Chapter 30
TINDAKAN ANEH MARCEL
Maudy menggeliat malas dan memicingkan matanya. Ada seseorang yang baru saja menggeser tirai jendela sehingga cahaya bisa masuk. Dia menyentuh kepalanya yang terasa berputar.
"Ah, sakit sekali."
Dia menendang seprai lembut yang masih menutupi tubuhnya setinggi pinggang. Diamatinya pakaian yang dikenakan. Ternyata dia bahkan tidak mengganti dress-nya tadi malam.
"Kamu sudah bangun?"
Marcel muncul membawa nampan berisi sarapan yang baru saja dimasaknya. Di tubuhnya masih menempel celemek dan wajahnya terkena tepung sehingga terlihat seperti bedak bayi.
Maudy mengerjapkan matanya. Marcel pakai celemek? Apakah dia masih bermimpi? Tanpa sadar digosoknya matanya dengan punggung tangannya.
"Apakah kamu belum sadar?" tanya Marcel sambil tertawa kecil.
"Mengapa kamu ada
Chapter 31 RENCANA BESAR Mobil warna hitam baru saja memasuki pekarangan. Maudy yang sudah selesai bersiap-siap mau pergi ke kantor langsung meraih tasnya dan keluar. "Kevin? Mengapa kamu yang datang?" tanya Maudy. Dia terlihat bingung. "Aku yang memintanya. Sopir kamu sedang kurang enak badan." "Sopir bukan hanya satu orang, bukan?" tukas Maudy. "Mereka sedang ada pekerjaan lain. Jadi, Kevin yang akan membawa kita," kata Marcel lalu masuk ke mobil. Maudy bergeming. Dia tidak ada niat mengikuti permainan suaminya itu. "Bukankah mobilmu ada di garasi? Mengapa tidak bawa sendiri?" "Ah, mobilku sedang ada sedikit masalah. Kalau tidak aku akan meminta Kevin naik busway saja dan membawa kita pakai mobil yang itu," kata Marcel mencoba meyakinkan Maudy.
Chapter 32RAHASIA SANG CEOKayla baru saja meninggalkan ruangan karena ada hal penting yang harus dibicarakan dengan departemen lain. Semua orang sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing ketika Lira mendadak membuat keributan."Gila," teriak Lira tiba-tiba.Suara teriakan Lira membuat semua orang terkejut. Mereka ingin tahu apa yang membuatnya seribut itu."Buka ponsel kalian. Dah banyak keluar berita dan videonya. Di televisi juga," katanya. "Tentang CEO Ferrore Grup.""Ada apa?"Maudy membuka ponselnya dan mengetikkan kata kunci. Puluhan postingan tentang Marcel langsung muncul."Jadi...dia sudah menikah? Betulan?" seru Vivian.Maudy merasa panas dingin. Dia menonton video pengakuan Marcel di depan pers."Jangan ribut...aku mau dengar siapa istrinya," ucap Lira
Chapter 33HATI DI ATAS RANJANG"Kamu sudah datang, Sayang," sambut Marcel di depan pintu.Maudy tidak bisa sembarangan bertindak di sini karena para pelayan sedang mengawasi. Inikah tujuan laki-laki ini meminta sopir menjemput Maudy untuk kembali ke rumah utama? Apakah supaya Maudy menuruti keinginannya?"Jangan sentuh. Aku kotor baru dari luar. Pasti banyak debu di pakaianku," kata Maudy untuk mengelak dari sentuhan Marcel.Maudy terpaksa memberikan seulas senyum di bibirnya."Tidak apa-apa. Aku juga belum mandi, Sayang. Aku hanya merindukanmu," kata Marcel yang tiba-tiba menarik tubuh Maudy ke dalam pelukannya.Mau tidak mau, Maudy terpaksa membalas pelukan itu. Sementara pelayan berbisik senang. Bagaimana tidak, mereka baru saja bersandiwara mengatakan baru pulang tadi pagi dari liburan bersama, tetapi sore hari ini sudah langsung
Chapter 34HATI DI ATAS RANJANG 2"Itu... Aku hanya mencoba untuk bersikap romantis," kata Marcel dengan malu-malu.'Ternyata Marcel bisa bersikap malu-malu juga,' pikir Maudy.Maudy menahan dirinya atas banyak pertanyaan yang timbul di benaknya dan mengizinkan Marcel memberikan perhatian yang diinginkan. Dia ingin menikmati saja makan malam ini dengan baik. Dia merasa lapar seharian ini. Dia bahkan tidak ingat untuk makan siang karena kasus di kantor tadi."Tambah lagi, ya. Aku memasak banyak," kata Marcel menawarkan.Sejujurnya, Maudy masih kurang yakin Marcel yang memasak makanan seenak ini. Namun, bagaimana pun ini semua tetaplah usahanya. Maudy tidak ingin menghancurkannya.Maudy mengambil sedikit makanan lagi ke piringnya lalu memakannya dengan lahap. Dia tidak berpikir untuk bersikap malu-malu karena itu bukan gayanya. Dia termasuk o
Chapter 35PENYUSUP"Apa tidak masalah bos pergi tanpa memberitahu apa-apa, pada Nyonya? Bukankah bos sedang berusaha memperbaiki hubungan dengannya?" tanya Kevin."Hubungan kami bisa dikatakan semakin membaik," jawab Marcel semringah.Kevin menatap Marcel dengan curiga."Oh, ada sesuatu yang terjadi rupanya kemarin? Berarti laporanku yang sudah melebihi tebal skripsi itu sudah berhasil menunjukkan manfaatnyakah?!" ucap Kevin."Aku mau mengucapkan terima kasih soal itu. Ada juga manfaat kemampuan detektifmu," kata Marcel sambil mengedipkan matanya."Apa-apaan itu? Aku masih normal," kata Kevin dengan menampilkan ekspresi jijik. "Jangan lupa janjimu. Bonus dan asisten...," kata Kevin."Asisten memangnya perlu asisten? Masa jeruk minum jeruk?" goda Marcel kepada sahabatnya sejak kecil itu.
Chapter 36SENI MEMBUNUHBety Nioma terduduk dalam ruangan tanpa cahaya sedikit pun. Matanya juga tertutup oleh seutas kain hitam tebal. Kedua tangannya terikat ke belakang, tersambung dengan sandaran kursi kayu yang didudukinya sejak tadi malam.Mulutnya terkunci rapat. Dia sudah lelah berteriak minta tolong dan berusaha melepaskan diri hingga kehilangan seluruh tenaganya.Awalnya, dia mengira bahwa semua ini hanyalah salah satu cara bercanda para senior padanya. Dia sempat tertidur. Setelah terbangun dan menyadari bahaya sebenarnya, barulah dia berteriak dan berusaha memberontak. Sayangnya, itu semua hal yang sia-sia.Kini dia sadar telah diculik dan orang yang menculiknya tidak berniat melepaskan dirinya begitu saja. Apa yang harus dia lakukan?Kali ini, dia ingin sekali ke kamar mandi. Dia terlihat gelisah dan terus menggerakkan tubuhnya. 
Chapter 37ADA PENYUSUP LAIN"Kakek!"Marcel yang baru saja membuka pintu kamar segera berlari memeluk Hartono, kakeknya itu, yang sedang duduk di atas tempat tidur sambil membaca koran."Kamu baru tiba?" tanya Hartono gembira. Rambutnya yang memutih terlihat jauh lebih panjang daripada saat meninggalkan Indonesia."Tidak. Aku baru menyelesaikan pertemuan bisnis barulah datang ke sini," jawab Marcel.Kakek menatap Marcel penuh rasa rindu. Dia sungguh bangga karena cucunya ternyata mandiri meskipun tiba-tiba dijadikan CEO sementara."Untunglah Kakek sudah sembuh," kata Marcel. Ditariknya koran itu dari tangan kakeknya. "Kakek seharusnya istirahat dengan benar. Kakek masih dalam tahap pemulihan, bukan?"Kakek terkekeh."Iya. Kakek baru pegang koran ini. Kakek hanya melihat-lihat judulnya saja."
Chapter 38DONOR UNTUK ALYSAMaudy tidak di sini. Kenyataan itu membuat Marcel tidak puas. Mulutnya menghela napas berkali-kali.Sejak tadi, dia sudah membayangkan pelukan hangat wanita itu sat dia menjemputnya ke bandara, tetapi hal itu tidak akan terjadi hari ini.Marcel menatap jauh keluar jendela. Bayangan malam beradu dengan kelap-kelip lampu perkotaan. Di bawah sana, bayangan pohon-pohon hias meninggalkan area-area gelap nan misterius. Setelah mendengar Maudy tidak akan jadi datang malam hari ini, Marcel sudah memutuskan menikmati malam ini sendirian. Namun, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semua hal terasa tidak menarik. Dalam pikiran hanya ada Maudy dan rindu yang menyesakkan dalam dadanya. Melihat semua hal yang berada di dalam kamar ini juga hanya mengingatkan dirinya saat Maudy membalas pelukannya. Dia ingin merengkuh wanita itu erat--erat, di sini, saat ini juga!"Argh! Aku bisa gila," kata Marcel, memutar badan tiba-tiba. Beberapa lembar file yang dipegangnya s
Chapter 39RAHASIA TERBONGKAR"Maksud Mama apa? Saya tidak paham," kata Maudy. "Marcel sudah menceritakan semuanya. Kamu tidak bisa mengelak lagi. Benar-benar penipu, kamu," maki Kirana. Tangan Maudy gemetar. Ponselnya hampir terjatuh. "Ma-Marcel mengatakan apa pada Mama?""Semuanya. Kalian benar menikah pura-pura, bukan? Dan kamu mau menikah dengan Marcel karena menginginkan uang dua puluh miliar. Wanita macam apa kamu? Selama ini kami sudah sangat percaya kepada kamu dan mau menerimamu apa adanya tanpa melihat latar belakangmu," kata Kirana, menyerang Maudy tiada habisnya.Hati Maudy terasa sakit seolah tertusuk pisau. Begitu teganya Marcel melakukan ini semua padanya. Baru saja dia ingin mempercayai laki-laki itu, tetapi pengkhianatan yang didapatnya kini. Air mata jatuh di wajah Maudy. Dia sungguh sedih dan terluka."Bisakah aku bicara dengannya, Ma? Setelah itu, aku akan menjelaskan semuanya," pinta Maudy. Sekuat mungkin dia menekan nada gemetar dalam suaranya. "Tidak perlu
Chapter 38DONOR UNTUK ALYSAMaudy tidak di sini. Kenyataan itu membuat Marcel tidak puas. Mulutnya menghela napas berkali-kali.Sejak tadi, dia sudah membayangkan pelukan hangat wanita itu sat dia menjemputnya ke bandara, tetapi hal itu tidak akan terjadi hari ini.Marcel menatap jauh keluar jendela. Bayangan malam beradu dengan kelap-kelip lampu perkotaan. Di bawah sana, bayangan pohon-pohon hias meninggalkan area-area gelap nan misterius. Setelah mendengar Maudy tidak akan jadi datang malam hari ini, Marcel sudah memutuskan menikmati malam ini sendirian. Namun, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semua hal terasa tidak menarik. Dalam pikiran hanya ada Maudy dan rindu yang menyesakkan dalam dadanya. Melihat semua hal yang berada di dalam kamar ini juga hanya mengingatkan dirinya saat Maudy membalas pelukannya. Dia ingin merengkuh wanita itu erat--erat, di sini, saat ini juga!"Argh! Aku bisa gila," kata Marcel, memutar badan tiba-tiba. Beberapa lembar file yang dipegangnya s
Chapter 37ADA PENYUSUP LAIN"Kakek!"Marcel yang baru saja membuka pintu kamar segera berlari memeluk Hartono, kakeknya itu, yang sedang duduk di atas tempat tidur sambil membaca koran."Kamu baru tiba?" tanya Hartono gembira. Rambutnya yang memutih terlihat jauh lebih panjang daripada saat meninggalkan Indonesia."Tidak. Aku baru menyelesaikan pertemuan bisnis barulah datang ke sini," jawab Marcel.Kakek menatap Marcel penuh rasa rindu. Dia sungguh bangga karena cucunya ternyata mandiri meskipun tiba-tiba dijadikan CEO sementara."Untunglah Kakek sudah sembuh," kata Marcel. Ditariknya koran itu dari tangan kakeknya. "Kakek seharusnya istirahat dengan benar. Kakek masih dalam tahap pemulihan, bukan?"Kakek terkekeh."Iya. Kakek baru pegang koran ini. Kakek hanya melihat-lihat judulnya saja."
Chapter 36SENI MEMBUNUHBety Nioma terduduk dalam ruangan tanpa cahaya sedikit pun. Matanya juga tertutup oleh seutas kain hitam tebal. Kedua tangannya terikat ke belakang, tersambung dengan sandaran kursi kayu yang didudukinya sejak tadi malam.Mulutnya terkunci rapat. Dia sudah lelah berteriak minta tolong dan berusaha melepaskan diri hingga kehilangan seluruh tenaganya.Awalnya, dia mengira bahwa semua ini hanyalah salah satu cara bercanda para senior padanya. Dia sempat tertidur. Setelah terbangun dan menyadari bahaya sebenarnya, barulah dia berteriak dan berusaha memberontak. Sayangnya, itu semua hal yang sia-sia.Kini dia sadar telah diculik dan orang yang menculiknya tidak berniat melepaskan dirinya begitu saja. Apa yang harus dia lakukan?Kali ini, dia ingin sekali ke kamar mandi. Dia terlihat gelisah dan terus menggerakkan tubuhnya. 
Chapter 35PENYUSUP"Apa tidak masalah bos pergi tanpa memberitahu apa-apa, pada Nyonya? Bukankah bos sedang berusaha memperbaiki hubungan dengannya?" tanya Kevin."Hubungan kami bisa dikatakan semakin membaik," jawab Marcel semringah.Kevin menatap Marcel dengan curiga."Oh, ada sesuatu yang terjadi rupanya kemarin? Berarti laporanku yang sudah melebihi tebal skripsi itu sudah berhasil menunjukkan manfaatnyakah?!" ucap Kevin."Aku mau mengucapkan terima kasih soal itu. Ada juga manfaat kemampuan detektifmu," kata Marcel sambil mengedipkan matanya."Apa-apaan itu? Aku masih normal," kata Kevin dengan menampilkan ekspresi jijik. "Jangan lupa janjimu. Bonus dan asisten...," kata Kevin."Asisten memangnya perlu asisten? Masa jeruk minum jeruk?" goda Marcel kepada sahabatnya sejak kecil itu.
Chapter 34HATI DI ATAS RANJANG 2"Itu... Aku hanya mencoba untuk bersikap romantis," kata Marcel dengan malu-malu.'Ternyata Marcel bisa bersikap malu-malu juga,' pikir Maudy.Maudy menahan dirinya atas banyak pertanyaan yang timbul di benaknya dan mengizinkan Marcel memberikan perhatian yang diinginkan. Dia ingin menikmati saja makan malam ini dengan baik. Dia merasa lapar seharian ini. Dia bahkan tidak ingat untuk makan siang karena kasus di kantor tadi."Tambah lagi, ya. Aku memasak banyak," kata Marcel menawarkan.Sejujurnya, Maudy masih kurang yakin Marcel yang memasak makanan seenak ini. Namun, bagaimana pun ini semua tetaplah usahanya. Maudy tidak ingin menghancurkannya.Maudy mengambil sedikit makanan lagi ke piringnya lalu memakannya dengan lahap. Dia tidak berpikir untuk bersikap malu-malu karena itu bukan gayanya. Dia termasuk o
Chapter 33HATI DI ATAS RANJANG"Kamu sudah datang, Sayang," sambut Marcel di depan pintu.Maudy tidak bisa sembarangan bertindak di sini karena para pelayan sedang mengawasi. Inikah tujuan laki-laki ini meminta sopir menjemput Maudy untuk kembali ke rumah utama? Apakah supaya Maudy menuruti keinginannya?"Jangan sentuh. Aku kotor baru dari luar. Pasti banyak debu di pakaianku," kata Maudy untuk mengelak dari sentuhan Marcel.Maudy terpaksa memberikan seulas senyum di bibirnya."Tidak apa-apa. Aku juga belum mandi, Sayang. Aku hanya merindukanmu," kata Marcel yang tiba-tiba menarik tubuh Maudy ke dalam pelukannya.Mau tidak mau, Maudy terpaksa membalas pelukan itu. Sementara pelayan berbisik senang. Bagaimana tidak, mereka baru saja bersandiwara mengatakan baru pulang tadi pagi dari liburan bersama, tetapi sore hari ini sudah langsung
Chapter 32RAHASIA SANG CEOKayla baru saja meninggalkan ruangan karena ada hal penting yang harus dibicarakan dengan departemen lain. Semua orang sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing ketika Lira mendadak membuat keributan."Gila," teriak Lira tiba-tiba.Suara teriakan Lira membuat semua orang terkejut. Mereka ingin tahu apa yang membuatnya seribut itu."Buka ponsel kalian. Dah banyak keluar berita dan videonya. Di televisi juga," katanya. "Tentang CEO Ferrore Grup.""Ada apa?"Maudy membuka ponselnya dan mengetikkan kata kunci. Puluhan postingan tentang Marcel langsung muncul."Jadi...dia sudah menikah? Betulan?" seru Vivian.Maudy merasa panas dingin. Dia menonton video pengakuan Marcel di depan pers."Jangan ribut...aku mau dengar siapa istrinya," ucap Lira
Chapter 31 RENCANA BESAR Mobil warna hitam baru saja memasuki pekarangan. Maudy yang sudah selesai bersiap-siap mau pergi ke kantor langsung meraih tasnya dan keluar. "Kevin? Mengapa kamu yang datang?" tanya Maudy. Dia terlihat bingung. "Aku yang memintanya. Sopir kamu sedang kurang enak badan." "Sopir bukan hanya satu orang, bukan?" tukas Maudy. "Mereka sedang ada pekerjaan lain. Jadi, Kevin yang akan membawa kita," kata Marcel lalu masuk ke mobil. Maudy bergeming. Dia tidak ada niat mengikuti permainan suaminya itu. "Bukankah mobilmu ada di garasi? Mengapa tidak bawa sendiri?" "Ah, mobilku sedang ada sedikit masalah. Kalau tidak aku akan meminta Kevin naik busway saja dan membawa kita pakai mobil yang itu," kata Marcel mencoba meyakinkan Maudy.