Semua keluar dengan wajah riangnya, terutaman Sabrina yang menikmati harinya kali ini. Bisa berbelanja puas dengan kedua ibunya membuatnya merasa begitu nyaman. Namun entah kenapa dalam tawa itu terselip rasa marah juga cemas yang datang bersamaan.
"Kenapa ini, kenapa rasanya aku marah dan cemas bersamaan?" batin Sabrina yang memegangi dadanya.
Alex yang sedang mendorong kursi roda nona mudanya terlihat begitu waspada, belajar dari masa lalu kali ini ia tak ingin kecolongan dalam pekerajaannya. Tangannya begitu erat memegagi kursi roda Sabrina.
"Nona sebaiknya kita segera pulang, saya takut tuan muda akan marah jika nona kelelahan," ucap Alex.
"Benar sekali, mami nggak mau kena omel tuh anak kalau sampai istrinya kelelahan."
"Yaudah kalau gitu kita pulang saja, lagian semua yang kita ingin beli juga sudah kebeli kan," sahut Lena saat mereka tiba didepan mall.
"Biar saya bantu masukkan belanjaannya nyonya, "tawar Alex yang meminta belanjaan d
"Akhh, akhhh!"Entah dari mana Sabrina mendapatkan kekuatannya saat ini, ia yang berhadapan langsung dengan Selly sama sekali tak gentar dengan segala ancaman wanita itu. Bahkan saat Selly melangkah maju mendekat Sabrina masih tetap diam di tempatnya.Namun siapa sangka jika betina yang selama ini dianggap lemah bisa menyerang dengan telak pada lawannya. Dengan sekali gerak tangan Sabrina kini berada di leher Selly, mencekiknya dengan kuat hingga wajah lawannya merah padam."Rasa sakit dan sesak ini sama sekali tidak sebanding dengan rasa yang sudah loe berikan untuk anak gue. Rasa ini masih terlalu ringan untuk orang pendosa macam loe ini," mengeratkan cengkramannya semakin kuat.Selly kesakitan, ia yang ingin menyerang nyatanya malah mendapatkan serangan balik dari Sabrina. Sakit sekali lehernya saat ini, cengkraman Sabrina benar-benar membuat Selly kehabisan oksigennya."Kenapa? Sakit? Masih jauh lebih sakit Sasa kala itu yang loe tinggalk
Alex terkejut saat tiba-tiba Selly datang dan menyerangnya, beruntung ada Sabrina yang menepis serangan Selly di depannya. Karena terkejut tanpa sengaja Alex menjatuhkan ponselnya hingga mati."Nggak becus! Tangkap dan tahan dia, jangan sampai lepas," bentak Alex pada anak buahnya.Tiga orang anak buahnya segera datang dan menahan lengan Selly dengan begitu kuat, sedang yang lainnya segera mengamankan jalan agar tak mengundang kerumunan."Nona, apa nona baik-baik saja?"Alex panik saat tubuh Sabrina tiba-tiba hampir tumbang dan terjatuh, beruntung ia sigap dan segera menopang nona mudanya. Dengan segera ia membawa Sabrina masuk ke dalam mobil dan melesat begitu saja.Nio yang merasa belum selesai berbicara sudah sangat panik dibuatnya, berulang kali ia mencoba menghubungi Alex namun belum juga bisa. Marshel yang melihat gelagat Nio merasa curiga dan segera mendekatinya."Ada apa?""Sabrina, istri gue sedang nggak baik-baik aja,"
Tak hanya Nio yang terkejut dengan apa yang ada di depan matanya, Marshel bahkan sampai memundurkan langkahnya karena rasa terkejutnya."Siapa kamu?"Sabrina merasa heran saat sang suami ternyata tak mengenali wajah mantan istrinya, wajah perempuan yang telah membunuh putri kesayangannya itu."Hubby nggak kenal siapa dia?" balik Sabrina bertanya dengan rasa herannya."Enggak, memang dia siapa yank?""Selly!"Kedua laki-laki itu terkejut seketika, Selly yang mereka tahu adalah perempuan yang selalu merawat diri juga wajahnya. Sedang yang saat ini di depanya adalah perempuan yang hampir memiliki luka bakar diseluruh wajahnya, jadi wajar saja jika tak ada yang mengenali jika itu adalah Selly."Kenapa, bukankah kalian senang dengan keadaan gue saat ini. Puas kalian," teriak Selly yang terus meronta dari cengkraman anak buah Nio."Pegang kuat, jangan sampai lepas seperti tadi," seru Alex dengan begitu tegasnya.Nio melangkah
Disini lah saat ini Lena, duduk terikat di atas kursi dalam ruangan yang begitu pengap udara. Perlahan matanya kembali terbuka dan mencoba mengenali tempat dirinya berada."Sudah bangun ternyata," seru seseorang yang berdiri di kegelapan."Siapa kamu, di mana saya ini?""Anda tidak mengenali saya?" tanyanya.Perlahan sosok itu mulai melangkahkan kakinya, dari kegelapan kini menuju terang cahaya. "Kalau begini, apa anda mengenali saya?""Jadi kamu ternyata, cihh." seru Lena yang tak terkejut dengan sosok di depannya saat ini."Saya tidak ada niat untuk menyakiti anda, saya hanya membutuhkan anda sebagai alat tukar untuk putri semata wayang saya.""Pantas saja putrinya seperti itu, orang ibunya aja juag sama kelakukannya. Sama-sama kriminal," seru Lena dengan begitu tajamnya."Terserah anda mau mengatakan apa, asal putri saya bisa bebas maka apapun akan saya lakukan demi dia.""Anda salah mendidik putri anda, bukan seperti
Lastri berderai air mata, hatinya sakit melihat kondisi putrinya saat ini. Selly yang terakhir kali ditemuinya itu sangatlah sehat, sedang saat ini terlihat putrinya itu menahan kesakitannya saat dipaksa berjalan."Apa yang kalian lakukan pada putriku?""Tidak banyak, hanya memberikannya pelajaran sederhana.""Ini baru pelajaran, lalu bagaimana dengan hukumannya?" seru Sabrina yang membuat Lastri membelalakan matanya.Tubuh Lastri tiba-tiba saja menggigil mendengar itu semua, putrinya yang malang harus berhadapan dengan manusia iblis macam Nio juga istrinya."Lepaskan bundaku, maka saya bisa menjamin jika masalah ini selesai sampai disini," seru Nio dengan tegas meminta Lena kembali.Lastri yang semula menundukkan kepalanya kini menatap tajam Nio, amarah menguasainya. Lastri mengamuk dan menodongkan sebuah pistol tepat di leher Lena, menatap takut namun Sabrina tak boleh terlihat lemah."Bunda bertahan, kami pasti akan menolong
Nio gelisah bukan main, satu sisi matanya terus mengawasi Lastri dan di satu sisi tangan Sabrina terus meremas jermarinya dengan rintihan kesakitan. Beberapa kali ia terlihat berusaha menelan salivanya, terlebih kini Alex juga terluka akibatnya."Mikir Nio, loe harus cepet mikir," batinnya dengan peluh yang semakin membanjiri keningnya.Dor.. !Satu tembakan kembali terdenger dan bersamaan dengan itu Sabrina jatuh tepat disamping Nio suaminya."Akh hubby, sakit."Panik bukan main saat melihat istrinya terjatuh, Nio panik sebab ia mengira tembakan itu mengenai Sabrina istrinya namun ternyata ia salah. Saat kembali ia menatap Lastri terlihat wanita itu sudah berhasil di lumpuhkan oleh polisi."By sakit," rintih Sabrina seiring nyeri yang ia dapatkan."Kalian gpp kan?"Ica datang, ia menerima semua informasi dari pesan yang Marshel sampaikan padanya. Dengan berbekal pengalamannya selama ini, Ica pergi seorang diri menu
Semua menatap gembira pada sepasang bayi mungil di depannya, begitu menggemaskan hingga tak kuasa ingin mencubitnya."Tangannya," tegur Lena pada Marshel yang ingin menyentuh sang keponakan.Marshel hanya bisa menggerutu kesal dengan sikap bundanya itu. Semua yang terjadi rasanya sirna begitu saja saat memandang wajah polos kedua bayi milik Sabrina."Kamu kasih nama siapa mereka nak?" tanya Rizal menatap Nio juga Sabrina."Siapa ya namanya hubby?" tanya balik Sabrina."Stevan Putra Dirodjo, Stevi Putri Dirodjo," senyum mengembang di wajahnya."Bagus hubby, aku suka."Semua orang kembali fokus pada bayi kecil di depannya itu, keduanya tertidur amat pulas walau penuh kebisingan dari semua tamu yang menatapnya. Tak lama terdengar suara pintu terbuka, dibaliknya nampaklah Ica masuk dengan mendorong kursi roda Alex.Marshel yang semula begitu bahagia menyambut keponakannya kini berubah menjadi masam. Entah kenapa rasanya ia ta
Selly begitu histeris melihat wajah siapa yang terpampang di layar ponsel Ica saat ini. Itu adalah wajah laki-laki yang sangat di cintainya, laki-laki yang membuatnya meninggalkan semuanya hanya demi dirinya.Air matanya berderai dengan begitu derasnya, tangannya yang tak kuasa menahan diri terus menjambak rambutnya. Wajah yang sangat dirindukannya kini tengah tertawa dengan seorang wanita di sampingnya."Sudah mengingatnya?" tanya Ica yang menghentikan amukan Selly dihadapannya.Matanya menatap tajam pada Ica yang tengah tersenyum di depannya, rasanya ingin sekali ia menghancurkan wajah itu dengan tangannya sendiri. Apalah daya ketika hanya satu gerakan saja ia sudah bisa dihabisi oleh laki-laki macam Marshel itu."Di mana dia? Di mana loe lihat Matiusku?"Benar adanya, itu adalah gambar bahagia dari Matius juga istrinya yang kini hidup bahagia bersama.Ica tanpa sengaja menemukan informasi tentang Matius dari salah satu anak bu
chapter I Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya. Sah.. Sah.. Sah.. Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya. Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya. Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. "Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan. chapter II Tanpa menjawab
Matius terkejut dengan penolakan dari Selly, ia tak menyangka jika rasa marahnya begitu besar melebihi rasa rindunya. Matius tahu apa kesalahannya, ia juga menerima semua yang Selly lakukan padanya.Matius hanya ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun sebelum itu ia harus menebus semua kesalahannya, ia harus menyelesaikan semua masa lalunya yang begitu kelam itu."Maaf," lirih Matius mencoba meraih tangan Selly di depannya.Selly murka, ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini juga. Ia mengamuk, memukul Matius bahkan juga menghancurkan semua barang yang ada di ruangan tersebut."Bodoh kamu, kamu pergi dari sini. Pergi temui istrimu itu, jangan pernah muncul lagi di depanku!" teriaknya dengan begitu kencang."Tolong dengerin dulu, sebentar saja." mohonnya.Selly terus mengamuk, mengabaikan semua ucapan Matius yang ingin berbicara dengannya. Hingga Matius begitu geram d
Matahari hari ini bersinar dengan begitu teriknya, Sabrina yang awalnya ingin berkeliling dengan si kembar ke taman pada akhirnya mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih bersantai di dalam rumah sembari menikmati buah-buahan yang Bulan sediakan."Anak cantik mama lagi apa ini, kenapa jarinya di emut-emut gitu?" tanyanya dengan begitu gemas."Aduh, ini si ganteng malah kakinya yang di emut-emut." menepuk keningnya dengan seulas senyumannya.Hari ini semua orang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, para laki-laki sibuk bekerja sedang Bulan sedang menemani Lena mengatur acara pernikahan anak-anaknya. Sedang Ica hari ini meminta ijin untuk kembali ke Jogja, awalnya Marshel melarangnya dengan berbagai alasannya namun Ica yang keras kepala pada akhirnya memenangkan pertempuran itu.Ica sedang ada di dalam kendaraannya menuju rumahnya, ia di jemput dengan anak buahnya yang selalu setia mengawalnya kemanapun perginya. Namun tiba-tiba Ica mengubah tujuan
Stevan segera mendapat penanganan dari dokter, wajahnya yang semakin pucat membuat Sabrina juga Nio menjadi semakin pucat. Sedang Stevi terlihat dengan pulas tertidur dalam gendongan sang papa."Gimana ini hubby, kenapa dokter lama banget di dalam?""Sabar, kita tunggu aja di sini."Dan tak lama dokter keluar. Sabrina segera saja memberondong dokter tersebut dengan berbagai pertanyaannya, hingga tanpa sadar dokter tersebut menyunggingkan senyum manisnya."Dokter lagi godain istri saya ya?" ketus Nio melihat dokter laki-laki itu tersenyum menatap istrinya."Oh maafkan saya pak, bukan maksud saya ingin menggoda istri anda. Namun saya hanya tersenyum ketika tahu ternyata saya sedang berhadapan dengan ibu baru," jelasnya dengan begitu ramah.Plakk,"Hubby apaan sih, bisa-bisanya cemburu saat kayak gini," kesalnya."Lalu gimana anak saya dok?""Gpp, hanya demam karena perubahan cuaca saja. Hari ini juga bisa langsung di
Mata Ica terbuka dengan tiba-tiba, posisi yang begitu kurang nyaman bagi keduanya saat ini. Wajah Marshel begitu dekat dengan wajah Ica, sangat dekat hingga Ica dapat merasakan deru nafas Marshel yang menerpa wajahnya."Ehm, udah bangun ya." canggungnya membuka suara."Iya. Ini kayaknya terlalu dekat deh kita," sahut Ica dengan wajah memerahnya menahan malu.Dengan cepat Marshel menegakkan tubuhnya, berdiri membuang muka ke sembarang arah. Sedang Ica kini juga bangkit membenarkan posisinya, wajahnya sudah sangat merah seperti udang rebus."Loe ngapain di sini?" tanya Ica menutupi rasa canggungnya."Heh, aku kamu. Kenapa jadi loe gue lagi sih," omel Marshel."Iya, iya. Kamu kenapa di sini? Bukannya tadi lagi kerja ya?""Pulang, di suruh sama bunda. Kamu kenapa, tidur sambil nangis?"Ica belum siap membuka kembali lukanya, ia masih tertutup rapat bahkan tak pernah membukanya. Kini ia hanya ingin hidup seperti pada normalnya
Hari ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan acara pertunangan Ica dengan Marshel, semua nampak antusias menjelang acara bahagia tersebut. Sabrina yang tak bisa bergerak leluasa bertugas merangkai bunga bersama kedua buah hatinya, sedang yang lainnya mengawasi petugas dekornya."Sebelah sini ya mas, tolong agak di penuhi lagi jadi biar nggak lubang." seru Bulan."Sebelah sini aja mas bagus, iya itu nanti taruh di sana aja biar bisa buat duduk." sibuk Lena mengarahkan orang-orang.Semua nampak begitu sibuk, sedang Ica sedang berada di kamarnya menikmati spa yang di sediakan Sabrina khusus untuk dirinya. Tak ada para lelaki yang menemani, hanya ada para wanita tangguh sebab laki-laki sedang bertugas mencari nafkahnya."Bun, ini taruh di mana ya?""Wah bagus banget sayang kamu ngerangkai bunganya," takjubnya dengan hasil rangkaian sang putri."Bisa aja, udah ini taruh mana? Berat tau," keluhnya."Sini, biar bunda aja yang bawa ya. Kam
Marshel terus mencari keberadaan Ica di dalam rumah, namun sudah semua tempat ia periksa masih juga tak bisa menemukan calon istrinya itu. Tak mungkin jika Ica pergi bersama Bunda, sebab Bunda sedang berada di rumah sakit untuk terapi ayah."Kemana lagi itu anak keluar nggak bilang-bilang," gerutunya.Berkali-kali ia mencoba menghubungi Ica namun tak satupun panggilan atau pesan yang mendepat respon dari lawannya. Semakin geram saat Marshel memikirkan ide Ica lalu untuk membalas kelakuan Selly."Jangan-jangan?"Rasa panik segera menyelimutinya, ia meraih kunci mobil yang ada di dekatnya. Namun baru saja akan melangkah, orang yang sedari tadi di carinya tiba-tiba muncul dengan senyum merekah di wajahnya."Loh, mau kemana?" tanya Ica dengan polosnya."Kenapa sih? Orang nanya itu di jawab, bukannya di pelototin gitu," omelnya.Tak habis fikir Marshel dengan jalan fikiran wanita di depannya itu, bisa-bisanya tak mengerti dengan ke k
Sudah satu bulan sejak lahirnya kedua bayi mungil itu di tengah-tengah mereka, hari-hari Sabrina juga begitu sibuk dengan ketiga bayinya termasuk sang suami yang menjadi bayi kembali diantara anak-anaknya."Hubby ayo buruan, kasian stev udah dingin ini." teriak Sabrina dari dalam kamar mandi.Benar saja, keduanya bersama-sama merawat kedua bayi itu tanpa bantuan suster sebab Sabrina merasa masih sanggup mengurus buah hati mereka. Masih ada mami juga bunda yang setiap harinya selalu membantu menjaga kedua bayi lincah itu.Pagi ini penuh dengan teriakan Sabrina karena merasa kesal dengan suaminya, tugas melepas baju Stevi si bayi cantik itu hanya memakan waktu 10 menitan namun di tangan Nio itu bisa memakan waktu lebih dari 30 menit."Hubby buruan atau keluar dari kamar," teriaknya lagi dengan seluruh kekesalannya."Iya mama, kami datang." serunya dengan rasa tak bersalahnya.Kini keduanya duduk berhadapan dengan masing-masing bayi di tanganny
Deru mobil mulai terdengar, semua orang bersiap dengan berbagai hal di tangannya masing-masing. Terlihat Syan bersama Lili membawa sebuah gulungan berdua, entah apa itu isinya. Dan,"Surprise," teriak semua orang bersamaan.Jantung Sabrina terasa berdetak begitu cepat karena rasa terkejutnya, beruntung si kembar tak mendengar teriakan menggema tersebut.Mata Sabrina berkaca-kaca ketika menatap semua orang di depannya, dengan takjub ia melihat rumah yang ternyata sudah di dekor dengan begitu indahnya demi menyambut ke datangannya. Sabrina tak dapat menahan air mata harunya, ia menangis menutup wajah dengan kedua tangannya."Terima kasih semua," ucapnya dengan sesegukan dalam pelukan sang suami."Mana cucu kami?""Ada di bekang, ayah tunggu aja nanti juga masuk si kembar," seru Antonio.Mata Sabrina memicing melihat sebuat tulisan yang di bentangkan Lili bersama Syan. Dengan penasaran ia mencoba mendorong sendiri kursi rodanya unt