“Kamu enggak lagi bercanda, kan?” Abinawa sampai menegakan tubuh.Kain yang menyelimuti dadanya turun dan melingkar di pinggang.Anya baru saja menceritakan sebuah rahasia besar antara Ayara dengan Nicholas.“Enggak ... buat apa saya bercanda.” Anya turun dari atas ranjang lalu memakai pakaian dalamnya di depan Abinawa.Setelah itu Anya masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajah.“Kamu tau dari mana kalau Ayara sama Nicholas kawin kontrak?” cecar Abinawa yang mengikuti Anya ke kamar mandi.Anya yang hanya memakai pakaian dalam saja, menyelesaikan membasuh wajah lalu mengeringkannya menggunakan tissue. Abinawa bisa melihat seringai kecil di bibir Anya yang kini bergerak mendekatinya.Menyentuh rahang Abinawa, kemudian turun ke leher dan dadanya yang bidang tanpa penghalang karena Abinawa belum sempat memakai kaos.Sentuhan sensual itu semestinya bisa membuat darah Abinawa berdesir jika Ayara yang melakukannya.Abinawa menangkap tangan Anya lalu menggenggam erat.“Jawab saya, Anya!
“Alana!” panggil Radhika lembut, pria itu menghentikan langkahnya.“Ya, Kak?” Alana menjawab tapi dengan fokusnya masih pada deretan pakaian yang tertata rapih dalam butik di mana mereka berada saat ini.“Aku pulang,” kata Radhika lagi, membalikan badan dan keluar dari sana.“Kak Radhi, tunggu!”Tentu saja perhatian Alana yang tadi hanya tertuju pada pakaian dengan label new arrival di butik itu kini terenggut paksa oleh Radhika.Bergegas Alana menyusul Radhika yang sudah melangkah menjauh.“Kaaaak.” Alana menarik tangan Radhika yang memegang banyak paper bag.Bukan hanya tangan yang Alana tarik yang penuh dengan paperbag tapi tangan Radhika yang satunya juga bernasib sama.“Tunggu dulu, aku belum selesai milih baju.”Radhika menatap malas Alana yang seharian ini belanja seperti kerasukan setan.“Alana, baju kamu itu udah banyak ... aku liat kemarin waktu ke apartemen kamu sampe berjubel baju di lemari, trus buat apa kamu beli-beli lagi? Aku tau kamu punya warisan dari orang tua kamu
“Tumben banget ngajak makan malam, biasanya makan malam di apartemen aku.” Elza menyindir prilaku tidak biasa kekasihnya.Revan hanya tersenyum menanggapi.“Romantis banget lagi tempatnya.” Elza sampai berdecak kagum karena bukan hanya terkenal mahal, tempat ini juga memiliki suasana yang kental dengan keromantisan.Banyak pria melamar kekasihnya di tempat ini, tapi bukan pria-pria biasa, melainkan pria-pria high class executive muda yang memiliki saldo di rekening cukup banyak untuk menyewa tempat ini.Pasalnya lounge yang berada di puncak tertinggi salah satu gedung di tengah kota Jakarta ini hanya menerima pengunjung dengan jumlah terbatas setiap harinya.Dan sudah bisa dipastikan jika satu menunya berharga fantastis karena langsung di masak oleh koki profesional yang didatangkan langsung dari luar Negri.“Elza bukan Frozen,” panggil Revan membuat Elza menoleh dari pemandangan indah yang tersaji di sana.“Ya?” tanyanya sambil tersenyum karena sudah lama Revan tidak memanggilnya sep
“Jadi kamu udah yakin sama Elza, Van?” Nicholas bertanya setelah Revan mengutarakan keinginannya melamar Elza. Mereka berdua masih dalam perjalanan, baru saja selesai mengecek proyek yang berada di pinggir kota dengan pak Kasdi sebagai driver andalan yang mengemudi saat ini. “Yakin, Pak ....” Revan menjawab mantap. “Lalu ibu dan kakak perempuan kamu? Kamu pernah cerita kalau mereka sedikit pemilih, itu kenapa kamu sulit menemukan pasangan.” Revan tertawa pekan. “Elza mampu menghadapi mereka, Pak ... dan kalau saya selalu menurut sama mereka, mau kapan saya memulai hidup berumah tangga?” Nicholas menganggukan kepalanya mengerti. “Pertama kali saya ketemu Radhika, dia seperti tidak menyukai saya ... sorot matanya seakan membenci saya, tapi setelah saya memperlihatkan kemesraan dengan Ayara, sepertinya dia percaya kalau saya mencintai kakaknya ....” Nicholas menjeda, ia mengingat pertama kali tangannya
Usai makan malam, Nicholas membersihkan tubuhnya begitu juga dengan Ayara yang seharian ini sibuk memasak rendang sampai lupa waktu. Mereka tidak mandi bersama tapi bergantian dan setelah itu Ayara lebih dulu bersarang di sofa ruang televisi. Menjatuhkan tubuhnya yang pegal karena seharian di dapur lalu menyalakan televisi melanjutkan tontonannya di Netflix. Di dalam kamar, Nicholas sibuk dengan huruf dan angka pada Macbook. Nicholas membawa pekerjaannya agar bisa pulang lebih awal karena merindukan Ayara tapi malah terjebak dengak pekerjaan itu sendiri. Hampir larut ketika Nicholas selesai dan Ayara masih di ruang televisi asyik menonton. Nicholas menyusul ke ruang televisi, duduk di samping Ayara tapi sang istri terlalu fokus dengan layar kaca di depannya hingga tidak menyadari jika Nicholas ada di samping menunggu untuk di perhatikan. Akhirnya pria itu menyimpan bantal di atas pangkuan Ayara dan m
Rumah Kanjeng Mami yang tidak terlalu besar dan berdempetnya antar kamar membuat Nicholas harus ekstra pelan menghentak Ayara agar tidak terdengar suara pertemuan kulit mereka. Ayara juga harus menahan desahannya sekuat tenaga padahal hujaman Nicholas dengan tempo lambat tapi dalam itu membuat Ayara tidak dapat lagi menampung rasa nikmat yang Nicholas suguhkan. Mereka sedang dalam kunjungan rutin ke rumah Kanjeng Mami kemudian tiba-tiba Nicholas menginginkannya dan Ayara tidak mungkin menolak. “Pak, emmmhh ....” Ayara mendesah lalu menggigit bibir bagian bawahnya. Sementara itu, Nicholas juga terlihat sedang menahan erangan. Kenapa rasanya berbeda jika dilakukan dengan tempo lambat, ia merasakan kenikmatan yang tak terperi ketika miliknya keluar masuk lembah Ayara. Sebentar lagi Nicholas akan sampai, ia merendahkan tubuhnya—merajai leher Ayara dengan banyak kecupan. Ayara membusungkan dada, kakinya i
Ayara mengerjap merasakan berat di bagian pinggangnya. Ternya ada tangan kokoh melingkar di sana. Membalikan tubuh dan mendapati wajah suaminya yang begitu lelap tertidur. Bukannya pria itu pergi menemui Vania dan mengatakan akan menjemputnya hari ini? Apa tadi malam itu mimpi? Atau dirinya yang masih bermimpi sekarang? Ayara mengucek matanya lalu membuka perlahan dan wajah tampan Nicholas masih ada dalam pandangan. Disentuhnya rahang tegas dengan bulu halus itu, begitu nyata di telapak tangan Ayara. Ayara menatap nanar wajah suaminya, berlama-lama memuaskan indera penglihatannya untuk ia rekam dalam ingatan karena mungkin kata pertama yang akan Nicholas lontarkan ketika membuka mata adalah ajakan bercerai. Ayara mengecup kening Nicholas lalu turun ke hidung dan berakhir di bibir. Ketika Ayara hendak menjauhkan wajahnya—Nicholas malah menarik tengkuk Ayara untuk me
“Niki!”Danita mendorong pintu ruang kerja putranya sambil berseru demikian.Revan dan Nicholas beserta tiga orang Direktur di bawah kepemimpinan Nicholas pun menoleh seketika ke arah pintu.“Bisa kita bicara?” Danita memaksa.Nicholas mengembuskan napas, mengalihkan perhatiannya kembali pada tiga orang Direktur yang sedang ia beri pengarahan.“Oke, kita akhiri sampai di sini ... laporkan secara berkala apa yang saya minta tadi.” Nicholas mengakhiri meeting privat tersebut.Tiga orang paruh baya yang merupakan bawahan Nicholas kemudian keluar setelah menyapa Danita dengan memberikan anggukan penuh hormat.“Revan, bawakan saya orange juice.” Danita meminta sebelum Revan menawarkan.“Baik, Bu.” Revan pergi tanpa lupa menutup pintu.“Ada apa, Mi.” Nicholas bertanya malas-malasan.Pasalnya sang mami tercinta bisa saja akan menyusahkannya jika sampai datang ke kantor seperti ini.“Mami dengar Vania pulang, dia gagal di Hollywood,” cetus Danita memulai.Nicholas menganggukan kepala membenar
Ferdi mengusap punggung Candy yang terlihat membungkuk duduk di bangku taman depan rumah orang tuanya.“Maafin Bunda ya, Bunda enggak bermaksud begitu ... beliau lagi terguncang karena kita menikah dengan kondisi seperti ini,” ujar Ferdi sedang berusaha mengobati hati Candy yang ia ketahui sedang terluka oleh ucapan sang Bunda.Rencana pernikahannya dengan Candy ditentang keras oleh keluarga dan kedua orang tuanya.Mereka terang-terangan mengatakan bahwa tidak menyukai Candy, hal itu membuat hati Ferdi juga terluka.Terlepas dari cinta atau tidak tapi Candy adalah ibu dari anaknya.Beberapa minggu terakhir tinggal bersama Candy membuat Ferdi yakin jika Candy sebenarnya perempuan baik.Hembusan napas terdengar panjang keluar dari hidung Candy, perempuan itu menoleh ke samping menatap Ferdi kemudian tersenyum.Senyum yang tidak sampai ke matanya.“Aku enggak apa-apa, kalau kita enggak dapat restu ... kamu jangan maksa, aku enggak apa-apa melahirkan dia tanpa suami ... salah aku juga ‘ka
“Janin yang sedang dikandung Candy itu anaknya Ferdi,” kata Ayara.Ia dan Nicholas sedang menonton acara televisi di atas ranjang di kamar mereka.Posisi Nicholas bersandar pada headboard memeluk Ayara dari belakang.Ayara bersandar nyaman di dada bidang Nicholas, keduanya baru saja menidurkan Ejra tanpa bantuan Nanny dan hal itu merupakan sebuah prestasi bagi Ayara dan Nicholas.Kembali pada kalimat yang Ayara ucapkan tadi, tanggapan Nicholas hanyalah sebuah gumaman.Pria itu tampak tidak peduli.“Mas Abi mau nikah sama Anya dua bulan lagi.” Ayara melanjutkan informasi yang perlu Nicholas ketahui dan lagi-lagi suami cool-nya itu menanggapi dengan malas-malasan.“Mbak Elza lagi hamil,” imbuh Ayara kemudian.“Berapa minggu?” Dan barulah hal itu menarik perhatian Nicholas.“Delapan minggu, kayanya Mbak Elza mau resign.”Nicholas mengangguk, informasi tersebut baru diketahuinya.Revan tidak mengatakan apapun ketika tadi berbicara dengannya melalui sambungan telepon.Ayara dan Nicholas ma
“Kamu aja yang buka,” kata Candy menyerahkan amplop berisi hasil tes DNA kepada Ferdi.“Kamu aja, kamu bacain siapa ayahnya.” Ferdi mendorong tangan Candy yang memegang amplop tersebut.“Ah, lama ... sini, gue yang bacain!” Elza menyambar amplop tersebut dari tangan Candy kemudian membukanya.Candy dan Ferdi menunggu Elza membacakan hasil tes DNA tersebut.Elza membaca dengan teliti setiap kata yang tertulis di dalam kertas, perlahan bibirnya membentuk sebuah lengkung senyum.Tangan Elza kemudian melipat kertas itu lalu memasukannya kembali ke dalam amplop.“Siapa ayahnya, Mbak?” Candy dan Ferdi kompak bertanya.“Lo pengennya siapa ayah tuh bayi?” Elza malah main tebak-tebakan dengan Candy.Candy melirik Ferdi kemudian menundukan pandangannya.Meski Ferdi sekarang sudah lebih baik dalam memperlakukannya tapi tetap saja pria itu pernah berkata seolah tidak menginginkannya dan anak dalam kandungannya.Sedangkan Abinawa mencintai wanita lain dan tampak sedang memperbaiki diri.Candy meng
Nicholas dan Ayara menopang dagu dengan tangan di atas ranjang menatap Ejra, menunggu bayi gempal itu bangun dari tidurnya yang panjang.Sudah berjam-jam Ejra tertidur dan sekarang Nicholas dan Ayara tidak memiliki sesuatu untuk dilakukan.Mereka ingin bermain dengan Ejra, bayi laki-laki itu sudah seperti mainan bagi kedua orang tuanya.“Yang, kamu waktu lagi kecil memang doyan tidur gini ya?” Ayara bertanya random, tatapan matanya masih terpaku pada Ejra si bayi tampan.Ejra begitu mirip Nicholas, alisnya dan bibirnya yang tebal juga hidung mancung menyerupai sang papa.Beruntung netra abu-abu Nicholas juga menurun pada Ejra bisa dibayangkan betapa tampan Ejra ketika dewasa nanti.Ayara hanya bisa mengelus dada karena ia kebagian mengandung saja.Tiba-tiba Ejra tersenyum dalam tidurnya, ternyata senyum manis penuh pesona milik Ayara menurun pada Ejra.“Babe, boleh aku cium?” Nicholas bertanya, matanya juga masih menatap Ejra.“Boleh, nih!” kata Ayara sambil memberikan pipinya kepada
“Moza dan May sudah tidur, aku akan pulang.” Malvino pamit kepada mantan istrinya.Cindy hanya menganggukan kepala, melangkah lebih dulu mengantar Malvino hingga pintu depan.“Apa kamu ada rencana menengok Ayara dan bayinya?” Malvino bertanya basa-basi.“Mungkin weekend ini ketika anak-anak libur sekolah.” Cindy menjawab singkat lalu membuka pintu rumah.“Cindy,” panggil Malvino yang sudah berada diambang pintu.Cindy mendongak menunggu Malvino mengatakan sesuatu.“Apa masih ada harapan untuk kita bisa bersama lagi?” Malvino melirih.“Lalu bagaimana dengan Sera dan anak itu? Sudahlah Malvino, jangan menyesali ini ... apa ketika kamu sedang bergulat di atas ranjang dengan Sera, kamu tidak berpikir akan berujung seperti ini?” Cindy bersarkasme.“Aku minta maaf Cindy,” ucap Malvino tulus terlihat dari sorot matanya.“Aku sudah memaafkanmu dan tolong jangan kamu datangi para pria yang sedang mendekati aku ... bukan hanya kamu yang memiliki hasrat, aku pun begitu ... biarkan aku menemukan
Nicholas menutup pintu ruang rawat Ayara setelah mengantar atau lebih tepatnya setengah memaksa anggota keluarganya pergi.Ayara butuh istirahat untuk masa pemulihan pasca melahirkan sementara kedua orang tua, kakak juga sang kakek bisa kembali besok.“Ayaaaang.” Ayara memanggil Nicholas dengan nada manja.Pria berperawakan jangkung bertubuh atletis itu mendekat, duduk di sisi ranjang menghadap Ayara kemudian meraup tubuh Ayara dalam pelukannya.Sudah sejak tadi Nicholas ingin memeluk Ayara tapi tidak pernah sempat karena gangguang Dokter yang ketika mereka berada di ruang operasi memberi beberapa informasi dan ketika sampai di ruang rawat—keluarganya merecoki dengan memberi selamat kepada Ayara dan berbincang mengenai masa depan si buah hati yang diberi nama Niscala Ejra Lazuardy.Ayara membalas pelukan Nicholas dengan memberi usapan lembut telapak tangannya di punggung pria itu.“Anak kita pasti setampan kamu, segagah dan dan sepintar kamu,” cetus Ayara yang menganggumi karakter sua
Keduanya duduk bersisian di kursi taman, semenjak pernikahannya kandas dengan Cindy—hidup Malvino sangat berantakan. Sera memang sekertarisnya yang biasa melayani semua kebutuhan Malvino tapi tetap saja, rasanya tidak benar jika ia bersama Sera sementara sang berlian ia lepaskan. “Belum berhenti menyesal?” sindir Nicholas membuat Malvino tersenyum kecut disertai hembusan napas panjang. “Gue lagi berusaha balikan sama Cindy, itu kenapa gue di Eropa ... biar deket sama anak-anak juga.” Malvino mengaku. “Perusahaan lo?” “Ada lah yang ngurus, gue juga sambil kerja dari sini ... gue hancur, Niko.” Nicholas mengangguk mengerti, segala sesuatu yang dimulai tidak benar maka akan berakhir buruk. “Gue berulang kali minta maaf sama Cindy dan menyesali perbuatan gue tapi Cindy bilang kalau apa yang gue lakukan adalah karakter dan gue akan mengulangi hal itu lagi,” curhatnya pada sang adik. “Lalu Sera
“Kenapa harus dandan?” Pertanyaan Nicholas tersebut terdengar tidak bermutu bagi Ayara.Wanita hamil yang sedang uring-uringan itu hanya memberikan delikan tajam.“Babe,” panggil Nicholas lagi yang kemudian duduk di belakang Ayara, kedua tangannya melingkar di pinggang Ayara dengan dagu bertumpu di pundaknya.“Aku dandan biar enggak kalah cantik sama suster-suster yang suka ngeliatin kamu kaya kelaperan gitu,” gumam Ayara yang kini beraut sendu.Ya Tuhan, perkara cemburu ini kapan akan berakhir?“Tapi kamu lebih cantik dari mereka,” ujar Nicholas setelah memberi kecupan di leher Ayara.Jika situasinya tidak seperti ini mungkin Ayara akan tersipu.“Kamu bohong! Aku gemuk, naik sepuluh kilo ... paha aku besar, bokong aku besar, pipi aku bulat dan leher aku menghitam karena hormon mengandung anak laki-laki ... aku je ... hiks ... leeeek.”Tangis Ayara pecah membuat Nicholas panik seketika.“Ssstttt ... tapi aku enggak melihat kamu seperti apa yang kamu katakan tadi, aku melihat kamu sepe
Author Note :Gheeeeenks, maaf kemarin salah publish hahaha…Jadinya spoiler kan, duuuh ….Authornya banyak pikiran, padahal tinggal publish aja sampe salah ya…Tapi udah diganti kok, jadi temen-temen yang sudah buka bab sebelum ini silahkan dibaca lagi ya.Sekali lagi Author mohon maaf atas kesalahan publish di hari kemarin dan terimakasih atas pengertiannya.***“Kamu siap?” Abinawa bertanya kepada Candy yang tampak gelisah duduk di sampingnya.Wajah perempuan itu pias sambil terus mengusap bagian perut.“Sakit enggak ya, Capt? Enggak akan terjadi sesuatu sama bayi aku, kan?” Candy begitu khawatir.“Kamu menyayangi bayi itu?” Abinawa bertanya.Candy menganggukan kepala. “Cuma dia satu-satunya keluarga aku di dunia ini.”Abinawa jadi merasa iba.“Yuk, kita turun ... Ferdi udah ada di dalem sama Elza ....”Candy membuka sitbelt lalu turun dari mobil, berjalan di belakang mengikuti Abinawa.Pagi ini Candy mual muntah parah, selain morning sick—Candy juga sedang dalam kondisi stress seh