Setelah hampir dua minggu menunggu, panggilan Dokter Rahmat menggema di ponsel Pandu. Pria itu menyampaikan bahwa hasil tes DNA dirinya dan Shanum telah keluar. Dengan langkah cepat dan dada berdebar, Pandu berjalan memasuki ruangan Dokter Rahmat. Sebuah surat berlogo rumah sakit tempat pemeriksaan dilakukan ia berikan pada Pandu. Dengan saksama, Pandu membaca tiap kata yang ada di sana. Matanya berembun dan hatinya hancur setelah membaca kesimpulan terakhir yang mengungkap sebuah fakta. 'Probabilitas Pandu Dirgantara sebagai ayah biologis dari Shanum Roselia Dirgantara adalah 0%. Oleh karena itu, Pandu Dirgantara sebagai ayah dapat disingkirkan dari kemungkinan sebagai ayah biologis dari Shanum Roselia Dirgantara.'Tangan Pandu bergetar membaca hasil tes yang menunjukkan ketidakcocokan DNA Shanum dengan dirinya. Pandu sakit, kecewa, dan marah. Ia telah dibohongi Rosa. Karena iman yang lemah dan akal yang mudah dikendalikan nafsu, Pandu terperangkap jebakan Rosa. Ia seperti pria bodo
Pandu menghela napas berat, setelah keluar dari mobil. Ia mengayunkan langkah menuju rumah dua lantai yang ia hadiahi untuk Rosa. Kehadiran pria itu disambut ramah oleh Meri. Wanita itu bergegas menuju kamar majikannya yang beberapa hari lalu mengurung diri semenjak pulang dari kantor polisi.“Mas,” lirih Rosa. Wanita itu berlari menuruni anak tangga menemui, Pandu yang memandangnya datar “Aku bersyukur kamu datang, Mas. Aku butuh bantuanmu.”“Aku ingin bicara,” ucap Pandu tanpa terusik dengan air mata Rosa. Pria itu berjalan menuju lantai dua diikuti Rosa. Mereka duduk di sofa yang ada di ruang keluarga. Keduanya saling berhadapan dihalangi sebuah meja kaca.Meri datang menyuguhkan dua cangkir teh dan beberapa makanan ringan. Wanita itu beringsut mundur, setelah meletakkan minuman di atas meja.“Aku juga ingin bicara denganmu, Mas,” lirih Rosa.Pandu menatap wanita yang tampak lusuh dan lemah itu. “Silakan kamu bicara duluan.”Rosa menghela napas lemah, ia bingung harus mulai dari ma
“Kebanyakan dari mereka mudah untuk kutaklukkan, apalagi diajak ke ranjang. Tetapi … kamu berbeda, Mas. Satu bulan kita berkenalan, kamu selalu menjaga diri dan enggak mudah kudekati.” Rosa mengusap bibirnya yang belum berhenti mengeluarkan darah. “Ketika aku telat datang bulan, aku mencoba mencari pria yang pernah tidur denganku? Tetapi mereka enggak peduli, malah mengencani wanita lain. Bahkan, ada yang menghilang begitu saja. Untuk memastikan keadaanku, aku mencoba membeli alat tes kehamilan dan ternyata hasilnya dua garis merah, tetapi yang satunya masih samar. Saat itu aku mulai berpikir, bagaimana cara menemukan pria yang baik untuk anak yang aku kandung. Hingga keputusanku tertuju padamu.”Kedua tangan Pandu mengepal kuat mendengar pengakuan Rosa. kemarahan dalam dada meminta Pandu untuk segera melampiaskan pada makhluk lemah yang liciknya minta ampun.Rosa menatap lantai yang dipenuhi serpihan kaca. “Aku tahu, enggak mudah untuk mendekatimu dan mengajakmu tidur bersama hingga
Rosa duduk di lantai kamarnya sambil bersandar di sisi ranjang. Sejak berita memalukan itu disiarkan televisi dan media online, sebagian jiwanya seperti telah mati. Ia tak keluar kamar, tak lagi mengurus diri, bahkan sudah beberapa hari ia tak mandi. Belum hilang derita Rosa, kini ia kembali dihadapkan kenyataan pahit, Pandu mengetahui bahwa Shanum bukan anaknya. Wanita itu menangis, wajahnya yang terluka karena tamparan pria itu masih bisa ia rasakan perihnya. Jangankan Pandu, bahkan Rosa sendiri tak tahu benih siapa yang tumbuh di rahimnya. Tatapan Rosa menerawang tak tentu arah, ia menyesali keputusan masa lalu yang memilih terjun ke lembah hitam demi onggokan rupiah. Rosa larut mencari kekayaan dengan cara yang mudah, meskipun merendahkan harga diri. Wanita itu tersenyum kecut. Harga diri? Masihkah ia punya dua kata itu dalam diri? Ia bukan lagi wanita berharga, ketika begitu mudahnya menerima ajakan pria untuk memuaskan nafsu sesaat. Demi uang yang tak seberapa, menumpuk dosa t
Semenjak berhenti bekerja dan hidup berkecukupan, Alina menghabiskan banyak waktu dengan memasak, membuat kue, dan aneka camilan. Setiap hari, ia menyuguhkan makanan lezat dan bergizi untuk kedua buah hatinya. Dulu, ia harus berpikir berkali-kali untuk mengelola keuangan dalam belanja kebutuhan pokok. Sekarang berbeda, Zyan memiliki penghasilan sendiri dan rutin memberi Alina uang. Bahkan, uang pemberian Pandu yang dipegang Bi Mirna masih banyak tersisa.Setiap hari, mereka akan makan malam berempat. Alina sudah menganggap Bi Mirna sebagai keluarga, hingga ia tak memberi jarak pada asisten rumah tangganya itu, sama seperti Regina yang memperlakukannya dengan baik. Kebaikan Alina inilah yang membuat Bi Mirna menyayangi semua anggota keluarga di rumah tersebut. Saat makan malam berlangsung, Zea seperti tak berselera. Ia hanya mengaduk-aduk makanan tanpa berniat untuk memasukkannya ke dalam mulut.“Kenapa, Sayang?” tanya Alina yang melihat sikap putrinya berbeda.“Zea ingin Papa kembali
Selesai makan, mereka menyusuri mall, memasuki satu per satu toko pakaian, sepatu, dan tas branded khas anak remaja. Pandu juga menemani Zea membeli kebutuhan pribadi. Tak lupa, sebuah boneka beruang berwarna cokelat muda ikut ia beli. Pandu tak menolak ataupun protes dengan belanjaan putrinya. Ia senang bisa membuat Zea bahagia dan membutuhkannya sebagai seorang ayah.Pulang dari mall, mereka pergi ke apartemen tempat Pandu tinggal. Semenjak Zea menceritakan keinginannya untuk berkunjung dan menginap, pria itu segera membeli sebuah apartemen dan pindah dari rumah sederhana itu. “Papa tinggal di sini?” tanya Zea heran, ketika mereka memasuki apartemen tempat tinggal Pandu.“Kenapa?”“Bryan juga punya apartemen di sini. Cuma beda lantai saja,” jawab Zea.“Zea pernah ke apartemen Bryan?” tanya Pandu yang seketika merasa tak nyaman dengan penuturan putrinya.“Iya, pernah menginap semalam,” jawab Zea polos seraya mengeluarkan barang-barang yang ia beli. Sementara itu Pandu menatap putrin
“Aku ingin mengucapkan selamat padamu. Dulu, aku pernah mengucapkannya atas keberhasilanmu. Sekarang, aku kembali mengucapkannya atas kehancuranmu.”Dada Rosa naik turun menahan kemarahan. Ia berjalan mendekati Daniel, kemudian melayangkan pukulan ke dada pria itu. “Brengsek kamu, Daniel! Kurang ajar!”Pukulan demi pukulan yang Rosa layangkan pada Daniel tak membuat pria itu terusik. Daniel meraih tangan Rosa, kemudian menatap mata wanita itu tajam. “Aku brengsek karena mengikuti caramu!”“Sampai kapan kamu akan menggangguku?” Daniel terkekeh. Ia berjalan menuju jendela kaca untuk melihat keadaan di luar. Beberapa pria memakai jaket kulit tampak berkeliaran di luar sana. Daniel yakin, itu adalah wartawan yang telah mengendus keberadaan Rosa.“Aku tahu sebrengsek apa dirimu, Ros. Entah kenapa, aku enggak rela melihatmu hijrah demi sebuah popularitas. Aku benci, ketika kamu mendapat suami idaman dengan cara murahan.”Kemarahan Rosa bangkit mendengar penghinaan Daniel. “Kamu enggak pan
Pandu tak mampu menjawab pertanyaan Zea. Pria itu makin larut dalam sesal, ketika mengetahui kesalahan yang ia perbuat memiliki dampak yang sangat besar pada putrinya.“Bukan hanya Mama yang sakit ketika Papa mendua, Zea juga! Zea juga sama sakitnya ketika Papa menikah lagi dan memutuskan untuk berpisah,” lirih Zea mengusap air matanya yang berjatuhan.Fusena yang mendengar penuturan Zea ikut meneteskan air mata. Ia bisa merasakan apa yang dihadapi gadis itu.Zyan berdiri, kemudian berjalan mendekati adiknya. “Zea, jangan begitu, Dik. Mas Zyan sudah bilang, kita serahkan semua kepada Mama. Apa pun keputusan Mama, itulah yang terbaik untuk kita.”Gadis itu memandang kakaknya dengan air mata berlinang. “Zea hanya ingin, sebelum pernikahan ini terjadi, semua yang hadir di sini berpikir sejenak dari sudut pandang kita sebagai anak. Bukankah mereka juga pernah menjadi anak-anak?”Zea bangkit, kemudian berlari meninggalkan acara pernikahan tersebut. Ia masuk ke dalam kamar, mengempaskan tub
“Maaf, saya datang terlambat,” ucap Alina dengan seulas senyum di bibir. Tak ada makian, sumpah serapah atau tatapan sinis padanya.Rosa tak menjawab, ia beralih memandang Daniel yang berdiri dari duduknya kemudian menghampiri mereka. Melihat penampilan Alina yang mewah dan berkelas, Rosa menjadi minder. “Silakan masuk, Bu,” ucap Daniel seraya membuka pintu lebar. Melihat sikap Daniel, Rosa yakin jika lelaki inilah yang mengundang Alina. “Sama siapa?” tanya Daniel seraya melirik ke arah jalan. Belum sempat Alina menjawab, lelaki itu telah berlalu mendekati mobil yang terparkir, kemudian berbicara dengan si pengemudi. Tak lama, pintu mobil pun terbuka menampakkan sosok tampan dan tinggi mirip Pandu Dirgantara keluar dari mobil mewah itu. Rosa terpana dan sedikit kecewa. Padahal, ia merindukan mantan suaminya.Mereka duduk di lantai yang beralaskan karpet. Ruang tamu Rosa masih kosong karena saat prosesi pernikahan terjadi, kursi tamu dipindahkan ke carport agar ruangan menjadi luas
Laki-laki tiga puluh tahunan itu mulai berperan menjadi seorang ayah. Ia tak bisa meninggalkan gadis itu bergitu lama. Bahkan, Daniel terus melakukan pendekatan dan mempelajari apa yang disukai putrinya. Apalagi sikap Shanum yang mulai terbuka dan menyanyangi Daniel, membuat mereka cepat akrab. “Nanti papa jemput Shanum, ya!” ucap gadis itu setelah turun dari mobil. Ia mencium tangan Daniel kemudan memeluk lelaki itu. Shanum sangat bangga ketika satu persatu teman-temannya melihat sosok Daniel. Walaupun tak berorasi, tapi sikap Shanum seolah-olah memberitahukan pada mereka bahwa ‘Ini adalah papanya.’Daniel mengusap kepala putrinya kemudian melayangkan ciuman sebelum gadis itu beranjak menuju kelas. Sesekali, kepala mungil itu menoleh dan melambaikan tangan pada Daniel yang menatapnya tanpa kedip. “Dada, papa!” teriaknya dari kejauhan. Daniel membalas. Dada lelaki itu bergetar dan terasa sesak. Setelah sekian lama hidup tak tentu arah, kini, Daniel merasa menjadi seorang yang sa
“Rasanya seperti digigit semut.”Seketika ucapan Shanum kembali terngiang kala Pandu mengajaknya pergi. Gadis itu juga bercerita ia digigit semut di rumah sakit. Rosa tersenyum masam mengingat bagaimana usaha Pandu mencari kebenaran tanpa melibatkan dirinya.Hidup begitu cepat berubah, harta, kedudukan dan nama baik dalam sekejap lenyap. Rosa yang dulu begitu angkuh dan sombong, kini tak berdaya. Daniel berbeda dengan Pandua, ia bukanlah laki-laki yang paham agama, sekeras apapun Rosa menjelaskan nasab anak yang lahir di luar pernikahan, Daniel tetap pada pendiriannya bahwa, ia adalah seorang ayah meski dengan cara yang salah. Rosa mengusap kepala Shanum. Ia memejamkan mata seraya berdoa agar nasib baik berpihak kepadanya. Apapapun hasilnya nanti, ia akan lakukan segala cara untuk mempertahankan Shanum dalam hidupnya. ***SPW***Rosa mengusap wajahnya setelah bermunajat kepada Allah. Semenjak kedatangan Daniel, hati wanita itu tak tenang. Ingin rasanya ia lari, tapi tak tau kemana a
Pandu terdiam sejenak, ia menatap sorot mata Daniel. “Kenapa kamu ingin mengetahuinya? Apa kamu ingin menghancurkannya melalui anak itu?” Tatapan Pandu berubah tak bersahabat. “Aku tau, kamulah yang menyebarkan video tak senonoh Rosa. Sudah cukup kamu menghancurkan hidupnya. Jangan lakukan perbuatan itu lagi. Apalagi melibatkan Shanum-anak yang tak berdosa itu.”Daniel menghela napas lemah. Ia tau, kesalahan yang telah ia lakukan begitu besar. “Saya minta maaf, saya akui, memang saya yang melakukannya. Tapi, setelah melihatnya hancur, bukan kepuasan yang saya dapatkan melainkan rasa bersalah yang menghantui setiap hari.”Pandangan Daniel menerawang mengingat bagaimana kejahatannya hingga membuat Rosa hancur. Bahkan, wanita itu hanya pasrah dan tak pernah menuntutnya meski Rosa tau bahwa Daniellah yang telah mengungkap aib itu ke publik. “Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan mereka. Melihat gadis kecil itu, entah kenapa saya seperti melihat diri saya dalam dirinya. Saya yakin
Wanita itu menggeleng. Rosa yang kehilangan putrinya mendadak takut dan cemas. Beberapa karyawan dan petugas keamanan mall mulai mencari Shanum melalui pengeras suara dan menyusuri area mall. Rosa berlari menuju satu persatu tempat yang kemungkinan dikunjungi putrinya hingga berakhir di salah satu toko mainan.Shanum tampak tersenyum pada seorang pria yang berjongkok mensejajarkan tinggi dengannya seraya memegang sebuah boneka Panda. Hati Rosa menjadi lega karena telah menemukan Shanum meski ada rasa khawatir dengan sosok lelaki itu.“Shanum!” panggil Rosa hingga membuat keduanya menoleh dan berdiri menghadap pada Rosa. “Mama, om itu beliin aku boneka ini, lucu kan?” tanya Shanum sambil menyodorkan boneka panda ke wajah Rosa.Rosa mengangguk dan tersenyum paksa. “Sudah bilang terima kasih?” Gadis kecil itu menoleh pada sosok lelaki yang dari tadi menatap Rosa lekat.“Makasih, Om,” ujar Shanum polos.Daniel tersenyum seraya mengusap kepala Shanum. Rosa menarik tangan putrinya menj
Suara jeritan dan rintih kesakitan terdengar di sebuah ruang bersalin rumah sakit swasta. Alina berjalan mondar mandir dan tak tenang membayangkan putrinya yang sedang berjuang di dalam sana. Sebagai ibu, ia bisa merasakan apa yang putrinya rasakan. Dua kali Alina bertarung melawan maut untuk menghadirkan dua buah cintanya melalui persalinan normal.Genggaman tangan Zea begitu kuat mencengkram jemari Bryan. Berkali-kali wanita itu mengikuti petunjuk dokter kandungan agar bisa melahirkan buah cintanya. Peluh Zea berjatuhan membasahi tubuhnya bersamaan titik air mata Bryan yang jatuh karena tak sanggup melihat sang istri kesakitan. “Ayo, Zee, kamu pasti bisa,” ucap dengan suara bergetar. Ia tak peduli dengan tangannya yang terasa sakit karena cengkraman Zea yang begitu kuat. Bryan mencium pucuk kepala Zea seraya melafazkan doa. Nafas Zea mulai memburu bersamaan dorongan bayi yang ikut berjuang menatap dunia. Seketika senyumnya tercipta mendengar suara tangis menggema di ruangan itu.
Beberapa Bulan kemudian ....Bertempat di halaman rumahnya yang luas, Zidan yang kini berusia satu tahun mulai melangkahkan kaki kecilnya di atas rumput hijau yang sangat terawat. Pandu merentangkan kedua tangan seraya memanggil nama putranya. Kaki kecil Zidan melangkah menuju sang papa yang disambut dengan gembira oleh Pandu.Alina yang melihat interaksi keduanya sangat bahagia. Tawa Zidan menggema. Ia merentangkan kedua tangan, ketika Pandu mengayunkan tubuh kecilnya seperti akan terbang. Pria itu tampak makin sehat dan muda, meski usianya hampir setengah abad. Senyumnya begitu merekah dan kebahagiaan begitu terlihat dari bibirnya yang tak henti tertawa. Bahkan, sorot matanya mengisyaratkan begitu banyak cinta untuk wanita yang berdiri di sampingnya.Sementara itu, tak jauh dari sana, seorang wanita memakai gamis dan sebagian wajahnya tertutup cadar. Ia berdiri, terpaku menatap keluarga bahagia itu. Hampir setiap hari ia berdiri di balik pagar rumah hanya untuk melihat pria yang hi
Kehadiran anggota baru keluarga membuat rumah mewah Pandu menjadi ceria. Suara tangis, tawa, dan celoteh kecil terdengar bak mantra yang mampu menghipnotis para penghuninya. Zea dan Bryan lebih banyak bermalam di rumah itu, supaya bisa dekat dengan adik kecilnya. Sedangkan Zyan menghabiskan waktu luangnya setelah pulang bekerja untuk mengasuh Zidan. Laki-laki kecil itu menjadi pusat perhatian. Kehadirannya seperti magnet yang menarik semua anggota keluarga untuk berkumpul. Kebahagiaan Pandu makin bertambah, perusahaan mereka makin maju. Zyan mewarisi bakat Pandu dalam berbisnis. Ia begitu pintar mengelola perusahaan dan jeli dalam membaca peluang. Pandu sangat bangga, ketika menghadiri rapat petinggi perusahaan untuk mendengar perkembangan perusahaan sekaligus kerja sama baru yang sedang mereka kerjakan. Zyan dan Bryan bekerja sama dalam menggarap sebuah proyek pemerintah yang sangat menantang dalam skala besar. Pandu dan Bagas tersenyum dan saling melirik, ketika kedua pria muda itu
Rosa hanya bisa menunduk dengan air mata berlinang saat mendatangi Ustazah Ana. Ia malu dan merasa hina, setelah semua aibnya terbongkar. Walaupun wanita itu tak pernah mengusik masa lalunya, tetapi Rosa yakin, Ustazah Ana mengetahui semuanya. Apalagi ia pernah sombong dan menolak nasihat wanita itu hingga memblokir kontak Ustazah Ana. Kini, ia terpaksa menjilat ludah sendiri. “Maafkan saya, Ustazah, saya salah. Saya menyesal, karena enggak mengikuti nasihat Ustazah,” lirih Rosa penuh penyesalan.Ustazah Ana menatap Rosa yang bersimbah air mata. Dengan terbata-bata, Rosa menceritakan perjalanan hidupnya yang kelam dan tak bahagia. Tak hanya itu, dosa-dosa yang telah ia perbuat ikut terucap dari bibirnya hingga menjelaskan bagaimana buruknya seorang Rosalina di masa lalu.“Hijrah itu harus dari hati yang terdalam. Benar-benar ingin berubah dan siap menjalani kehidupan sesuai tuntunan agama. Hijrah akan terasa sangat berat bagi hamba yang mengagungkan dunia. Perbaiki diri, niatkan dal