"Kalian yakin akan kembali pagi ini?" tanya Andreas."Hanya aku dan Azriya, Kak. Anak-anak akan tetap di sini sampai kondisi stabil. Kami perlu mengecek keadaan mansion," sahut Gavriel.Setelah semalam berbincang panjang, pasangan itu memutuskan akan kembali ke Manson Erlando pagi ini. Gavriel secepatnya akan menyelesaikan masalah pelik yang menimpa keluarganya, tidak dipungkiri ia juga ingin hidup damai."Baiklah kalau begitu, jangan sungkan hubungi Kakak kalau kalian butuh bantuan.""Makasih, Kak. Sekali lagi kami harus menitipkan anak-anak sama kamu."Andreas menepuk bahu adik iparnya tersebut, "nggak masalah. Aku sudah bilang sebelumnya 'kan?""Yeah." Gavriel mengangguk begitu pula dengan Azriya, "kami berangkat dulu kalau begitu, Kak.""Ayo aku antar ke depan." Andreas melangkah menuju pintu bersama Gavriel dan Azriya.Pasangan itu juga telah berpamitan kepada anak-anaknya pagi tadi, mereka bilang ada pekerjaan yang harus di urus. Beruntung dua bocah tampan itu memberikan pengert
Azriya menggandeng pergelangan tangan wanita itu untuk masuk ke dalam kamar. Ia memaksa wanita di depannya ini duduk di sofa dengan tubuh bergetar."Kita akan melakukan apa, Gav?" tanya Azriya dengan seringai senyum licik."Terserah kamu saja. Kamu yang paling tahu," sahut Azriya.Sret!Azriya menarik paksa topeng kulit sintetis itu dari kepala sosok di depannya ini, sehingga membuat wignya juga ikut terlepas. Wanita itu masih menunduk. Selain tidak berani menatap Azriya, ia juga merasakan kulit kepalanya masih sakit."Siapa namamu?" Azriya mengangkat dagu wanita di depannya sehingga ia bisa melihat wajah ketakutan itu."Jawab ...!""Na-Naina. Nama saya Naina, Nyonya," jawabnya dengan suara gemetar."Dengar! Aku malas bermain-main denganmu, jadi jawab saja dengan jujur. Apa tujuanmu melakukan ini?"Hening! Naina tampak menarik napas dalam. Wanita berkulit putih dengan wajah yang tidak asing di mata Azriya itu terlihat sangat gugup."Sa-Saya terpaksa melakukannya, Nyonya. Saya ... terp
"Tenang lah, semuanya sudah selesai 'kan?" Gavriel menghampiri sang istri yang masih diam terpaku dengan tubuh gemetar."Kenapa semua kejadian masa lalu berimbas ke masa kini, Gav? Aku saat itu nggak bermaksud membuat Hanna bunuh diri.""Aku tahu." Gavriel menggandeng Azriya ke ranjang dan membaringkan tubuh sang istri dengan perlahan.Pria tampan itu juga melabuhkan banyak kecupan basah pada wajah cantik Azriya, berharap istrinya bisa sedikit rileks. Meskipun bola mata hitam itu masih memancarkan ketakutan.Yeah! Sedari tadi Azriya memang bersandiwara menutupi ketakutannya, ia tidak mau terlihat lemah di depan Naina."Setiap kejadian yang menimpa kita selalu ada hubungannya dengan masa lalu, dan setiap hal yang terjadi hari ini mungkin saja berimbas pada masa depan. Itu namanya sebab-akibat, Baby. Dan itu semua bukan kesalahan kita, itu sudah takdir."Azriya mengerjap, "kenapa?""Kenapa apanya?" Gavriel kembali melabuhkan kecupannya pada kedua mata wanita cantik itu."Kenapa kamu bis
Hari terus bergulir berganti minggu, sampai tidak terasa pagi ini tepat satu bulan keluarga Gavriel tinggal di Mansion Erlando. Sesuai janji yang telah disepakati, hari ini adalah saatnya Aurell berkunjung ke Mansion Robertson. Tentunya bersama Austin dan Adolf juga, karena anak-anak itu rencananya akan menginap di sana.Namun, sejak jam enam pagi Azriya belum juga beranjak dari kamar mandi, wanita cantik itu terus mengeluarkan isi perutnya lantaran mual yang tidak tertahan, bahkan ia merasakan mulutnya sudah sangat pahit. Wajah cantik itu berubah pucat dengan tangan dan kaki gemetar, Azriya sampai harus berjongkok di closet agar tubuhnya tidak limbung."Ayo kita ke Dokter saja, Baby." Gavriel dengan telaten memijat tengkuk sang istri sembari mambalurkan minyak kayu putih.Azriya menggeleng, "nggak mau. Aku pusing banget, Gav. Aku nggak kuat.""Aku panggil Dokternya biar datang ke sini, ya." Gavriel lantas menggendong tubuh lemah istrinya dan membaringkan ke ranjang. Tangannya membena
"Ada apa, Austin?" tanya Gavriel saat mendapati putra sulungnya termenung melihat kedua saudaranya yang tengah asyik bermain."Nggak papa, Dad."Gavriel menghela napas kasar, ia lantas menggandeng tangan Austin menuju ruang tamu. Pria tampan itu juga mengajak serta istrinya. Gavriel sebenarnya sudah menaruh curiga pada Austin, pasalnya bocah tampan itu tampak terdiam sejak mereka masih di Mansion Erlando.Ketiga orang berbeda usia itu sudah sampai di ruang tamu, Gavriel duduk bersebelahan dengan Azriya, sementara Austin duduk di kursi depan mereka. Pasangan itu sama-sama memandang lurus kepada Austin yang masih menunduk."Ada apa, Nak? Ada sesuatu yang mengganggu perasaanmu? Coba katakan kepada Daddy dan Aunty."Hening! Bocah tampan itu masih menahan suaranya."Nak ... ayo bicara." Gavriel kembali membuka suaranya."Nggak ada apa-apa, Dad.""Kamu yakin?" Gavriel kembali bertanya.Austin mengangguk dengan kepala yang masih menunduk, sehingga hal itu tak ayal membuat Azriya penasaran. W
Ruang Dokter.Gavriel tengah termenung dengan posisi menunduk saat Dokter menjelaskan kondisi Mommy-nya, pria tampan itu bahkan beberapa kali terdengar menghela napas kasar saat mengetahui bahwa alam bawah sadar sang Mommy masih teringat dengan Silvana, sementara dirinya tidak diingat sama sekali.Gavriel juga turut menyesal, ia tahu bahwa Aurell memiliki garis wajah yang sama dengan Silvana. Jadi ia merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya hari ini membuat sang Mommy histeris."Saya belum dapat memastikan ini reaksi yang membawa dampak positif atau negatif, Tuan. Kita harus menunggu pasien sadar dulu untuk memeriksanya."Gavriel mengangguk, "saya harap ini perubahan yang positif.""Terkadang pasien dengan gangguan jiwa menyimpan rapat satu ingatan tentang seseorang, saat ingatan itu terbuka, reaksinya wajar seperti ini. Yeah! Semoga ini hal baik, Tuan.""Saya akan menunggu sampai Mommy sadar, Dokter."Dokter paruh baya itu menganggukkan kepala, "nanti saya akan panggil kalau pasi
Deru mobil memasuki halaman Mansion Robertson, Azriya sontak berdiri dan langsung menyembunyikan kotak tersebut di balik baju yang tengah ia gunakan. Wanita cantik itu lantas menyambut suami dan anak-anaknya yang baru saja sampai."Kalian pasti lapar, ayo makan siang dulu. Mommy sudah siapkan banyak makanan enak, loh!""Wah ... Mommy tahu banget kalau kita lagi lapar," sahut Austin dengan antusias.Azriya tak ayal melepas gelak tawanya, ujung netranya sesekali melirik kepada Gavriel dengan senyuman yang terus terukir di bibirnya."Ya sudah, kalau begitu kalian cepat cuci tangan dan kaki. Baru setelahnya kita makan bersama. Mommy juga sudah lapar menunggu kalian." Azriya terkekeh pelan.Austin dan Aurell sama-sama terkikik geli, sedangkan Adolf hanya tersenyum sekilas."Tadi ada sesuatu, Mom. Jadi kita nggak bisa pulang cepat."Azriya yang hendak membalik tubuhnya sontak berhenti, "sesuatu? Apa?" tanyanya seraya mengalihkan pandangan kepada Gavriel."Nanti saja kita bahas setelah makan
Tidak terasa hari terus bergulir dan kini jadwal Gavriel kembali mengunjungi Mommy-nya, seperti yang telah direncakan hari ini ia datang bersama Azriya. Mereka hanya berangkat berdua tanpa mengajak anak-anaknya."Aku kok tiba-tiba gugup," ujar Azriya.Gavriel sontak menoleh dan langsung menggenggam tangan istrinya. "Mau ke taman dulu? Nanti kalau sudah tenang, baru kita ke kamar Mommy.""Nggak usah, Gav. Kita langsung masuk saja.""Yakin?"Azriya mengangguk meskipun sebenarnya ada perasaan was-was, tetapi tidak mungkin juga mundur lantaran merasa tidak enak kepada Gavriel. Hingga akhirnya mereka tiba di depan kamar rawat yang dijaga oleh beberapa bodyguard khusus suruhan Gavriel."Tuan Gavriel, Dokter sudah menunggu Anda di dalam.""Yeah."Pintu terbuka. Gavriel lantas masuk bersama Azriya dan langsung mendekat kepada Dokter yang tengah memeriksa keadaan Lauren. Pria paruh baya itu tersenyum melihat kedatangan pasangan tersebut, sedangkan Lauren hanya menatap ke langit-langit kamar de
Azriya membawa tubuh Aurell masuk ke dalam pelukannya, wanita cantik itu mengusap lembut rambut hitam putri kecilnya. Pedih.Yeah! Aurell hanya gadis kecil yang sudah kehilangan orang tuanya dan sekarang harus kehilangan sang Grandma, ditambah ia baru tahu fakta ini."Kenapa Grandma menyiapkan ini semua untukku, Mom? Aku tidak mau. Apa itu semua bisa ditukar agar Grandma bisa kembali lagi?" tanyanya di sela-sela isak tangis."Grandma menyerahkan itu kepada kamu, karena Grandma percaya kamu bisa menjaganya, Nak. Jangan berpikir seperti itu, ya. Nanti Grandma sedih. Aurell tidak mau 'kan Grandma sedih di sana?" Gadis cantik itu menggelengkan kepala, meskipun hatinya masih perih dengan kejadian ini, tetapi ia harus kuat demi Grandma nya. Azriya menyugar pelukan, menghapus titik air mata yang masih mengalir deras dari pelupuk netra Aurell. Sementara Gavriel sudah memalingkan pandangan, tidak kuasa melihat pemandangan haru ini."Sekarang kamu buka kotak ini. Setelah ini kotak dan isinya
"Tuan, Nyonya," sapa Ghina seraya membungkukkan badan.Wanita paruh baya dengan setelah serba hitam itu mengulas senyum tipis, di tangannya memegangi goodie bag berwarna hitam yang entah berisi apa."Kamu ... datang sendirian?" tanya Azriya."Iya, Nyonya. Tadi saya naik taksi ke sini," sahut Ghina dengan kepala yang masih menunduk."Ayo masuk saja." Ajak Gavriel yang melangkah lebih dulu ke dalam Mansion.Pria itu mendudukkan dirinya di atas sofa diikuti oleh Azriya, sementara ketiga anak itu langsung menuju kamar masing-masing tanpa harus diperintah lagi."Silakan duduk Ghina, tidak usah sungkan. Kamu di sini adalah tamu," ucap Azriya yang lantas diangguki oleh Ghina.Wanita itu duduk dengan kikuk, goodie bag ia letakkan di atas sofa kemudian kedua tangannya ditumpuk di atas paha."Kedatangan saya malam ini karena mendengar kabar Nyonya Lauren meninggal, saya mengucapkan berduka cita yang sedalam-dalamnya." Ghina menjeda ucapannya barang sesaat. "Saya juga ingin mengembalikan barang
"Baby, kamu masih lama?" suara bariton itu sontak membuat Azriya tersentak."Gav, aku menemukan ini," ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Gavriel barusan."Apa itu?" Pria itu melangkah masuk ke dalam kamar, meraih sebuah buku kecil yang ditunjukkan istrinya."Apa ini, Baby?" Gavriel kembali melontarkan pertanyaan."Aku tidak tahu, sepertinya itu buku diary Mom. Yeah, meskipun awalnya aku tidak percaya Mom masih menulis di diary, tetapi setelah aku membaca lembar pertama, aku yakin kalau buku itu memang buku diary," jelas Azriya yang membuat Gavriel mengernyit bingung.Selama hidup ia tidak pernah tahu kalau Mommy-nya menyimpan buku ini, ia semakin terkejut saat melihat sekilas isi lembar buku itu yang kebanyakan berisi isi hati Mommy-nya untuk mendiang sang Kakak — Silvana."Aku menemukannya di tumpukan kain batik, Gav," ucap Azriya yang langsung diangguki oleh Gavriel."Baiklah, kita akan melihat nanti saja. Sekarang kita ke depan, pemuka agama sudah menunggu kainnya." Gavriel memasukka
Gavriel luruh ke lantai saat Azriya melipat kembali surat tersebut. Dadanya sakit, seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas jantungnya.Gavriel adalah seorang pria, ia sudah membunuh banyak musuh dengan tangannya. Menghadapi segala rintangan dan tantangan dalam hidup. Pahit manis kehidupan dan tipu daya musuh sudah pernah ia rasakan.Namun, kenapa sekarang ia menangis? Kenapa menjadi lemah?Oh, sungguh! Mau sejahat apapun Mommy-nya, Gavriel tetap tidak sanggup kalau harus kehilangan. Lauren adalah seluruh cintanya, baginya posisi wanita paruh baya itu setara dengan posisi Azriya di hatinya."Sayang?" Azriya mengambil posisi jongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan sang suami. "Jangan seperti ini, Mom pasti sedih melihat kamu begini," ucapnya lagi."Memangnya apa yang lebih sedih dari ini? Mom sudah mendapatkan ingatannya tiga bulan lalu, tapi Mom berlagak tidak ingat dan tidak mau bicara denganku. Hanya momen saat di taman tadi yang menjadi kebersamaan manis kita, Baby. Bagaimana
Gavriel ingin tidak percaya, tetapi Dokter sendiri yang mengatakannya. Pria itu akhirnya menuju rumah sakit dengan memacu mobilnya secepat mungkin, hingga tidak seberapa lama kemudian mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran gedung rumah sakit.Ia turun dan lantas berlari memasuki rumah sakit dengan Azriya yang mengekor dari belakang, langkahnya menuju ke kamar rawat Lauren. Sampai di sana ia melihat kamar itu sudah penuh dikerubungi tim medis."Dokter!" pekiknya yang sontak membuat semua orang menoleh. "Kenapa bisa seperti ini? Saya tadi meninggalkan Mom, Mom masih baik-baik saja. Bahkan hari ini Mom mau keluar ke taman, bukankah itu suatu perkembangan bagus? Lalu kenapa sekarang bisa seperti ini?" tanyanya lagi."Pak, tolong dengarkan saya dulu." Dokter paruh baya itu menarik napas dalam, kemudian ia mulai berkata," saat suster mengantarkan makan siang untuk pasien, suster mendapati kalau pasien sedang tidur, Pak. Suster berusaha membangunkan, tetapi pasien sama sekali tidak meres
Hari-hari berlalu, setiap ada kesempatan selalu digunakkan Gavriel untuk mengunjungi Lauren. Pria itu mengajak sang Mommy berbincang, ia juga menceritakan banyak hal. Meskipun tidak ada jawaban dari wanita paruh baya itu, tetapi Gavriel tidak menyerah.Sampai akhirnya hari ini Lauren meminta ditemani berjemur di taman. Gavriel sangat bahagia, ia dengan semangat membantu Mommy-nya untuk turun dari ranjang dan naik kursi roda.Yeah! Terlalu banyak mendapatkan suntikan berefek pada kondisi Lauren yang semakin lemas, bahkan terkadang kakinya mati rasa. "Matahari pagi ini bagus banget, Mom. Udaranya juga segar," ucap Gavriel. "Mommy suka?" Pria itu kembali melontarkan pertanyaan.Lauren hanya mengangguk, bibirnya mengulas senyum memandang langit biru. Meskipun ia hanya menyebut nama Silvana dan Kartika, tetapi Lauren sama sekali tidak membenci Gavriel. Wanita paruh baya itu juga menurut saat beberapa kali Azriya menyuapinya.Ah, entahlah. Lauren tidak membenci, atau ingatannya belum puli
Gavriel memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan raya dengan perasaan was-was dan pandangan mata ke mana-mana seakan bingung."Tenang, Sayang. Semua akan baik-baik saja," ucap Azriya seraya mengelus lembut lengan suaminya.Pria itu hanya mengangguk, ia tidak menyahut karena terlalu fokus dengan kemudinya. Sementara Austin yang duduk di kursi belakang hanya bisa diam karena takut salah bicara dan membuat Daddy-nya semakin pusing.Setelah menempuh perjalanan tidak terlalu lama, mobil mewah itu sudah berhenti di parkiran rumah sakit. Gavriel turun dan berlari masuk untuk menemui Dokter, sementara Azriya menggandeng tangan Austin dan berjalan cepat menyusul Gavriel.Azriya mendapati suaminya tengah berbincang serius dengan Dokter, tubuh atletis itu tiba-tiba lemas dan terduduk luruh ke kursi. Azriya segera menghampiri, khawatir dengan wajah suaminya yang sudah memucat."Ada apa, Dok?" tanya Azriya."Ibu Lauren mengingat kenangan masa lalunya, Bu. Setiap hari beliau melihat a
Keesokan harinya.Aurell dan Austin sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter, hari ini Adolf juga tinggal di Mansion Erlando selama satu hari, tentunya bersama si cantik Vessia."Di sini menyenangkan, ya. Banyak makanan," celetuk Vessia yang langsung mendapat senggolan dari Clara."Kenapa, Mah?" Vessia menoleh menatap Mamanya, sejurus kemudian gadis kecil itu menunduk saat melihat Mamamya mendelikkan mata.Azriya yang melihat interaksi ibu dan anak itu hanya mampu mengulas senyum. "Tidak apa-apa, Cla. Namanya juga anak kecil, toh kami menyiapkan ini juga untuk anak-anak," ujar wanita itu."Aku malu, Riy. Anakku seperti tidak pernah makan saja, padahal dia juga setiap hari makan jajan saat di rumah," sahut Clara dengan berbisik, supaya Vessia tidak mendengar dan tidak malu.Azriya terkikik geli. "Sudah, biarkan saja. Lebih baik kita ngopi-ngopi cantik, yuk, di halaman belakang."Clara mengangguk antusias, tetapi sebelum beranjak ia menyempatkan diri mengecup lembut pipi gembul putrinya.
Hari-hari berganti minggu, tanpa terasa sudah menginjak bulan dan ini tepat enam bulan pasca kecelakaan nahas itu. Dokter mengatakan hari ini Aurell dan Austin akan menjalani operasi pelepasan pen, tentu saja kabar itu membawa kebahagiaan untuk semua orang.Saat ini semua orang sedang duduk di kursi tunggu yang terletak di depan ruang operasi, ada keluarga Erlando dan keluarga Mahendra di sana. Tiga puluh menit kemudian...Pintu ruang operasi terbuka, Dokter keluar bersama perawat dengan mendorong dua brankar yang masing-masing berisi Aurell dan Austin, mereka dibawa ke ruang pemulihan dan seluruh keluarga turut mengikuti ke sana.•"Bagaimana keadaan anak-anak saya, Dok? Semuanya normal 'kan?" tanya Gavriel, saat ini dirinya sedang berada di dalam ruang Dokter setelah beberapa saat lalu Dokter memanggilnya."Syukurlah operasinya berjalan lancar, juga membawa hasil baik, Pak. Setelah ini Aurell dan Austin cukup menjalani latihan di rumah, dan datang ke rumah sakit untuk kontrol dua b