Bab514Hanya butuh waktu 3 jam, pasukkan Arman pun datang.Zurnal dan Ibunya pun kini dibawa ke hadapan Kevin. Sedangkan adik perempuan Zurnal tidak ada di rumah mewah itu.Bukan hanya Zurnal dan Ibunya, tapi juga anak kedua Zurnal dan Erina.Namun anak lelaki itu diminta Kevin, untuk dibawa ke sebuah hotel terlebih dahulu, agar tidak menyaksikan kegilaan yang akan Kevin lakukan kepada Nenek dan Ayah lelaki kecil itu.Zurnal terdiam, duduk di lantai gudang yang sangat lembab dan juga bau. Sedangkan Ibu Zurnal, wanita paru baya itu masih berdiri."Kenapa kalian membawa kami kesini?" bentak wanita paru baya itu kepada Arman.Arman melirik sekilas."Nanti juga Anda akan tahu, Nyonya.""Ini pasti ulah Kevin, Bu.""Ulah Kevin?" Wanita paru baya itu mengernyit, mendengar nama Kevin disebut Zurnal."Kenapa dia menculik kita begini? Memangnya salah kita ini apa, Nal?""Salah kalian apa? Nggak usah pura- pura, Bu. Anda tidak tahu apa- apa rupanya, saya bukan orang yang mudah di kelabuhi."Suar
Bab515"Untung saja aku masih punya rasa kasian," gumam Kevin sambil menatap kesal pada Zurnal."Arman, bantu bawa Ibu ini ke rumah sakit. Setelah itu, kamu bawa semua bukti- bukti ini ke kantor polisi. Biar bagaimana pun juga, wanita tua ini bersalah," tegas Kevin.Zurnal terkejut, mendengar ucapan Kevin."Tidakkah kamu ingat, bagaimana dulu aku menolong kamu dan Asmara, saat kalian melenyapkan 1 nyawa? Lupa kah kamu, Kawan? Aku menutupi kejahatan kamu dengan berbagai macam cara. Tapi inikah balasan kamu?""Apakah yang aku bunuh itu keluargamu?" tanya Kevin dengan tatapan dingin pada Zurnal."Aku bukan orang yang tidak tahu balas budi, bahkan seandai ada yang berani mengganggu kamu dan keluargamu! Tangan dingin ini mampu melenyapkan nyawa siapapun untuk melindungi kalian. Tapi kalian, berani mencoba mencelakai keluargaku! Adik sepupuku. Apakah aku harus diam demi balas budi padamu?""Aku tahu Ibuku bersalah, aku pun marah padanya. Tapi semua masih bisa dibicarakan baik- baik, Vin. Ak
Bab516"Andai Ibu masih ada, rasanya Zurnal beruntung sekali, karena masih memiliki kesempatan untuk berbakti pada Ibunya. Terlepas dari benar atau salahnya perbuatan wanita itu, dia tetaplah Ibu yang melahirkan Zurnal," gumam Kevin lagi.Lelaki itu melajukan mobil menuju hotel, tempat anak lelaki Zurnal berada, Kevin menitipkannya bersama seorang pengasuh yang dia percaya.Sesampainya di kamar hotel, Kevin langsung mengetuk pelan daun pintu. 5 menit berlalu, pintu kamar hotel dibuka."Pak Kevin," sapa wanita itu sembari menunduk hormat."Dimana dia? Apakah dia menyusahkan kamu?" tanya Kevin, sebelum pengasuh itu mempersilahkan Kevin untuk masuk."Si tampan itu cukup pintar, dia tidak begitu rewel. Hanya saja, dia selalu menanyakan tentang keberadaan Papah, Nenek dan juga Mamahnya.""Baiklah, apa yang sedang dia lakukan? Aku ingin melihatnya sebentar.""Dia tidur, silahkan Pak Kevin masuk," ujar pengasuh itu mempersilahkan.Kevin pun masuk, benar saja anak lelaki tampan itu masih ter
Bab517Tertatih- tatih Elea dan bik Sum mengangkat tubuh Zurnal ke atas kursi rodanya dan mendorong pelan masuk ke dalam rumah.Di ruang tamu, Elea menghentikan aktivitas mereka yang mendorong Zurnal."Panggil Maya, Bik," titah Elea yang diangguki oleh bik Sum. Wanita bertubuh tambun itu pun berlari menuju ke kamar Erina, yang berada di ruang tengah.Diketuk bik Sum pintu kamar Erina. Pintu itu pun segera dibuka oleh Maya, perawat Erina."Bik Sum, ada apa? Kenapa begitu terlihat panik.""Itu Maya, kamu di minta Ibu Elea untuk ke depan, ada seseorang yang pingsan.""Siapa yang pingsan, Bi?" tanya Erina penasaran.Wajah bik Sum nampak bingung harus menjawab apa. Erina menatap bik Sum dengan curiga."Bik, siapa?" tanya Erina lagi dengan nada ditekan, diikuti tatapan mata penuh selidik."Maya ...." suara teriakkan Elea membuyarkan kebingungan bik Sum."Ayo May, cepetan," ujar bik Sum sambil berlari meninggalkan depan kamar Erina.Erina menarik napas kesal, dia masih belum berdaya untuk ba
Bab518"Hemm, kamu bingung liat aku bisa berdiri? Kamu senang aku terus lumpuh, agar apa? Agar kamu bisa semena- mena padaku?" cecar Zurnal, sambil tersenyum menyeringai."Aku hanya heran saja, kalau kamu bisa berdiri dengan baik, kenapa harus berpura- pura masih lumpuh, mau drama?""Haha, aku hanya ingin membuat kejutan pada kamu, Erina.""Oh ya? Aku sungguh sangat terkejut, tuan Zurnal yang terhormat. Dan sekarang juga katakan, mau apa kamu datang kemari?" "Galak! Biasanya kamu begitu lemah lembut padaku, sayang." Usai berkata, Zurnal terkekeh pelan, sembari mengejek Erina.Erina berusaha menenangkan dirinya, agar tidak terpancing emosi."Mari kita pulang ke rumah Ibu, kita urus si kecil sama- sama," ujar Zurnal, membuat Erina mengernyit."Aku tidak mau, aku tetap pada keputusanku, kita harus bercerai, Nal.""Cerai? Mimpi!!" ujar Zurnal mencibir permintaan Erina."Nal, kita sudah tidak bisa bersama. Bukan hanya hati ini yang berubah, tapi juga suasana hubungan kita yang sudah hamba
Bab519"Mau meminta hakku!!" jawab Zurnal sambil terkekeh."Hak apa? Kamu jangan gila ya, atau aku akan teriak?" ancam Erina, membuat satu alis Zurnal terangkat, dengan senyuman meremehkan Erina."Aku tidak main- main, Nal. Jangan kamu coba- coba sentuh aku!" tegas Erina menatap tajam wajah Zurnal yang membuat Erina sangat ketakutan."Biasa juga kamu senang aku sentuh! Bahkan aku masih ingat dan akan selalu ingat, betapa liarnya kamu saat mengambil posisi diatas. Bukan hanya itu, desahan penuh gairah dari bibir indah ini, membuatku sangat candu," ujar Zurnal sambil menyentuh bibir merah Erina."Dasar gila! Kamu sangat menjijikan.""Menjijikkan? Jangan munafik kamu, Na. Kamu suka kan aku nakalin begini." Zurnal mulai meremas kedua payu*dara Erina dengan gemas, membuat Erina memekik.Namun dengan cepat, Zurnal membungkam bibir Erina dengan mulutnya juga.Erina mencoba menjauhkan tubuh Zurnal, yang mulai menindihnya.Air mata Erina mulai mengalir, namun Zurnal tidak perduli akan hal itu.
Bab520Panggilan telepon berakhir, senyum Elea begitu lebar mengembang, membuat Maya semakin penasaran dan memberanikan diri bertanya."Siapa, Bu? Senang banget keliatannya," ujar Maya dengan santai. Wajahnya begitu antusias, ingin tahu urusan pribadi Elea."Rahasia. Yaudah, kamu di sini saja dulu, sambil mantau situasi."Wajah Maya cemberut, mendengar jawab Elea."Kan penasaran, Bu. Ibu mau kemana? Jangan lama- lama, Maya nggak ada temannya di rumah.""Sana ke dapur kalau gitu, bantu bibi periksa masakkannya.""Ih, Maya itu bukan koki, tapi perawat Ibu Erina," jawab Maya polos, membuat Elea terkekeh geli dengan jawaban tidak berdosanya Maya. Elea pun pergi menuju garasi mobilnya. Senyum mengembang terus tercetak jelas di wajahnya, dia begitu tidak sabar ingin segera bertemu dengan lelaki yang tadi menghubunginya.Maya merasa jenuh, menunggu Zurnal keluar dari kamar Erina. Wanita itu pun berjalan mondar- mandir dengan gelisah.Tiba- tiba dia teringat akan ponselnya, yang tertinggal d
Bab521"Erina, maukah kamu berjanji padaku?" tanya Zurnal. Erina mengernyit dan melemparkan tanya."Berjanji apa?" tanya Erina balik. Gunakan pakaianmu dulu, aku khawatir Maya atau Elea akan masuk. Kan nggak enak kalau mereka melihat kamu bugil begini."Haha, mereka bingung nantinya kalau pengen, ya kan.""Haaa, dasar mesum. Kamu baru juga beberapa bulan pisah sama aku, kok jadi ganas dan mesum begini.""Biarin, tapi kamu suka kan? Buktinya aja tadi kamu sampe merem- melek begitu.""Idih apaan, dasar gila, cepat sana pasang pakaianmu lagi.""Iya- iya." Sambil memasang pakaiannya, Zurnal melirik Erina dengan tatapan nakal.Dalam hati dia begitu tertawa keras, entah sejak kapan, Zurnal menjadi begitu berbeda. Entah karena keadaan, atau pengaruh kuat dari sang Ibu.Erina hanya mengira, Zurnal sudah berubah menjadi lebih baik dan menggairahkan."Berjanji padaku, bahwa kamu akan merahasiakan keadaanku yang sebenarnya ini. Biarkan mereka tahu, aku masih lumpuh.""Kenapa begitu?""Aku kan da
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond