“Bunga lily-nya cantik.”
Ucapan yang terdengar dari sisi kanan Brisia membuat ia menoleh dan membulatkan matanya. Sosok sang ayah dengan balutan tuxedo hitam membuat ia tampak gagah di mata putrinya. Kehadiran Renand Atmadja tentu saja salah satu doa mustahil Brisia yang tiba-tiba saja terkabulkan.
“Pa … Papa …?” ucap Brisia dengan lirih, masih menatap pria itu tanpa berkedip.
“Mau sampai kapan kamu melihatku seperti melihat hantu begitu? Pintu akan segera terbuka, jadi biarkan aku menunaikan tugasku.” Tuan Renand mengambil tangan putrinya, membuat Brisia mengandeng tangan miliknya dan berdiri tegap, mempersiapkan diri ketika pintu terbuka.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana bisa–”
“Tanyakan saja pada suamimu nanti. Sekarang sebaiknya kamu lihat kedepan! Tegakkan punggungmu, kamu membawa citra baik keluarga Atmadja sekarang!” ucapan Tuan Renand membuat Brisia terse
“Saya tidak terima perintah dan penolakan dari siapapun, jadi buka pintunya selagi saya memperlakukan kamu dengan baik, istriku.”Sorot mata tajam Theo seolah membiusnya. Brisia mundur teratur, memberikan ruang bagi Theo untuk membuka pintu dan masuk ke kamar itu, sampai Theo berada di dalam kamar dan menutup pintu.“Kamu mau pakai kamar mandinya lebih dulu?” tawar Theo dengan nada bicara santai. Tak ada perasaan berdosa setelah membuat anak gadis orang ketakutan.Udara kamar terasa lebih dingin, bukan karena AC yang sengaja dinyalakan, tapi karena Brisia tahu sesuatu hal akan terjadi padanya.“Hey, kamu sakit perut? Wajahmu kok jadi pucat?” tanya Theo.Dia membuka jas dan dasinya, tak lupa membuka beberapa kancing kemeja yang membungkus badan atletis itu. Brisia mencengkram gaunnya, rasanya ia ingin melompat kepangkuan pria itu dan langsung mencicipi tubuh itu. Brisia menggelengkan kepalanya berusaha mengusir pi
Theo menatap Brisia dengan tatapan yang tak bisa di artikan. Fokus utamanya ialah kedua tangan Brisia yang masih menutupi dua gundukkan dadanya. Secara naluri Theo ingin menelisik lebih jauh bagian itu, ia juga menelusuri leher jenjang Brisia yang bagian belakangnya tertutup tambut, andai dia bisa memberi banyak tanda kepemilikan disana pasti dia akan sangat bahagia.Kini sorot mata itu beralih pada dagu mungil Brisia dan bibirnya yang ranum. Sekali saja dia bisa menyesap bibir itu, dia pasti tak akan pernah bosan untuk melakukannya lagi.Kini Theo beralih pada kedua bola mata bening Brisia yang beriris hitam seperti langit malam yang tenang. Tapi tidak untuk kali ini, mata gadis itu bergetar seolah menandakan bahwa ia sedang ketakutan. Theo tersadar bahwa ia mungkin terlalu terburu-buru. Hingga ia memutuskan untuk memberi waktu bagi Brisia untuk menenangkan diri.Srek, klap!Brisia tertegun, saat pria itu menutup tirai mandi dan keluar sambil menutup pin
Tahan Brisia! Tahaaann!!!Tubuh kekar, punggung lebar, serta otot tangan yang indah. Brisia menggelengkan kepala untuk tidak memeluk pria yang tidur memunggunginya.Bagaimana bisa Theo tidur dengan pulas sementara Brisia besusah payah untuk menghentikan dentuman di dadanya?Setelah beberapa saat yang lalu Theo berencana untuk menyentuhnya, tapi gagal dengan alasan datang bulan, Brisia bisa selamat. Padahal, jika dipikir lagi, untuk apa Brisia menghindar dan berbohong sampai seperti itu? Toh cepat atau lambat dia harus menyerahkan tubuhnya pada pria ambisius itu untuk membantunya melancarkan rencana.Brisia harusnya berterimakasih karena Theo sudah menyelamatkannya dari keluarga yang toxic. Tentu kali ini Theo akan menghantui Brisia memintanya berbalas jasa dengan memberikannya seorang keturunan untuk menyempurnakan kriterianya sebagai penerus Chairman Parson Group. Tapi jauh di lubuk hatinya, Brisia belum
Apa ini? Apa mungkin acara penyambutannya semenakutkan ini? Aku, aku tertekan!Brisia menggenggam erat tangan Theo sambil mencoba mengatur nafasnya. Dia tak boleh sampai terkena serangan panik di situasi ini. Bisa-bisa dia hanya akan mempermalukan Theo juga kedua orangtuanya di pertemuan keluarga besar Parson.Theo menuntun Brisia memasuki ruangan besar nan megah, ornament lukisan-lukisan dari beberapa pelukis ternama terpampang di setiap dinding ruangan ini. Brisia pikir, ruangan ini lebih mirip galeri seni daripada ruang keluarga.Sepasang pengantin baru keluarga Parson itu duduk persis ditengah-tengah kerumunan, sepertinya Theo memang suka jadi pusat perhatian, atau dia sengaja agar bisa mendominasi keadaan?“Tegakkan wajahmu!” bisik Theo sambil mengusap punggung Brisia. Brisia meniru apa yang dilakukan Theo. Duduk tegap dengan tatapan percaya diri menatap beberapa anggota kel
Brisia melenggang keluar dari kamar mandi yang berada dalam kamarnya. Dia menuju wardrobe tempat khusus menyimpan pakaian. Diambilnya sebuah piyaman dengan warna merah berbahan kain sutra. Ukuran celana panjang yang pas di kaki Brisia juga kemeja lengan pendek piyama yang dikenakan membuat brisia nyaman untuk menuju ke pembaringan.Baru saja dia akan terlelap, Theo berdehem hingga membuat Brisia membelalakan mata.“Ka-kamu? Kenapa ada disini? Se-sejak kapan kamu ada disini?” Brisia tergagap, entah sejak kapan suaminya duduk di sofa dekat jendela, padahal semenjak tadi Brisia hilir mudik di kamar ini dia tak menemukan sosok Theo di sana.Apa sebenarnya dia punya kekuatan untuk terlihat transparan?“Cih! Kamu terlalu fokus sampai tidak menyadari kalo saya dari tadi sini,” jawab Theo dan bangkit melewati Brisia yang terduduk di kasur.“Begitu, ya?” gumam Brisia.Theo tak menggubrisnya, dia hanya sibu
“Bodoh kamu! Ga becus kamu Jovan!” umpatan Anne melengking memekakkan telinga Jovan, jika Anne menaikkan satu oktaf lagi tangga nadanya untuk mengumpat putranya bisa dipastikan bahwa gendang telinga Jovan akan pecah.Jovan hanya mampu berdiri tegap sambil mengepalkan tangannya saat ibunya melempari Jovan dengan berbagai benda yang bisa dia raih. Entah itu kotak tissue, berkas-berkas penting, remote AC, sampai bunga artificial yang melukai pelipis Jovan.Anne membelakangi Jovan dan melihat keadaan luar kantor dari lantai atas. Dia meringis mengamati pintu masuk kantor yang dipenuhi beberapa wartawan. Mereka pasti haus akan berita mengenai Brisia, putri yang selama ini disembunyikan Anne dan tak pernah Anne anggap. Sialnya hal itu terjadi karena Brisia menikah dengan Theo.Sebenarnya tak masalah jika Brisia menikah begitu saja dengan siapapun, tidak terkecuali dengan Theo. Pasangan muda mudi itu seolah mempermaikan Anne dengan mempublikasikan acara per
Begitu Brisia masuk kembali ke dalam rumah, dia berinisiatif menyapa anggota keluarga lainnya, mencoba berbaur seperti saran Theo.Belum sempat mulut Brisia terbuka, dengan jelas orang-orang itu menghindari Brisia, ada yang sengaja balik badan, pura-pura mengangkat telpon atau berlalu begitu saja.Apa-apaan sih? Kenapa mereka judes semua?Gerutu Brisia dalam hatinya. Kedua matanya aktif mencari mertuanya, barangkali dia bisa menghabiskan waktu dengan ibunya Theo daripada harus berkelana sendirian di rumah megah ini.“Hey! Kenapa celingak-celinguk begitu? Kamu mau nyuri, ya?”Brisia menderlingkan matanya, bukannya bertemu dengan ibunya Theo, dia malah bertemu dengan Jenni si rambut merah yang selalu cari masalah dengannya.“Apa sih? Bisa gak kamu ga nethink terus sama orang?” ujar Brisia, mengeluarkan kekesalannya.“Cih, sekarang berlagak ya mentang-mentang ga ada mertua~” ejek Jenni.
“Saya mau kamu ikut dengan saya, pergi berbulan madu.”Kalimat yang diucapkan Theo terngiang-ngiang di kepala Brisia. Bisa-bisanya pria itu berucap dengan santai, untung saja serangan panik Brisia tak kambuh saat mendengarnya. Tapi efeknya masih terasa sampai saat ini. Brisia masih duduk di kasurnya, menekuk lutut dengan tatapan mata kosong.Lantas Theo? Tidak peduli. Seperti malam-malam sebelumnya dia bisa tidur dengan nyenyak, seolah menganggap Brisia adalah benda mati.Bulan madu katanya? Apa dia benar-benar mau melakukan itu? Ah, sial!***Keesokan pagi, di ruang makan keluarga Parson.Brisia dan Theo adalah orang pertama yang sampai di meja. Mereka duduk berdampingan sambil menunggu anggota keluarga lain untuk berkumpul, sarapan bersama. Beberapa pelayan sibuk membawa hidangan untuk Tuan dan Nyonya mereka.Rasa kantuk yang menguasai Brisia tak terelakkan, dia yang baru bisa tertidur jam empat pagi kini harus
“Aku hamil ….”Dengan tangan gemetar wanita itu menunjukkan tiga buah alat tes kehamilan yang sudah ia gunakan beberapa hari terakhir. Hasilnya? Tetap sama, dua garis merah tercetak jelas pertanda bahwa ada nyawa lain yang bersemayam dalam tubuh kecil miliknya.Layaknya pasangan lain, pria itu tersenyum tetapi bukan sneyum tulus maupun senyum bahagia, senyuman yang dibingkai dengan lesung pipi itu menunjukkan rasa puas karena aksi liciknya akan segera dimulai.“Kamu mau cek ke dokter, atau langsung kerumah barumu?” tawar pria bersuara baritone lembut, sementara gadis dihadapannya tetap bergeming.Tak!Pria itu melempar sebuah kartu creadit, menghempas keras pada paha gadisnya, seraya bangkit dan membenarkan jasnya dia berujar,“Sesuai kesepakatan kita, itu bayaranmu dan mulai sekarang pergilah pada kekasihmu, nikmatilah hidup mewah serta tempat yang seharusnya menjadi milikmu, kamu sudah menantinya, bukan
“Elena hamil? Kamu serius?”Mata tajam Theo menatap lekat manik cokelat milik Brisia, semenjak Theo menjemputnya dengan mobil sport miliknya, Brisia tak tahan lagi untuk berbagi informasi dengan suaminya.“Tapi Elena ga mau bilang usia kehamilannya, tapi sepertinya sudah menginjak bulan ketiga, melihat perutnya yang mulai membuncit. Bagi super model sekelas Elena, tentu saja dia akan menjaga bentuk tubuh, bukan?”Theo tak menanggapi, ia hanya fokus pada jalanan yang ada di hadapannya tetapi pikirannya kini menjadi bercabang.Apa benar anak yang dikandung Elena milik Elios? Apakah ini salah satu alasan kuat mengapa mereka menikah dengan cepat? Jika memang itu benar-benar anak Elios, keturunan parson generasi ke empat, maka akan mengancam posisi itu! Ck, dasar Elios si bedebah!***Senyum Brisia merekah saat Theo membawanya pulang ke apartement milik Theo, tempat yang mengurung Brisia sebelum ia sah menjadi ist
Sebuah pesawat maskapai ternama akhirnya tiba di negara tujuan. Sinar matahari yang terik seperti membakar lapisan kulit Brisia yang seputih susu. Syukurlah kacamata hitam yang bertengger di hidungnya dapat menyelamatkan kedua mata indahnya dari teriknya intensitas cahaya yang ia terima.Sebuah mobil classic Roll Royce Sweptail kepunyaan Theo telah bertengger, salah satu pintunya terbuka dengan seorang pengawal berdiri di sisinya, siap untuk mengantar Tuannya kembali ke kediaman mereka.Dingin dan hening, inilah hal yang membuat Theo nyaman. Kedua mata tajam itu terpejam untuk sesaat, membuang rasa lelah selama di perjalanan atau sekedar mempersiapkan diri untuk sesuatu hal yang baru.“Theo, hp-mu sepertinya ada panggilan masuk!” ujar Brisia, suara sopran itu mengusiknya. Theo tahu ada panggilan masuk ke ponselnya, ia berusaha tak mempedulikannya tetapi Brisia malah menyadarkannya.Diambilnya benda persegi panjang pipih itu dari saku celana, s
Dia mau apa sih? Dia mau cium? Di tengah kerumunan kaya gini? Apa Brisia gak waras?Pertanyaan Theo terjawab detik berikutnya saat Brisia mendekatkan mulutnya ke daun telinga Theo.“Aku haus!” jawab Brisia, ia menarik diri sembari menunjukkan senyum tiga jari.“Jadi?” Theo seolah tak peka dengan permintaan istrinya, dia mulai kesal karena kegerahan dan merasa sumpek berada di tengah keramaian, belum lagi tingkah aneh istrinya yang hampir saja membuat dia salah tingkah.“Kamu tunggu di sini, aku mau beli minum sebentar!” ucap Brisia seraya berdiri.Secepat kilat Theo menyambar tangan Brisia, membuat gadis itu tertahan dan menoleh ke arahnya. “Apa?”“Kamu tunggu di sini, saya saja yang beli. Ingat, jangan kemana-mana sampai saya kembali!” titah Theo seraya bangkit dan meninggalkan Brisia.Kedua mata Brisia masih saja mengekor pria itu, sampai Theo berada di sebuah boot
“Hwaaa …!”Teriakan Brisia seolah mewakili seluruh kepenatan yang ia timbun selama ini. Kedua tangannya diangkat keatas, sesekali matanya terpejam saat roller coaster yang dia naiki menukik tajam. Sementara beberapa helai rambut miliknya melambai-lambai mengganggu wajah tampan seorang Theodore, memasang wajah datar tanpa ekspresi ketakutan atau antusias seperti pengunjung lain. Bagi Theo, tugasnya adalah mendampingi dan menjaga Brisia, suami yang harus rela bersabar mengikuti semua keinginan sang istri untuk mencoba hampir seluruh wahana di taman hiburan.Padahal satu jam yang lalu ketika insiden rambut Brisia menyangkut di kancing celana Theo tepat saat itu pula kedua orangtuanya melakukan video call, panik? Tentu saja! Tapi bukan Theo namanya jika tak pandai mengontrol ekspresi dan berkilah. Dengan mengorbankan memotong rambut Brisia agar rambut istrinya bisa terlepas dari lilitan kancing celana Theo, kini wanita itu terkesan imut karena memiliki p
Malam masih panjang, tetapi seorang gadis masih terjaga. Dia tak bisa terlelap sedikit pun, yang mampu ia lakukan kali ini hanya duduk di pembaringan, menatap kosong langit kelam yang membentang di balik jendela dan sesekali menoleh pada pria yang terlelap di sampingnya. Tidur dengan nyenyak tanpa busana, hanya selimut tebal tanpa corak yang menutupi tubuh mereka.Pergolakan hati gadis itu semakin menjadi-jadi, diambilnya sebuah ponsel butut dan mengirimi pesan tak henti pada seseorang, mencoba mencari pelampiasan tapi orang yang ia hubungi tak pernah meresponnya, tentu saja hal itu semakin membuat gadis berpipi tembam itu kecewa. Bulir-bulir bening dari kedua mata sipitnya semakin lama semakin deras, ia hanya mampu menggigit bagian selimut untuk menyembunyikan isak tangisnya.Kak Theo, aku mohon selamatkan aku!***QiqiLand Hotel.Suara pengering rambut terdengar dari bilik kamar mandi, Theo tahu betul bahwa istrinya sudah hampir selesai
“Ini kali terakhir saya meminta, bersediakah kamu mengandung anak saya …?”..Tubuh Brisia bergerak kikuk tak tentu arah menahan diri untuk tak menggeliat maupun sekedar mengeluarkan desahan akibat sentuhan abstrak jari-jari jenjang Theo. Beberapa kali gadis itu menggigit bibirnya sendiri ketika tubuhnya dihujani kecupan panas dari bibir seksi milik suaminya.Deru nafas dan dentuman jantung seakan berlomba-lomba menyeret Brisia dalam jurang kenikmatan. Untuk pertama kalinya, gadis itu tak tahu apa yang harus dia lakukan, dalam pikirannya ia tak mau melakukan ini, dia belum sepenuhnya percaya pada Theo yang pandai bermain peran, pria manipulative dan ambisius, Brisia tak ingin menyerahkan mahkotanya secepat ini.Tetapi, ketika pikirannya sibuk menimbang penilaiannya yang naif, di sisi lain Brisia menginginkan lebih, segala hal yang Theo lakukan padanya kali ini seakan menjadi candu yang memabukkan. Secara naluri Brisia pun menikm
“Aaaaa~ wah, hebat!” ungkap Theo saat istrinya memakan lahap sesendok penuh makanan yang ia suapi. Brisia hampir saja tersedak karena porsi yang Theo berikan sungguh banyak. Setelah Theo berhasil berbohong dengan mulus pada ibunya, Brisia hanya mampu mengiyakan dan meladeni segala permainan Theo.Sampai saat keduanya berpamitan untuk pulang karena jam besuk sudah berakhir, selain itu lambat laun hari pun mulai gelap. Theo kembali tak mengacuhkan istrinya, ia jalan duluan sambil menyeret koper menyusuri trotoar mencari hotel tempat mereka menginap.Sedangkan Brisia? Gadis itu jelas bermuka masam. Theo kembali ke sifat asal, selalu tak acuh dan malah menganggap Brisia transparan, sama sekali tak peduli bahwa gadis itu kesulitan menyeret barang bawaannya.Brisia berhenti, kakinya kesakitan. Dia melepas heels yang membuat kakinya pegal seharian. Dilihatnya lagi punggung suaminya telah menghilang, namun ia tak panik. Jika dia kehilangan jejak Theo, Brisia
“Hah, sialan!” umpat seorang wanita tua di dalam ruang kerjanya. Ada tiga buah botol alhokol berjejer di mejanya, dua di antaranya sudah teguk habis oleh Anne seorang diri.Sudah sejak sore hari Anne menghabiskan waktunya di ruang kerja, berkutat dengan segala masalah yang tertimbun dibenaknya, semakin ia memikirkan segala masalahnya, semakin besar pula Anne membenci putri tirinya. Andai saja anak itu tidak bertemu keluarga Parson, tentu saja perusahaan tidak akan drop seperti ini.Pernikahan Brisia dengan Tuan Muda Parson itu berdampak besar bagi perusahaan, semakin hari semakin sulit untuk mendapat relasi dan investor, beberapa kali tim audit datang dan memeriksa keuangan perusahaan, hanya karena Anne menyembunyikan putri tirinya maka spekulasi tentang penggelapan uang yang di lakukan Anne pun bermunculan.“Hah!”Anne mendorong ketiga botol minuman alcohol itu, suara pecahan botol terdengar nyaring sampai ke luar ruangan. Tepat s