"Dimana adik aku bun," tanyanya.
"Marshel, dengarkan bunda dulu nak. Itu hanya kecurigaan bunda saja, kita harus ikhlas karena adik kamu-
"Cukup bunda, adik aku masih hidup dan dia baik-baik aja sekarang."
Marshel selalu menolak kematian adiknya sejak kecelakaan itu terjadi. Beruntung ia tak bisa ikut bersama keluarganya sebab ada tugas di sekolah, mungkin jika ia ikut maka nasibnya akan sama dengan sang adik yang telah tiada bagi mereka.
"Nana masih hidup, adik gue masih hidup diluar sana," geramnya meyakinkan diri.
"Gue harus cari tahu hari ini bunda ketemu sama siapa, dari situ gue bisa selidiki siapa yang dianggap bunda mirip dengan Nana," serunya.
<Antonio terus saja terpikir oleh masa lalunya, tentang sakit hatinya karena terkhianati oleh istrinya sendiri. Namun kini hanya Sabrina yang sangat-sangat dikhawatirkannya, sebab jika nanti kedua orang tersebut muncul maka Sabrina adalah pihak yang pasti dicarinya."Sebaiknya gue peketat aja penjagaan Sabrina, gue nggak mau hal buruk sampai menimpanya lagi," gumam Nio yang segera mengatur barisan pengawalan untuk istrinya.Namun dilain tempat kini Sabrina merasa sangat bosan seusai mengerjakan kuliah online nya, ingin sekali rasanya ia keluar dan mencari udara segar. Tapi ucapan suaminya terus saja membuatnya kembali mengurungkan niatnya."Ahaa, kan ada taman depan rumah. Sasa pasti juga udah pulang kan," gumamnya yang langsung keluar kamar mencari anaknya.Namun sepanjang ruangan ia sama sekali tak melihat ada tanda-tanda jika anaknya itu ada. Ia hanya terdiam didepan meja makan sambil kepalanya terus menoleh ke kanan dan ke kiri."Ada yang
Sabrina memegang dadanya sambil terduduk lemas dibangkunya. "Astaga, jantung. Untung jantung gue aman ini," ocehnya yang membuat pelayan juga pengawalnya tersenyum. "Apa-apaan kalian senyum-senyum? Saya aduin suami saya loh," candanya namun dengan serius mereka menanggapinya. "Jangan nona," seru mereka besamaan. "Hahahha. Bercanda ih, mana mungkin saya laporkan kalina." Membuat mereka bernafas lega. Namun suara deru mobil yang sangat familiar membuat mereka kembali menegang. "Nah lo, suami saya pulang tuh," canda Sabrina bangkit dan berjalan mendekati sebuah mobil yang baru saja terparkir dihalaman rumah. "Hubby," teriak Sabrina sambil dengan santainya berjalan. Antonio hanya bisa termenung menggelengkan kepalanya sambil menunggu istrinya mendekat. Wajah yang semula lelah itu kini nampak berseri setelah melihat tingkah konyol istrinya. "Ngapain disana," tanya Nio sambil mendekap hangat tubuh istrinya. "Duduk lah b
Marshel mengerahkan beberapa anak buahnya untuk menyelidiki wanita yang membuat bundanya mengira bahwa itu adiknya, dan hari ini adalah hari dimana Marshel harusnya menerima semua hasil dari anak buahnya. "Bagiamana," tanya Marshel yang saat in berada disebuah cafe dengan private room. "Semua sudah kami kirim ke email anda big," jelas anak buahnya. Marshel mulai mengecek email yang baru saja masuk kedalam ponselnya. Sangat teliti membaca sebab ia tak ingin ada kesalahan sekecil apapun yang berhubungan dengan adiknya. "Hanya ini?" "Benar big, semua info tentang wanita yang big cari terkunci." "Terkunci? Maksdunya- "Benar big, seseorang dengan sengaja menutup semua informasi terbaru dari wanita tersebut." "Hanya ada kampus juga orang tuanya disini," memainkan jarinya didagu. Itu adalah kebiasaan Marshel ketika ia mencurigai sesuatu hal. "Tapi ada info yang tidak tertulis big." "Info apa?"
Dua buah mobil berhenti tepat didepan rumah Lastri, salah seorang anak buah Nio turun dan membuka sendiri pagar yang menghalangi jalan masuk mereka."Silahkan tuan," ucapnya setelah pagar terbuka.Nio turun dari mobilnya, namun ia bersama anak buahnya dihadang beberapa penjaga rumah Lastri. "Kalian bereskan, saya masuk dulu.""Tunggu," saat tangan salah seorang anak buah Lastri ingin menggapai tubuh Nio, dengan sangat cepat para anak buah Nio menyerang mereka dengan membabi buta.Nio dengan perlindungan dua orang anak buahnya masuk dengan sangat santai menerobos paksa rumah Lastri. Sedang Lastri yang berada didalam rumahnya merasa terganggu dengan suara keribuatan dari luar rumahnya."Siapa sih, ribut sekali," gumamnya yang berjalan ingin melihat keributan tersebut."Selamat malam nyonya Lastri," sapa Nio yang berpapasan dengan Lastri."Jadi kamu yang membuat keribuatan malam-malam dirumah saya!""Ya, tentu saja saya. Sia
Mata Nio terbelalak saat melihat kini ponselnya hancur berkeping-keping, nasib yang sangat buruk untuk ponselnya yang tadinya baik-baik saja. Dengan susah payah Nio menelan salivanya, secara bergantian ia memandangi ponsel dengan istrinya."Sayang," lirihnya."Apa? Mau marah, iya?""Bukan begitu yank ta-"Percuma ada ponsel kalau hubby sama sekali nggak bisa dihubungin, apa bedanya dengan hubby nggak punya ponsel sama sekali!"Nio hanya bisa menghela nafasnya, ia mengerti arti dari kemarahan istrinya. Nio tak menyangka jika Sabrina akan sekhawatri ini hingga membuatnya begitu emosi."Sayang, maafin aku ya," bujuk Nio yang kini mendekap tubuh istrinya."Kalau gampang bilang maaf pasti juga gampang ngulangin lagi kan."Melepas pelukannya, Nio bersumpah didepan istrinya dengan sangat bersungguh-sungguh. "Aku janji nggak akan ada kedua kalinya, beneran yank.""Janji," ulang Sabrina meyakinkan dirinya."Janji. Maaf ya,
"Lepaskan adikku!"Marshel yang kebetulan berada disekitar toko awalnya tak menyangka jika akan bertemu dengan perempuan yang dicurigai sebagai adiknya. Namun baru saja ia melangkah hendak menghampirinya, beberapa orang laki-laki datang menghadang adiknya tersebut.Dadanya bergemuruh saat melihat orang lain menyakiti Sabrina, bahkan ia yang biasanya bisa mengendalikan emosi kini tak bisa menahan kemarahannya."Siapa laki-laki ini, kenapa mengaku sebagia kakakku," batin Sabrina dalam bekapan mereka."Lepaskan nona kami," teriak dua orang pengawal Sabrina yang juga ikut datang."Menyingkir kalian semua atau saya matiin wanita ini," ancam mereka semua."Brengsek, kita nggak bisa ambil resiko! Kita nggak bisa mengorbankan adik saya," ucapnya yang membuat para pengawal Sabrina kebingungan."Kalian mundurlah, " lanjut Marshel.Tak ingin membahayakan nona mudanya, kedua pengawal itu mundur dan bersembunyi dibelakang Marshel."S
Flash back :Sejak diperjalanan menuju rumah sakit, Marshel sudah menduga kondisinya tidak akan baik-baik saja. Maka dari itu ia sempat menghentikan mobilnya dan menghubungi teman dokternya."Halo.""________""Tolongin gue, gue butuh bantuan loe kali ini," pinta Marshel menahan sakitnya."_____ ""Please.""_______ ""10 menit, 10 menit lagi kami berdua tiba. Tolong periksa kecocokan darah kami, " pintanya."____ ""Thanks," memutus sambungan telponnya.Setelah mendapat persetujuan dan bantuan dari temannya, Marshel bergegas mengendarai mobilnya kembali menuju rumah sakit. Namun sayangnya saat sudah dihalamannya, tenaga Marshel mulai melemah dna bahkan ia rasanya tak bisa lagi menggendong tubuh adiknya.Namun beruntung seorang laki-laki datang mengambil adiknya dari gedongannya sebelum pada akhirnya tubuhnya luruh tak sadarkan diri.Flash back off!Mata Marshel berkaca-kaca
Lena begitu panik saat mendengar kabar jika putranya tengah berada dirumah sakit karena luka tusuk, kehilangan putrinya sewaktu dulu membuat Lena berlebihan dalam kekhawatirannya. Tubuhnya berkeringat dingin, bahkan ia juga begitu ketakutan sambil mengumamkan nama putrannya."Tenanglah, sebentar lagi kita akan sampai. Aku yakin putra kita baik-baik saja," Rizal tak mampu melihat kekhawatiran istrinya yang sudah terlalu menyulitkan dirinya sendiri, trauma itu masih terus menghantui istrinya meskipun belasan psikiater telah merawatnya."Marshel, Marshel baik-baik saja! Dia hanya bercanda dengan kita kan yah," tanya Lena yang ingin meyakinkan dirinya sendiri.Rizal tak lagi menyahuti istrinya, karena sebanyak apapun ia menjelaskan situasinya sebanyak itu juga istrinya akan menerima ketakutannya. Hanya pelukan yang saat ini dapat diberikannya, dekapan sayang yang dengan tulus ia curahkan untuk pemilik hatinya.Tanpa diduga, sesampainya dikamar rawat ternyata
chapter I Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya. Sah.. Sah.. Sah.. Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya. Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya. Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. "Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan. chapter II Tanpa menjawab
Matius terkejut dengan penolakan dari Selly, ia tak menyangka jika rasa marahnya begitu besar melebihi rasa rindunya. Matius tahu apa kesalahannya, ia juga menerima semua yang Selly lakukan padanya.Matius hanya ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun sebelum itu ia harus menebus semua kesalahannya, ia harus menyelesaikan semua masa lalunya yang begitu kelam itu."Maaf," lirih Matius mencoba meraih tangan Selly di depannya.Selly murka, ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini juga. Ia mengamuk, memukul Matius bahkan juga menghancurkan semua barang yang ada di ruangan tersebut."Bodoh kamu, kamu pergi dari sini. Pergi temui istrimu itu, jangan pernah muncul lagi di depanku!" teriaknya dengan begitu kencang."Tolong dengerin dulu, sebentar saja." mohonnya.Selly terus mengamuk, mengabaikan semua ucapan Matius yang ingin berbicara dengannya. Hingga Matius begitu geram d
Matahari hari ini bersinar dengan begitu teriknya, Sabrina yang awalnya ingin berkeliling dengan si kembar ke taman pada akhirnya mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih bersantai di dalam rumah sembari menikmati buah-buahan yang Bulan sediakan."Anak cantik mama lagi apa ini, kenapa jarinya di emut-emut gitu?" tanyanya dengan begitu gemas."Aduh, ini si ganteng malah kakinya yang di emut-emut." menepuk keningnya dengan seulas senyumannya.Hari ini semua orang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, para laki-laki sibuk bekerja sedang Bulan sedang menemani Lena mengatur acara pernikahan anak-anaknya. Sedang Ica hari ini meminta ijin untuk kembali ke Jogja, awalnya Marshel melarangnya dengan berbagai alasannya namun Ica yang keras kepala pada akhirnya memenangkan pertempuran itu.Ica sedang ada di dalam kendaraannya menuju rumahnya, ia di jemput dengan anak buahnya yang selalu setia mengawalnya kemanapun perginya. Namun tiba-tiba Ica mengubah tujuan
Stevan segera mendapat penanganan dari dokter, wajahnya yang semakin pucat membuat Sabrina juga Nio menjadi semakin pucat. Sedang Stevi terlihat dengan pulas tertidur dalam gendongan sang papa."Gimana ini hubby, kenapa dokter lama banget di dalam?""Sabar, kita tunggu aja di sini."Dan tak lama dokter keluar. Sabrina segera saja memberondong dokter tersebut dengan berbagai pertanyaannya, hingga tanpa sadar dokter tersebut menyunggingkan senyum manisnya."Dokter lagi godain istri saya ya?" ketus Nio melihat dokter laki-laki itu tersenyum menatap istrinya."Oh maafkan saya pak, bukan maksud saya ingin menggoda istri anda. Namun saya hanya tersenyum ketika tahu ternyata saya sedang berhadapan dengan ibu baru," jelasnya dengan begitu ramah.Plakk,"Hubby apaan sih, bisa-bisanya cemburu saat kayak gini," kesalnya."Lalu gimana anak saya dok?""Gpp, hanya demam karena perubahan cuaca saja. Hari ini juga bisa langsung di
Mata Ica terbuka dengan tiba-tiba, posisi yang begitu kurang nyaman bagi keduanya saat ini. Wajah Marshel begitu dekat dengan wajah Ica, sangat dekat hingga Ica dapat merasakan deru nafas Marshel yang menerpa wajahnya."Ehm, udah bangun ya." canggungnya membuka suara."Iya. Ini kayaknya terlalu dekat deh kita," sahut Ica dengan wajah memerahnya menahan malu.Dengan cepat Marshel menegakkan tubuhnya, berdiri membuang muka ke sembarang arah. Sedang Ica kini juga bangkit membenarkan posisinya, wajahnya sudah sangat merah seperti udang rebus."Loe ngapain di sini?" tanya Ica menutupi rasa canggungnya."Heh, aku kamu. Kenapa jadi loe gue lagi sih," omel Marshel."Iya, iya. Kamu kenapa di sini? Bukannya tadi lagi kerja ya?""Pulang, di suruh sama bunda. Kamu kenapa, tidur sambil nangis?"Ica belum siap membuka kembali lukanya, ia masih tertutup rapat bahkan tak pernah membukanya. Kini ia hanya ingin hidup seperti pada normalnya
Hari ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan acara pertunangan Ica dengan Marshel, semua nampak antusias menjelang acara bahagia tersebut. Sabrina yang tak bisa bergerak leluasa bertugas merangkai bunga bersama kedua buah hatinya, sedang yang lainnya mengawasi petugas dekornya."Sebelah sini ya mas, tolong agak di penuhi lagi jadi biar nggak lubang." seru Bulan."Sebelah sini aja mas bagus, iya itu nanti taruh di sana aja biar bisa buat duduk." sibuk Lena mengarahkan orang-orang.Semua nampak begitu sibuk, sedang Ica sedang berada di kamarnya menikmati spa yang di sediakan Sabrina khusus untuk dirinya. Tak ada para lelaki yang menemani, hanya ada para wanita tangguh sebab laki-laki sedang bertugas mencari nafkahnya."Bun, ini taruh di mana ya?""Wah bagus banget sayang kamu ngerangkai bunganya," takjubnya dengan hasil rangkaian sang putri."Bisa aja, udah ini taruh mana? Berat tau," keluhnya."Sini, biar bunda aja yang bawa ya. Kam
Marshel terus mencari keberadaan Ica di dalam rumah, namun sudah semua tempat ia periksa masih juga tak bisa menemukan calon istrinya itu. Tak mungkin jika Ica pergi bersama Bunda, sebab Bunda sedang berada di rumah sakit untuk terapi ayah."Kemana lagi itu anak keluar nggak bilang-bilang," gerutunya.Berkali-kali ia mencoba menghubungi Ica namun tak satupun panggilan atau pesan yang mendepat respon dari lawannya. Semakin geram saat Marshel memikirkan ide Ica lalu untuk membalas kelakuan Selly."Jangan-jangan?"Rasa panik segera menyelimutinya, ia meraih kunci mobil yang ada di dekatnya. Namun baru saja akan melangkah, orang yang sedari tadi di carinya tiba-tiba muncul dengan senyum merekah di wajahnya."Loh, mau kemana?" tanya Ica dengan polosnya."Kenapa sih? Orang nanya itu di jawab, bukannya di pelototin gitu," omelnya.Tak habis fikir Marshel dengan jalan fikiran wanita di depannya itu, bisa-bisanya tak mengerti dengan ke k
Sudah satu bulan sejak lahirnya kedua bayi mungil itu di tengah-tengah mereka, hari-hari Sabrina juga begitu sibuk dengan ketiga bayinya termasuk sang suami yang menjadi bayi kembali diantara anak-anaknya."Hubby ayo buruan, kasian stev udah dingin ini." teriak Sabrina dari dalam kamar mandi.Benar saja, keduanya bersama-sama merawat kedua bayi itu tanpa bantuan suster sebab Sabrina merasa masih sanggup mengurus buah hati mereka. Masih ada mami juga bunda yang setiap harinya selalu membantu menjaga kedua bayi lincah itu.Pagi ini penuh dengan teriakan Sabrina karena merasa kesal dengan suaminya, tugas melepas baju Stevi si bayi cantik itu hanya memakan waktu 10 menitan namun di tangan Nio itu bisa memakan waktu lebih dari 30 menit."Hubby buruan atau keluar dari kamar," teriaknya lagi dengan seluruh kekesalannya."Iya mama, kami datang." serunya dengan rasa tak bersalahnya.Kini keduanya duduk berhadapan dengan masing-masing bayi di tanganny
Deru mobil mulai terdengar, semua orang bersiap dengan berbagai hal di tangannya masing-masing. Terlihat Syan bersama Lili membawa sebuah gulungan berdua, entah apa itu isinya. Dan,"Surprise," teriak semua orang bersamaan.Jantung Sabrina terasa berdetak begitu cepat karena rasa terkejutnya, beruntung si kembar tak mendengar teriakan menggema tersebut.Mata Sabrina berkaca-kaca ketika menatap semua orang di depannya, dengan takjub ia melihat rumah yang ternyata sudah di dekor dengan begitu indahnya demi menyambut ke datangannya. Sabrina tak dapat menahan air mata harunya, ia menangis menutup wajah dengan kedua tangannya."Terima kasih semua," ucapnya dengan sesegukan dalam pelukan sang suami."Mana cucu kami?""Ada di bekang, ayah tunggu aja nanti juga masuk si kembar," seru Antonio.Mata Sabrina memicing melihat sebuat tulisan yang di bentangkan Lili bersama Syan. Dengan penasaran ia mencoba mendorong sendiri kursi rodanya unt