Bab477Malam itu, Zurnal meminta Erina untuk pergi makan ke kantin. Karena seharian ini, Erina belum ada makan sama sekali.Erina pun menurut saja, karena memang dia sangat lapar, juga haus. 15 menit kemudian, Echa pun mulai sadar dari pasca operasi yang sempat dia jalani tadi."Mamah," lirih Echa, mencoba mencari keberadaan Erina."Kamu sudah sadar? Mamah kamu lagi makan ke kantin, hari ini dia tidak akan makan dan minum sama sekali," ujar Zurnal sambil bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ranjang tempat Echa terbaring lemah."Papah," lirih Echa dengan tatapan sendu.Zurnal menarik kursi dan duduk di dekat Echa."Echa, sudah ya, Nak. Tolong hentikan sudah kenakalan ini. Bukan sesuatu yang baik kita dapatkan, tapi berbagai macam masalah. Kami sudah tua, apakah kamu tidak kasihan sama sekali pada kami?" lirih Zurnal dengan mata yang mulai berkaca- kaca."Papah, maafin Echa, Pah. Maaf," ucap Echa terbata- bata."Echa bersalah dan sangat memalukan. Echa pikir, Echa sudah akan mati
Bab478"Gimana kabar Zurnal di sana?" tanya Elea, ketika mereka selesai mendekorasi kamar Jelita dan duduk di meja makan sambil ngopi."Wah parah, aku juga bingung harus bagaimana lagi.""Parah gimana?" tanya Elea penasaran."Zurnal ada main sama Asistennya. Aku sudah sempat negur dia. Tapi ya gitu, orang kalau sudah terbawa perasaan mah susah.""Masa sih Zurnal begitu? Baru juga beberapa bulan." "Iya, nggak kuat LDR dan juga masalah rumah tangga yang cukup berat.""Klasik, alasan laki- laki kurang bersukur mah selalu begitu.""Sudah, jangan kita bahas dia lagi, aku stress kalau sudah ngurusin begituan. Kehidupanku saja masih tidak jelas.""Tidak jelas bagaimana? Kamu kebanyakkan milih sih, kasihan itu Jelita, dia juga perlu sosok Ibu yang bisa perhatiin dia.""Nah itu tepat. Makanya aku pindah rumah dekat kamu, biar kamu perhatiin Jelita, jika aku sedang sibuk.""Kamu mau manfaatin aku ya.""Jika kamu bermanfaat kan bagus, salahnya dimana coba?" ujar Kevin sambil terkekeh, membuat E
Bab479 Erina mengirimkan pesan pada Zurnal, yang sudah 2 minggu ini tidak memberikan mereka kabar. Nomor ponselnya tidak bisa di telepon, juga pesan chatnya hanya muncul centang 1. Erina sangat gelisah dan bingung harus berbuat apa. "Cha, kenapa ya Papah kamu semakin berubah. Menghubungi Mamah jadi jarang, balas pesan Mamah juga jarang, bahkan menjawab panggilan Mamah pun hampir tidak pernah lagi." Men"Papah sibuk kali, Mah. Sudah jangan terlalu di pikirkan," jawab Echa, meskipun dalam hatinya, dia juga merasakan sesuatu yang tidak beres pada suami ibunya itu. "Tapi Papah kamu nggak pernah begini, Cha. Bahkan uang bulanan yang dia kirim ke Mamah pun mulai berkurang jauh, alasannya untuk menabung membeli rumah baru, yang sama persis dengan rumah lama, sesuai permintaan Nenek kalian." "Maafin Echa ya, Mah. Semua gara- gara Echa, Mamah dan Papah jadi harus kehilangan rumah dan terpisah oleh jarak begini. Echa benar- benar menyesal, Mah." Echa memeluk Erina sambil menangis, kasihan
Bab480Hari itu bagaikan hari terakhir bagi Zurnal menghubungi Erina. Lelaki itu benar- benar lupa, bahwa Erina masih istrinya."Mamah, kenapa ngelamun terus?" tanya Echa. Dia memilih duduk disamping Erina yang duduk sambil memandangi api kecil yang dia hidupkan di depan rumahnya."Udara malam ini di luar begitu dingin, Mah. Masuk yuk," ajak Echa.Erina menggeleng pelan sambil tersenyum kecil."Mamah lagi ingin bersantai sebentar. Kamu masuk saja duluan ke rumah, Mamah masih mau di sini," jawab Erina dengan suara pelan."Mamah masih kepikiran Papah ya? Apa Papah nggak bisa di hubungin lagi?" tanya Echa. "Bisa kok, nggak usah nanya- nanyain Papah lagi. Mamah malas aja gitu dengarnya," ujar Erina dengan wajah malasnya.Echa pun hanya bisa diam. Erina menutup semua yang terjadi antara dia dan Zurnal, karena tidak ingin anak- anak merasakan kesedihannya.Meskipun begitu, Echa bukanlah anak kecil yang tidak paham apa- apa, tentu saja dia mengerti sekali dengan sikap dan tingkah Mamahnya s
Bab481"Papah, ini beneran?" tanya Erina. Sedangkan Echa hanya terdiam, dia juga cukup syok. "Ayo duduk, Pak." Zurnal mengabaikan Erina dan malah mempersilahkan lelaki di depannya duduk.Lelaki yang bernama pak Asmad itu pun duduk, usianya di perkirakan sekitar 50 tahunan, lebih tua dari Zurnal.Pak Asmad yang datang bersama asistennya itu pun tersenyum ramah.Erina sangat gelisah, tidak menyangka jika Zurnal akan tega menjodohkan anaknya dengan lelaki yang cukup tua, lebih tua dari mereka._____Sepulang pak Asmad, keluarga kecil Erina masih duduk di ruang tamu untuk berbincang."Pak Asmad adalah calon terbaik untuk kamu! Papah yakin, hidup kamu akan baik dan terjamin. Papah harap kamu paham, semua Papah lakuin demi masa depan kamu, Cha.""Tapi nggak sama lelaki tua itu juga kali, Pah. Dia lebih tua dari kita," ujar Erina tak terima.Sedangkan Echa masih diam."Itu sudah pilihan terbaik aku, Echa harus terima," tekan Zurnal."Papah ini kenapa aneh sekali, perjodohan yang tidak masuk
Bab482"Cha, gimana? Kamu mau menolak juga seperti Mamahmu?" tanya Zurnal ke Echa.Echa menggeleng pelan, membuat Erina terkejut."Echa nurut saja. Echa yakin, semua keputusan yang Papah ambil, itu yang terbaik buat Echa."Zurnal pun tersenyum senang. "Kamu yakin, Nak?" tanya Erina dengan sorot mata khawatir. Echa tersenyum."Papah adalah lelaki terbaik yang selama ini kita punya. Papah tidak pernah meninggalkan kita, terutama Echa, anak yang sudah membuat dia malu dan kehilangan segalanya. Padahal, Echa bukan anak kandungnya, tapi kasih sayang yang Echa terima begitu luar biasa. Mah, Echa percaya sama Papah, jadi kita jangan meragukan keputusan Papah ya," ucap Echa panjang lebar.Erina hanya terdiam, tidak tahu harus bagaimana menanggapi ucapa Echa.Erina memeluk anak perempuannya itu dengan erat, tanpa suara apapun.______"Kamu beneran mau mengundurkan diri dari perkebunan?" tanya Kevin, ketika Zurnal mengajaknya bertemu."Iya, Vin. Aku sudah memutuskan hal itu, aku tidak ingin t
Bab483"Insya Allah ya, sayang. Selagi kamu bersungguh- sungguh, semua bisa saja mungkin terjadi."Elea memaksakan senyumannya, demi menjaga perasaan gadis cantik di dalam dekapannya.Jelita tersenyum lebar dan memeluk erat Elea. Ada kehangatan di hati wanita yang sudah tidak muda itu lagi. Ada pula perasaan sedih serta kasian, melihat Jelita yang begitu ingin memiliki seorang Ibu.Perlahan, Jelita pun mulai terlelap. Elea pun merapikan tempat tidur Jelita dan membenarkan posisi tidur gadis cantik itu. Sebelum pergi, Elea menyelimutinya dan mencium kening Jelita sambil tersenyum."Mimpi indah gadis cantikku," ujar Elea dengan pelan sambil membelai pipi lembut Jelita.Elea berjalan menuju keluar kamar, dia sedikit terkejut, ketika melihat Kevin ternyata berdiri di sisi pintu kamar Jelita."Ngagetin aja sih," celetuk Elea, membuat Kevin terkekeh."Maaf repotin kamu. Aku tadi sedikit ada urusan," ucap Kevin dengan wajah cengengesan."Iya nggak apa- apa, aku juga sering repotin kamu masal
Bab484Seminggu kemudian."Kok mendadak gini, Pah? Katanya ada acara lamaran dan sebagainya, tapi kenapa tiba- tiba harus ijab kabul langsung?" tanya Erina, ketika Zurnal meminta mereka bersiap- siap untuk pergi ke Hotel, tempat yang akan diadakan pernikahan Echa."Sudah jangan bawel. Ayo siap- siap, kita buru- buru."Erina makin heran dengan tingkah Zurnal, yang terkesan sangat aneh.Namun tidak berani banyak membantah, karena Echa pun tidak bersuara apapun, malah cepat- cepat mempersiapkan barangnya dan menuruti ucapan Zurnal.Mereka pergi menuju hotel, di jemput supir keluarga pak Asmad."Sudah siap semua, Mang?" tanya Zurnal pada pak supir, ketika mereka bertiga sudah masuk ke dalam mobil."Sudah, Pak. Pak Asmad nampak sudah sangat lemah, kita harus segera ke sana," jawab pak supir sambil melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota yang nampak begitu banyak pengguna jalan berlalu lalang.Echa menunduk, perasaannya sangat sedih, karena harus menikahi lelaki yang sangat tua. Tetapi
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond