Bab211"El, ada apa?" tanya Kevin lagi, melihat kini wanita itu nampak menyeka air matanya."Tidak apa- apa, ayo lanjut," jawab Elea, memaksakan diri untuk tersenyum.Kevin menggeleng. "Dasar cengeng," gumam Kevin. Elea hanya diam, dengan perasaan yang teramat sakit.Saat Kevin ingin menjelaskan kembali."Vin," panggil Elea."Hmmm.""Boleh kita lanjut nanti? Aku butuh istirahat, sebentar saja.""Istirahat atau mau nangis?""Vin." "El, bisa fokus nggak?""Nggak bisa, pikiranku lagi kacau, Vin.""Dan kamu butuh bantal, tempat sunyi lalu menangis?"Elea diam. Kevin menyambar tangan Elea, kemudian mengajak wanita itu berdiri."Vin, apa sih?" Elea mencoba menarik tangannya. Tetapi Kevin tidak melepaskan, dia menarik tangan Elea sedikit kuat dan membawa wanita itu terus berjalan menuju keluar."Vin mau kemana? Nggak enak sama Erina, jika aku pergi begitu saja."Kevin tetap tidak menyahuti Elea. Seakan menulikan telinga, Kevin terus berjalan membawa wanita itu.Di dalam mobil, Kevin pun tid
Bab212Setelah selesai berkangen ria, kini Kevin dan Elea duduk di bawah pohon rambutan, yang ada di dekat rumah panti.Hembusan angin di terik siang, menyejukkan keduanya yang sedang menikmati indahnya suasana panti yang asri."Bagaimana, apakah hatimu kini sudah baik?" tanya Kevin. Elea memang lurus ke depan, tersenyum kecil dan menunduk. "Sebenarnya aku baik- baik saja, hanya ada perasaan kasihan yang menyelimuti hati."Mata Elea jauh memandang."Sesuatu yang tidak baik mengganjal? Apakah rindu sama Arya?" tanya Kevin.Pertanyaan yang penuh maksud, reflek mulut lancang Kevin bertanya."Bukan rindu, hanya kasihan pada seseorang. Mas Arya sedang berada di Kalimantan, dia bertemu dengan anak tirinya. Dan yang buat aku sangat sedih, melihat kondisi mantan istrinya mas Arya," jelas Elea."Memangnya dia kenapa?""Kata mas Arya, dia mengalami tabrak lari. Kini kondisinya kesulitan berjalan, dia hanya hidup sebatang kara berdua dengan anaknya. Andai dulu aku tidak menjadi istri kedua Mas
Bab213Melihat Arya yang berdiri di depan lift, Kevin pun terkejut dan langsung menurunkan tangannya."Mas," ucap Elea dengan berbinar. Wanita itu gegas memeluk sang suami, namun Arya hanya diam dan tak membalasnya.Elea melepaskan pelukannya. "Mas, kapan datang?" tanya Elea, mendongakkan wajah menatap Arya."2 jam yang lalu, tapi kamu malah tidak ada di apartemen, tidak izin pula pada Mas maupun Erina, kalian dari mana?" selidik Arya."Dari rumah jurnalis, ada hal yang perlu Elea tanda tangani, mendadak sih," jelas Kevin dengan tenang. Elea hanya terdiam."Tadi mas mau kemana?" tanya Elea."Mau keluar bentar, Delima minta tolong," jawab Arya. Elea mengernyit."Memangnya Delima ada dimana, dan Andre kemana?" tanya Elea, ketiga orang itu masih berdiri di dekat pintu lift."Sudah, Mas buru- buru," jawab Arya dengan sikap dingin. Elea terdiam, ketika Arya mempercepat langkahnya, memasuki lift.Hingga pintu lift tertutup."Dia sepertinya marah padaku," gumam Elea, yang sudah tahu betul pe
Bab214"Pak Kevin, ini laporan yang Anda minta," ujar Asmara, menyodorkan berkas yang Kevin minta.Kevin meraih map itu dan meletakkannya di atas meja.Membaca sebentar isi map. "Asmara, tolong buatkan saya kopi," pinta Kevin. Asmara menurut tanpa banyak membantah. Usai membuatkan kopi, Asmara meletakkannya di meja Kevin, lelaki itu nampak murung dan banyak pikiran.3 jam sudah berlalu, Kevin masih terdiam di depan komputer tanpa melakukan apapun. Jika biasanya hatinya akan bergetar di dekat Asmara, kini Kevin merasa berbeda. Baginya, kini di dekat Asmara tidak lagi sama.Perasaan Kevin sangat kacau, berulang kali lelaki itu memijit pelipisnya."Pak Kevin, sudah waktunya istrihat, apakah Anda mau makan siang bersama?" ajak Asmara."Rasanya canggung, ya. Tapi aku harus profesional kerja," kekeh Asmara. "Kamu duluan saja, Ra. Saya benar- benar lagi kalut."Asmara sangat tertarik, melihat kegalauan Kevin, dirinya mendadak penasaran.Wanita berambut panjang lurus terikat satu itu mend
Bab215Di apartemen, kembali rasa sunyi merasuk. Elea tercenung di depan meja rias, sedangkan Arya sibuk dengan rencana- rencana kemajuan perusahaan PT. Erlangga."Mas, bolehkah kita membawa Cinta? Aku sangat merindukannya. Bahkan, rasanya setiap hari dadaku sesak menahan rindu pada gadis kecilku itu. Meskipun tiap hari aku bisa video call untuk melihat wajahnya, aku tetap rindu dengannya, aku ingin memeluknya, Mas."Arya menulikan telinga, dia masih kecewa mengingat kejadian di lift antara Kevin dan istrinya saat itu."Mas, maukah membawa Cinta kembali ke pelukanku? Dan kita juga harus pindah dari sini, tidak mungkin kita terus di sini, Mas."Arya tetap diam, dan fokus pada pekerjaannya, mengabaikan ucapan Elea.Bagi Arya, suara Elea laksana kicauan burung yang tidak begitu penting saat ini."Mas!!" teriak Elea, yang sudah tidak tahan dengan sikap diam Arya selama 1 hari ini."Kamu menulikan telinga, membisukan suara padaku! Apa salahku, Mas? Jangan sampai aku membalas perlakuanmu in
Bab216"El," panggil Mas Arya. Aku tidak perduli, kutulikan telinga, kubisukan suara. Agar dia tahu, bagaimana rasanya di abaikan.Aku tetap sibuk dengan tujuanku, memasukkan semua pakaian ke dalam koper."El, Mas minta maaf." Tiba- tiba Mas Arya memelukku dari belakang, aku menghentikan aktivitasku dan terdiam sejenak.Deru napas mas Arya terdengar berpacu kuat. "Maaf, aku yang bersalah," lirihnya.Aku masih diam."Aku cemburu, aku cemburu sekali melihat Kevin mengacak rambut istriku. Tapi aku juga sadar, semua salahku yang membiarkan kamu selalu meminta bantuan Kevin. Selanjutnya, aku yang akan mengurus semua keperluan kamu di kantor," lanjutnya."Kita pindah dari sini, Mas. Aku nggak mau kita lupa diri numpang ditempat saudara kamu. Mas, aku sudah berapa tahun terpisah dengan Cinta, aku rindu dan nyaris setiap malam dadaku sesak memikirkan anakku yang jauh di sana," ungkapku sembari menangis."Iya baik, nanti Mas jemput Cinta. Tapi bukan sekarang, karena Mas tidak mungkin meninggal
Bab217Arya hanya tersenyum."Boleh gabung?" tanya Asmara lagi, dengan pandangan berbinar. Arya sebenarnya keberatan, tapi Elea dengan ramah mempersilahkan mereka.Wajar sih, karena memang Elea tidak tahu apa- apa tentang perasaan Kevin. Kevin nampak canggung, ketika melihat Arya menatapnya."Apa yang aku lakukan ini? Mengapa perasaan ini semakin sulit di kontrol? Apalagi melihat dia malam ini, dia cantik sekali," gumam Kevin dalam hati, sekilas mencuri pandang pada Elea."Vin, ayo duduk," ucap Asmara, membuyarkan lamunan Kevin.Lelaki itu pun duduk dengan perasaan canggung sekali."Kalian pasangan yang cocok," gumam Arya. Asmara tersenyum menanggapi."Pak CEO, Elea, maaf aku kepo. Kalian?" Asmara menatap mereka penuh tanya.Arya tersenyum. "Dia teman hidup saya, istri kesayangan," jawab Arya, membuat wajah Elea bersamu merah.Sedangkan Kevin, ada perasaan nyeri di hatinya mendengar ucapan Arya."Wow ...." Asmara menutup mulutnya dengan kedua tangan."El, aku nggak nyangka, ternyata k
Bab218Perasaan Asmara gelisah. Ada rasa curiga, yang kini bergelitik di dalam benaknya. "Apakah wanita itu Elea?" batin Asmara, sekilas wanita itu melirik Elea."Tidak mungkin, bukankah Kevin bilang, bahwa wanita itu adalah aku," gumamnya lagi dalam hati."Asmara," panggil Elea. Wanita itu tersentak dari lamunannya."Hemm, iya." Asmara memandang."Jangan termenung begitu, nanti kamu kesurupan, repot kami," ujar Elea tertawa."Hee, iya. Ayo, makan." Asmara mencoba memantik semangatnya, kala melihat pelayan datang membawa nampan berisi pesanan mereka.Sejenak Arya terdiam, memikirkan kondisi perasaan Kevin yang nampaknya semakin buruk. _______Kevin terdiam di samping rumah orang tuanya, di depan kolam renang."Vin," panggil Azzura, Kakak tertua Kevin, yang baru datang dari Kalimantan."Heemmm ...."Azzura duduk di samping adik lelakinya itu."Ada masalah apa? Kata Mama akhir- akhir ini kamu selalu murung.""Kak," seru Kevin."Ya.""Pernah merasakan cinta yang tidak sampai?""Nggak t
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond