Share

Bab 6

Penulis: Ucu Nurhami Putri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kenapa akhir-akhir ini perkataan ustadz Rahman seperti teka-teki bagiku. Sebenarnya apa maksud dari perkataannya?

Bukan karena aku tidak faham, aku faham bahkan sangat faham. Tapi maksud sebenarnya dari ucapannya itu apa?

Langsung saja aku membereskan kitab dan pergi ke kamar yang telah di persiapkan untuk kami.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam, Mas," jawab Janah yang datang dari arah berlawanan denganku.

"Kamu dari kebun pondok?" tanyaku padanya.

"I-iya, Mas," jawabnya terbata-bata.

"Kamu kan sedang ditanya Mas, Janah. Bukan lelaki yang bukan mahram. Kenapa harus gugup?" tanyaku kesal.

Kenapa sifat kita menikah, sikap Janah sangat berbeda. Bukankah harusnya menjadi lebih baik?

Sinta saja sangat baik, kenapa janah berbeda?

”Maaf, Mas. Iya tadi aku bersama santriwati dari kebun untuk mengambil sayuran,"

"Apa yang ada di tanganmu, Janah?"

"I-ini Mas, dari salah satu santriwati, katanya 'anggap saja sebagai kado pernikahan," jawabnya kikuk.

"Oh, dari santriwati. Ya udah, 'gak usah gugup begitu juga. Yuk masuk.

Dia pun mengekor di belakangku.

”Janah, Mas lapar,"

"Ya sudah, nanti aku minta santriwati, ya, Mas,"

"Mas mau Janah yang masak. Dari semenjak kita datang kesini kan, makan masakan santri," pintaku yang membuatnya langsung terdiam.

Lama kumenunggu jawabannya, sampai akhirnya dia bicara.

"Ba-baiklah mas, aku masakkan. Sebentar," dia langsung menaruh baju yang sedari tadi di pegangnya kedalam lemari dan menguncinya.

Kini aku yang di buatnya terdiam. Kenapa sampai harus langsung dikunci kalau tidak ada yang disembunyikan? Bukankah awalnya juga memang tidak dikunci, karena ada beberapa kitabku juga yang simpan di lemarinya.

"Mau makan apa, Mas?" tanyanya membuyarkan lamunanku.

"Terserah di dapurnya ada apa, masaklah itu selagi menyehatkan."

Tanpa menunggu aku bicara lagi, Janah berjalan keluar kamar dan berbelok ke arah dapur.

Kuhembuskan nafas panjang dan pikiranku menerka jauh.

Apakah aku telah su'udzon? Astagfirullah.

Tapi aku suaminya. Aku berhak tahu seperti apa pasangan hidupku.

Kudekati dan kutatap lama lemarinya itu.

'Baju apa yang tadi kamu sembunyikan dari Mas, Janah? Sebenarnya hal apa yang mencoba kamu tutupi agar Mas tidak mengetahuinya?' batinku bertanya-tanya.

Bismillah, kuputar kunci yang masih Janah gantungkan dalam tempatnya. Lemari pun terbuka dan memperlihatkan sebuah plastik bening dengan isi yang terlihat berwarna merah muda.

’Ambillah Fahmi, tenanglah. Janah istrimu. Tidak ada yang pantas seorang istri sembunyikan dari suaminya termasuk hal ini,' batinku meyakinkan.

Kucoba meraih bungkusan transparan itu, membukanya pelan.

Benar, memang sebuah baju.

Kembali aku membuka bungkusan kedua dan mengangkat kedua kerah baju tersebut keatas.

'Baju yang sangat cantik.'

Entah kenapa baju ini sama persis dengan model kesukaan Janah. Sebuah kaus tebal berwarna merah muda, berpita atas bawah dan lengan, juga ada tiba buah kancing. Tidak lupa juga dengan jahitan bunganya.

Aku ingat betul, bahwa Janah memang menyukai baju yang seperti ini. Tapi bagaimana mungkin para santriwati mengetahui baju kesukaan Janah? Bahkan ini yang pertama kalinya aku membawa dia kesini.

Ku lafadzkan istighfar dan dzikir, agar terhindar dari pemikiran yang negatif.

Ada rasa emosi yang hampir menguasai diriku. Pikiranku menerka jauh. Kulipat baju itu kembali dan memasukannya ke kantong itu lagi dan menyimpannya kembali kedalam lemari, tempat yang semula ketika aku mengambilnya.

Ketika aku mencoba merapikan baju Janah yang didalam lemari, ’tak sengaja aku menemukan sebuah kotak.

'Apa isi didalamnya?'

Dengan penuh rasa penasaran, aku mengambilnya.

'Maafkan hamba Ya, Allah.' batinku memohon ampun karena sudah ikut campur.

Tapi Janah adalah istriku, aku berhak untuk mengetahui semua tentangnya.

***

Darahku seketika mendidih melihat isi yang ada dalam kotak tersebut. Sebuah kemeja flanel berwarna abu-abu.

Dengan penuh emosi, kubanting baju tersebut.

"Kenapa, Mas?" tanya Janah dengan suara bergetar. Ternyata dia melihat apa yang aku lakukan.

'Apa yang kau sembunyikan dariku Janah?'

"Kenapa bertanya padaku, harusnya aku yang bertanya begitu. Apa maksud semua ini Janah?" tanyaku dengan nafas memburu.

"Apa yang membuatmu marah, Mas. Apa yang Mas maksud?" tanyanya yang seolah-olah tidak merasa bersalah.

"Jangan pura-pura tidak tahu. Apa maksud dari baju itu," tanyaku sambil menarik nafas dalam-dalam agar amarahku redup.

"Ini baju yang sudah aku siapkan untukmu, Mas," jawabnya sambil meraih kemeja yang aku lemparkan tadi.

"Kau tahu aku bukan seorang pejabat?"

"Tentu, Mas. Mas adalah seorang ustadz," jawab Janah polos. Tapi justru aku malah bertambah curiga.

"Kamu tahu Mas adalah seorang ustadz, tapi malah membelikan Mas sebuah kemeja?" tanyaku yang mengintrogasi.

"Anu-anu, Mas. Aku ingin melihat Mas menggunakan kemeja ini," ucapnya dengan meneteskan air mata. Tapi sayangnya aku tidak akan luluh semudah itu.

"Menggunakan kemeja ini? Apa kamu yakin Janah?" tanyaku dengan tatapan menyelidik.

Dia hanya mengangguk.

"Coba buka matamu lebar-lebar Janah, kemeja ini lebih kebesaran untuk Mas. Lihatlah. Meskipun panjang bajunya pas sama baju Mas, tapi tetap kebesaran. Badan Mas kecil, sementara baju ini dibuat untuk yang berbadan kekar. Jelas-jelas ini bukan ukuran Mas," jelasku pelan agar tidak sampai terdengar keluar.

"Apa? Mas mencurigaiku berselingkuh? Kenapa Mas? Apa selama ini aku tidak baik di mata Mas?" jawabnya dengan berurai air mata dan sedikit berteriak.

Jujur melihatnya seperti ini membuatku terluka.

”Bukan begitu Janah, Mas hanya ingin tahu yang sebenarnya."

”Jadi maksud, Mas aku berbohong? Begitu. Bukankah Mas yang selalu berbohong padaku. Dua tahun lalu Mas bilang ingin melamarku, tapi nyatanya malah menjadi hari pernikahan Mas dengan Mbak Sinta. Bahkan Diyah sampai tertembak kala itu dan kalian malah sengaja menyembunyikan masalah ini dari Mbak Sinta. Apa yang telah Mbak Sinta kobarkan untuk keluarga, Mas? Tidak ada."

Aku termenung mendengar makian Janah. Iya, kami semua sengaja tidak memberitahukan Sinta bahwa Diyah ditembak oleh Pak Adam, ayahnya. Dengan alasan takut dia tidak akan berbakti kepada sang Ayah dan malah akan membencinya.

Tapi kami juga tidak tahu alasan dibalik Pak Adam menembak Diyah. Karena perjanjian waktu itu Pak Adam akan membebaskan kami semua jika aku menyetujui untuk menikahi Sinta.

"Apa yang Mas harapkan dari Mbak Sinta? Apa? Bahkan memberikan keturunan saja tidak mampu." Lanjutnya.

Mendengar perkataan Janah langsung membuatku mengangkat kedua tangan dan mendarat sempurna di pipi mulus Janah.

"Jaga ucapanmu, Janah. Walau bagaimanapun Sinta adalah kakak madumu."

"Bahkan Mas tega menamparku? Demi siapa? Mbak Sinta lagi kan?" cecarnya padaku dan badannya terhuyung. Aku mencoba untuk membantunya, tapi dengan cepat dia menepis tanganku.

"Jangan sentuh aku, Mas!" Titahnya dan tidak lama mulutnya memuntahkan cairan putih beberapa kali dan pergi ke kamar mandi yang disamping.

'Ada apa dengan Janah? Apakah dia hamil?' batinku bertanya-tanya.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Muhyati Umi
janah tidak lebih baik dari Sinta
goodnovel comment avatar
Umi Yati Khasanah
kenapa baru bisa buat buka lagi
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
janah itu nakal dn janah dh g parawan.klo kmu ingin tau jangan kmu sentuh dulu sampe bbrp minggu ada perubahan apa dgn diri nya jannah .
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menyesal Usai Talak   Bab 7

    Apakah Janah memang subur, bisa hamil hanya dengan satu kali berhubungan??Aku terdiam beberapa saat, lalu pergi ke kamar mandi samping menyusulnya. "Bagaimana keadaanmu, Janah? Apa sebaiknya kita pulang ke kota?" tanyaku yang khawatir melihatnya tidak berhenti memuntahkan cairan putih.Dia mengeleng cepat, ”Tidak perlu, Mas. Kita bisa pulang lima hari lagi."Tapi kamu butuh istirahat total Janah.""Disini juga bisa, Mas.""Ya, sudah. Nanti setelah keadaanmu lebih baik, kita cek ke dokter," ucapku padanya. Mendengar perkataanku Janah langsung berhenti muntah dan menatapku."Tidak, Mas. Aku tidak mau ke dokter," ucapnya ke keberatan."Keadaanmu parah, Janah. Kita harus memeriksanya. Bisa saja kamu hamil," ucapku dengan menambahkan sedikit senyum dibibir agar dia mau pergi ke dokter.Diluar dugaanku, dia malah bersikap ketakutan. Seolah ada bahaya yang mengancam."Tidak, Mas. Aku mana mungkin hamil.""Kenapa tidak mungkin, kita kan sudah melakukannya. Bisa saja kabar bahagia muncul di

  • Menyesal Usai Talak   Bab 8

    "Kenapa, Mas?” tanya Janah ketika melihat mataku yang mulai memerah dan nafas yang memburu."Tidak ada," jawabku singkat."Jangan bilang karena ucapan bibi Ratih tentang Mbak Sinta?" tanyanya menyelidik.”Sinta juga istri, Mas. Jadi wajar kalau Mas marah mendengar dia jalan dengan lelaki lain," ungkapku.”Jika benar aku hamil, apa Mas akan menceraikan Mbak Sinta?""untuk apa, Mas tidak akan pernah menceraikannya!""Tapi untuk apa Mas mempertahankan Mbak Sinta? Dia itu hanyalah wanita mandul," lirih Janah.Aku membenarkan, tapi tetap saja hatiku memilih tidak menjawab. Ada yang sakit, tapi bukan karena rindu.Hatiku seakan berat mendengar kata cerai. Tapi apakah keadaan akan memaksakan hal itu terjadi padaku?"Inginnya Mas, tidak ada istri yang Mas ceraikan. Pernikahan itu sakral. Apalagi Sinta tidak bisa mengandung, lelaki mana yang akan menikahinya?" lirihku."Ayahnya Mbak Sinta itu sangat kaya raya, Mas. Jika Pak Adam bisa memaksa Mas untuk menikahinya, berarti dia juga bisa memaksa

  • Menyesal Usai Talak   Bab 9

    "Aku jujur, Mas. Semua perkataan bibi Ratih benar."Pengakuan Sinta benar-benar membuatku syok. Bagaimana mungkin istri yang kupikir shaleha berbuat tidak senonoh seperti ini.Kepalaku terasa seperti terhantam batu yang sangat besar. Apa dosaku sehingga harus mengalami ini?"Apa salahku hingga kau tega melakukan ini, Sinta? Apa?" ucapku meraung.Amarahku kian menggebu yang tidak bisa ditahan lagi. Dikala aku merindukannya, mengingat semua kenangan tentangnya, bahkan menyebut namanya ketika bersama Janah malah bergumul dengan lelaki lain.Lelaki yang aku sendiri tidak mengenal siapa dia. Apa pernikahanku akan dihancurkan oleh seorang lelaki yang tidak dikenal? Tapi jika aku mempertahankan pernikahanku dengan Sinta apa semua ini bisa aku lupakan? Tidak mungkin.Aku tidak bisa menerima penghianatan.”Katakan dengan jujur sekali lagi. Apa benar yang dikatakan bibi Ratih?" tanyaku lagi. Tapi kini dengan nada pelan dan tenang. Dengan harapan dia akan mengatakan 'ini tidak benar."Benar, Ma

  • Menyesal Usai Talak   Bab 10

    Para pelayan menyambut kedatangan kami, terutama sama Abah, Umi, dan Aku. Mungkin mereka menyangka kita datang ke sini untuk bersilaturahmi.Kami semua turun dari mobil dengan emosi. Tapi berbeda dengan Sinta dan lelaki itu. Sinta turun dengan elegan dan lelaki itu penuh dengan kebingungan.Sinta turun dengan koper besarnya yang dilangsung diambil oleh pengawalnya."Taruh ini di atas," ucap Sinta tegas kepada salah satu pelayannya.Pelayan ini menatap Sinta bingung. "Apa Nona dan Pak Fahmi akan menginap di sini?""Tidak. Tidak akan ada yang menginap selain saya," jawab Sinta dengan sangat tegas.Pelayan itu semakin menatap Sinta dengan penuh kebingungan."Lakukan sesuai perintahku!" titah Sinta yang membuat pelayan dan pengawalnya langsung pergi untuk menyimpan kopernya.Bunda Soraya menyambut kami dengan disusul Pak Adam. Dia memeluk putrinya dengan sangat erat, "Bunda sangat merindukanmu.""Sinta, juga Bunda. Sangat rindu," ucap Sinta membalas pelukan bundanya erat."Ayo, Bah dan se

  • Menyesal Usai Talak   Bab 11

    "Hari ini dihadapan orangtuamu dan orangtuaku aku menalakmu, aku menalakmu, aku menalakmu," ucapku tegas.Akhirnya aku bisa mengatakannya yang membuatku bernafas lega. Tapi ada rasa penyesalan yang menyeruak diri ini.Sinta yang dari tadi terlihat tegar, kini tubuhnya mulai gemetar dan matanya berembun."Sayang, kamu tidak boleh menangis. Lelaki ini tidak berhak atas kesempurnaan yang ada pada dirimu," ucap Bunda Soraya kepada Sinta.Apa yang menjadi kesempurnaan Sinta hingga aku tidak layak?Tenyata keputusanku untuk menceraikan Sinta adalah benar, sangat benar."Tapi, Bun. Ini rasanya menyakitkan," ucap Sinta yang air matanya tiba-tiba mengalir. Membuat orangtuanya menatap nanar putrinya itu."Kamu wanita yang kuat, Sayang. Bunda yakin kami bisa menghadapi semua ini,""Bunda lihat aku, apa wanita mandul itu salah?" tanya Sinta"Tidak. Sebenarnya tidak ada wanita mandul," jawab Bunda."Semuanya sudah mendengar, kan? Tidak ada wanita yang mandul," teriak Sinta sambil berurai air mata.

  • Menyesal Usai Talak   Bab 12

    "Katakan yang sejujurnya, Janah?" tanyaku emosi."Tahan emosimu. Jangan buang-buang tenaga. Sebaiknya kita segera menuju tujuan kita," ucap ustadz Rahman mengingatkan aku."Tunggu aku dikamar. Nanti aku menyusul," pintaku pada Janah."Baik, Mas."Janah sepertinya enggan untuk meninggalkan kamar ini. Padahal sudah mengatakan baik, tapi matanya masih memperhatikan kami yang membuka lemari.Aku menghembuskan nafas kasar."Janah, tolong jangan bikin Mas marah. Masuklah ke dalam kamarmu, nanti Mas menyusul," ucapku lagi.Kini dia tidak menjawab, tapi langsung berjalan cepat meninggalkan kami. Sebenarnya apa yang menyebabkan Janah bertingkah seperti itu? Membuatku tambah pusing saja.Ternyata kunci yang aku masukan salah. Ustadz Rahman menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkahku."Kunci ini sudah tidak bisa dipakai. Sepertinya dia telah mengganti kuncinya," ucapku yang membuat ustadz Rahman mengangguk cepat.Kami memperhatikan seluruh sudut ruangan kamar ini, berharap ada petunjuk. Jan

  • Menyesal Usai Talak   Bab 13

    "Saya sangat menyayangkan, kenapa tadi Antum menalak Sinta langsung talak tiga," lirih ustadz Rahman dan terdengar menghela nafas berat."Padahal Antum belum tahu siapa yang salah dan kebenarannya seperti apa," lirihnya lagi.”Perkataan mereka telah memenuhi pikiran Saya, Tadz," ucapku menyesal.”Apa Antum percaya tentang Sinta dengan pemuda itu telah melakukan hal yang dituduhkan?” tanyanya.”Awalnya Saya tidak percaya. Tapi Sinta sendiri yang mengaku telah melakukannya.""Antum percaya begitu saja?" tanyanya menyelidik.”Saya sudah bertanya beberapa kali, tapi dia tetap mengaku telah melakukannya.””Iya, tahu. Tapi kenapa Antum percaya begitu saja?" tanya ustadz Rahman kecewa.Aku tidak mampu untuk menjawab. Air mata kembali ingin turun, tapi segera aku lap dengan memakai lengan baju.Aku kecewa pada diriku sendiri. Kenapa dengan bodohnya aku percaya begitu saja apa yang orang-orang tuduhkan tentang Sinta. Padahal aku sama sekali tidak melihat kejadiannya."Karena Saya terlalu bodo

  • Menyesal Usai Talak   Bab 14

    Janah masih terlihat mengobrak-abrik isi kamar. Kini dia mulai menarik paksa hendel pintu lemari Sinta hingga lemarinya bergoyang.Aku dan ustadz Rahman sejauh ini hanya memperhatikan gerak-geriknya.Ternyata waktu bergulir begitu cepat.Dulu aku mengenal Janah gadis yang cantik dan sangat berakhlak baik. Tapi aku harus menikah dengan Sinta, seorang anak mafia.Ternyata sekarang baru terbukti. Meskipun Pak Adam seorang mafia, bisa membimbing anaknya untuk menjadi yang lebih baik sehingga mengalahkan janah dan aku yang notabenenya anak pemilik pondok pesantren.Betapa malunya aku kepada keluarganya Sinta yang menalaknya dengan menyebutkan segala kekurangan yang kusangka ada padanya, ternyata semua kekurangan itu ada pada diriku.’Sungguh kamu lelaki yang tidak berguna, Fahmi.' rutukku.”Akhh.. sebenarnya apa yang di tinggalkan wanita mandul itu? Apa?" teriak Janah.Apa dia tidak takut akan ada santri yang mendengarnya atau dia mengira tidak akan ada orang yang berani lewat kamar Sinta.

Bab terbaru

  • Menyesal Usai Talak   Bab 74 Ending

    "Siapa orang jahat yang punya kemungkinan untuk melakukan rencananya?" Pak Adam tiba-tiba mendekat ke arah sang menantu yang serang stress karena menunggu proses istrinya yang tengah melahirkan."Loh, katanya Papa gak bisa dateng?" Sultan malah balik bertanya."Tidak mungkin Papa tak datang di saat Papa tahu kamu akan sibuk ke siapa setelah anakmu lagi." Pak Adam berdecak kesal."Tentu saja aku akan sibuk mengurus Sinta. Perihal anak, bisa punya lagi nanti. Kalau istri, tidak akan ada," jawabnya asal tetapi hal itu memang sudah diperkirakan oleh Pak Adam dan istrinya."Baiklah, sekarang jawab pertanyaanku yang tadi. Siapa orang yang punya kesempatan untuk melancarkan aksinya.""Renata," jawab Sultan cepat. "Aku mendapatkan laporan bahwa dia bertukar peran dengan kembaran yang sudah lama tidak diketahui identitasnya. Akan tetapi, orang itu bersedia untuk bekerja sama denganku. Jadi Papa tidak perlu khawatir.""Tetap saja kita harus waspada, karena boleh jadi dokter yang ada di dalam j

  • Menyesal Usai Talak   Bab 74

    "Benarkah hari ini dia melahirkan?" Renata yang sudah terlepas dari orang-orang yang mengurungnya di sebuah rumah tua mulai siap dengan rencana-rencana jahatnya.Bahkan, dia sudah mengganti dirinya dengan saudara kembar yang bahkan tidak tahu apa pun. Saudara yang menyayanginya dengan tulus, dia manfaatkan begitu saja.Setelah mendengar kenyataan bahwa ternyata dirinya bukan berasal dari keluarga kaya yang terhormat, dia langsung kecewa dan marah besar. Rupanya dia hanya anak angkat keluarga konglomerat, itu pun secara tak sengaja.Hal itu membuat dendam Renata semakin menjadi, tidak hanya kepada Sinta, namun juga Sultan. Kali ini dia berniat untuk membuat semua orang yang sudah membuatnya kecewa untuk membayar perbuatannya."Wah, betapa bahagianya aku karena pasangan yang aku anggap musuh akan segera mendapatkan rezeki nomplok. Enaknya aku melakukan apa, ya? Setidaknya sampai kedua orang itu tahu bahwa aku masih hidup," ucapnya girang.Saat ini, dia tengah berbicara di telepon denga

  • Menyesal Usai Talak   Bab 73

    Setelah beberapa hari dari pernikahan pasangan ’double S', hati Fahmi merasa tidak tenang. Dia merasa tidak enak kepada Habibah, adiknya ustadz Rahman sekaligus teman bermainnya sejak kecil.Tapi secara tiba-tiba, ustadz Rahman mengabarkan kalau Habibah sudah meninggal. Mereka semua terdiam dalam jangka waktu yang lama. Antara percaya dan tidak percaya.Alasan dibalik orangtunya dulu menjodohkan dengan Janah, tapi malah menikahkan Fahmi dengan Sinta karena Fahmi masih belum bisa mengambil keputusan.”Jadi bagaimana?" tanya Abah pada Fahmi yang masih saja diam menunduk. Semua keluarganya masih tidak ada yang berani bicara, sebelum Fahmi mengambil keputusan."Apa aku pantas?" Akhirnya dia bicara."Tentu saja. Jodoh adalah cerminan diri. Kau sudah berubah, berarti kau pantas bersanding dengan adikku,” jelas ustadz Rahman."Dulu, kau pernah bekerja sama dengan Renata, tapi sekarang dia dan keluarganya sudah pergi menjauh dari kehidupan kita. Bahkan keluarga Janah sudah mendekam di penjara

  • Menyesal Usai Talak   Bab 72

    Setelah membuat rusuh diwaktu lamaran mantan istriku, Sinta dan Sultan. Aku dibawa secara paksa menuju pondok khusus atas perintah Sultan. Siapa yang tidak tahu pondok khusus ini, aku pun sudah lama tahu.Bahkan selama ini aku selalu mencari-cari orang yang telah mendirikannya dan mengembangkan selama ini.Tapi hal yang membuatku sangat terkejut adalah orang yang kucari selama ini berada dekat denganku. Sungguh malu campur sesal kalau beberapa waktu ini aku sering bertengkar dengannya.Dan sangat membencinya.Tapi aku juga tidak bisa melepaskan rasa tidak sukaku meskipun dia adalah orang yang kucari. Di satu sisi aku bahagia dan bangga, tapi di sisi lain aku kecewa kalau ternyata dialah yang mengambil wanita yang yang dia sendiri tahu jelas kalau aku sangat mencintainya."Apa yang akan terjadi jima rasa bahagia dan kecewa muncul bersamaan?" tanya seorang laki-laki dari arah belakang.Aku sudah tahu siapa orang tersebut meskipun hanya mendengar suaranya."Rasa kecewaku lebih kuat darip

  • Menyesal Usai Talak   Bab 71

    Setelah melangsungkan acara pernikahan, kehidupan Sultan dan Sinta berubah dengan drastis. Awalnya Sinta mengira kalau suaminya itu mungkin mempunyai sifat dingin seperti kulkas bernyawa. Ternyata tidak.Semuanya berada diluar pemikiran Sinta. Ternyata lelaki yang dinikahinya hanya akan dingin pada wanita lain. Jika dihadapkan dengannya, dia akan langsung bersikap seperti anak kecil."Aku tidak menyangka, dua minggu telah kita lewati sebagai pasangan halal," ucap Sultan sambil menatap lekat istrinya. Sementara yang ditatap hanya tersenyum malu.Entah mengapa, wajah Sinta selalu merah jika mendapati Sultan tengah menatapnya. Apalagi posisi kali ini saling berhadap-hadapan. Sangat membuatnya malu dan selalu ingin menghilang saat itu juga.”Kok kamu diam saja?" Sultan merasa heran. Tangan kirinya dia jadikan bantal untuk Sinta dan yang kanan menggenggam kedua tangannya."Aku tidak tahu harus bicara apa," lirih Sinta. Wajahnya terlihat semakin merah."Apa kamu kepanasan? Bukankah AC-nya d

  • Menyesal Usai Talak   Bab 70

    Pak Adam merasa gerah dengan sikap Sultan. Untungnya ia beserta istrinya lekas pulang dan meminta para maid dan bodyguardnya untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya."Siapa namanya?" tanya Bunda Soraya sambil terus menggenggam tangan suaminya, agar bersikap lebih tenang."Sania, Bunda." jawab maid Sandra."Sania?" gumam Pak Adam mengerutkan keningnya. Seperti yang sudah tahu siapa Sania."Ayah tahu?" tanya Bunda Soraya."Sepertinya dia adalah Sania putri Sanjaya yang dia tahun lalu melakukan transaksi dengan keluarga Azki, tapi kedua pihak malah mengalami kegagalan," ucap Pak Adam usai mengingat kejadian dua tahun lalu.Sultan yang sedari tadi sudah berdiri dibelakang sofa tempat duduk kedua calon mertuanya itu akhirnya mengerti alasan Azki berada di rumah ini dan beberapa kali mengelus dadanya."Untung saja," gumamnya lega.Pak ada yang mendengar suara seseorang, langsung menoleh ke arahnya. Matanya menatap tajam Sultan. Sementara orang yang ditatapnya sudah faham maksud dari tatapa

  • Menyesal Usai Talak   Bab 69

    "Lepas!!" teriak Sultan. Suaranya menggema. Para bodyguard dan maid yang mendengar dibuat merinding."Kubilang lepas!!!" Sultan melepas paksa tangan Sania yang masih memeluknya erat dan mendorongnya hingga terhuyung."Kenapa kau bisa begitu tega padaku?" tanya Sania. Dia sebenarnya sudah tahu dengan sikap Sultan yang seperti ini. Tapi keinginannya untuk mempunyai suami seperti Sultan membuatnya tidak akan pernah menyerah begitu saja.”Aku memang tega terhadap semua wanita!" Sultan menyunggingkan senyum yang menakutkan. Tapi Sania malah tersenyum."Kecuali untuk wanita yang tadi kan?" Sania menatap Sultan dengan tatapan mengancam. "Tapi sayang, aku rasa dia lemah dan tidak pantas untuk menjadi istrimu," lanjut Sania.Rahang Sultan mengeras. Tangannya mengepal. Kali ini Sania benar-benar sudah kelewatan. Dia sengaja memancing emosi Sultan."Kau wanita yang tidak tahu malu," ucap Sultan menyeringai."Tangkap wanita ini dan lakban mulutnya!" titah Sultan pada beberapa bodyguard yang sedar

  • Menyesal Usai Talak   Bab 68

    "Apa sebaiknya kita segera mengatur perjodohan untuk Fahmi dan Zahra?" tanya Abah kepada ustadz Rahman. Mereka baru saja keluar dari kelas usai mengajar."Sepertinya itu tidak perlu, Bah. Biarkan Fahmi menjalani kehidupan di pondok khusus untuk sementara. Agar dia bisa belajar dan dewasa dalam menilai hal yang benar dan salah,” tolak ustadz Rahman halus.Baru dia hari Fahmi berada di pondok yang di kelola oleh Sultan. Pondok khusus memang sengaja dibuat untuk mereka yang susah dan keliru dalam menjalani hidup. Seperti tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah."Tapi Zahra akan segera dinikahkan dengan orang pilihan saudaranya," sambung Umi yang datang dari arah dapur pondok dengan membawa nampan berisi makanan ringan."Jika kita telat, maka kita harus bisa mengikhlaskannya," lanjutnya dengan raut wajah yang tampak kecewa.Setibanya pulang dari rumah Pak Adam, keluarga Abah dikejutkan dengan datangnya saudara jauh Zahra yang selama beberapa tahun ini tidak pernah datang. Janganka

  • Menyesal Usai Talak   Bab 67

    Ketika Sultan memberikan perintah untuk membawa Fahmi menuju ruangan khusus, tiba-tiba harus terhenti ketika terdengar suara teriakan yang menyuruh untuk menunggu. Padahal Sultan sudah sangat geram dan rasanya tidak baik jika harus terus menunggu.Suara itu juga berhasil membuat semua orang terheran-heran. Tapi tidak lagi ketika mengetahui siapa yang datang.Ustadz Rahman dan keluarga Abah. Termasuk Ratih yang menatap Sultan dengan penuh kebencian."Apa begini sikap dari orang-orang yang mengaku faham agama?" desisnya seolah merendahkan. Padahal dia belum tahu apa yang akan dilakukan Sultan. Tapi sudah berani untuk menilai kalau yang akan dilakukan Sultan adalah hal tidak baik."Kamu yang harusnya jaga sikap, Mbak!" bisik ustadz Rahman. Dia ingin keluar Abah bisa menjaga sikapnya. Karena ada tiga keluarga yang sedang berada di dalam rumah ini dan semuanya bukan orang yang sembarangan. Baik dalam segi agama bahkan dunia. Mereka ad6alah orang yang patuh terhadap sunah dan selalu menebar

DMCA.com Protection Status