PoV Sinta"Kenapa tidak bicara? Apa karena dalam hatimu tidak ada yang bisa menggantikan posisi ustadz Fahmi?" tanyanya yang lagi-lagi membuatku naik darah."Bagaimana aku bisa bicara jika kau terus mengoceh seperti itu," ucapku jengkel."Maksudnya?" tanyanya dengan memasang wajah polos. Sepertinya dia memang buka seorang pimpinan. Bagaimana mungkin hal ini pun dia tidak faham."Cintaku padanya sudah hilang. Seiring dengan penghianatan yang dia lakukan," lirihku yang akhirnya memilih jujur untuk mengungkapkan."Jadi kamu menerima lamaranku?" tanyanya semangat dengan penuh rasa percaya diri. Matanya menatapku lekat."Siapa bilang. Emang kapan Bapak pimpinan melamarku," godaku padanya."Jika kau meminta, aku akan melamarmu saat ini juga. Jangan panggil Bapak. Sebut saja namaku. Dan ya, jangan biarkan dirimu larut dalam kesedihan. Biarkan diriku membahagiakan hati, jiwa, dan ragamu," jelasnya panjang sambil menyematkan cincin dijari manis kiri."Tapi aku belum mengatakan setuju?" ucapku
"Pikirkan baik-baik. Jangan membuat Sultan menunggu lebih lama," ucap Ayah mengingatkan.Aku hanya mengangguk."Apa masih mencintai Fahmi?" tanyanya yang membuatku kaget."Itu tidak mungkin!""Entah kenapa Ayah berpikir begitu. Tapi jika memang masih, tidak apa. Sultan bersedia menjadi muhallil. Jika kalian memang ditakdirkan bersama, maka tidak akan ada yang bisa memisahkan," jelasnya.Aku tidak tahu kemana perasaanku tertuju.Dulu aku memang sangat mencintai Mas Fahmi. Tapi rasa itu seakan pudar dan hilang ketika melihatnya yang kukuh mengatakan mencintai wanita lain.Aku bisa apa.Rasa ini terkikis dengan sendirinya.Bunyi notif pesan membuat sadar.Aku begitu kaget melihat isi pesan nomor yang tidak kukenal itu.Janah. Dia mengajakku bertemu tepat jam tujuh malam ini."Ada apa?" tanya Ayah yang ternyata masih di sini."Janah mengirimkan pesan. Dia mengajakku bertemu di depan malam ini," jawabku jujur."Kenapa harus diluar? Kirimkan pesan padanya datanglah ke sini. Tidak perlu khaw
”Aku tidak tahu, Mas. Tapi jika aku berada di posisi Mbak Sinta, tentu saja tidak akan. Apalagi jika Mas bersikap tidak adil," jawab Zara lirih.Sebenarnya dia tidak enak mengatakan itu. Tapi hati kecilnya berkata harus menjawab pertanyaan Fahmi."Maafkan aku, Mas. Kenyataan memang menyakitkan," ucap Zara tidak enak hati."Tidak apa. Kenapa minta maaf? Aku merasa tidak pantas menjadi Mas mu, Zara. Pikiranmu sangat dewasa," ucap Fahmi dengan nada yang sedikit bergetar."Kedewasaan itu tidak bergantung kepada usia. Jangan salahkan diri Mas sendiri. Bukalah lembaran baru," ucap Zara menyarankan.Fahmi mencoba memahami perkataan Zahra.'Apa aku harus mencoba membuka hati untuk Janah? Tidak mungkin. Dia bukan gadis yang baik. Kecuali dia mau berubah. Allah saja maha pengampun, kenapa aku tidak.' batinnya mencoba menenangkan diri.”Mungkin Mbak Sinta bukanlah jodoh Mas," lirih Zara lagi.”Tapi Mas yakin Mba Sinta tidak seperti itu. Rasanya pada Mas sangat dalam,” ucap Fahmi yakin. Dia masih
Menikah sudah dua tahun, lalu kemudian bercerai hanya karena dia tidak bisa memberikan keturunan dan difitnah melakukan hal tidak senonoh dengan wanita lain. Bukankah itu terlalu gegabah? Benar. Tapi itu justru terjadi padaku yang notabenenya anak seorang kiai dan panggilan ustadz sudah melekat dalam diriku.Aku hanya mengetahui dirinya adalah anak mafia. Dalam pikiranku terkesan jahat dan angkuh. Tapi ternyata, dia adalah wujud bidadari.Dia terlalu sayang untuk disakiti, tapi aku terlanjur menyakitinya. Beberapa kali aku mencoba untuk menyampaikan niatku melamarnya kembali dan mendatangkan Muhallil, namun semuanya sirna begitu saja.Lidahku tiba-tiba saja menjadi kelu atau keadaan yang memaksaku untuk tidak mengatakannya.Ada rasa sakit ketika mengingat kenangan disaat dia masih menjadi istriku. Dia akan menyiapkan makan sebelum aku meminta begitu pula dengan buah dan kopi.Sinta pandai merawat kebersihan diri dan lingkungannya. Sehingga selama hidup dua tahun, aku belum pernah menc
Jakarta kelabu"Aku minta maaf jika harus selalu melibatkanmu," lirih Rayhan dengan mata sembabnya dan terlihat sangat lemah.Renata yang memang sangat mencintai Rayhan, tapi terhalang restu orangtua membuatnya harus mengikat laki-laki yang dicintainya dengan cara apapun."Tidak perlu, Ray. Kita sudah menikah. Jadi masalahmu adalah masalahku juga," ujar Renata dengan senyum menyeringai, tapi Rayhan tidak sadar akan itu.Dia hanya tahu pernikahan mereka itu terpaksa demi menyelamatkan Renata dari perjodohan orangtuanya. Padahal tidak."Terimakasih, Renata. Kita hanya menikah di atas kertas demi menyelamatkan dirimu. Tapi sikapmu begitu baik. Sayang bunda tidak bisa melihat kebaikanmu," ucap Rayhan mengeluh."Sudahlah, Rey. Tidak apa jika mereka menilaiku buruk. Asalkan kamu selalu percaya padaku," balas Renata dengan senyum palsunya.Ada dendam tersendiri dalam diri Renata dan keluarganya kepada Pak Adam. Bukan karena Rayhan. Melainkan karena perusahaan gelap Pak Ricard, papanya Renata
Badanku seketika kaku. Tubuhku seakan tertampar. Jiwaku bagai tersambar petir disiang hari ketika mendengar apa yang baru saja Sinta katakan dan caranya berbicara. Dia yang sekarang sudah seperti bukan Sinta yang dulu. Kini dia bagai menjadi dua orang yang berbeda.Perkataan Sinta sungguh membuatku semakin diam. Bibir ini seakan kelu untuk berucap. Aku tidak menyangka Sinta begitu saja melupakanku.Melupakan hubungan yang pernah terjalin di antara kita.Ustadz Rahman menatapku dengan penuh tanda tanya. Sengaja aku menyetel volume paling rendah, tadinya untuk bisa mendengar kata-kata rindu atau ucapan semacamnya. Tapi siapa sangka ternyata malah hal buruk yang dia katakan.Melihatku yang semakin diam, ustadz Rahman memilih mendekat dan mencoba meraih gawai, tapi aku langsung menjauhkannya."Kenapa?" tanyanya mengerutkan kening."Tidak ada, Tadz. Biarkan aku bicara sebentar lagi dengan Sinta," ucapku sambil tersenyum, sebisa mungkin aku berusaha untuk menunjukkan rasa kecewa."Biarkan a
Dengan percaya diri, Sultan memperkenalkan dirinya sebagai calon istri dari Sinta yang membuat Fahmi menatapnya tajam.”Kenapa? Tidak percaya?" tanyanya pada Fahmi dengan tatapan tidak suka.Sultan memang lelaki yang berbadan besar dan tinggi. Dia seorang pengusaha besar yang rajin dalam merawat tubuhnya hingga memiliki badan yang Sixpack. Suaranya pun tidak kalah keren dengan lelaki diluaran sana.Meskipun berasal dari kalangan pondok, Sultan tetap masih belum terbiasa. Karena sudah berada belasan tahun dia hidup diluar pondok. Hidup keras baginya adalah hal yang biasanya. Dia juga terbiasa menjadi donatur dibeberapa pondok tanpa membeberkan nama besarnya dari seorang anak ulama yang sangat terkenal.Baginya hidup biasa lebih indah. Bahkan sangat indah daripada kehidupan mewah.Sinta mengerutkan keningnya usai mendengar Sultan mengatakan dirinya adalah calon istri dengan penuh percaya diri."Kenapa? Tidak mau?" goda Sultan."Jaga ucapan anda, Pak. Karena Saya belum menyetujui permint
"Ikutlah denganku!" ajak Sultan kepada Sinta dengan suara baritonnya."Kemana?" tanya Sinta mengerutkan keningnya."Bidadari pertama hatiku.""Emang punya?" tanya Sinta dengan tatapan mengejek yang membuat Sultan menjentikkan jari di keningnya."Aw!"Sinta meringis dan tangannya mengusap-usap kening yang terasa sakit."Aku 'kan cuman tanya! Bikin sebel!" Sinta menggerutu."Tentu saja aku punya. Tanpa bidadari itu, aku tidak akan ada di dunia ini dan bertemu dengan bidadari hati," gombal Sultan dengan nafasnya yang mulai tidak teratur.Tangannya mencoba menyentuh dada yang berdetak semakin kencang seperti sedang ikut maraton."Ya, aku kira bukan sosok ibu," ucap Sinta dengan wajah yang tampak kesal tapi tetap saja tidak terlihat jika bagi orang-orang yang jarang bersama Sinta atau baru saja mengenalnya."Kalau bukan Umi, mau siapa lagi," goda Sultan dengan wajah yang sedikit di condongkan ke arah Sinta."Jaga jarak!" Sinta mendorong wajah Sultan menjauh dari wajahnya yang mulai memerah
"Siapa orang jahat yang punya kemungkinan untuk melakukan rencananya?" Pak Adam tiba-tiba mendekat ke arah sang menantu yang serang stress karena menunggu proses istrinya yang tengah melahirkan."Loh, katanya Papa gak bisa dateng?" Sultan malah balik bertanya."Tidak mungkin Papa tak datang di saat Papa tahu kamu akan sibuk ke siapa setelah anakmu lagi." Pak Adam berdecak kesal."Tentu saja aku akan sibuk mengurus Sinta. Perihal anak, bisa punya lagi nanti. Kalau istri, tidak akan ada," jawabnya asal tetapi hal itu memang sudah diperkirakan oleh Pak Adam dan istrinya."Baiklah, sekarang jawab pertanyaanku yang tadi. Siapa orang yang punya kesempatan untuk melancarkan aksinya.""Renata," jawab Sultan cepat. "Aku mendapatkan laporan bahwa dia bertukar peran dengan kembaran yang sudah lama tidak diketahui identitasnya. Akan tetapi, orang itu bersedia untuk bekerja sama denganku. Jadi Papa tidak perlu khawatir.""Tetap saja kita harus waspada, karena boleh jadi dokter yang ada di dalam j
"Benarkah hari ini dia melahirkan?" Renata yang sudah terlepas dari orang-orang yang mengurungnya di sebuah rumah tua mulai siap dengan rencana-rencana jahatnya.Bahkan, dia sudah mengganti dirinya dengan saudara kembar yang bahkan tidak tahu apa pun. Saudara yang menyayanginya dengan tulus, dia manfaatkan begitu saja.Setelah mendengar kenyataan bahwa ternyata dirinya bukan berasal dari keluarga kaya yang terhormat, dia langsung kecewa dan marah besar. Rupanya dia hanya anak angkat keluarga konglomerat, itu pun secara tak sengaja.Hal itu membuat dendam Renata semakin menjadi, tidak hanya kepada Sinta, namun juga Sultan. Kali ini dia berniat untuk membuat semua orang yang sudah membuatnya kecewa untuk membayar perbuatannya."Wah, betapa bahagianya aku karena pasangan yang aku anggap musuh akan segera mendapatkan rezeki nomplok. Enaknya aku melakukan apa, ya? Setidaknya sampai kedua orang itu tahu bahwa aku masih hidup," ucapnya girang.Saat ini, dia tengah berbicara di telepon denga
Setelah beberapa hari dari pernikahan pasangan ’double S', hati Fahmi merasa tidak tenang. Dia merasa tidak enak kepada Habibah, adiknya ustadz Rahman sekaligus teman bermainnya sejak kecil.Tapi secara tiba-tiba, ustadz Rahman mengabarkan kalau Habibah sudah meninggal. Mereka semua terdiam dalam jangka waktu yang lama. Antara percaya dan tidak percaya.Alasan dibalik orangtunya dulu menjodohkan dengan Janah, tapi malah menikahkan Fahmi dengan Sinta karena Fahmi masih belum bisa mengambil keputusan.”Jadi bagaimana?" tanya Abah pada Fahmi yang masih saja diam menunduk. Semua keluarganya masih tidak ada yang berani bicara, sebelum Fahmi mengambil keputusan."Apa aku pantas?" Akhirnya dia bicara."Tentu saja. Jodoh adalah cerminan diri. Kau sudah berubah, berarti kau pantas bersanding dengan adikku,” jelas ustadz Rahman."Dulu, kau pernah bekerja sama dengan Renata, tapi sekarang dia dan keluarganya sudah pergi menjauh dari kehidupan kita. Bahkan keluarga Janah sudah mendekam di penjara
Setelah membuat rusuh diwaktu lamaran mantan istriku, Sinta dan Sultan. Aku dibawa secara paksa menuju pondok khusus atas perintah Sultan. Siapa yang tidak tahu pondok khusus ini, aku pun sudah lama tahu.Bahkan selama ini aku selalu mencari-cari orang yang telah mendirikannya dan mengembangkan selama ini.Tapi hal yang membuatku sangat terkejut adalah orang yang kucari selama ini berada dekat denganku. Sungguh malu campur sesal kalau beberapa waktu ini aku sering bertengkar dengannya.Dan sangat membencinya.Tapi aku juga tidak bisa melepaskan rasa tidak sukaku meskipun dia adalah orang yang kucari. Di satu sisi aku bahagia dan bangga, tapi di sisi lain aku kecewa kalau ternyata dialah yang mengambil wanita yang yang dia sendiri tahu jelas kalau aku sangat mencintainya."Apa yang akan terjadi jima rasa bahagia dan kecewa muncul bersamaan?" tanya seorang laki-laki dari arah belakang.Aku sudah tahu siapa orang tersebut meskipun hanya mendengar suaranya."Rasa kecewaku lebih kuat darip
Setelah melangsungkan acara pernikahan, kehidupan Sultan dan Sinta berubah dengan drastis. Awalnya Sinta mengira kalau suaminya itu mungkin mempunyai sifat dingin seperti kulkas bernyawa. Ternyata tidak.Semuanya berada diluar pemikiran Sinta. Ternyata lelaki yang dinikahinya hanya akan dingin pada wanita lain. Jika dihadapkan dengannya, dia akan langsung bersikap seperti anak kecil."Aku tidak menyangka, dua minggu telah kita lewati sebagai pasangan halal," ucap Sultan sambil menatap lekat istrinya. Sementara yang ditatap hanya tersenyum malu.Entah mengapa, wajah Sinta selalu merah jika mendapati Sultan tengah menatapnya. Apalagi posisi kali ini saling berhadap-hadapan. Sangat membuatnya malu dan selalu ingin menghilang saat itu juga.”Kok kamu diam saja?" Sultan merasa heran. Tangan kirinya dia jadikan bantal untuk Sinta dan yang kanan menggenggam kedua tangannya."Aku tidak tahu harus bicara apa," lirih Sinta. Wajahnya terlihat semakin merah."Apa kamu kepanasan? Bukankah AC-nya d
Pak Adam merasa gerah dengan sikap Sultan. Untungnya ia beserta istrinya lekas pulang dan meminta para maid dan bodyguardnya untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya."Siapa namanya?" tanya Bunda Soraya sambil terus menggenggam tangan suaminya, agar bersikap lebih tenang."Sania, Bunda." jawab maid Sandra."Sania?" gumam Pak Adam mengerutkan keningnya. Seperti yang sudah tahu siapa Sania."Ayah tahu?" tanya Bunda Soraya."Sepertinya dia adalah Sania putri Sanjaya yang dia tahun lalu melakukan transaksi dengan keluarga Azki, tapi kedua pihak malah mengalami kegagalan," ucap Pak Adam usai mengingat kejadian dua tahun lalu.Sultan yang sedari tadi sudah berdiri dibelakang sofa tempat duduk kedua calon mertuanya itu akhirnya mengerti alasan Azki berada di rumah ini dan beberapa kali mengelus dadanya."Untung saja," gumamnya lega.Pak ada yang mendengar suara seseorang, langsung menoleh ke arahnya. Matanya menatap tajam Sultan. Sementara orang yang ditatapnya sudah faham maksud dari tatapa
"Lepas!!" teriak Sultan. Suaranya menggema. Para bodyguard dan maid yang mendengar dibuat merinding."Kubilang lepas!!!" Sultan melepas paksa tangan Sania yang masih memeluknya erat dan mendorongnya hingga terhuyung."Kenapa kau bisa begitu tega padaku?" tanya Sania. Dia sebenarnya sudah tahu dengan sikap Sultan yang seperti ini. Tapi keinginannya untuk mempunyai suami seperti Sultan membuatnya tidak akan pernah menyerah begitu saja.”Aku memang tega terhadap semua wanita!" Sultan menyunggingkan senyum yang menakutkan. Tapi Sania malah tersenyum."Kecuali untuk wanita yang tadi kan?" Sania menatap Sultan dengan tatapan mengancam. "Tapi sayang, aku rasa dia lemah dan tidak pantas untuk menjadi istrimu," lanjut Sania.Rahang Sultan mengeras. Tangannya mengepal. Kali ini Sania benar-benar sudah kelewatan. Dia sengaja memancing emosi Sultan."Kau wanita yang tidak tahu malu," ucap Sultan menyeringai."Tangkap wanita ini dan lakban mulutnya!" titah Sultan pada beberapa bodyguard yang sedar
"Apa sebaiknya kita segera mengatur perjodohan untuk Fahmi dan Zahra?" tanya Abah kepada ustadz Rahman. Mereka baru saja keluar dari kelas usai mengajar."Sepertinya itu tidak perlu, Bah. Biarkan Fahmi menjalani kehidupan di pondok khusus untuk sementara. Agar dia bisa belajar dan dewasa dalam menilai hal yang benar dan salah,” tolak ustadz Rahman halus.Baru dia hari Fahmi berada di pondok yang di kelola oleh Sultan. Pondok khusus memang sengaja dibuat untuk mereka yang susah dan keliru dalam menjalani hidup. Seperti tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah."Tapi Zahra akan segera dinikahkan dengan orang pilihan saudaranya," sambung Umi yang datang dari arah dapur pondok dengan membawa nampan berisi makanan ringan."Jika kita telat, maka kita harus bisa mengikhlaskannya," lanjutnya dengan raut wajah yang tampak kecewa.Setibanya pulang dari rumah Pak Adam, keluarga Abah dikejutkan dengan datangnya saudara jauh Zahra yang selama beberapa tahun ini tidak pernah datang. Janganka
Ketika Sultan memberikan perintah untuk membawa Fahmi menuju ruangan khusus, tiba-tiba harus terhenti ketika terdengar suara teriakan yang menyuruh untuk menunggu. Padahal Sultan sudah sangat geram dan rasanya tidak baik jika harus terus menunggu.Suara itu juga berhasil membuat semua orang terheran-heran. Tapi tidak lagi ketika mengetahui siapa yang datang.Ustadz Rahman dan keluarga Abah. Termasuk Ratih yang menatap Sultan dengan penuh kebencian."Apa begini sikap dari orang-orang yang mengaku faham agama?" desisnya seolah merendahkan. Padahal dia belum tahu apa yang akan dilakukan Sultan. Tapi sudah berani untuk menilai kalau yang akan dilakukan Sultan adalah hal tidak baik."Kamu yang harusnya jaga sikap, Mbak!" bisik ustadz Rahman. Dia ingin keluar Abah bisa menjaga sikapnya. Karena ada tiga keluarga yang sedang berada di dalam rumah ini dan semuanya bukan orang yang sembarangan. Baik dalam segi agama bahkan dunia. Mereka ad6alah orang yang patuh terhadap sunah dan selalu menebar