Fadli berlari ke arah lift, namun dia sama sekali tidak menemukan keberadaan mamanya maupun wanita yang bersamanya tadi."Ke mana mereka? Aaaghh! Aku kehilangan jejak mereka!" kesal Fadli pun meninju udara karena dia merasa kesal telah kehilangan jejak mamanya. "Aku sangat yakin kalau tadi itu adalah Jihan. Dari postur tubuhnya itu benar-benar Jihan. Aku harus menanyakan hal ini pada Mama sampai di rumah nanti," sambung Fadli di dalam hati.Tiba-tiba ponselnya berdering dan ternyata itu panggilan dari kliennya yang sudah menunggu di lantai atas, mau tidak mau Fadli pun akhirnya menaiki lift tersebut menuju lantai atas.Sementara di balik dinding penyekat yang ada di lantai tersebut, Mama Kirana berdiri bersama dengan Jihan, dia menutup mulut Jihan agar tidak bersuara."Huuuf! Hampir aja ketahuan," ujar Mama Kirana dengan nafas yang begitu lega.Terlihat wajah keduanya begitu sangat tegang karena hampir saja mereka ketahuan oleh Fadli.Memang tadi Mama Kirana sempat melihat Fadli saat
"Kenapa Mama diam? Mama ada di mana saat ini?" tanya Fadli kembali."Mama sedang berada di jalan karena tadi habis dari tempat arisan temen.l Mama, memangnya kenapa kok tumben sekali kamu nanyain Mama di mana?""Bohong. Mama habis dari kota Bogor kan?""Kota Bogor? Kamu jangan ngaco deh. Orang Mama habis dari temen arisan Mama, kalau nggak percaya kamu bisa tanya deh sama Papa, Mama ke mana hari ini. Memangnya kenapa? Kok tumben sekali kamu nanya seperti itu?""Nggak apa-apa Mah. Ya sudah kalau gitu Fadli tutup dulu teleponnya ya, assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Fadli pun akhirnya menutup telepon tersebut, tetapi entah kenapa hatinya tidak percaya dengan jawaban sang Mama, karena dia sangat yakin jika wanita yang dia temui di mall tadi adalah mamanya."Masa iya ada orang yang sangat mirip dengan mama? Dari pakaian, tata rambut, postur tubuh, semuanya mirip sama mama. Wajahnya juga walaupun dari samping, aku harus menanyakannya lagi saat sampai di rumah," gumam Fadli, kemudian dia
Alis Haikal bertaut heran saat mendengar ucapan Zahra. 'Itu cewek kenapa sama orang tua sendiri kok begitu? Harusnya mamanya nelpon senang, seperti orang yang tidak suka saja ditelepon?' batinnya.Tanpa menjawab telepon tersebut Zahra langsung mematikannya, namun lagi-lagi telepon itu berdering hingga akhirnya Zahra pun terpaksa untuk mengangkatnya."Ada apa lagi sih, mah?" tanya Zahra saat telepon tersambung, bahkan wanita itu tidak mengucapkan salam sama sekali."Enggak! Zahra nggak mau pulang sebelum Mama dan Papa berubah pikiran. Zahra ini bukan barang!" marah wanita tersebut kemudian dia mematikan telepon.Air mata kembali mengalir, dadanya terasa begitu sesak saat mengingat keputusan kedua orang tuanya dan itu semakin membuat Haikal merasa penasaran.'Itu cewek kenapa kok marah-marah? Apa dia lagi bertengkar dengan orang tuanya?' batin Haikal yang merasa penasaran dengan masalah Zahra.Wanita itu kembali berjalan tidak tentu arah, hingga tidak terasa Zahra mulai berjalan ke teng
Sepanjang perjalanan bahkan Zahra terus saja menangis, hingga terasa mobil sudah sampai di sebuah Villa. Wanita itu menghapus air matanya kemudian dia menatap ke arah Haikal."Kdnapa kita ke Villa?" tanyanya dengan heran, "lo jangan macam-macam ya! Mentang-mentang gue lagi kayak gini, terus lo ngambil kesempatan dalam ke--" ucapannya terhenti saat Haikal tiba-tiba saja mencubit bibirnya hingga monyong seperti bebek."Ternyata lo itu cantik-cantik tapi cerewet seperti emak-emak yang sedang menjajakan dagangannya. Aku membawamu ke sini karena Jihan berada di sini, kau mau masuk tidak? Kalau tidak ... aku tinggal!" ancamnya kemudian Haikal keluar dari mobil.Zahra mengusap bibirnya karena dia merasa jijik tadi Haikal memegang bagian yang begitu sensitif. "Dasar cowok me-sum! Kata-kata dan juga tangannya tidak bisa dijaga. Jika tidak karena ingin bertemu dengan Jihan, sudah kepelintir tangannya!" geram Zahra.Dia pun mengikuti Haikal turun dari mobil dan pria itu menuntunnya untuk masuk k
"Orang tua gue ngejodohin gue sama orang lain tapi lo tahu alasan mereka menjodohkan gue itu karena apa?"Jihan menggelengkan kepalanya karena dia pun tidak tahu itu. "Memangnya apa?" tanyanya."Perusahaan bokap gue itu lagi di ambang kebangkrutan, dan dia bekerja sama dengan temannya. Dan di dalam lerjodohan itu, gue seperti dijual. Lo tahu ... demi untuk kebangkitan perusahaannya papa, mereka sampai harus mengorbankan gue menikah dengan anak dari temannya. Dan laki-laki itu tuh udah punya istri, tapi dia belum punya anak ," elas Zahra.Aisyah tertegun, dia tak percaya jika orang tua Zahra mampu melakukan itu, apalagi saat mengingat jika dirinya juga adalah istri kedua."Gue nggak mau Jihan ... gue nggak cinta sama itu laki. Gue nggak mau berakhir seperti lo, walaupun harus berkorban untuk keluarga. Tapi gue juga bingung ... kalau gue nggak nikah sama itu laki, otomatis perusahaan Papa gue bakalan bangkrut, gue harus gimana, Han? Harus gimana?" Zahra mengguncang bahu Jihan, karena i
Matahari mulai menyongsong lumayan terik, namun Zahra masih belum juga keluar dari kamarnya, apalagi wanita itu sedari pagi belum sarapan sedangkan Jam sudah menunjukkan pukul 09.00."Kamu kenapa terlihat gelisah sekali sayang?" tanya ibu Kulsum kepada Jihan."Aku khawatir Bu dengan Zahra, kok dia belum keluar kamar juga ya?" ujar Jihan dengan tatapan yang begitu cemas."Zahra, teman kamu? Emangnya dia ada di sini?" kaget bu Kulsuam yang memang belum mengetahui jika Zahra ada di sana."Iya Mah, jadi semalam itu Zahra datang ke sini dan dia menangis.""Menangis kenapa?"Akhirnya Jihan pun menjelaskan tentang kronologi masalah dari Zahra kepada ibunya, karena bagi Jihan siapa tahu Ibu Kulsum mempunyai solusi."Ya allah, kasihan sekali Zahra. Dia pasti sangat tertekan. Kenapa orang tuanya bisa setega itu? Mereka tidak tahu saja posisi menjadi istri kedua dan hanya untuk mengandung itu tidak semudah yang dipikirkan." Ibu Kulsum merasa heran dengan jalan pikiran dari orang tua Zahra.Kemud
Setelah Zahra diperiksa oleh dokter, Zahra masih belum sadarkan diri juga, membuat Jihan benar-benar merasa khawatir."Eeeugh." Terdengar lengkungan dari wanita itu, kemudian sedikit demi sedikit kedua bola mata Zahra pun terbuka."Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga Ra. Aku benar-benar cemas sekali," ucap Jihan sambil menggenggam tangan Zahra."Aku kenapa?" tanya Zahra."Udah ... sebaiknya kamu jangan bicara dulu! Kamu kan baru sadar pasti badan kamu sangat lemas?"Bu Kulsum datang membawakan semangkuk bubur berbarengan dengan Haikal masuk ke dalamnya, namun saat Jihan akan menyuapi sahabatnya ia merasa mual."Biar gue makan sendiri aja Han," ujar Zahra dengan suara lemas."Udah nggak papa, biar aku suapin.""Kamu kan mual, nanti kalau kamu muntah-muntah gimana? Aku nggak mau kalau sampai terjadi apa-apa dengan kandungan kamu. Nggak apa-apa aku bisa makan sendiri kok," ujar Zahra.Akan tetapi Tuhan tidak membiarkan itu, dia akhirnya meminta Haikal untuk menyuapi Zahra, dan pada a
"Saya ada perlu dengan Zahra. Apa dia ada?" tanya Fadli kepada pria yang tak lain adalah ayahnya Zahra."Dia kabur," jawab pria itu dengan ketus."Kabur? Kabur ke mana, Om?" tanya Fadli dengan penasaran."Ya mana saya tahu. Emang anak durhaka. Sudah, sebaiknya kamu pergi dari sini! Saya mau ke kantor."Fadli akhirnya masuk kembali ke dalam mobil, dia termenung karena kuncinya adalah Zahra tapi wanita itu malah tidak ada."Hilang sudah kesempatanku untuk bertemu dengan Jihan," lirih Fadli sambil memukul setir mobil. "Aaagh! Ke mana lagi aku harus mencarinya?"Saat dia tengah memikirkan cara untuk kembali mencari Jihan, tiba-tiba saja ponselnya berdering, dan ternyata itu panggilan dari Calista yang menelponnya dan menanyakan keberadaannya."Iya aku sedang berada di jalan, ini sebentar lagi mau balik," jawab Fadli dengan nada datar.Setelah telepon terputus dia pun menyalakan mesin mobilnya untuk kembali ke kantor. Entah kenapa sekarang setiap Calista berada di sisinya atau setiap wanit
Hari ini Fadli sudah di izinkan pulang oleh dokter, dan dia akan rawat jalan di rumah. Jihan sengaja menjemputnya bersama dengan Dixon."Boleh aku menggendongnya?" pinta Fadli saat berada di dalam mobil."Tentu saja. Tapi apa perut kamu sudah enakan? Nanti takutnya lukanya malah basah kembali karena tekanan yang cukup berat," khawatir Jihan."Tidak. Sudah lebih baik kok." Kemudian Jihan pun memberikan Dixon kepada Fadli dengan hati-hati.Pertama yang dilakukan Fadli adalah mencium seluruh wajah Dixon. Air matanya tidak bisa terbendung lagi, dia amat sangat bahagia karena akhirnya bisa memiliki seorang anak darah dagingnya sendiri.'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberikanku seorang keturunan. Dia amat sangat tampan. Terima kasih juga telah memberikanku istri yang begitu sabar, semoga Engkau tidak memisahkanku dengan Jihan untuk kedua kalinya.' batin Fadli sambil menatap hangat ke arah putranya."Dia sangat tampan ya," ucap Fadli sambil melirik ke arah Jihan.Wanita itu menganggu
Haikal tersenyum melihat wajah Zahra yang terlihat begitu lucu di matanya. Kemudian dia membantu wanita itu untuk membereskan bekas acara tahlilan.'Jika dilihat-lihat, dia sangat cantik.' batin Haikal saat dia sedang membereskan botol Aqua di samping Zahra, dan diam-diam pria itu mengamati wajah cantik milik wanita tersebut. 'Ya ... walaupun sedikit barbar, tapi dia benar-benar wanita yang baik.'..Satu minggu telah berlalu, Jihan saat ini sedang ditelepon oleh Mama Kirana karena Fadli sudah siuman, dia pun segera bergegas ke rumah sakit.Sesampainya di sana, Jihan langsung memeluk tubuh Fadli. "Akhirnya kamu sadar juga Mas. Aku senang sekali," ucapnya dengan haru."Ini juga karena berkat doa kamu, sayang," jawab Fadli dengan lembut.Pipi Jihan merona malu saat Fadli tiba-tiba saja menyebutnya dengan kata sayang. Karena baru pertama kali pria itu berkata semanis dan seromantis itu kepada dirinya."Boleh kan, jika aku memanggil kamu dengan sebutan sayang?" ucap Fadli dengan tatapan
"Kami akan menceritakannya, tapi nanti. Sekarang kamu mandi lalu makan!" titah Mama Kirana.Akan tetapi, Nuha menolak. Dia tetap ngotot ingin mengetahui semuanya. Melihat kekeras kepalaan putrinya, mama Kirana menatap ke arah papa Zahid, meminta persetujuan suaminya. Akhirnya mau tidak mau, papa Zahid pun menganggukkan kepala."Calista sudah mencelakai kakakmu. Dia menusuk Fadli," ungkap mama Kirana.Nuha menggelengkan kepalanya, dia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang Mama. "Tidak. Tidak mungkin jika Kak Calista mencelakai Kak Fadli, Mah, Pah. Mama dan Papa kan tahu, bahwa Kak Calista itu sangat mencintai kak Fadil. Jadi tidak mungkin!" Nuha terus membantah.Baginya hal itu sangatlah mustahil, di mana seorang Istri yang sangat mencintai suaminya mencelakai begitu saja."Tapi itulah faktanya. Sebenarnya memang Calista tidak ingin mencelakai Fadli, tapi yang ia tuju adalah Jihan." Mama Kirana menatap ke arah menantu keduanya.Mendengar hal itu Nuha mengikuti tatapa
"Eekhm!" Zahra berdehem, membuat kedua orang itu seketika melepaskan pelukannya dan menatap ke arah pintu."Eh, kamu Ra. Ada apa?" tanya Haikal.'Dia bertanya dengan begitu entengnya. Ada apa? Sama sekali tidak merasa bersalah atau canggung dengan kehadiranku, begitu? Menyebalkan!' gerutu Zahra di dalam hati.Dia pikir Haikal akan merasa gugup atau gelisah saat melihat kedatangannya, tapi terlihat wajah pria itu datar saja tidak ada ekspresi rasa bersalah sedikitpun, dan itu semakin membuat Zahra merasa kesal.Dia menatap ke arah wanita cantik yang saat ini tengah berdiri di samping Haikal. "Ini ... aku mau anterin berkas untuk kamu tanda tangani." Wanita tersebut menaruh berkas di atas meja Haikal, kemudian dia menatap sinis ke arah wanita yang tak lain adalah Nuha."Hey, kamu! Kamu adalah mantannya Haikal, ya? Wow! Ternyata kamu tidak mempunyai satu mantan saja, Haikal, tapi ternyata banyak," sindir Zahra sambil tersenyum miring."Maksudmu?" Haikal melihat dengan tatapan memicing ke
Haikal mencoba untuk menetralkan sikapnya, kemudian dia menatap ke arah Zahra. "Lo kenapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Zahra yang tadinya sedang malu-malu seketika menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Haikal. Dia bimbang, apakah harus mengatakan tentang pesan itu atau tidak kepada pria yang saat ini berada di hadapannya."Tidak apa- apa," bohong Zahra. Akan tetapi, Haikal tidak bisa dibohongi , sebab ia bisa melihat dari raut wajah Zahra yang dilanda kegugupan serta kecemasan."Jangan bohong! Udah yuk masuk dulu ke mobil!" ajaknya.Zahra pun menurut, hingga mereka memasuki mobil. Akan tetapi, wanita itu masih diam memikirkan siapa dalang dibalik pesan tersebut."Sekarang katakan! Ada apa?" Haikal lagi-lagi bertanya, karena entah kenapa melihat wajah Zahra yang seperti itu membuatnya tak tega.Wanita tersebut membuang nafasnya dengan kasar, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, mengutak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Haikal."Bacalah!" titahnya.Haikal
"Begini ... apa kau mau terbebas dari, Sean?"Zahra menautkan kedua alisnya, "iya maulah. Tapi bagaimana caranya?""Begini ... karena kak Fadli masih berada di rumah sakit dan dia belum sadarkan diri, sementara aku yang menghandle perusahaan sampai dia sehat. Aku tidak mempunyai partner, jadi aku mau menawarkan mu untuk bekerja di perusahaan ku, membantuku dalam segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan," tawar Haikal."Lalu, apa hubungannya dengan Sean?"Kemudian Haikal pun menjelaskan bahwa penawarannya ada hubungan dengan Sean, di mana pria itu akan menanamkan saham di perusahaan orang tua Zahra, dan sebagai imbalannya Zahra harus membantunya untuk bekerja sebagai sekretarisnya di kantor.Mendengar penjelasan dari Haikal, Zahra pun menimbangnya. Dia bingung apakah jawabannya harus ia atau tidak. Tapi Sean juga sudah memberi modal untuk perusahaan orang tuanya."Tenang saja. Tentang modal dari pria itu, biar dikembalikan saja. Jadi tidak usah merasa tidak enak. Daripada kau harus
"Jelas aku harus ikut campur. Anda ini sangat kasar pada perempuan ... lepaskan dia!" Tatapan Haikal begitu tajam.Dia memang tidak mengenal pria yang berada di hadapannya, tetapi melihat cara pria itu memperlakukan Zahra, Haikal benar-benar merasa tak terima."Memangnya kau siapa? Kekasihnya bukan, tunanganya juga bukan. Tapi kau sudah berani untuk memerintahku. Asal kau tahu ya! Dia ini adalah calon istriku!" tegas pria tersebut.Mendengar hal itu Haikal malah tertawa, seakan apa yang dia dengar adalah lelucon yang begitu menggelikan hatinya."Kenapa kau tertawa? Memangnya ucapanku ada yang salah?""Tidak. Ucapanmu tidak ada yang salah. Tapi kau bilang apa tadi? Calon istri? Zahra saja belum tentu mau denganmu," sindir Haikal sambil mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring, akan tetapi tatapannya terkesan meremehkan.Pria tersebut melepaskan cekalan tangannya di lengan Zahra, kemudian dia maju ke hadapan Haikal dan menarik kerah baju pria itu. Akan tetapi, Haikal masih terseny
Semua menanti dengan wajah yang tegang, khawatir dengan keadaan Fadli. "Bagaimana Dok, keadaan putra saya?" tanya papa Zahid yang sudah tidak sabar yang segera mengetahui keadaan putranya."Pasien dalam keadaan kritis, sebab lukanya sangat dalam, ditambah pasien juga kehilangan banyak darah,"papar dokter tersebut.Seketika tubuh Mama Kirana menjadi lemas. Dia pun tak sadarkan diri saat mendengar jika putranya saat ini tengah dalam keadaan kritis.Sementara Jihan terduduk di lantai dengan air mata yang sudah kembali mengalir deras hingga matanya sudah sipit seperti orang Cina, karena sejak tadi terus saja menangis.'Mas Fadli, maafkan aku mas. Gara-gara aku kamu jadi seperti ini.' batin Jihan merasa bersalah.Zahra yang melihat sahabatnya tengah terpuruk kemudian mendekat ke arah Jihan, lalu dia merangkul pundak wanita itu dan membawanya dalam dekapan."Lo yang sabar ya. Gue yakin kok, suami lo itu adalah pria yang kuat. Dia pasti akan selamat."Jihan tidak menjawab, dia hanya mengan
Haikal memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Dia melihat ke arah Calista yang sedang bangun dengan tertatih.Untung saja wanita itu jatuh di rerumputan, jadi lukanya tidak terlalu parah. "Calista! Tunggu kamu!" teriak Haikal.Calista yang merasa panik melihat ke arah Zahra dan Haikal yang mulai mendekat. Dia pun berlari dari sana hendak menyeberangi Jalan, akan tetapi naas ... dari arah berlawanan ada sebuah truk tronton yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup kencang, sehingga menabrak tubuh Calista.BRUGH!Dan yang lebih naas lagi adalah ... Calista tidak bisa menghindar, hingga dia pun terpental cukup jauh. Dan lebih mengenaskannya lagi ... dari arah yang tak diduga-duga, ada sebuah mobil sehingga melindas kepala milik Calista hingga wanita itu pun meregang nyawa di tempat."Aaaakh!" Zahra yang melihat kejadian itu pun menjerit. Dia langsung memeluk tubuh Haikal karena merasa takut dengan kejadian tersebut. Tubuhnya bergetar, tidak pernah melihat hal yang begitu mengerikan