Sinta Pikiranku berkecamuk. Ada yang sakit tapi tidak terlihat. Kami menerima Renata dengan kedua belah tangan terbuka. Dia menceritakan bagaimana mereka bisa bertemu hingga saling mencintai seperti sekarang ini.Kami tentu sangat terharu mendengar ceritanya. Pasalnya Rayhan memang seperti kehilangan jiwanya ketika aku dan Mas Fahmi menikah.Renata dan aku banyak berbincang-bincang, lalu Ayah dan Bunda ikut dalam obrolan kami. Mulai saat ini aku akan memutuskan untuk tidak akan menikah dengan Rey. Biarlah semuanya seperti ini. "Om," sapa Rayhan ditengah perbincangan kami.Kenapa dia datang kesini?Mataku menatap nanar dirinya. Kubuat bibirku tersenyum meski dipaksa. Melihat Rey datang, Renata langsung memeluk Rey erat. Mereka memang dua sejoli yang saling mencintai.Sepertinya ada perasaan tidak enak dalam diri Rey ketika Renata memeluknya dan mencoba untuk melepaskan diri. Jujur, aku merasa tidak nyaman dengan kehadiran mereka. Lebih tepatnya aku orang ketiga di antara cinta mereka
Beberapa bulan ini kulewati dengan sangat berat. Sembilan puluh hari terasa seperti sembilan abad ketika menanti waktu yang tepat untuk bertemu sang pujaan hati.Hari ini adalah hari terakhir Sinta menjalani Idahnya. Esok, ia telah sah menjadi janda. Selama sepuluh hari akan ada ijab dan qobul antara Sinta dan Rayhan."Maaf, ustadz Saya mau bertanya."Seperti ada yang memanggilku, namun terdengar samar."Ustadz," seseorang mencoba memanggilku. Secara terpaksa menghentikan mimpi indahku setelah menikah kembali dengan Sinta."Iya. Mohon maaf jika Saya tidak begitu konsen.""Emang apa yang membuat ustadz Fahmi melamun setelah tausiah? Bukannya tanya jawab?"Seseorang datang dan mengatakan hal itu dengan nada mengejek. Gilman. Kenapa dia datang ke sini?'Ingin sekali aku bisa menghajar lelaki yang kini sedang mengejekku itu.' batinku geram."Terimakasih, untuk yang telah ikut kajian kali ini. Barakallah fikum. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh," aku mengakhiri pertemuan ini deng
Mereka memasuki rumah mewah itu tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. Dengan perasaan yang berkecamuk, kuhentikan langkah maid yang mengikuti mereka dibelakang."Maaf. Tolong sampaikan kepada Sinta, Saya ingin bertemu,” ucapku pada kepada dua maid itu."Baik. Harap menunggu," balasnya sambil tersenyum.Aku kembali masuk kedalam mobil. Menunggu di sini lebih nyaman daripada diluar. Kuhapus keringat yang ada pada wajah.Tidak membutuhkan waktu lama, pintu mobil pun diketuk dari luar. Aku langsung membuka kaca mobil."Ustadz dipersilahkan masuk," ucap salah satu maid. Yang jelas bukan yang tadi. Kalau tidak salah ini maid Sisil. Gadis yang sudah lama bekerja dengan keluarga Sinta dan sudah mengenalku.Aku hanya tersenyum, "Terimakasih.""Mari ikuti, Saya!"Ikuti maid? Bukankah biasanya langsung masuk? Meskipun saat ini aku bukan lagi menantunya, tapi sebentar lagi akan kembali menjadi menantu dari keluarga ini lagi."Mari, ustadz!" ajaknya lagi dan aku hanya bisa menurut.Walau ada sedik
”Siapa bilang? Abah bukan orang yang ingin dihormati. Tetapi kita sebagai orang awam yang harus tahu diri," sahut ustadz Rahman yang juga datang tiba-tiba bersama Abah setelah ustadz Hanafi masuk."A-apa maksud perkataan Ustadz?" tanya ustadz Hanafi kikuk.Jika ditanya siapa yang paling berani di keluarga kita. Jawabnya tidak ada. Aku tidak bisa bertindak begitu berani seperti ustadz Rahman. Bukan karena tidak berani, tapi tidak mau Abah kecewa padaku untuk kesekian kalinya.Ustadz Hanafi dan bibi Ratih langsung mati kutu melihat ustadz Rahman dan Abah datang bersama. Apalagi dengan perkataannya yang menohok."Tidak ada maksud. Hanya ingin membuat beberapa orang tahu diri," ucap ustadz Rahman dengan tajam dan lantang membuat kedua orang itu semakin tersudut sambil membantu Abah untuk duduk."Apa maksud ustadz Saya orang yang tidak tahu diri? Begitu?” protes ustadz Hanafi tidak terima."Saya tidak bilang begitu. Anda sendiri yang mengatakan itu," jawab ustadz Rahman dengan puas.”Anda
"Kamu mau kemana, Mas?" cegahnya ketika melihatku kembali melangkah keluar."Aku tokoh yang juga dibutuhkan dalam pembicaraan itu.""Tidak bisa, Mas. Tidak!" ucapnya frustasi. Tapi apa yang membuatnya seperti ini? Ini hanya sebuah obrolan penting. Sangat penting. Tapi apakah baginya ini juga penting, sampai membuat dia seperti ini."Aku ingin terlibat dengan obrolan itu.""Aku tidak mengizinkan, Mas."Dia mencoba memelukku agar tidak jadi pergi. Tapi aku bukan Fahmi yang dulu, yang akan tergila-gila dengan cinta buta dan harapan semua yang dia berikan. Apalagi janji palsu dan penghianatan."Aku tidak butuh izin dari siapa pun!" "Tidak, Mas. Aku istrimu. Aku berhak ikut campur dalam urusanmu," gramnya dan terdengar menggertakan gigi."Siapa yang bilang? Bukankah kau anak seorang ustadz? Apa yang kau tidak belajar agama? Apa kau hanya bermain-main ketika semua orang serius menimba ilmu di pondok pesantren?" delikku padanya."A-ku, aku."Dia tidak bisa menjawab pertanyaan dariku. Ternya
"Diyah, Mbak tahu kamu sangat membenci, Mbak. Tapi kak Azril tidak bisa memaksakan hatinya untuk membalas perasaan setiap wanita yang mencintainya dan mengejarnya," jelas Sinta lagi yang membuat mata kami menatap mereka lekat."Apa maksudnya," tanya ustadz Rahman serius."Biarkan Diyah yang menjelaskannya," jawabnya pelan."Tolong, jelaskan semuanya, Nak," pinta Umi kepada Diyah. Tapi dia hanya diam. Perlahan air mata turun membasahi pipinya."Biarkan dia menguasai pikirannya dulu!" Ustadz Rahman mengingatkan.Kami semua kembali terdiam. Hanya terdengar hembusan nafas beberapa kali. Kupikir aku yang lebih tahu tentang Diyah. Tapi ternyata salah. Banyak orang yang lebih tau dan faham.Terutama Sinta. Aku berusaha menyembunyikan tentang penembakan itu, tapi dia tahu lebih. Bahkan dia tahu perasaan Diyah yang sebenarnya bukan dilabuhkan kepada Gilman, tapi hati yang lain.Siapa lelaki ini sampai membuat Diyah membenci Sinta? Kenapa aku baru sadar bahwa ada alasan yang tidak aku tahu seb
"Perasaanku mengatakan rasanya padamu sudah hilang," lirih ustadz Rahman dengan pandangan yang teduh tapi menusuk tajam kedalam hatiku.Bagaimana mungkin bisa secepat itu? Aku tidak percaya.Aku harus membuktikan dengan mata kepalaku sendiri Sinta masih sangat mencintaiku. Aku tahu itu. Sangat yakin.Selalu kukenang tatapan kosongnya ketika aku melakukan ijab qobul kedua dengan Janah dan hari-hari berikutnya. Dia masih mencintaiku."Kamu pasti tidak percaya, kan?" tanyanya menyelidik. Aku hanya bisa diam. Entah bagaimana lagi aku harus bicara.Jika diungkapkan akan menimbulkan kekecewaan baru. Ada rasa sakit yang menjalar ke dalam tubuh ini jika membayangkan Sinta tidak lagi mencintaiku.Wanita yang selama ini ada dalam tempat terbaik dihati dan jiwaku kini telah menjauh dari pandangan pun membuatku seakan hilang arah. Apalagi jika dia sudah tidak mencintaiku. Tapi aku tidak percaya. Aku harus yakin, kalau Sinta juga masih sangat mencintaiku."Istirahatlah. Aku juga harus menemui kelu
Astagfirullah, lagi-lagi aku memimpikan Sinta. Sepertinya aku harus segera mengajaknya untuk membicarakan masalah pernikahan kedua kami dan sang Muhallil."Kenapa kamu tidur di sini, Mas?" tanya Janah yang membuatku kaget."Kamu sendiri malam-malam ke sini, ngapain?" tanyaku balik."Ini baru jam sembilan, lho, Mas dan kamu sudah mimpi aneh lagi," jawabnya dengan ciri khas bibir yang maju."Aku tidak suka jika Mas bermimpi seperti itu?!”"Ayolah, Janah. Ini juga bukan yang Mas inginkan." Aku mengusap wajah kasar.Sampai kapan aku selalu seperti ini. Bayangan Sinta seakan menghantui. Ingin rasanya aku memeluk tubuhnya. Tapi semua keinginanku hanya bisa menggantung."Kenapa Mas tidur di sini?" tanyanya lagi. Kupikir dia akan lupa jika sudah di alihkan."Jangan pikir aku akan melupakan hal ini kalau Mas mengalihkan pembicaraan," lanjutnya yang membuatku kalah telak.Ya salam....apakah aku tidak ditakdirkan untuk pintar? Bisanya salah terus."Tidak ada.""Bohong. Mas pasti masih mempunyai
"Siapa orang jahat yang punya kemungkinan untuk melakukan rencananya?" Pak Adam tiba-tiba mendekat ke arah sang menantu yang serang stress karena menunggu proses istrinya yang tengah melahirkan."Loh, katanya Papa gak bisa dateng?" Sultan malah balik bertanya."Tidak mungkin Papa tak datang di saat Papa tahu kamu akan sibuk ke siapa setelah anakmu lagi." Pak Adam berdecak kesal."Tentu saja aku akan sibuk mengurus Sinta. Perihal anak, bisa punya lagi nanti. Kalau istri, tidak akan ada," jawabnya asal tetapi hal itu memang sudah diperkirakan oleh Pak Adam dan istrinya."Baiklah, sekarang jawab pertanyaanku yang tadi. Siapa orang yang punya kesempatan untuk melancarkan aksinya.""Renata," jawab Sultan cepat. "Aku mendapatkan laporan bahwa dia bertukar peran dengan kembaran yang sudah lama tidak diketahui identitasnya. Akan tetapi, orang itu bersedia untuk bekerja sama denganku. Jadi Papa tidak perlu khawatir.""Tetap saja kita harus waspada, karena boleh jadi dokter yang ada di dalam j
"Benarkah hari ini dia melahirkan?" Renata yang sudah terlepas dari orang-orang yang mengurungnya di sebuah rumah tua mulai siap dengan rencana-rencana jahatnya.Bahkan, dia sudah mengganti dirinya dengan saudara kembar yang bahkan tidak tahu apa pun. Saudara yang menyayanginya dengan tulus, dia manfaatkan begitu saja.Setelah mendengar kenyataan bahwa ternyata dirinya bukan berasal dari keluarga kaya yang terhormat, dia langsung kecewa dan marah besar. Rupanya dia hanya anak angkat keluarga konglomerat, itu pun secara tak sengaja.Hal itu membuat dendam Renata semakin menjadi, tidak hanya kepada Sinta, namun juga Sultan. Kali ini dia berniat untuk membuat semua orang yang sudah membuatnya kecewa untuk membayar perbuatannya."Wah, betapa bahagianya aku karena pasangan yang aku anggap musuh akan segera mendapatkan rezeki nomplok. Enaknya aku melakukan apa, ya? Setidaknya sampai kedua orang itu tahu bahwa aku masih hidup," ucapnya girang.Saat ini, dia tengah berbicara di telepon denga
Setelah beberapa hari dari pernikahan pasangan ’double S', hati Fahmi merasa tidak tenang. Dia merasa tidak enak kepada Habibah, adiknya ustadz Rahman sekaligus teman bermainnya sejak kecil.Tapi secara tiba-tiba, ustadz Rahman mengabarkan kalau Habibah sudah meninggal. Mereka semua terdiam dalam jangka waktu yang lama. Antara percaya dan tidak percaya.Alasan dibalik orangtunya dulu menjodohkan dengan Janah, tapi malah menikahkan Fahmi dengan Sinta karena Fahmi masih belum bisa mengambil keputusan.”Jadi bagaimana?" tanya Abah pada Fahmi yang masih saja diam menunduk. Semua keluarganya masih tidak ada yang berani bicara, sebelum Fahmi mengambil keputusan."Apa aku pantas?" Akhirnya dia bicara."Tentu saja. Jodoh adalah cerminan diri. Kau sudah berubah, berarti kau pantas bersanding dengan adikku,” jelas ustadz Rahman."Dulu, kau pernah bekerja sama dengan Renata, tapi sekarang dia dan keluarganya sudah pergi menjauh dari kehidupan kita. Bahkan keluarga Janah sudah mendekam di penjara
Setelah membuat rusuh diwaktu lamaran mantan istriku, Sinta dan Sultan. Aku dibawa secara paksa menuju pondok khusus atas perintah Sultan. Siapa yang tidak tahu pondok khusus ini, aku pun sudah lama tahu.Bahkan selama ini aku selalu mencari-cari orang yang telah mendirikannya dan mengembangkan selama ini.Tapi hal yang membuatku sangat terkejut adalah orang yang kucari selama ini berada dekat denganku. Sungguh malu campur sesal kalau beberapa waktu ini aku sering bertengkar dengannya.Dan sangat membencinya.Tapi aku juga tidak bisa melepaskan rasa tidak sukaku meskipun dia adalah orang yang kucari. Di satu sisi aku bahagia dan bangga, tapi di sisi lain aku kecewa kalau ternyata dialah yang mengambil wanita yang yang dia sendiri tahu jelas kalau aku sangat mencintainya."Apa yang akan terjadi jima rasa bahagia dan kecewa muncul bersamaan?" tanya seorang laki-laki dari arah belakang.Aku sudah tahu siapa orang tersebut meskipun hanya mendengar suaranya."Rasa kecewaku lebih kuat darip
Setelah melangsungkan acara pernikahan, kehidupan Sultan dan Sinta berubah dengan drastis. Awalnya Sinta mengira kalau suaminya itu mungkin mempunyai sifat dingin seperti kulkas bernyawa. Ternyata tidak.Semuanya berada diluar pemikiran Sinta. Ternyata lelaki yang dinikahinya hanya akan dingin pada wanita lain. Jika dihadapkan dengannya, dia akan langsung bersikap seperti anak kecil."Aku tidak menyangka, dua minggu telah kita lewati sebagai pasangan halal," ucap Sultan sambil menatap lekat istrinya. Sementara yang ditatap hanya tersenyum malu.Entah mengapa, wajah Sinta selalu merah jika mendapati Sultan tengah menatapnya. Apalagi posisi kali ini saling berhadap-hadapan. Sangat membuatnya malu dan selalu ingin menghilang saat itu juga.”Kok kamu diam saja?" Sultan merasa heran. Tangan kirinya dia jadikan bantal untuk Sinta dan yang kanan menggenggam kedua tangannya."Aku tidak tahu harus bicara apa," lirih Sinta. Wajahnya terlihat semakin merah."Apa kamu kepanasan? Bukankah AC-nya d
Pak Adam merasa gerah dengan sikap Sultan. Untungnya ia beserta istrinya lekas pulang dan meminta para maid dan bodyguardnya untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya."Siapa namanya?" tanya Bunda Soraya sambil terus menggenggam tangan suaminya, agar bersikap lebih tenang."Sania, Bunda." jawab maid Sandra."Sania?" gumam Pak Adam mengerutkan keningnya. Seperti yang sudah tahu siapa Sania."Ayah tahu?" tanya Bunda Soraya."Sepertinya dia adalah Sania putri Sanjaya yang dia tahun lalu melakukan transaksi dengan keluarga Azki, tapi kedua pihak malah mengalami kegagalan," ucap Pak Adam usai mengingat kejadian dua tahun lalu.Sultan yang sedari tadi sudah berdiri dibelakang sofa tempat duduk kedua calon mertuanya itu akhirnya mengerti alasan Azki berada di rumah ini dan beberapa kali mengelus dadanya."Untung saja," gumamnya lega.Pak ada yang mendengar suara seseorang, langsung menoleh ke arahnya. Matanya menatap tajam Sultan. Sementara orang yang ditatapnya sudah faham maksud dari tatapa
"Lepas!!" teriak Sultan. Suaranya menggema. Para bodyguard dan maid yang mendengar dibuat merinding."Kubilang lepas!!!" Sultan melepas paksa tangan Sania yang masih memeluknya erat dan mendorongnya hingga terhuyung."Kenapa kau bisa begitu tega padaku?" tanya Sania. Dia sebenarnya sudah tahu dengan sikap Sultan yang seperti ini. Tapi keinginannya untuk mempunyai suami seperti Sultan membuatnya tidak akan pernah menyerah begitu saja.”Aku memang tega terhadap semua wanita!" Sultan menyunggingkan senyum yang menakutkan. Tapi Sania malah tersenyum."Kecuali untuk wanita yang tadi kan?" Sania menatap Sultan dengan tatapan mengancam. "Tapi sayang, aku rasa dia lemah dan tidak pantas untuk menjadi istrimu," lanjut Sania.Rahang Sultan mengeras. Tangannya mengepal. Kali ini Sania benar-benar sudah kelewatan. Dia sengaja memancing emosi Sultan."Kau wanita yang tidak tahu malu," ucap Sultan menyeringai."Tangkap wanita ini dan lakban mulutnya!" titah Sultan pada beberapa bodyguard yang sedar
"Apa sebaiknya kita segera mengatur perjodohan untuk Fahmi dan Zahra?" tanya Abah kepada ustadz Rahman. Mereka baru saja keluar dari kelas usai mengajar."Sepertinya itu tidak perlu, Bah. Biarkan Fahmi menjalani kehidupan di pondok khusus untuk sementara. Agar dia bisa belajar dan dewasa dalam menilai hal yang benar dan salah,” tolak ustadz Rahman halus.Baru dia hari Fahmi berada di pondok yang di kelola oleh Sultan. Pondok khusus memang sengaja dibuat untuk mereka yang susah dan keliru dalam menjalani hidup. Seperti tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah."Tapi Zahra akan segera dinikahkan dengan orang pilihan saudaranya," sambung Umi yang datang dari arah dapur pondok dengan membawa nampan berisi makanan ringan."Jika kita telat, maka kita harus bisa mengikhlaskannya," lanjutnya dengan raut wajah yang tampak kecewa.Setibanya pulang dari rumah Pak Adam, keluarga Abah dikejutkan dengan datangnya saudara jauh Zahra yang selama beberapa tahun ini tidak pernah datang. Janganka
Ketika Sultan memberikan perintah untuk membawa Fahmi menuju ruangan khusus, tiba-tiba harus terhenti ketika terdengar suara teriakan yang menyuruh untuk menunggu. Padahal Sultan sudah sangat geram dan rasanya tidak baik jika harus terus menunggu.Suara itu juga berhasil membuat semua orang terheran-heran. Tapi tidak lagi ketika mengetahui siapa yang datang.Ustadz Rahman dan keluarga Abah. Termasuk Ratih yang menatap Sultan dengan penuh kebencian."Apa begini sikap dari orang-orang yang mengaku faham agama?" desisnya seolah merendahkan. Padahal dia belum tahu apa yang akan dilakukan Sultan. Tapi sudah berani untuk menilai kalau yang akan dilakukan Sultan adalah hal tidak baik."Kamu yang harusnya jaga sikap, Mbak!" bisik ustadz Rahman. Dia ingin keluar Abah bisa menjaga sikapnya. Karena ada tiga keluarga yang sedang berada di dalam rumah ini dan semuanya bukan orang yang sembarangan. Baik dalam segi agama bahkan dunia. Mereka ad6alah orang yang patuh terhadap sunah dan selalu menebar