir kamu di dunia maya sekarang justru sedang bersinar terang. Jadi mungkin sebaliknya. Aku yang nggak pantas mungkin bersanding sama kamu, Mas.] balas Anita lagi.[Nggak pantas bersanding sama Mas gimana? Siapa bilang? Bukan kamu yang nggak pantas buat Mas, tapi Mas yang nggak pantas buat kamu, Nit. Dan Mas harus tahu itu. Jujur saja andai Mas diberi kesempatan, ingin sekali Mas melamar kamu. Tapi Mama dan Papa kamu juga kakak kamu
[Halo? Hadi?] sapa Wibisana tanpa embel embel Pak atau Mas lagi seperti yang selama ini tak pernah lupa lelaki itu sematkan sebagai panggilan pada rekan bisnisnya itu.Meski tak enak mendengar panggilan itu, tapi Pak Hadi menjawab juga salam dari rekannya tersebut dengan nada biasa. Rekan yang seharian ini sudah coba di hubungi tapi tak bisa sebab tiba tiba semua panggilan dan pesan WhatsApp yang dia kirimkan tak dibalas oleh laki laki itu.[Ya, Bi. Ada apa?] tanya Pak Hadi dengan menekan perasaan tak enak sekuat mungkin saat Wibisana memanggilnya seperti itu.[Gini, Hadi ... masalah perjodohan anak anak kita dan lamaran Rio kemarin itu, kami sekeluarga mohon maaf ya. Kami berniat membatalkannya, karena barusan Rio bilang dia tak jadi melamar Anita sebab dia sudah ada calon yang baru yang suka sama suka dengan dia. Tidak seperti Anita yang kemarin sempat menolak tegas bukan? Jadi fix ya, Di. Lamaran keluarga kami ke putri kamu, kami batalkan sekarang juga.] Ucap Wibisana tanpa ingin m
"Gimana, Pa? Bisa dihubungi Wibi sama Henti?" tanya Bu Hadi pada suaminya. Pak Hadi Widjaya menggelengkan kepalanya lalu mendesah lirih."Nggak bisa, Ma. Padahal wa-nya aktif dari tadi tapi telepon Papa kok nggak diangkat ya? Pesan Papa juga nggak dibalas. Kenapa ya?" sahut Pak Hadi dengan wajah ditekuk gundah."Nggak tahu, Pa. Jadi gimana lagi ini, Pa? Apa kita minta bantuan Vira dan Dina aja? Nggak mungkin mereka nggak bantu kan di saat kita sedang kemalangan begini?" jawab Bu Hadi.Pak Hadi menghembuskan nafasnya."Mereka kan sudah dua kali bantu keuangan kita, Ma. Masak sih kita mau minta bantuan lagi? Pinjaman kita yang kemarin saja belum bisa kita bayar. Masa sudah mau pinjam lagi. Walau pun pasti diberi, tapi Papa rasanya kok nggak enak dan nggak tega ya, Ma, memberatkan kolega bisnis kita terus.""Ini juga Papa berani minjam ke Wibi karena dia kan calon besan kita. Tapi sejak tahu pabrik kita terbakar, Wibi seperti menghindar. Kenapa ya? Apa ... Wibi sudah nggak mau lagi besa
Malam itu di kediaman pak Hadi Widjaya, tampak Rudy, dan kedua orang tuanya tengah makan bersama di meja makan. Sementara Anita tak ikut bergabung sebab masih harus menjalani shif malam sebagai seorang dokter jaga.Di sela sela makan malam, Pak Hadi membuka suaranya."Dy, gimana? Kemarin jadi kamu menemui Alvin dan menyampaikan amanat papa dan mama sama dia?" tanya Pak Hadi pada putranya.Rudy menganggukkan kepalanya lalu menjawab."Jadi dong, Pa. Rudy ancam kalau dia berani dekati Anita lagi, Rudy mau bikin perhitungan sama dia. Kayaknya Alvin ketakutan dan sepertinya nggak berani lagi dekatin Anita 'kan, Pa? Ma? Nggak ada lagi kan laki laki itu dekat dekat Nita lagi?" tanya Rudy balik.Pak Hadi mengedikkan bahunya."Nggak tahu juga, Dy. Tapi semoga ajalah laki laki itu sadar kalau dia nggak pantas buat adik kamu," jawab Pak Hadi singkat."Iya! Apa kata orang orang nanti kalau kita punya besan keluarga aneh seperti mereka? Mau ditaruh di mana muka kita besanan dengan keluarga nggak j
"Nita, kenapa kamu ninggalin Om Wibi, Tante Henti dan Rio tadi? Apa kamu nggak suka mereka datang melamar kamu, Sayang?""Nit, Rio itu lelaki yang baik. Di usia muda dia sudah sukses menjalankan perusahaan orang tuanya. Dia lulusan universitas ternama di luar negeri. Tampan, cerdas, kaya. Apalagi yang kamu cari, Nit? Rio itu sudah paket lengkap. Nggak ada lagi tandingannya. Nyesel kamu nanti kalau nolak cowok sesempurna dia, Nit," ucap Bu Hadi pada putrinya saat tamu mereka sudah pulang.Anita yang tengah duduk di pinggiran tempat tidur tak bersuara. Hanya menundukkan wajahnya tanpa ingin menatap wajah sang mama."Pokoknya kali ini kamu harus dengar omongan mama ya, Nit, kamu harus mau menerima kehadiran Rio menjadi suami kamu ya. Kalau enggak ... mama akan sangat kecewa sama kamu, Nit. Mama nggak tahu lagi gimana caranya membuat kamu mau menikah karena semua pilihan mama dan papa sudah kamu tolak semuanya. Mama nggak ngerti lagi kriteria seperti apa yang kamu inginkan untuk menjadi s
Pria itu seolah hendak menelanjanginya tanpa ampun. Tatapan yang membuat dia dari dulu merasa ilfil dan tak suka pada pria itu.Selama ini beberapa kali dia telah bertemu Rio. Tapi dia tak cukup menyukai pria itu sebab menurut nya pria itu bukanlah pria yang baik. Dia terlihat begitu liar saat melihat seorang perempuan. Dan itu membuat Anita merasa tak menyukai Rio."Ma ... maksud Om?" Anita membuka tanya dengan nada terkejut yang sangat. Seolah tak percaya kalau kedatangan Om Wibi dan Tante Henti serta putranya ke rumahnya ini adalah demi untuk melamar dirinya menjadi istri Rio.Melihat itu, Bu Hadi pun buru buru membuka suaranya."Begini, Nita. Om Wibi dan Tante Henti ini datang ke sini hendak melamar kamu untuk menjadi istrinya Rio, menjadi menantu di keluarga mereka. Kamu bersedia kan, Sayang? Rio ini sekarang sudah jadi pengusaha besar lho. Cocok dong sama kamu yang seorang dokter terkenal.""Jadi kamu jangan menolak ya, Sayang. Percayalah, Rio ini pasti bisa jadi suami yang baik
"Vin, kamu kenapa? Kok wajah kamu murung gitu?" tanya Yuni saat Alvin baru saja pulang.Dilihatnya adiknya itu berjalan gontai menuju sofa hingga membuat keningnya berkerut."Ada apa, Vin? Ada masalah ya?" tanya perempuan itu dengan nada penasaran pada adiknya itu.Alvin menghembuskan nafasnya dengan gundah."Iya, Mbak ... tapi sudahlah. Mungkin sudah nasib Alvin begini. Tadi kakaknya Anita datang menemui Alvin dan minta supaya hubungan kami nggak usah dilanjutkan dan diputuskan saja karena mereka nggak mau Alvin menikah sama Anita. Katanya kita nggak sepadan. Alvin laki laki nggak jelas. Datang dari keluarga nggak jelas juga. Nggak sepadan dengan keluarga mereka yang terhormat.""Hmm ... ya sudahlah. Alvin sudah berusaha selama ini supaya bisa mensejajarkan diri dengan dia, tapi ternyata semua itu nggak cukup juga Mbak, jadi ... mungkin Alvin harus mengubur semua ini rapat rapat. Alvin harus bisa segera melupakan Anita dan mimpi mimpi kami," tutur laki laki itu dengan nada sendu.Men
"Maksud Mas Rudy?" Alvin tergagap.Mendengar Alvin menyebut namanya, Rudy tersenyum lebar.Hmm ... jadi rupanya Alvin masih ingat kalau dia adalah kakak kandung Anita? Syukurlah kalau begitu! Batinnya."Gini ya, Vin. To the point aja kita ... Nggak usah kamu dekati Anita lagi! Karena saya sebagai kakak kandungnya, nggak sudi punya calon adik ipar seperti kamu!" Hardik Rudy untuk kedua kalinya dengan suara keras dan nada tak bersahabat. "Tapi Mas ... Saya dan Anita saling mencintai, Mas. Kenapa kami tak boleh bersama? Kalau masalah materi, mungkin saya belum bisa memberikan yang cukup buat dia, seperti yang Om dan Tante inginkan. Tapi saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan Anita, Mas. Saya janji akan kerja lebih keras lagi supaya bisa lebih sukses dari sekarang, Mas. Tolong ... beri saya kesempatan sekali lagi, Mas. Please .....!" Alvin memohon dengan sungguh sungguh.Namun, Rudy menggelengkan kepalanya."Tidak! Sebagai kakak kandung Anita, saya nggak bisa memberi kamu