Matius begitu tenang saat mendengarkan semua cerita Selly padanya, ia dengan wajah damainya mendengarkan semua bualan Selly tentang mantan suaminya juga istri barunya. Bahkan saat Selly mengatakan niatannya untuk mengambil Sasa demi menyiksa batin mantan suaminya, Matius tetap pada ekspresinya yang begitu damai.
"Bagaimana menurutmu beib," tanyanya pada Matius yang memandanginya.
Matius dengan senyumannya melangkah mendekati Selly, membelai puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang. "Lakukan apapun yang bisa membuatmu senang, aku akan selalu mendukungmu."
Selly begitu bahagia, ia memeluk pinggang Matius dengan sebelah tangannya. Ia yang begitu mencintai Matius hingga ia buta tak pernah melihat kekurangan lelakinya itu, Selly selalu memaafkan Matius untuk semua kesalahan yang selalu Matius lakukan.
"Tunggu kamu sembuh maka aku akan membantumu mengurus semuanya," ucap Matius mengecup kening wanitanya.
Selly memejamkan matanya, menikmati kasih sayang
Matius tak menyangka jika ia akan mendapatkan tontonan yang begitu menarik, sangat menghibur dirinya ketika Syan yang mengamuk malah ditinggalkan oleh suaminya."Gue pasti bakal balas loe," ancam Syan yang segera berlari mengejar suaminya."Nona, kenapa tidak mengatakan saja siapa suami nona sebenarnya," tanya Alex."Untuk apa kak, "tanyanya sendu."Nona," panggil Alex."Sudahlah, antar saya ke dokternya."Matius keluar dari tempat persembunyiannya, menatap Sabrina yang semakin lama semakin menjauhinya. Ia begitu kagum dengan Sabrina saat pertama kali mereka bertemu, kekagumana seorang laki-laki dewasa kepada perempuan dewasa."Ternyata, jadi dia gadis malang itu. Gadis yang nasibnya hampir sama denganku, " ucapnya."Aku harus bisa mendekatinya," ucapnya penuh tekat.Nio yang saat ini masih dikantor begitu cemas saat melewatkan pemeriksaan pada istrinya itu, ia yang harusnya bisa menemani kini terpaksa absen karena ada s
"Kembalikan anakku!"Teriakan yang begitu mengejutkan ketiganya, pasalnya tak pernah terfikir jika akan bertemu dengan Selly didalam rumah sakit.Selly yang saat itu didorong oleh Lastri berjalan mendekati Sabrina, pandangannya menatap tajam Sasa yang dengan nyamannya duduk dipangkuan Sabrina sambil memeluk wanita itu.Hatinya begitu teriris melihat anak kandungnya begitu nyaman dengan wanita lain sedang ketakutan saat dengannya. Rasa yang baru bagi dirinya setelah sekian lama menjadi seorang ibu.Selly mengulurkan tangannya, mengisyaratkan pada Sasa bahwa dirinya juga ingin dipeluk olehnya. Namun bukannya pelukan yang didapat, Selly harus menelan kepahitan saat Sasa malah mengacuhkan dirinya dan tak mau menatapnya."Mama, kita pergi aja dari sini," cicit gadis kecil tersebut."Hubby, anak kita minta pergi," ucap Sabrina yang mendongakkan kepalanya kebelakang."Dia anak saya, bukan anak anda," ucap Selly begitu tegas.Sabrina h
Kini Syan tengah tak sadarkan diri tidur diatas sebuah ranjang didalam ruang asing, tangannya terikat disisi ranjang dengan tali yang melilit pergelangan tangan. Matanya terus terpejam dengan begitu nyamannya, hingga rasanya ia enggan untuk membuka mata.Namun perlahan ia mulai menggerakkan kelopak matanya, sedikit demi sedikit matanya terbuka dan menyesuaikan pandangannya. Ruang yang begitu asing membuat ia mulai meronta ketakutan, tangannya begitu kesakitan juga kesemutan hingga terasa kaku untuk digerakkan."Tolong, siapapun tolong gue," teriaknya.Sekuat ia mencoba berteriak meminta pertolongan, sesakit kerongkongannya hingga begitu perih namun tak ada satupun orang yang datang menolongnya. Syan kini hanya bisa menangis ketakutan, ia terus memanggil nama suaminya dengan harapan ia akan datang menyelamatkannya."Aldo, tolongin aku," isak tangisnya.Karena kondisinya sudah membaik dan tak lagi ada masalah, maka hari ini Sabrina sudah diijin
Syan histeris, ia menjerit ketakutan saat bajunya dengan paksa dilepas dari tubuhnya. Tangisnya menggema menjadi senandung dikala malam tanpa iringan, pedih sakit menjadi satu dalam kehancurannya."Ah, tolong lepaskan aku," mohonnya yang sudah tak berdaya.Permohonan serta desahan menjadi satu, menjadi pembangkit nafsu Matius yang kini sedang berada diatas tubuh Syan. Matius tak lagi menghiraukan jeritan juga tangis Syan, ia tengah menikmati permainanya sendiri diatas tubuh Syan yang sudah lemah tak berdaya.Matius begitu rakus, ia memberikan tanpa kepemilikannya pada sekujur tubuh Syan. Lehernya tak ada celah dengan penuh tanda, apalagi bagian dada juga dipenuhi tanpa merah akibat ulah Matius."Ekhmmmm," erang Matius saat ia mencapai kepuasannya.Ia tak lantas mencabut miliknya dari dalam tubuh Syan, ia masih bermain dengan ritme yang diinginkannya. Matius nampak begitu menikmati permainannya, bahkan Syan yang semula meronta kini han
Sabrina membalik tubuhnya dan melihat siapa kini yang tengah berdiri dibelakangnya, tentu orang itu tak lain adalah Aldo yang selalu mengganggunya saat dikampus."Tentu saja bahagia, mendapat suami yang begitu sempurna mana ada wanita yang tak bahagia," ucap Sabrina dengan begitu tegasnya."Aku cukup tahu hal itu.""Lantas apa yang menjadi tujuan anda datang kemari tuan Aldo, saya hanya tidak ingin dituduh macam-maca lagi baik dengan istri anda maupun mertua anda," ucap Sabrina mengingat masa lalu."Ckckck, ternyata seorang Sabrina pendendam juga."Sabrina yang malas berlama-lama berbagi oksigen dengan Aldo berbalik dan meninggalkan laki-laki itu seorang diri dihalaman kampusnya. Berurusan dengan Aldo hanya akan menambah luka pada hati juga tubuhnya."Aku juga bisa menjadi suami yang sangat sempurna jika kamu memilihku," lirihnya memandang kepergian Sabrina.Syan mulai tersadar dari tidur panjangnya, seluruh tubuhnya terasa begitu rem
Sabrina menunggu dengan tak sabar suaminya yang berjanji untuk datang menjemputnya, namun sudah hampir 30 menit namun tak kunjung terlihat batang hidungnya. Dengan penuh kekesalan ia pun menggerutu mengirimkan ribuan chat untuk suaminya."Kemana lagi ini hubby, jam karet," kesalnya mencebikkan bibirnya.Tak lama terlihatlah mobil milik sang suami yang berjalan memasuki halaman kampus, mata Sabrina sudah berbinar penuh kebahagiaan."Loh kok pak Tono," tanya Sabrina pada supir kantor suaminya yang kini berada didepannya."Hehe iya nyonya, tuan sedang ada meeting jadi minta tolong saya untuk jemput nyonya," ucapnya.Hati yang tadi berbunga kini layu berganti dengan kekesalan, betapa jengkelnya ia pada Antonio yang telah mengingkari janjinya. Sepanjang perjalanan Sabrina hanya terdiam dengan wajah kesalnya, pak Tono bahkan tak berani mengajaknya berbicara karena raut wajah sang nyonya.Hanya senyuman yang ditampilkan pak Tono kala melihat sang n
"Apa yang kamu nggak mau," tanya Aldo yang tiba-tiba datang dan sudah berdiri disampingnya."Sayang," paniknya segera bangkit dan memeluk tubuh Aldo dengan begitu erat.Aldo hanya terdiam saat tubuh Syan memeluk dirinya dengan begitu erat, terbesit rasa bersalah dalam hatinya saat mengingat kemarin ia meninggalkan sang istri sendirian. Aldo membalas pelukan itu, memeluk tubuh wanita yang kini tengah mengandung anaknya."Sayang, aku menginginkamu," bisik Syan begitu mendayu manja ditelinga sang suami.Aldo tetaplah laki-laki normal yang akan merespon tindakan Syan saat ini, semarah apapun ia namun naluri laki-lakinya lah yang kini sedang bekerja. Aldo menarik tubuh Syan masuk kedalam kamarnya, melumat menyesap menggigit bibir ranum istrinya.Syan masih menikmatinya, menikmati sentuhan tangan Aldo yang kini berada ditubuhnya. Memuaskan hasratnya yang tiba-tiba saja menggebu-gebu, namun wajahnya terlihat begitu berbeda."Ada apa Syan," ta
Mata Sabrina hanya tertuju pada pandangannya, memandang Max yang kini tengah tertawa lepas dengan seorang wanita juga seorang anak. Pandangan yang tak pernah melihat tawa serta keceriaan yang kini tersaji didepan matanya."Sayang gimana kalau kita duduk disana," tunjuk Antonio pada sebuah bangku yang berada diujung dengan jendela besar disebelah."Papa," lirih Sabrina kembali mengulang katanya."Ha, papa?" ulang Nio yang kini mengikuti arah pandang sang istri."Max," ucap Antonio yang juga terkejut dengan keberadaan laki-laki yang sudah lama tak ditemuinya."Wanita itu, wanita itu aku," ucap Sabrina yang terbata-bata sebab sakit pada kepalanya mulai kembali menyerang."Sayang ada apa, apa sakit lagi, " panik Nio yang memegangi kepala sang istri."Kepala aku sakit hubby," keluhnya."Kita pulang aja ya, kita makan dirumah aja," panik Nio yang sudah mulai menarik sang istri.Sabrina menghempaskan tangan Nio perlahan dari ta
chapter I Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya. Sah.. Sah.. Sah.. Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya. Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya. Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. "Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan. chapter II Tanpa menjawab
Matius terkejut dengan penolakan dari Selly, ia tak menyangka jika rasa marahnya begitu besar melebihi rasa rindunya. Matius tahu apa kesalahannya, ia juga menerima semua yang Selly lakukan padanya.Matius hanya ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun sebelum itu ia harus menebus semua kesalahannya, ia harus menyelesaikan semua masa lalunya yang begitu kelam itu."Maaf," lirih Matius mencoba meraih tangan Selly di depannya.Selly murka, ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini juga. Ia mengamuk, memukul Matius bahkan juga menghancurkan semua barang yang ada di ruangan tersebut."Bodoh kamu, kamu pergi dari sini. Pergi temui istrimu itu, jangan pernah muncul lagi di depanku!" teriaknya dengan begitu kencang."Tolong dengerin dulu, sebentar saja." mohonnya.Selly terus mengamuk, mengabaikan semua ucapan Matius yang ingin berbicara dengannya. Hingga Matius begitu geram d
Matahari hari ini bersinar dengan begitu teriknya, Sabrina yang awalnya ingin berkeliling dengan si kembar ke taman pada akhirnya mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih bersantai di dalam rumah sembari menikmati buah-buahan yang Bulan sediakan."Anak cantik mama lagi apa ini, kenapa jarinya di emut-emut gitu?" tanyanya dengan begitu gemas."Aduh, ini si ganteng malah kakinya yang di emut-emut." menepuk keningnya dengan seulas senyumannya.Hari ini semua orang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, para laki-laki sibuk bekerja sedang Bulan sedang menemani Lena mengatur acara pernikahan anak-anaknya. Sedang Ica hari ini meminta ijin untuk kembali ke Jogja, awalnya Marshel melarangnya dengan berbagai alasannya namun Ica yang keras kepala pada akhirnya memenangkan pertempuran itu.Ica sedang ada di dalam kendaraannya menuju rumahnya, ia di jemput dengan anak buahnya yang selalu setia mengawalnya kemanapun perginya. Namun tiba-tiba Ica mengubah tujuan
Stevan segera mendapat penanganan dari dokter, wajahnya yang semakin pucat membuat Sabrina juga Nio menjadi semakin pucat. Sedang Stevi terlihat dengan pulas tertidur dalam gendongan sang papa."Gimana ini hubby, kenapa dokter lama banget di dalam?""Sabar, kita tunggu aja di sini."Dan tak lama dokter keluar. Sabrina segera saja memberondong dokter tersebut dengan berbagai pertanyaannya, hingga tanpa sadar dokter tersebut menyunggingkan senyum manisnya."Dokter lagi godain istri saya ya?" ketus Nio melihat dokter laki-laki itu tersenyum menatap istrinya."Oh maafkan saya pak, bukan maksud saya ingin menggoda istri anda. Namun saya hanya tersenyum ketika tahu ternyata saya sedang berhadapan dengan ibu baru," jelasnya dengan begitu ramah.Plakk,"Hubby apaan sih, bisa-bisanya cemburu saat kayak gini," kesalnya."Lalu gimana anak saya dok?""Gpp, hanya demam karena perubahan cuaca saja. Hari ini juga bisa langsung di
Mata Ica terbuka dengan tiba-tiba, posisi yang begitu kurang nyaman bagi keduanya saat ini. Wajah Marshel begitu dekat dengan wajah Ica, sangat dekat hingga Ica dapat merasakan deru nafas Marshel yang menerpa wajahnya."Ehm, udah bangun ya." canggungnya membuka suara."Iya. Ini kayaknya terlalu dekat deh kita," sahut Ica dengan wajah memerahnya menahan malu.Dengan cepat Marshel menegakkan tubuhnya, berdiri membuang muka ke sembarang arah. Sedang Ica kini juga bangkit membenarkan posisinya, wajahnya sudah sangat merah seperti udang rebus."Loe ngapain di sini?" tanya Ica menutupi rasa canggungnya."Heh, aku kamu. Kenapa jadi loe gue lagi sih," omel Marshel."Iya, iya. Kamu kenapa di sini? Bukannya tadi lagi kerja ya?""Pulang, di suruh sama bunda. Kamu kenapa, tidur sambil nangis?"Ica belum siap membuka kembali lukanya, ia masih tertutup rapat bahkan tak pernah membukanya. Kini ia hanya ingin hidup seperti pada normalnya
Hari ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan acara pertunangan Ica dengan Marshel, semua nampak antusias menjelang acara bahagia tersebut. Sabrina yang tak bisa bergerak leluasa bertugas merangkai bunga bersama kedua buah hatinya, sedang yang lainnya mengawasi petugas dekornya."Sebelah sini ya mas, tolong agak di penuhi lagi jadi biar nggak lubang." seru Bulan."Sebelah sini aja mas bagus, iya itu nanti taruh di sana aja biar bisa buat duduk." sibuk Lena mengarahkan orang-orang.Semua nampak begitu sibuk, sedang Ica sedang berada di kamarnya menikmati spa yang di sediakan Sabrina khusus untuk dirinya. Tak ada para lelaki yang menemani, hanya ada para wanita tangguh sebab laki-laki sedang bertugas mencari nafkahnya."Bun, ini taruh di mana ya?""Wah bagus banget sayang kamu ngerangkai bunganya," takjubnya dengan hasil rangkaian sang putri."Bisa aja, udah ini taruh mana? Berat tau," keluhnya."Sini, biar bunda aja yang bawa ya. Kam
Marshel terus mencari keberadaan Ica di dalam rumah, namun sudah semua tempat ia periksa masih juga tak bisa menemukan calon istrinya itu. Tak mungkin jika Ica pergi bersama Bunda, sebab Bunda sedang berada di rumah sakit untuk terapi ayah."Kemana lagi itu anak keluar nggak bilang-bilang," gerutunya.Berkali-kali ia mencoba menghubungi Ica namun tak satupun panggilan atau pesan yang mendepat respon dari lawannya. Semakin geram saat Marshel memikirkan ide Ica lalu untuk membalas kelakuan Selly."Jangan-jangan?"Rasa panik segera menyelimutinya, ia meraih kunci mobil yang ada di dekatnya. Namun baru saja akan melangkah, orang yang sedari tadi di carinya tiba-tiba muncul dengan senyum merekah di wajahnya."Loh, mau kemana?" tanya Ica dengan polosnya."Kenapa sih? Orang nanya itu di jawab, bukannya di pelototin gitu," omelnya.Tak habis fikir Marshel dengan jalan fikiran wanita di depannya itu, bisa-bisanya tak mengerti dengan ke k
Sudah satu bulan sejak lahirnya kedua bayi mungil itu di tengah-tengah mereka, hari-hari Sabrina juga begitu sibuk dengan ketiga bayinya termasuk sang suami yang menjadi bayi kembali diantara anak-anaknya."Hubby ayo buruan, kasian stev udah dingin ini." teriak Sabrina dari dalam kamar mandi.Benar saja, keduanya bersama-sama merawat kedua bayi itu tanpa bantuan suster sebab Sabrina merasa masih sanggup mengurus buah hati mereka. Masih ada mami juga bunda yang setiap harinya selalu membantu menjaga kedua bayi lincah itu.Pagi ini penuh dengan teriakan Sabrina karena merasa kesal dengan suaminya, tugas melepas baju Stevi si bayi cantik itu hanya memakan waktu 10 menitan namun di tangan Nio itu bisa memakan waktu lebih dari 30 menit."Hubby buruan atau keluar dari kamar," teriaknya lagi dengan seluruh kekesalannya."Iya mama, kami datang." serunya dengan rasa tak bersalahnya.Kini keduanya duduk berhadapan dengan masing-masing bayi di tanganny
Deru mobil mulai terdengar, semua orang bersiap dengan berbagai hal di tangannya masing-masing. Terlihat Syan bersama Lili membawa sebuah gulungan berdua, entah apa itu isinya. Dan,"Surprise," teriak semua orang bersamaan.Jantung Sabrina terasa berdetak begitu cepat karena rasa terkejutnya, beruntung si kembar tak mendengar teriakan menggema tersebut.Mata Sabrina berkaca-kaca ketika menatap semua orang di depannya, dengan takjub ia melihat rumah yang ternyata sudah di dekor dengan begitu indahnya demi menyambut ke datangannya. Sabrina tak dapat menahan air mata harunya, ia menangis menutup wajah dengan kedua tangannya."Terima kasih semua," ucapnya dengan sesegukan dalam pelukan sang suami."Mana cucu kami?""Ada di bekang, ayah tunggu aja nanti juga masuk si kembar," seru Antonio.Mata Sabrina memicing melihat sebuat tulisan yang di bentangkan Lili bersama Syan. Dengan penasaran ia mencoba mendorong sendiri kursi rodanya unt