Pukul enam pagi. Arka baru saja selesai membuatkan bubur untuk sang istri.
Hari ini dia sudah ijin untuk tidak masuk kerja, dan meminta beberapa dokter lain untuk menggantikan jadwalnya hari ini.Dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih, Arka kembali memasuki kamar dan menghampiri sang istri yang masih terlelap."Liora," panggil Arka pelan. Dia kini duduk di sisi ranjang samping sang istri tertidur. Walau tak tega membangunkannya, namun Arka tak mau jika kondisi Liora semakin parah karena perempuan itu tak mau makan.Kelopak mata Liora perlahan terbuka, menatap wajah sang suami di sampingnya."Aku sudah membuatkan bubur untukmu. Kamu harus makan, setelah itu minum obat agar demamnya cepat turun."Liora menggeleng lemah, hanya mendengar kata bubur saja perutnya sudah mual, apa lagi jika dia sampai memakannya."Jika tidak makan, kondisimu tidak akan cepat pulih. Jadi, makanlah sedikit saja ySetelah panggilan Danu berakhir, Arka memutuskan untuk bergegas mengambil jas dokter miliknya dan kunci mobil yang ada di atas meja. Melihat sang suami tampak tergesa-gesa, Liora mulai curiga. "Kamu mau kemana sayang?"Arka menoleh, dia menatap sang istri dengan sorot kasihan. Kondisi Liora memang sedang tidak baik, tapi dalam hatinya terus saja memaksa untuk segera ke rumah sakit. "Kamu tadi bilang padaku jika hari ini tidak masuk kerja kan?" Liora menatap jas putih yang kini sudah ada di tangan Arka. Membuat hati Liora jadi berdesir cemas. "Sayang ... kamu benar tidak akan ke rumah sakit kan?"Arka akhirnya menghampiri. Dia mengusap pucuk kepala perempuan yang masih duduk di atas kasur itu sesaat. Dengan rasa bersalah Arka berucap, "maaf Liora. Ada urusan penting yang tidak bisa aku tinggalkan.""Tapi aku sedang sakit. Apa kondisi istrimu ini tidak penting untukmu?""Aku sudah memberimu obat dan vitamin. Jika obatnya sudah be
Setelah seharian kemarin perutnya terasa mual, hari ini Liora merasa sedikit lebih baik. Dia sengaja bangun pagi, untuk memindahkan beberapa barang-barangnya ke kamar Arka. Sekarang Arka telah mengijinkan mereka menggunakan satu kamar bersama. Tentu saja Liora sangat senang. "Liora," panggil Arka mulai menghampiri sang istri yang tengah sibuk menyusun beberapa baju ke lemari yang ada di kamar itu. Perempuan itu menoleh, dan tersenyum padanya. "Kamu mau berangkat kerja sekarang?" tanya Liora penasaran saat melihat sang suami sudah berpakaian rapi. Arka mengangguk mengiyakan. Dia sengaja ingin segera ke rumah sakit lebih awal dari jadwalnya karena ada hal penting yang ingin segera dia lihat. "Aku nanti juga ingin ke perusahaan, sepertinya aku sudah lama tidak ke sana.""Kamu yakin?" tanya Arka memastikan. Tentu dia masih khawatir jika Liora kembali beraktivitas di luar, mengingat sang istri sedang hamil muda. "Apa kamu tidak i
Arka berdiri di ambang pintu, menatap perempuan berkulit pucat yang sedang dibantu berdiri oleh beberapa suster. Belum ada yang menyadari keberadaan Arka di sana. Sudah lama perempuan itu terbaring koma, seluruh otot di tubuhnya pasti kaku. Para suster itu membantunya untuk menggerakkan tangan dan kakinya. Arka mengukir senyum tipis. Seperti mimpi baginya melihat perempuan itu kini sudah membuka mata. Dia sangat rindu, dan ingin memeluk perempuan itu dengan erat. Tapi hatinya menahan."Dokter Arka," panggil salah satu suster di dalam sana setelah mengetahui keberadaan Arka. Perempuan yang sudah duduk kembali di sisi kasur pasien ikut menoleh. Pandangannya langsung bertemu dengan laki-laki yang sejak tadi malam dia cari. Bibirnya seketika mengukir senyum lebar. "Arka ..."Arka memutuskan masuk ke ruangan, menghampiri beberapa suster yang tadinya membantu perempuan itu berdiri. Jujur, dia sangat ingin berbicara banyak dengan pe
Setelah berhasil menenangkan Seyla, kini Arka membawa perempuan itu ke taman rumah sakit. Karena tubuh perempuan itu masih lemah, Arka meminta Seyla untuk duduk di kursi roda agar memudahkan laki-laki itu membawanya jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Jika terus berada di dalam ruangan, tentu Seyla akan suntuk. Arka harap dengan mengajak perempuan itu mencari udara segar, Seyla bisa melupakan sedihnya sejenak. "Cuaca hari ini cerah ya, tidak mendung tidak juga terlalu panas."Arka menghentikan langkahnya setelah mereka sampai di dekat salah satu tempat duduk taman di bawah pohon rindang. Arka duduk di kursi kayu taman itu, bersampingan dengan kursi roda Seyla. Dia tersenyum setelah mendengar ucapan perempuan itu barusan. "Akhir-akhir ini cuacanya memang bagus, tapi kamu tidur terlalu lama jadi baru bisa menikmati cuaca seindah ini sekarang."Seyla tersenyum, lalu menghela nafas pelan. Dia mengarahkan pandangannya lurus ke dep
Pukul delapan malam. Tidak seperti biasa Arka masih berada di rumah sakit di jam seperti ini, padahal dia juga sudah tidak memiliki jadwal. Kini dia berada di ruang rawat seorang pasien, menatap perempuan berambut sebahu yang sudah terbaring di atas ranjang pasien. Perempuan itu masih menggenggam tangannya dengan erat, membuat Arka tak tega untuk meninggalkannya. "Kamu akan bermalam di sini kan?"Arka diam sesaat. Berusaha memikirkan kalimat yang pas agar dirinya bisa pulang, tanpa harus membuat Seyla sakit hati. Pulang terlambat seperti saat ini saja, pikirannya tidak bisa tenang karena teringat oleh Liora. Istrinya itu pasti sedang menunggunya di rumah."Sebenarnya aku ingin menemanimu. Tapi aku takut jika terus berada di sini aku justru akan mengganggu istirahatmu."Seyla menggeleng pelan. Tak membenarkan apa yang Arka katakan barusan. "Setiap kamu berada di dekatku, aku merasa lebih baik Ar. Aku tidak ingin jauh darimu."
Tepat pukul dua belas malam. Pintu utama terbuka, dengan langkah gontai Arka memasuki rumahnya yang kebetulan tak di kunci. Setelah menemani Seyla cukup lama, Arka akhirnya bisa meninggalkan perempuan itu. Dia harap Seyla tak akan mencarinya karena Arka telah meninggalkannya saat tertidur.Sesampainya di ruang tengah, langkah Arka terhenti. Matanya seketika melebar saat pandangannya mengarah pada dua orang laki-laki dan perempuan yang sudah terlelap di atas sofa. Arka yang datang dalam keadaan lelah, tentu saja tak terima melihat pemandangan di depan matanya saat ini. Kenapa Ervan ada di rumahnya? Dan yang lebih membuat Arka geram, Liora tidur bersandar di bahu Ervan dengan tangan Ervan memeluk perempuan itu. Tak menunggu lama, Arka langsung menarik lengan Ervan dengan paksa. Membuat Ervan seketika terbangun, dia berusaha berdiri tegak di saat nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Menatap sang sahabat yang ternyata sudah ada di depanny
Pagi itu di dalam kamarnya Liora tengah sibuk merias diri, bersiap untuk berangkat kerja. Hari ini tidak seperti kemarin, Arka duduk di sisi kasur menunggunya selesai berdandan. Sejak tadi laki-laki itu hanya diam dengan sabar, melihat sang istri yang tengah sibuk dengan rutinitasnya.Arka sengaja tak ingin membuat Liora tergesa, ini semua dia lakukan untuk menebus kesalahannya yang telah membuat Liora menunggunya lama tadi malam. Mengingat kejadian tadi malam, tentu Arka masih sangat merasa bersalah."Sudah selesai," ucap Liora sambil bangkit dari duduknya. Dia kemudian berbalik dan tersenyum kepada sang suami. "Ayo berangkat."Arka berdiri, lalu berjalan menghampiri Liora. Kemarin dia berangkat terlalu pagi demi melihat Seyla, dan meninggalkan perempuan itu. Mulai sekarang Arka berjanji sebisa mungkin dia akan berusaha meluangkan waktunya untuk mengantar sang istri berangkat bekerja. "Yasudah kalau begitu, ayo." Arka berjalan mendahul
"Mau mama kupaskan?" tanya Ana setelah membuka parcel buah yang sengaja dia bawakan khusus untuk sang menantu. Kini mereka berada di ruang tengah. Ana juga telah berhasil membujuk Arka tak jadi masuk kerja. Sebelum mengajak anak dan menantunya ke luar rumah, Ana ingin memastikan Liora memakan sesuatu lebih dulu. "Jika ada sesuatu masuk ke mulut, pasti Liora akan muntah ma," jelas Liora berusaha menolak buah yang ingin dikupaskan Ana untuknya. Dia sama sekali tak nafsu makan, walaupun itu secuil buah segar. "Jadi sejak awal mengetahui hamil, kamu jarang makan?" tanya Ana memastikan. Liora langsung mengangguk mengiyakan. Membuat Ana menghela nafas kasihan. "Pantas saja tubuhmu semakin kurus, wajahmu juga begitu tampak pucat Liora. Mama sangat khawatir dengan kondisimu saat ini."Liora tersenyum. Sebenarnya dia sendiri juga sadar, beberapa hari ini berat badannya berkurang. Namun entah kenapa Liora justru senang, banyak orang yang mengasihaninya k
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal