Sekretaris itu melirik ke arah Aura dengan terkejut. Sebelumnya juga ada banyak wanita yang datang ingin bertemu langsung dengan Jose. Namun, tak satu pun dari mereka berhasil. Semuanya selalu dihentikan olehnya di pintu depan.Jangankan menunggu seharian seperti Aura, bahkan sepuluh hari pun belum tentu bisa bertemu. Malah bisa saja langsung diusir oleh petugas keamanan."Bu Aura, Pak Jose mempersilakan Anda masuk."Saat Aura masuk ke dalam ruangan, Jose sedang membungkuk di balik meja kerjanya untuk memeriksa dokumen. Cahaya lampu di atasnya jatuh tepat ke rambut dan bahunya, membuat sosoknya tampak dingin dan asing.Karena ruangan dilapisi karpet tebal, langkah Aura nyaris tak menimbulkan suara. Namun, sebelum dia sempat berbicara, Jose sudah lebih dulu membuka suara tanpa mengangkat kepalanya, "Ada urusan apa cari aku?"Aura tak kuasa mengumpat dalam hati, 'Pria berengsek, sudah tahu masih nanya.'Namun, dia sadar bahwa Jose bukan orang yang bisa dimusuhinya. Oleh karena itu, dia h
Dalam urusan seperti ini, Jose memang selalu terkenal dingin dan minim bicara. Hanya dalam waktu singkat, Aura sudah tidak berdaya dan tak sanggup melawan. Akhirnya, dia pun pasrah dan membiarkan semuanya mengalir tanpa perlawanan.Namun pada saat berikutnya, dagunya dicengkeram oleh tangan Jose. Sorot mata Jose tajam dan dingin saat menatap ke arahnya. "Fokus, atau keluar sekarang juga."Aura terdiam.Dalam hati, dia bertanya-tanya mengapa dia bisa berurusan dengan iblis seperti ini? Namun, Aura tetap berusaha bersemangat untuk menghadapinya.Setelah semuanya selesai, Jose bangkit dari tempat tidur. Dia mengenakan handuk yang dililitkan di pinggang, lalu menatap Aura. Mungkin karena pencahayaan ruangan yang redup, Aura tidak bisa membaca dengan jelas ekspresi di wajah pria itu.Namun sebenarnya, dia juga tidak ingin tahu. Dalam hati, dia mulai menghitung hari. Masih ada dua puluh hari lebih. Dia harus bertahan.Saat Jose berbalik hendak menuju kamar mandi, Aura bangkit dan menarik tan
Ekspresi Riana langsung berseri-seri dan berkata sambil tertawa, "Putri pamanmu baru pulang dari luar negeri. Kalian berdua ketemuan dulu."Hanya orang bodoh yang tidak mengerti bahwa Riana sedang mendesaknya untuk cepat menikah. Dari balik tirai, Aura hanya bisa menarik napas pelan. Dia tidak menyangka bahwa bahkan pria sehebat Jose pun harus menghadapi tekanan untuk segera menikah.Sungguh ironis ....Jose refleks melirik ke arah tempat Aura bersembunyi, lalu mengerutkan alis. "Ibu, aku bisa atur urusanku sendiri. Ibu nggak usah khawatir."Wajah Riana kembali muram mendengar jawaban itu. "Jose, Ibu melakukan ini juga demi kebaikanmu.""Kaley itu gadis cantik, lulusan doktor luar negeri, dan sopan. Jauh lebih baik dibandingkan wanita-wanita nggak jelas di luar sana. Kalau kamu bisa cepat menikah, Ibu juga bisa tenang dan nggak khawatir lagi."Di balik tirai, Aura yang tadinya santai menonton drama ini, terpaku sejenak.Tunggu .... Apakah dia baru saja disebut sebagai "wanita nggak jel
Aura mengatupkan bibirnya dan berkata dengan tenang, "Oh, kamu sembunyi di kolong tempat tidur mereka dan mendengar mereka nggak ada hubungan sama sekali?"Anrez terdiam.Aura memang terkenal dengan ketajaman lidahnya. Hanya saja, meski dia selalu membalas ucapan orang dengan ketus, Aura tidak pernah mengatakan hal sekurang ajar ini sebelumnya. Kali ini, kata-katanya benar-benar membuat Anrez murka.Sebelum pria itu sempat bereaksi, Aura sudah lebih dulu berbalik dan melangkah cepat ke atas. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu kamar dibanting keras.Anrez tertegun sejenak. Begitu tersadar, dia menekan dada dan ekspresinya tampak sangat muram. "Anak durhaka ... benar-benar nggak tahu diuntung!"Ghea buru-buru menopangnya dengan mata berkaca-kaca, "Maaf, Ayah. Aku nggak akan pergi menengok Kak Daffa lagi ke depannya, supaya Kakak nggak salah paham.""Tapi, aku benar-benar nggak melakukan semua itu ...," ucap Ghea dengan air mata berderai.Hati Anrez langsung melunak. Dia menghela na
Untuk pertama kalinya Aura memanggilnya dengan nada yang agak lembut. Wajah Anrez yang semula keras pun terlihat sedikit melunak."Makan dulu. Setelah sarapan, ikut Ayah keluar."Aura duduk sambil mengangkat alis, memandangnya dengan penuh selidik. "Mau ke mana?"Anrez mengernyit. "Nanti juga kamu tahu."Aura hanya menanggapi dengan ringan dan tidak banyak bicara lagi. Begitu menoleh, dia melihat Ghea di seberangnya tengah menunduk dengan wajah murung. Senyumnya malah semakin cerah.Namun, belum lama dia menikmati suasana hatinya yang membaik, raut wajah Aura langsung berubah muram kembali."Kenapa Ayah bawa aku ke sini?" Aura melihat rumah sakit di depannya, lalu menoleh menatap Anrez.Di hadapannya adalah rumah sakit tempat Daffa dirawat. Karena takut bertemu dengan Daffa, Aura bahkan tidak datang untuk menjenguk ibu Lulu. Tentu saja, sebenarnya dia bukan takut. Hanya saja merasa sial jika bertemu dengannya.Kini setelah melihat Anrez membawanya ke sini, ekspresinya menjadi gelap.Pa
Begitu rombongan mereka tiba di depan restoran, Aura langsung melihat Jose berjalan ke arah mereka bersama seorang gadis. Gadis itu bahkan tampak tersenyum manis.Aura tertegun sejenak, lalu bergeser ke samping untuk menghindarinya. Namun tak lama kemudian, dia tersadar dan mencibir dalam hati, kenapa dia harus menghindar?Jose juga jelas melihatnya. Saat pandangan mereka bertemu, tatapan dingin di wajah Jose sempat meredup. Namun hanya sesaat, dia segera mengalihkan pandangan seperti tak mengenalnya.Donna dan Daffa sempat saling memandang sejenak. Meskipun hatinya tidak terlalu senang melihat Jose, Donna tetap tersenyum dan menyapa dengan ramah, "Kebetulan sekali, Pak Jose juga makan di sini?"Jose membalas dengan anggukan kecil dan senyum sopan. Penampilannya masih terlihat anggun dan berkelas seperti biasa. Sementara itu, Daffa malah memalingkan wajah. Dia kemudian melangkah ke sisi Aura dan menggenggam tangan gadis itu.Aura ingin menghindar, tetapi genggaman Daffa terlalu kuat da
Aura terkejut seketika dan refleks mendongak melihat wajah Jose dari pantulan cermin. Tangannya gemetaran karena terkejut dan bahkan lupa untuk mencuci wajahnya."Kenapa kamu di sini?" Setelah tersadar dari keterkejutannya, Aura mengangkat alis dan bertanya pada Jose, "Bukannya kamu lagi kencan?"Namun detik berikutnya, pria itu langsung menutup pintu kamar mandi dan menekannya di wastafel sambil terus mencium bibirnya. Aroma maskulin Jose yang tajam dan mendominasi membuat jantung Aura berdebar. Ada sesuatu yang terasa asing, tetapi juga terasa familier.Aura mengangkat tangan dan mendorong Jose. Napasnya juga mulai tidak beraturan. "Jangan di sini. Ada orang," bisiknya.Namun, Jose justru membungkuk dan menggiringnya masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi.Restoran privat ini memang tergolong kelas atas, bahkan kamar mandinya pun didekorasi dengan sangat elegan. Setiap bilik dibuat terpisah dan sangat menjaga privasi. Ketika tubuh Aura didorong hingga menempel pada pintu bilik,
Sisi wajah Jose tampak begitu sempurna. Aura hanya bisa tersenyum dan berkata, "Nggak, nggak ada!" Setidaknya ... untuk sekarang belum ada!Aura merasa agak miris saat menyadari, kenapa dirinya selalu begitu pengecut di hadapan pria ini?Dia mengatupkan bibir, lalu membereskan penampilannya dan keluar dari bilik kamar mandi. Di depan cermin, dia berdiri sebentar untuk merapikan riasan.Melihat bayangan dirinya di cermin, terutama bagian bibir yang tampak sedikit bengkak, Aura justru tertawa kecil dengan puas.Tadi, saat Jose sedang lengah, dia juga sempat meninggalkan "tanda kenangan" di tubuh pria itu. Kalau Jose sudah membuatnya tak nyaman, maka dia juga punya hak untuk membalas, walau cuma sedikit. Aura penasaran, bagaimana ekspresi si gadis manis itu nanti saat melihat bekas lipstiknya di kerah baju Jose?Memikirkan hal itu, Aura berbalik untuk keluar dari toilet dengan suasana hati yang riang. Begitu tiba di depan pintu ruang privat tempat Jose berada, Aura sengaja melirik ke dala
Aura sungguh kehabisan kata-kata. Dia ... dijadikan sopir oleh Jose?Namun, melihat wajah Jose yang jelas-jelas lagi patah hati karena diselingkuhi, Aura akhirnya tetap menyalakan mobil. Toh tadi Jose juga membantunya.Begitu mobil keluar dari garasi, Aura baru teringat sesuatu. Dia menoleh dan bertanya kepada Jose, "Kita mau ke mana?"Jose menjawab, "Vila."Aura mengangguk pelan, paham maksudnya pasti vila yang waktu itu pernah dia datangi juga. Jadi, dia tidak bertanya lebih lanjut.Suasana di dalam mobil langsung sunyi. Yang terdengar hanya suara napas mereka masing-masing.Saat sudah sampai di garasi vila, Aura menoleh karena melihat Jose belum turun dari mobil. Dia melirik sekilas wajah pria itu.Wajah Jose memang luar biasa. Hidung mancung, garis rahang tegas, mata yang dalam. Bahkan dari samping, wajah ini tetap bisa membuat para wanita langsung jatuh hati.Namun, bibir yang terkatup rapat itu memperlihatkan dengan jelas bahwa suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja.Aura me
Tak jauh dari mobil Aura, dua orang sedang saling tarik-menarik. Aura langsung mengenali mereka. Bukankah itu Kaley dan Ferdy? Dari cara mereka berinteraksi, sepertinya hubungan mereka tidak biasa?Tangan Aura yang sedang menjentikkan abu rokoknya pun berhenti, bahkan dia sampai lupa dengan masalahnya sendiri dan membelalakkan mata menonton drama."Apa maksudmu? Kamu mau lihat aku nikah sama Jose ya?" Suara wanita itu cukup nyaring, langsung menusuk telinga Aura.Ferdy mengangkat tangan, menekan pelipisnya dengan lelah. "Kaley, jangan buat keributan.""Buat keributan?" Kaley tertawa sinis. "Ferdy, kalau kamu benaran laki-laki, sekarang juga masuk dan bilang ke ayahku kalau kamu mau nikahin aku!"Aura benar-benar tercengang! Astaga, ini gosip hangat! Kaley itu tunangan Jose, 'kan? Jadi, sekarang Kaley selingkuh dengan Ferdy?Seketika, Aura langsung teringat kejadian kemarin malam saat dirinya terkena lemparan barang dan kalimat yang keluar dari mulut Jose saat menariknya pergi.Demi men
Melihat Aura yang tampak tenang dan seolah-olah tidak peduli, Anrez nyaris meledak karena kemarahannya.Aura tetap santai, duduk diam sambil menikmati tehnya.Anrez terdiam cukup lama, lalu mendongak menatapnya. "Apa kamu baru akan senang kalau Grup Tanjung benar-benar hancur, ya?"Aura menjawab, "Masih sama seperti tadi. Saham Grup Tanjung nggak boleh dijual!""Hmph, ini bukan sesuatu yang bisa kamu tentukan. Saham itu tetap akan kujual. Kalau kamu benar-benar nggak mau, bujuk saja Keluarga Santosa supaya suntik dana. Begitu uang masuk, aku tentu nggak akan jual saham lagi."Mendengar itu, Aura menunduk sedikit. Jemarinya yang putih pucat memegang cangkir teh dengan lembut. Suhu tehnya pas, tidak panas."Aku bisa saja meyakinkan Keluarga Santosa."Mendengar Aura melunak, Anrez tampak lega. "Nah, begitu dong. Kamu 'kan anakku. Semua ini aku lakukan demi kebaikan keluarga."Keluarga? Aura memalingkan wajah dengan sinis. Mungkin Anrez memang melakukannya demi keluarga. Namun, apa masih a
Aura tiba-tiba terpeleset. Jika tidak segera ditopang oleh pelayan, dia pasti terjatuh."Hati-hati, Bu."Aura menggigit bibir dan tersenyum penuh terima kasih. "Terima kasih ya. Eee ... barusan aku keluar sebentar dan malah nyasar. Boleh tanya, Pak Steven dan Pak Anrez ada di ruangan nomor berapa?"Pelayan itu tersenyum ramah dan sopan. "Oh, Pak Anrez ada di ruang 308. Biar aku antar."Bagaimanapun, gadis secantik Aura tidak terlihat seperti pembohong.Aura mengikuti pelayan itu sampai ke ruang privat Anrez. Saat itu, Anrez sedang duduk minum teh bersama Steven, ayah Efendi.Begitu melihat Aura masuk, ekspresi keduanya langsung berubah. Anrez langsung memasang wajah dingin, jelas-jelas tidak menyambut kedatangannya.Di sisi lain, Steven yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis, hanya menunjukkan keterkejutan sesaat dan langsung tersenyum hangat. "Aura datang juga. Sudah lama nggak ketemu. Kamu nggak pernah main ke rumahku lagi, sini duduk dulu.""Aku baru saja mau ajak Efendi mampi
"Temanku di dalam," kata Aura, hendak menerobos masuk. Namun, dia tetap ditahan oleh petugas yang menjaga pintu."Maaf, Bu, siapa nama temanmu? Dia pesan ruang nomor berapa? Atau kamu bisa telepon dia dan minta dia jemput di depan?"Aura mengernyit. Dia belum pernah ke restoran ini sebelumnya, tidak menyangka sistemnya seribet ini. Padahal cuma restoran, tetapi rasanya seperti masuk kantor intelijen.Aura juga lupa meminta nomor ruangan dari Efendi. Parahnya saat ingin menelepon, dia baru sadar ponselnya kehabisan baterai. Ini benar-benar sial.Saat dia masih memikirkan cara untuk menyelinap masuk, pandangannya menangkap sesosok yang tinggi dan familier sedang berjalan dari arah parkiran.Pria itu mengenakan setelan jas hitam, bahunya lebar dan pinggang ramping. Dia tampak gagah dan berkelas. Siapa lagi kalau bukan Jose?Jose hanya meliriknya sekilas, lalu mengalihkan pandangan dan berjalan tanpa henti. Aura termangu sejenak, lalu akhirnya melangkah maju dan mengadangnya."Ada apa?" Jo
"Apa katamu?" Anrez memandang Aura dengan marah. "Jadi, selama ini di matamu aku seperti itu?"Aura memejamkan mata sejenak. Amarah yang tadi meluap langsung meredup setelah tamparan tadi. Dia menjilat pelan bagian dalam pipinya, bau amis darah seketika menyebar di mulut.Dia terkekeh-kekeh. "Sudahlah, anggap saja aku cuma buang angin."Tanpa menoleh lagi, Aura langsung naik ke lantai atas. Begitu sampai di lorong, dia berpapasan dengan Ghea yang murung.Aura hanya meliriknya dengan datar, melewatinya tanpa bicara. Dia pun masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan keras.Karena pertunangan sudah dekat, Aura mengompres pipinya yang bengkak dengan kantong es. Beberapa saat kemudian, terdengar ketukan di pintu."Nona, ini obat bengkak dari Tuan." Itu suara Kasih.Aura mengerutkan kening, lalu membalas dengan dingin, "Aku nggak butuh dia sok baik."Kasih menghela napas dan masuk ke kamar. Dia membawa Aura duduk di depan meja rias, lalu membantu mengoleskan obat sambil berucap dengan sungg
Daffa merasa, sekarang Aura semakin tidak punya kesabaran padanya. Terutama sejak Jose mulai sering muncul di sekitar Aura.Dulu, dia sama sekali tidak khawatir Aura akan berpaling. Namun, kalau lawannya adalah Jose, dia mulai merasa terancam. Meskipun tidak ingin mengakuinya, Jose memang lebih unggul darinya di segala aspek.Aura mendongak sedikit saat mendengar ucapannya. Seketika, dia memahami isi hati Daffa. Dulu, dia selalu merasa Daffa punya aura yang unik, percaya diri, berkarisma, membuat orang sulit untuk mengalihkan pandangan. Namun, sekarang dia merasa dirinya yang dulu buta.Ketika Aura mengalihkan pandangannya sedikit, dia melihat sosok yang berdiri di balik tirai jendela lantai dua.Kalimat penolakan yang awalnya sudah sampai di ujung lidah Aura, tiba-tiba ditelan kembali. Dia mengangkat tangan, mengaitkan jarinya, menyuruh Daffa mendekat.Daffa menunduk, lalu Aura mencium pipinya. Aura langsung mencium aroma parfum yang menusuk, tetapi ekspresinya tetap tenang. Saat kemb
Kalimat itu sungguh tidak enak didengar.Daffa sendiri sepertinya juga menyadari kesalahannya. Dia buru-buru menambahkan, "Jose bukan orang baik. Aku sudah suruh kamu jauhi dia, 'kan?"Seolah-olah dirinya sendiri orang baik.Aura ingin memutar bola matanya, tetapi tetap menahan diri dan menjawab dengan sabar, "Hari ini aku nggak sengaja ketemu dia, terus nggak sengaja juga kena lemparan gelas darinya. Makanya, dia antar aku pulang."Jelas, Daffa tidak puas dengan jawaban itu. Dia masih ingin berbicara lebih lanjut.Aura menambahkan, "Tadi banyak orang yang lihat kok. Kalau nggak percaya, tanya saja ke Ferdy atau yang lain."Mereka satu kalangan. Meskipun tidak dekat, pasti saling kenal.Mendengar suara Aura yang mulai kehabisan kesabaran, Daffa akhirnya menutup mulut. Meskipun begitu, ekspresinya masih masam.Aura terdiam sejenak, lalu menoleh padanya dan bertanya, "Omong-omong, kenapa kamu ke sini? Sudah ketemu dalang di balik trending topic itu?"Daffa termangu mendengar itu. "Eee ..
Sebenarnya Aura cukup penasaran dengan apa yang baru saja terjadi. Masalah apa yang sampai membuat Jose, pria sedingin gunung es ribuan tahun itu, sampai baku hantam dengan Ferdy.Saat dia sedang tenggelam dalam pikirannya, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Itu dari Daffa.Secara refleks, Aura melirik ke arah Jose. Entah teringat apa, dia akhirnya menekan tombol jawab."Halo?""Aura, kamu di mana?"Aura terdiam sejenak, lalu menjawab, "Sudah mau sampai rumah. Kenapa?""Nggak ada apa-apa, cuma mau ketemu kamu. Aku lagi nunggu di bawah rumahmu."Suasana dalam mobil sangat hening. Volume ponsel Aura tidak terlalu keras, tetapi setiap kalimat terdengar jelas oleh Jose.Sebelum Aura sempat menanggapi, Jose sontak menginjak rem mendadak seperti orang kesurupan.Karena hentakan mendadak itu, Aura yang sedang menelepon langsung terlempar ke depan. Luka di kepalanya yang baru saja diperban terbentur keras ke dashboard."Ssshh ...." Rasa sakit itu membuatnya menarik napas dalam-dalam. Kemudian, dia