Sofia di kurung di jeruji besi namun berbeda ruangan dengan suaminya. Malam ini, Sofia merenungkan perbuatan yang telah ia lakukan. Rasa dendam kesumat itu belum juga tersampaikan dengan hati legowo. Ia masih belum ikhlas bila Tuan Harizon belum menderita. Beberapa orang yang ada di ruangan yang sama kesemuanya wanita, ereka memandang Sofia dengan tatapan bringas dan mendominasi. Seakan kehadiran Sofia akan mengancam kenyamanan mereka di sel tahanan tersebut. Hingga salah satu dari mereka mulai mendekati Sofia. Dia bernama Andini, wanita paruh baya dengan gelagat bar-bar. Andini juga memiliki gelar sebagai bos diantara mereka. “Hei... Lo ngelakuin apa sampai masuk ke dalam sini?” tanya Andini pada Sofia. Seakan matanya ingin mengintrogasi Sofia.“Ini bukan urusan anda!” Sofia membentak Andini hingga membuat rekan-rekannya melotot. HA!HA!Andini tertawa sekilas seakan ia tidak mempercayai apa yang tengah terjadi barusan. Baginya, baru kali ini ada tahanan lain yang berani membentakn
“Mas, kok kamu belum lamar-lamar aku sih?” tanya Syahnaz kepada Nico di teras rumah Nico.Nico yang lagi meminum teh hijau langsung diambil cangkirnya oleh Syahnaz dan melemparkan cangkir itu menjauh dari jangkauan Nico. Seketika suasana menjadi panas diantara mereka. Memang, akhir-akhir ini Syahnaz melihat Nico yang sedikit terlihat ada perubahan pada dirinya. Entah apa yang membuat Syahnaz menuntut Nico untuk segera memberikan kepastian.“Kamu santailah sedikit” ujar Nico.“Aku tidak mau leha-leha saja dan aku butuh kepastian dari kamu!” seru Syahnaz sedih. Hatinya merasa ada penyesalan karena telah meninggalkan Bram demi Nico.“Aku ingin mantan suami kamu menikah dengan wanita lain terlebih dahulu, setelah itu baru aku akan menikahi kamu” ujar Nico.Syahnaz berpikiran bahwa perkataan Nico ada benarnya juga. Lalu Syahnaz pun mengangguk dan bertanya, “Apa kita akan diam saja? Bagaimana kalau mas Bram nikahnya lama?” Nico tertawa padahal tidak ada yang lucu sedangkan Syahnaz menatap N
Vino sedang bermain bola di halaman rumahnya tanpa teman. Meskipun sendirian, Vino terlihat menikmatinya. Apalagi saat setiap kali menendang bola dan masuk ke gawang. Bram yang tengah sibuk mengedit sebuah video di teras rumah, hanya bisa memantau putranya dari jarak jauh. Bram yang mempunyai keahlian dalam perkantoran itu kini mulai mempelajari hal baru yakni merintis menjadi Konten kreator. Bram memilih konten yang sekiranya bermanfaat bagi dirinya maupun pada orang lain seperti misalnya memperlihatkan adventure ke beberapa sawah dengan berjuta keindahan.“Nah... Akhirnya selesai juga ngeditnya” Bram terlihat begitu senang karena ini adalah video pertamanya untuk upload ke YouTube. Walaupun ia mencoba dari nol, ia tetap optimis bakalan ada orang yang tertarik dengan video tersebut.Kembali lagi pada Vino, ia berhenti bermain bola dan melongo ke arah pintu pagar. Terlihat, ada Syahnaz yang tengah berdiri di luar pintu pagar sambil tersenyum kearah Vino. Lalu, Vino memanggilnya mama. B
Wilona mengendarai mobil dan berbelok-belok. Untungnya setiap gang yang Wilona lewati berhasil muat di mobilku ini. Mobil yang mengikuti aku dari belakang juga kehilangan jejakku. Entah apa yang akan terjadi bila mereka dapat mengejar Wilona Namun, Wilona merasa tempat ini sangat asing dan belum pernah Wilona memasukinya. Wilona melihat beberapa anak kecil laki-laki sedang bermain sepak bola di halaman rumahnya. Wilona mencoba untuk meminta bantuannya untuk menanyakan dimana ada yang berjualan bensin? Wilona melihat mobilnya ini hampir ke habisan bensin.“Hail, Nak. Boleh Tante nanya?” tanya Wilona pada mereka.“Boleh, Kak. Mau nanya apa?” salah satu dari mereka menyahut dan memanggil Wilona dengan sebutan kak. “Di sekitar sini ada yang menjual bensin?” tanya Wilona padanya.“Itu si Pak Selamat yang jualan bensin” salah satu diantara mereka pun menyahut.“Apa ada yang mau nunjukin kakak dimana dia berjualan?” tanya Wilona lagi.“Boleh, Kak. Woi... Dido, Andi dan Raka, Kuy anterin aku
Akhir-akhir ini Wilona memang terlalu menyibukkan diri. Hingga kondisi kesehatan Wilona semakin menurun. Wilona juga telah membeli obat seadanya saja di apotik tertentu dan berharap Wilona akan cepat sembuh. Wilona yang duduk di teras rumah sambil membaca surat kabar, kini melirik notifikasi di ponselnya. Wilona melihat, Reyhan memberikan Wilona pesan sebanyak lima pesan yang belum Wilona buka semuanya.Wilona mulai membuka pesan tersebut dan seketika saja wajahku seperti merona. Bibirku tak henti tersenyum lebar. Reyhan, dia mengajak Wilona jalan-jalan ke pasar malam. Momen yang jarang kami lakukan dan termasuk hal ingin sekali aku rasakan. Wilona yang bahagia ini tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Wilona membalasnya dengan mengatakan bahwa Wilona mengiyakan ajakannya. Wilona hendak bangun dan meminum air putih di dapur namun saat bangun kepala Wilona mendadak pusing hingga Wilona harus berjongkok agar rasa sakit di kepala Wilona cepat hilang. Wilona tidak tahu mengapa akhir-akhi
Hari ini merupakan hari yang sangat spesial. Dimana, Anisa sebentar lagi akan resmi menjadi istri sah Bram. Ditambah lagi, Dira sebagai orang tua Anisa, sudah merestui hubungan mereka. Nanti malam adalah malam pertama yang akan menjadi saksi atas kehormatan Anisa yang bisa mempertahankan dirinya dari pergaulan bebas. Mas Bram akan sangat beruntung bila mendapatkan Anisa yang masih perawan itu.Acara pernikahan dilangsungkan selama sehari dan kini tibalah saatnya Bram beraksi. Untuk malam ini, Vino dititipkan dulu kepada Dira karena Bram dan Anisa akan fokus berduaan didalam kamar tidur pengantin. Vino yang masih canggung dengan Dira, memilih untuk diam saja. Berbeda halnya dengan Dira, ia dapat merasakan kehadiran cucu yang sudah anak-anak. “Vino, kamu mau jajan?” tanya Dira yang sedang membawa kue bolu.“Tidak, Vino sudah kenyang” ujar Vino.“Vino, mulai sekarang kamu panggil aku nenek ya” ujar Dira.Vino yang belum pernah merasakan sosok nenek merasa sedikit kebingungan. Dira memper
Nico menangis memandangi pemakaman kecil yang akan menjadi tempat tinggal Rafatar untuk selamanya. Nico tidak dapat berpikir apapun selain kesakitan hati yang tidak ingin ditinggalkan. Proses pemakaman pun diiringi tangisan. Bukan hanya Nico, para orang tua khususnya ibu-ibu yang turut merasakan kesedihan.Beberapa rekan Nico juga hadir dan menyemangati Nico. Nico yang telah seorang diri itu tidak menginginkan perkataan semangat dari orang lain. Dia hanya ingin Rafatar kembali meskipun tidak akan pernah terwujud. Setelah pemakaian telah selesai, para melayat jenazah pada berpergian meninggalkan pemakan. Terkecuali Nico yang masih memeluk makan Rafatar.“Rafatar, anakku... Jangan tinggalkan Papa sendiri disini hiks” pinta Nico.Hujan pun mulai deras hingga membasahi tubuh Nico. Nico tidak ingin meninggalkan putranya hingga waktu sore telah berganti dengan malam. Hujan yang deras kini telah kembali mereda, seakan kasihan melihat Nico. Nayla datang dengan berpakaian serba hitam dengan men
Wilona berteriak memang Nayla yang telah meninggal beberapa jam lalu. Ya, Wilona telah pingsan beberapa jam lamanya. Reyhan yang menjaga Wilona langsung menenangkan dirinya. Saat Wilona sudah mulai tenang, Wilona menitikkan air matanya. Wilona sangat kasihan dengan kisah hidup Sofia dan juga Nayla. Bibir Wilona bergetar saat melihat Reyhan disampingnya.Bagaimana mungkin Wilona membenci Tuan Harizon sedangkan Wilona sangat mencintai Reyhan? Keputusan yang teramat sulit untuk di pilih. Reyhan hanya diam melihat Wilona yang terlihat seperti orang kebingungan. Ya, dia memang benar. Wilona memang kehilangan arah untuk melangkahkan kaki ini. “Wilona, ayo minum dulu” Reyhan memberikan Wilona air minum. Wilona masih menangis dan tidak menghiraukan apapun yang Reyhan katakan.“Reyhan...” Wilona memanggilnya dengan harapan Wilona ingin menceritakan mimpi yang baru saja aku alami. Reyhan terlihat berpikir keras dan seakan-akan ia, ingin membaca isi hati Wilona yang belum tentu ia mengerti.“Wil
Rahandi membelokkan mobilnya ke arah kiri sementara Reyhan tetap mengikutinya. Hingga mobil Rahandi berhenti ketika suasana di sekeliling dipastikan sepi dari pemukiman. Terlihat sisi kiri ada banyak hutan dan didepannya ada lapangan kosong. Seakan Rahandi telah mempersiapkan sesuatu hal buruk pada Reyhan.Rahandi maupun Viona turun dari mobil dan secara terang-terangan memperlihatkan wajah mereka. Seakan mereka menantang Reyhan. Tanpa basa-basi, Rahandi pun memanggil Reyhan dengan suara angkuh.“Saya tau kau telah mengikuti saya sedari tadi. Kau... Putra pewaris dari kakakku Tuan Harizon!” seru Rahandi.“Cepat kau maju dan tunjukkan wajah kau!” tantang Rahandi pada Reyhan.Tidak berselang lama, Reyhan keluar dari persembunyiannya. Rahandi maupun Viona tersenyum sinis seakan mereka sedang meremehkan kehadiran Reyhan.“Rupanya kau cukup pemberani wahai keponakanku” ujar Rahandi.“Hai, apa kamu masih menganggap aku kakakmu? Upz... Aku memang kakak sepupu kamu karena Papa kamu dan Papa a
Reyhan sebelumnya sedang berdiri di pintu dapur. Melihat Viona begitu pucat, Reyhan pun menanyakan hal itu. Viona tertawa canggung karena dirinya tidak mungkin berkata hal yang sebenarnya. Dengan berbohong, Viona pun mengatakan bahwa salah satu temannya sedang masuk di rumah sakit. Reyhan melihat bola mata maupun bibir yang diucapkan oleh kakaknya terlihat bertolak belakang. Namun, Reyhan mengiyakan saja.Dengan cepat, Viona pun bergegas pergi. Sementara itu, tanpa Viona sadari Reyhan juga diam-diam mengikutinya. Selama diperjalanan, Viona mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sehingga membuat Reyhan sedikit kewalahan untuk mengejar kakaknya tersebut. Dengan rasa penasaran yang sangat tinggi, Reyhan tidak ingin melepaskan Syahnaz yang sedang terburu-buru itu. Reyhan merasa hilangnya Wilona dan Reyna ada hubungannya dengan Syahnaz.Di lain sisi, Wulan mengantar Wilona ke rumah Reyhan. Sampai di sana, tidak ada Reyhan namun ada beberapa teman-teman Reyhan yang belum pulang dari sana
Ketika dokter mengatakan bahwa Reyna hanya mengalami syok ringan, membuat Wulan merasa lebih tenang. Dirinya tidak habis pikir jika Reyna tidak bisa diselamatkan, Wulan pasti benar-benar tidak apa bisa memaafkan dirinya sendiri. Sementara itu, Wilona masuk ke dalam ruangan UGD. Wilona hanya ingin melihat anak itu secara langsung dengan waktu yang lebih lama. “Kenapa aku seperti tidak asing melihat anak ini?” gumam Wilona dalam hati.Wilona meraih tangan Reyna dengan lembut seakan mereka memiliki ikatan batin. Seketika saja Wilona merasa pusing di kepalanya dan terlihat bayangan-bayangan tidak jelas kini muncul begitu saja. Di lain sisi, Wulan masih duduk di luar dengan maksud untuk menenangkan dirinya. Viona melintas dan mereka tidak sengaja saling berpapasan satu sama lain. Wulan yang melihat Viona, seketika dendamnya muncul. Dia berdiri lalu langsung menjambak rambut Viona dengan beringas hingga Viona meringis kesakitan. Andai saja Wulan tahu bahwa wanita yang saat ini dia lawan b
Anisa segera dibawa ke ruang operasi karena kini akan segera melahirkan. Bram dalam pikiran kacau, antara marah ataupun haru semuanya menjadi satu dalam hari yang sama. Reyna diam namun dalam hatinya mendoakan Anisa dan bayi yang dikandung Anisa dapat terselamatkan. Dokter yang telah memeriksanya meminta keputusan kepada bram selaku suami dari Anisa.“Kondisi istri anda sangat lemah dan kami takut air ketubannya kering jika terlalu lama tidak ditindaklanjuti. Apakah anda mengizinkan kamu untuk melakukan tindakan operasi pada pasien?” tanya dokter pada Bram.“Apapun itu dok, asalkan anak saya baik-baik saja” ujar Bram dengan tegas.Bram tidak memikirkan Anisa dan seketika itu juga cintanya telah kandas begitu saja. Viona telah berhasil membuat gram berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Viona hanya bisa tersenyum ketika melihat situasi yang sangat indah menurut dirinya. Viona meminta izin untuk keluar dari ruangan kepada Bram sementara Reyna mencoba mengikuti kemana pe
Sebelum Reyhan berangkat bekerja, Viona sudah menyiapkan susu dan roti tawar di meja. Sembari menunggu Reyhan datang, Viona mencoba mengatur senyumannya semanis mungkin. Viona masih berpura-pura menjadi Syahnaz dan ia berniat untuk menghabisi nyawa Reyhan.Setelah menunggu beberapa menit, Reyhan pun lewat dan Viona menyapanya. Matanya terlihat berniar seakan hari ini merupakan hari yang ia tunggu-tunggu sejauh hari.“Reyhan, ayo saran pagi” ajak Viona.“Maaf kak, aku lagi buru-buru” ujar Reyhan yang berjalan ke depan. Viona yang tidak terima lantas berdiri dan mengejar adiknya itu.“Tunggu... !” teriak Viona.Reyhan memberhentikan langkahnya karena Viona kini berada di depan dirinya. Reyhan mengernyitkan dahi seakan memikirkan tingkah laku kakaknya.“Ayo dong kita sarapan pagi!” ajak Viona yang kini terlihat memaksa dan menarik tangan Reyhan agar duduk di kursi.Viona menaruh susu tersebut di samping Reyhan agar Reyhan meminumnya. Dengan santai Reyhan meraih susu itu dan memberikannya
Wulan dan Wilona telah sampai di rumah Wulan. Wulan mempersilahkan Wilona untuk masuk ke dalam rumahnya dan mengajaknya untuk duduk terlebih dahulu di ruang tamu. “Bu Wilona mau minum apa?” tanya Wulan terlebih dahulu kepada Wilona.“Aku minta air putih saja” ujar Wilona yang masih kebingungan.“Baik, Bu. Aku ke dapur dulu” ujar Wulan.Setelah Wilona sendirian di ruang tamu, dia hanya bisa menatap beberapa foto yang terpanjang di tembok. Terlihat, foto seorang wanita sedang menggendong seorang bayi mungil yang lucu dan imut. Wilona dapat mengenali wajah wanita itu yang kini sedang bersamanya. Ya, foto itu adalah Wulan. Namun, Wilona kembali teringat ketika Wulan mengatakan bahwa dirinya tinggal seorang diri. Lantas, Siapa dan dimana anak itu? Wilona nampaknya mulai bertanya-tanya tentang hal itu. Bukan tanpa alasan, Wilona seakan melihat wajah si bayi seperti tidak asing dimatanya. Tidak lama kemudian, Wulan kembali dengan membawa hidangan. Dia memberikan Wilona air putih dan bebera
“Lepaskan aku!” teriak seorang Wanita yang diikat kedua tangannya. Wanita itu tidak lain adalah Syahnaz yang asli.“Inilah akibatnya kalau kamu melanggar perintah!” paman Rahandi berdiri tepat di wajah Syahnaz.Syahnaz menggelengkan kepalanya dan menangis. Ia menasihati papanya agar segera menyerahkan diri ke kantor polisi. Alih-alih Rahandi mau mendengarkan nasihatnya putrinya, yang ada malah menamparnya dengan keras.“Anak tidak berguna!” seru Rahandi.“Tapi untungnya kamu memiliki kembaran yang bisa Papa andalkan” ujarnya.“Pa, mengapa Papa seperti ini? Dulu, aku menjadi jahat itu juga karena didikan Papa. Sekarang aku sadar... Aku telah berbuat dosa dan aku menyesali semua perbuatanku” ujar Syahnaz.“Dulu Papa memuji kelicikanmu. Sekarang kamu telah menjadi wanita lemah... Papa berharap Viona akan menggantikan posisimu yang dulu” ujar paman Rahandi sembari berlalu.Di tempat yang berbeda, Viona yang kini menyamar sebagai Syahnaz tengah asyik bermain ponsel hingga ia tidak sadar ba
Hari sudah gelap dan kini Reyhan sudah berada didepan rumah. Sementara Syahnaz menghampirinya dengan tersenyum lebar. Setelah Reyhan sudah dekat dengan dirinya, Syahnaz pun menyapa.“Habis darimana kamu?” tanyanya santai.Reyhan tidak menggubris dan memilih masuk kedalam rumah. Terlihat, Syahnaz mengernyitkan dahinya ketika dirinya diacuhkan oleh Reyhan. Lalu dia menutup kembali pintu tersebut dan menuju ke dalam kamar tidur. Reyhan merebahkan tubuhnya ke kasur. Wajahnya lesu dan matanya menatap atap langit. Tak terasa butiran air mata jatuh membasahi pipinya. Reyhan yang hampir tidak pernah menangis kini berhasil mengeluarkan air matanya.Dia menatap foto pengantin yang terlihat begitu mesra. Reyhan ingat ketika itu ia begitu bahagia bersama diriku di hari istimewa mereka. Namun kini, semuanya pudar. “Wilona, dimana kamu berada? Maafkan aku bila aku tidak sempat menolongmu waktu itu. Wilona sungguh tidak becus menjadi seorang suami hiks” gumam Reyhan.Malam ini, Reyhan tidak bisa ter
Sudah satu bulan lamanya Wilona tinggal bersama ibu Tuti dan Adi. Selama satu bulan itu juga aku tidak kunjung mengingat ingatan Wilona kembali. Hingga ibu Tuti berkata secara terang-terangan kepada Wilona, beliau ikhlas bila menganggap Wilona sebagai anaknya. Hal itu berarti, Wilona harus mengikhlaskan masa lalu yang tidak Wilona ingat dan kembali membuka lembaran baru. Antara senang dan sedih kini bercampur aduk dihati Wilona. Senang karena ibu Tuti begitu baik padaku dan sedih karena Wilona meninggalkan keluarga kandung Wilona. Ibu Tuti menyisir rambut Wilona yang hitam dan lebat. Dia memuji rambut Wilona yang katanya bagus dan Wilona hanya membalasnya dengan senyuman terbaik. Wilona yang tidak ingat nama sendiri kini telah memiliki nama yang baru. Yakni Andini, nama yang anggun dan Wilona menyukainya. Ibu Tuti telah selesai mengikat rambutku dan sekarang menyuruh Wilona untuk beristirahat. Sementara dirinya kembali sibuk dengan urusan pertanian. Sebenarnya Wilona ingin membantu i