Olivia mendengkus kesal mendengar perkataan Albert. Sementara Jane meninggalkan mereka dengan senyum dan hati yang bahagia. "Tuan, semoga kau bisa benar-benar membuka hatimu pada Nona Olivia. Agar kenangan buruk di masa lalu itu bisa hilang dari ingatanmu." Ucap Jane dalam hatinya. Jane sudah merawat Albert sejak kecil, jadi dia tau seluk beluk kehidupan Albert di masa lalu.
Albert makan dengan lahap. Olivia baru sekali ini melihatnya makan dengan porsi yang banyak. Olivia makan hanya sedikit, sekedar pengganjal lambungnya saja.
"Kenapa kau makan sedikit sekali? Apa makanan ini tidak ada yang sesuai dengan seleramu?" Tanya Albert saat selesai makan dan membersihkan sudut bibirnya dengan sapu tangan.
"Aku diet!" Jawab Olivia singkat dan ketus.
"Kau memang harus diet. Kau tau berapa berjuangnya aku mengangkat tubuhmu yang berat itu ke lantai atas?"
"Ka-kapan kau melakukannya?"
"Saat kau tertidur di dapur."
"Salahmu se
Semalaman Albert bekerja lembur di ruang kerja mansionnya. Ia harus menyiapkan segala sesuatu untuk launching merek parfum terbarunya. Perusahaan Albert bergerak di berbagai bidang, salah satunya adalah parfum. Albert selalu mengandalkan kemampuannya sendiri untuk hal penting seperti ini. Dia adalah seorang pria yang mencintai ke sempurnaan. Dan dia hanya akan puas dengan sesuatu yang dia rancang sendiri. Albert tertidur di kursi kerjanya saat jam satu malam. Olivia yang terbangun di jam tiga dini hari karena merasakan haus, melihat tidak ada Albert yang tidur di kamarnya lantas menjadi heran. "Kemana pria itu pergi di jam seperti ini? Atau... jangan- jangan dia tidak tidur di kamar ini semalam?" Olivia berkata sambil menjangkau ceret airnya, dan ternyata itu kosong. "Huh.. habis. Aku harus mengambilnya sendiri ke dapur. Hoooaamm." Olivia jelas sekali masih ngantuk, saat mencoba memakai sendal rumahnya. Olivia berjalan ke dapur dengan lang
Mungkin karena ini bukan kali pertama pria ini melakukannya, Olivia tidak lagi melakukan perlawanan. Dia bahkan mulai mengimbangi permainan Albert. Tangan Albert melesap cepat ke balik baju tidur tipis yang di gunakan Olivia. Menyentuh benda kecil yang sudah menyembul dari tadi. Jarinya bermain di sana, memilin-milin lembut dan sesekali meremas penuh benda kenyal itu."Aaaahh..." Desah Olivia saat ciuman Albert turun ke leher jenjang miliknya. Tangannya masih bermain di tempat semula. Membuat gadis itu menggelinjang karena merasakan kenikmatan. Hal yang selalu ia rasakan saat bercumbu dengan Tristan, tapi mereka tidak pernah menuntaskan permainan itu. Tristan terlalu menjaga Olivia dengan sangat baik.Olivia yang sudah pernah bercinta dengan Albert untuk pertama kali, merasa bahwa tubuhnya menginginkan sesuatu yang lebih saat ini.Tangannya mulai menyentuh perut Albert yang mengeras. Membuat pria itu kembali merasakan hasratnya sudah di ubun-ubun oleh sentuhan t
Setelah Olivia selesai mandi dan berpakaian, dia segera turun ke bawah. Saat ini Olivia tampak mengenakan celana jeans ketat bewarna hitam, yang terdapat beberapa bolong di paha dan betis sebagai bentuk trend masa kini, kaus oblong bewarna putih. Olivia juga mengenakan topi meski rambut panjangnya terurai. Sepatu kets bewarna putih dan menenteng sebuah tas ransel mini bewarna hitam. Sungguh sangat modis untuk anak seusianya. Albert sudah menunggu di meja makan, untuk sarapan bersama. Ia memperhatikan dengan detail penampilan Olivia dan memicingkan mata pada bagian jeans yang bolobg-bolong. "Apa kau tidak punya celana lain untuk kau kenakan?" Sindir Albert tak suka. "Memangnya kenapa? Ini sedang trend. Kau mana tau hal itu, kau kan sudah tu..." Olivia menggantung ucapannya saat melihat Albert menatapnya dengan raut muka marah. "Maksudku, pria pekerja keras yang selalu berada di kantor sepertimu mana mungkin paham trend fashion anak muda zaman sekarang.
Olivia dan Albert naik sampai ke lantai dua belas. Lift itu tepat berada di samping ruangan CEO. Ruangan siapa lagi kalau bukan Albert. Olivia masih terpana dengan suasana gedung ini. Sungguh besar dan menakjubkan. Tanpa sengaja, ia tersandung dan hampir jatuh. Untung dengan cepat Albert menyambutnya. "Berhati-hati lah saat berjalan, gunakan matamu." Hardik Albert, membuat Olivia kesal sekaligus malu. Lalu Albert masuk terlebih dahulu ke dalam ruangannya. Meninggalkan Olivia yang masih termangu sendiri di depan lift itu. Kebetulan, Lucy baru saja datang saat kejadian itu. Dia hanya melihat bagian Olivia disambut Albert dan di hardik oleh Albert. Ia tidak melihat bahwa Olivia datang bersama Albert. "Dari mana asal gadis kumal ini? Kenapa ia bisa di sini? Dan, berusaha menggoda Tuan Muda? Cih, sungguh jalang yang menjijikkan. Panggil pihak keamanan dan usir dia keluar." Titah Lucy pada seorang petugas kebersihan yang kebetulan melintas di sana.
Sementara, yang sebenarnya terjadi di dalam ruangan itu adalah jauh berbeda dari yang dilihat oleh Lucy dari ruangannya. "Lihat ini, sepertinya dasimu tidak rapi. Biar aku rapikan." Olivia sengaja mencari alasan agar bisa lebih dekat dengan Albert. Karena ia melihat Lucy yang dari tadi sengaja memandang ke arah ruangan ini. Jadi, sifat jahil ingin mengerjai wanita itu muncuk dalam benak Olivia. "Sepertinya, kau mulai perhatian padaku?" Albert hanya diam saat Olivia duduk di sudut mejanya, sementara Albert duduk di kursi kebangsaannya itu. Olivia menjadi gugup saat mengikat kembali dasi yang melingkar di leher Albert. Karena pria itu dengan terang-terangan memandang Olivia dengan penuh arti. "Ehem... I-itu hanya karena aku berusaha bersikap baik padamu." jawabnya pura-pura tak melihat Albert masih memandangnya. "Untuk apa kau melakukan itu? Agar aku memberikanmu uang yang banyak? Biasanya, anak sekolahan sepertimu ini sangat suka memoroti sugar daddy-n
Monic menatap tajam pada Olivia yang berada tepat di belakang Albert. Gadis itu tampak sengaja bersembunyi di sana. 'Siapa gadis yang dibawa Albert itu?' Monic berucap di dalam hati. "Sayang, kau datang?" Melihat sikap Monic yang ramah dan manja pada Albert, entah mengapa Olivia merasa hatinya seperti tertusuk jarum. 'Ada apa denganku? Kenapa hatiku sakit, saat wanita itu memanggilnya dengan sebutan sayang dan tersenyum manja ke arahnya? Dia itu kan isteri pertamanya, wajar saja jika mereka sangat akrab dan penuh kasih sayang.' Olivia berkata dalam hatinya dengan wajah yang tetap terlihat kesal. "Apa kau sudah selesai? Aku akan melakukan sesi pemotretan parfum keluaran terbaru sekarang." Albert tidak suka terlalu akrab saat berbicara dengan Monic. "Aku bisa menunda yang ini untukmu, lalu apakah aku bisa menjadi modelnya kali ini? Oh iya, sayang, siapa gadis yang kau bawa itu?" Monic berusaha tetap ramah agar Albert menaruh simpatik padanya.
Pemotretan itu berlangsung hingga dua jam lamanya. Bagi Olivia yang sama sekali belum pernah terjun di bidang ini, tentu ini adalah pekerjaan yang melelahkan. Kini ia tersandar pada sebuah kursi dengan sebotol air mineral di tangan kirinya. "Huufftt... Ternyata jadi model itu sama sekali tidak semudah yang aku bayangkan. Dibalik gambar yang indah, ada perjuangan yang tanpa batas. Bahkan untuk mendapatkan satu hasil yang memuaskan saja harus melakukannya sampai setengah jam." Olivia mengeluh. Entah siapa lawan bicaranya, dia tak peduli. "Pekerjaan yang dihasilkan dari menyerobot hak dan milik orang lain itu memang tidak menyenangkan, gadis kecil." Monic yang mendengar keluhan Olivia langsung menyela. "Siapa yang kau maksud menyerobot hak dan milik orang lain? Aku? Jelaskan apa yang kurebut dan dari siapa?" Olivia merasa Monic sengaja mencari masalah dengannya. Maka, ia dengan senang hati meladeninya. Jiwa tomboy itu belum hilang dari dalam dirinya. "Te
Jam lima sore, Olivia terbangun dari tidurnya. Saat ia menggeliat, matanya tertuju pada selimut tebal yang menutup tubuhnya. Netra Olivia bergerak ke kiri dan ke kanan mencari seseorang yang mungkin saja ada di sini sejak ia tertidur tadi. Tapi, tidak ada siapa-siapa di kamar itu. "Huuh.. syukur lah dia tidak di sini. Bagaimana aku bisa tertidur di sini. Pasti dia tadi datang dan memberiku selimut ini." Olivia menyesali kebodohannya, ia memukul-mukul kepalanya. Kemudian, ia melirik jam dinding yang sangat besar di kamar itu. "Jam lima? Ya ampuuuunn, lama sekali aku tidur. Aku melewatkan jam makan siang, pantas saja sekarang perutku terasa sangat lapar" Olivia mengusap perutnya yang kelaparan. Bisa jadi, ia terbangun karena merasa lapar. Olivia bangkit dari kasur, kemudian membasuh mukanya di dal toilet kamar itu. Merapikan pakaian dan bajunya. Kemudian memakai kembali sedikit pelembab bibir merah alami miliknya. Setelah dirasa cukup, Olivia berjalan k
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka