Di sebuah restoran yang cukup ramai, terlihat seorang wanita tengah duduk santai dengan ditemani secangkir kopi. Pembawaannya yang begitu tenang seolah berhasil menyembunyikan rasa penasarannya. Saat ini, Kinan sedang menunggu seseorang. Seorang pria yang secara tiba-tiba menghampirinya saat makan siang di jam istirahat tadi. Pria itu mengaku bernama Denis. Terdengar tak asing di telinga Kinan, tetapi dia tidak mengenal pria itu. "Sudah lama?" Pria yang sedari tadi membuatnya penasraan sudah datang dengan napas terengah. "Maaf, tadi ada rapat sebentar di kantor." Kinan mengangguk mengerti, "Nggak masalah. Jadi, ada apa?" Denis tersenyum miring, "Nggak mau pesen makan dulu?" Kinan melirik jam tangannya sebentar dan menggeleng, "Waktu saya nggak banyak. Jadi apa yang kamu ketahui dari Adnan?" Kinan benar-benar tidak ingin membuang waktu. Entah kenapa ada gerak-gerik yang mencurigakan dari diri Denis. Jika bukan karena penasaran tentu dia tidak akan berada di sin
Hari ini Fasya memiliki kegiatan di luar kantor. Secara kebetulan, departemennya melakukan pertemuan rutin dengan awak media yang bertujuan untuk menjalin hubungan baik. Meskipun Fasya tidak ikut membantu perencanaan awal kegiatan ini, setidaknya dia diberi kesempatan untuk ikut melihat secara langsung. Semakin banyak kegiatan, semakin mudah dia membuat laporan magang nanti. "Lo kemarin jadi makan gelato?" tanya Dinar pada Fasya. Fasya mengangguk mantap sebagai jawaban. Tangannya terulur untuk mengambil roti yang menarik perhatiannya sedari tadi dan mulai memakannya. Saat ini mereka tengah berdiri di samping meja konsumsi. Acara yang dibuat santai di salah satu hotel itu berlangsung dengan hangat dan menyenangkan. Mereka benar-benar berbaur dengan awak media, tetapi tetap dengan satu tujuan, yaitu membuat citra baik untuk perusahaan. "Bukannya Mas Saka batalin? Nggak jadi lembur?" Senyum Fasya merekah. Dia menatap Dinar dengan wajah konyolnya. Bahkan cengirannya membu
Di dalam ruang kerjanya, Adnan mencoba untuk fokus pada pekerjaannya. Dia membaca berkas di tangannya dengan serius, berusaha untuk memahami isinya. Namun kali ini Adnan benar-benar tidak fokus. Sudah 30 menit berlalu tetapi dia tetap membaca berkas yang sama. Dia terus membaca ulang isi laporan itu karena takut jika akan terjadi kesalahan. Adnan memilih untuk menyerah. Dia menghela napas kasar dan mulai merenggangkan dasinya. Ruangan yang dingin itu mendadak terasa sesak dan membuatnya mulai berkeringat. Adnan meraih ponselnya dan kembali membaca pesan singkat yang dikirim Niko 30 menit yang lalu. Sebuah foto yang membuat hati Adnan merasa kesal dan dongkol. Di dalam foto itu, terlihat Fasya dan Saka yang tertawa bersama. Sebuah potret bahagia yang justru membuatnya muak. "Lagi sakit tapi masih bisa pacaran," rutuk Adnan untuk yang kesekian kalinya. Sejak insiden alergi yang berakhir di rumah sakit itu, kondisi Fasya berangsur mulai membaik. Meskipun masih ada ruam-ruam
Satu minggu telah berlalu setelah Niko menangkap basah perselingkuhan Adnan dan Kinan. Ya perselingkuhan, Niko menganggapnya seperti itu. Sejak itu pula hubungan Adnan dan Niko tidak sedekat dulu. Niko benar-benar berubah menjadi anak magang yang semestinya. Mencoba fokus pada pekerjaannya dan tidak lagi memedulikan hubungan Adnan dan Fasya yang ia kira benar-benar nyata. Niko memang bukan pria baik. Dia masih berada di zona nyamannya yang hobi menarik perhatian wanita. Namun tak pernah sekalipun dia berniat mempermainkan pernikahan. Itu yang ia sesali dari pernikahan sepupunya. Selain itu, sikap Adnan yang selama ini bertingkah seperti suami cemburu membuatnya seperti orang bodoh. Bagaimana bisa Adnan seperti itu di saat dia sudah memiliki kekasih? Cap sebagai pria bajingan masih Niko berikan untuk Adnan. "Lo ngapain sih ngikutin gue?" geram Fasya pada Niko yang berjalan di belakangnya. Niko berdecak, "Sekalian nitip cemilan juga," ucapnya sambil mengambil beberapa bungkus
Hari ini adalah hari yang Fasya tunggu-tunggu. Setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang dan lama akhirnya dia bisa mengirup udara pulau Bali dengan bebas. Entah sudah berapa kali dia mengucapkan terima kasih ke pada para seniornya yang mau mengajaknya —yang merupakan anak magang— untuk mengikuti acara kantor ini. Fasya tahu jika dia masih harus bekerja untuk mendokumentasi acara. Namun dia tetap senang karena bisa berlibur dengan gratis. Gratis? Itu adalah alasan yang kesekian bagi Fasya. Yang paling utama adalah dia bisa bebas dari Adnan selama beberapa hari. Jujur saja, Fasya ingin menenangkan diri setelah banyaknya masalah yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Akhirnya dia bisa tertidur tenang tanpa melihat wajah Adnan di pagi hari. Menyenangkan bukan? Dia memang harus memberikan ketenangan pada otaknya agar tidak gila. "Lo mandi dulu," ucap Dinar menghampirinya. Fasya mengabaikan sahabatnya itu dan mulai memejamkan mata. Dia tersenyum menikmati angin malam yang me
Perjalanan yang cukup melelahkan tidak membuat Adnan segera beristirahat. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tetapi dia masih terjaga dengan iPad di tangannya. Sesekali dia menatap ke arah pintu masuk hotel saat melihat ada pergerakan seseorang di sana. Adnan sadar apa yang ia lakukan saat ini adalah hal yang aneh dan membingungkan. Hingga saat ini dia masih tidak tahu kenapa bisa melakukan hal ini. Sudah satu jam Adnan duduk di lobi hotel dengan ditemani secangkir kopi. Bosan? Tentu saja, tetapi dia masih belum ingin beranjak. Apalagi saat melihat banyak karyawananya yang keluar-masuk hotel dan menyapanya. Artinya masih banyak dari mereka yang belum beristirahat bukan? Bisa jadi Fasya juga belum memejamkan matanya saat ini. Jika Adnan beristirahat sekarang, dia takut Fasya berhasil lolos dari pandangannya. Dia harus tahu ke mana gadis itu pergi dan dengan siapa. Jika Fasya pergi dengan pria lain maka Adnan harus membuat rencana. Semuanya menjadi merepotkan saat Niko memutuskan
Di tengah kegelapan malam, mata Fasya terpejam menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya. Udara yang dingin memang sedikit mengganggunya, tetapi Fasya berusaha untuk menikmati waktu tenang yang tak bisa sering ia nikmati ini. Selagi Adnan tidak ada di sampingnya, Fasya memanfaatkan waktunya untuk menenangkan diri. Dia bisa cepat gila dan tua jika selalu marah saat berdekatan dengan Adnan. Anehnya itu terjadi secara sendirinya. Emosi Fasya selalu mudah tersulut saat Adnan berkeliaran di sekitarnya. "Jagung," ucap Adnan yang datang dengan dua jagung bakar manis di tangannya. "Nggak laper." "Saya tau," jawab Adnan mulai duduk di samping Fasya. "Saya liat kamu makan dua piring tadi." Fasya mendelik dan menatap Adnan dengan sinis. Lihat, bukan? Pria itu selalu menemukan cela untuk membuatnya kesal. "Makan," ucap Adnan lagi. Aroma sedap makanan yang menggoda membuat Fasya mulai goyah. Hati dan pikirannya tengah bertarung saat ini. Apa dia harus mengambilnya? "Oke,
Langit pantai tampak indah malam ini. Terlihat banyak bintang bertaburan membuat perasaan manusia yang melihatnya menjadi tenang dan nyaman. Langit indah itu seharusnya bisa membuat perasaan manusia menjadi lebih bahagia. Namun sayangnya rasa tenang dan nyaman yang sempat Fasya rasakan tadi tidak berlangsung lama. Itu semua karena kehadiran Saka. Tanpa aba-aba dan tanda-tanda pria itu sudah berada di belakangnya dengan ekspresi wajah yang membuat jantung Fasya berdegup kencang. Fasya takut dengan isi kepala Saka saat ini. Apa yang pria itu pikirkan tentangnya? Jujur saja Fasya takut jika pria itu berpikiran yang tidak-tidak tentang dirinya. "Mas Saka di—di sini?" tanya Fasya gugup. "Aku mau jemput kamu," jawab Saka masih dengan wakah bingungnya. Begitu banyak pertanyaan di kepalanya ini. Dia menatap Fasya dan Adnan secara bergantian. Kenapa wajah Fasya dan Adnan begitu panik? Dan yang paling membuatnya bertanya-tanya adalah bagaimana bisa Fasya berada di tempat ini bersama
Di tengah kerumunan banyak orang, Fasya berjinjit untuk membuat tubuh mungilnya menjadi lebih tinggi. Bahkan heels setinggi tujuh sentimeter yang ia kenakan tidak banyak membantu. Pandangannya mengedar untuk mencari seseorang. Tas yang ia bawa semakin menyulitkan langkah kakinya. "Permisi," ucap Fasya yang harus menerjang ribuan orang itu. Mau tidak mau Fasya berhenti di tengah kerumunan dan mulai mengambil ponselnya. Saat akan menghungi Adnan, Fasya melihat ponselnya lebih dulu berdering. Nama Adnan muncul membuatnya tersenyum lega. "Mas, di mana?" tanya Fasya cepat. "Di sebelah kanan kamu. Jalan pelan-pelan ke sini." Fasya mengalihkan pandangannya dengan mata menyipit. Dia kembali berjinjit dan melihat seseorang yang melambaikan tangannya. Senyum Fasya pun merekah. Dengan cepat dia mengangkat sedikit rok kebayanya dan berlari kecil ke arah Adnan, kembali menerjang ribuan manusia yang tengah berbahagia saat ini, sama seperti dirinya. "Mas Adnan!" Fasya langsung masuk ke
Tak terasa satu tahun telah berlalu. Seperti tahun sebelumnya, hari ini adalah hari yang istimewa. Tepat hari ini semua anggota keluarga Atmadja kembali berkumpul di puncak untuk merayakan hari spesial, yaitu hari ulang tahun Kakek Faris. Tak henti mereka mengucapkan rasa syukur akan kesehatan yang diberikan Tuhan untuk kakek. "Fasya, sini coba, Sayang." Tante Laras mendekat sambil menyuapi Fasya dengan potongan daging. "Udah enak belum?" Fasya mengangguk sambil mengunyah. "Enak, Tan." "Kamu juga, Mitha. Gimana rasanya?" Tante Laras juga menyuapi Mitha. Benar, hari ini Mitha dan Denis memang hadir di ulang tahun kakek. Awalnya mereka menolak karena rasa segan dan malu, tetapi karena paksaan akhirnya mereka mau datang ke Puncak Bogor. Setelah pernikahan Denis dan Mitha, entah kenapa semua seperti kembali ke awal. Di mana mereka menjadi keluarga yang semestinya. Masa lalu yang buruk seperti mulai terkubur. Sekarang Denis tahu kebahagiaan seperti apa yang sebenarnya ia ingink
Dengan bersenandung pelan, Fasya mengendarai mobilnya memasuki gerbang kampus yang cukup ternama. Dia melambatkan laju mobilnya saat memasuki area kampus. Banyak mahasiswa yang berlalu lalang membuat Fasya harus berhati-hati. Kesabaran dan ketekunannya selama ini membuahkan hasil. Akhirnya Fasya bisa mengendarai mobilnya sendiri, meski belum terlalu lama. Namun dia sering menggunakan mobil akhir-akhir ini agar bisa membiasakan diri. Lagi pula Adnan lebih merasa aman saat ia menggunakan mobil. Fasya menekan klakson mobil saat sudah berada di depan sekumpulan anak muda seusianya. Dia membuka jendela dan melambaikan tangannya pada seseorang. Seseorang yang menatapnya dengan berbinar, seperti melihat bank berjalan. "Gue duluan, sepupu gue udah jemput." Niko meninggalkan teman-temannya dan langsung masuk ke dalam mobil. Sudah hampir seminggu ini Fasya rutin menjemput Niko di kampusnya. Dia tidak lupa akan janjinya jika sudah bisa mengendarai mobil, maka Niko adalah orang pertama
Suasana di dalam mobil itu begitu tegang. Jantung Fasya masih berdegup dengan kencang. Dia mencoba untuk mengatur napasnya agar lebih tenang. Berdua bersama Adnan di dalam mobil membuat akal sehatnya menghilang. Jika bukan suaminya, mungkin Fasya sudah menendang pantat Adnan menjauh sampai tak bisa dipandang. "Jangan tegang," gumam Adnan. Mendengar itu, Fasya mulai merilekskan tubuhnya. Meskipun sudah berusaha, tetapi tetap saja sulit untuk dilakukan. Bagaimana bisa ia tenang jika berada di dalam situasi yang menegangkan seperti ini? Jika bukan karena Adnan, mungkin ia tidak akan mau melakukannya. "Pelan-pelan," ucap Adnan lagi. Bukannya menenangkan, apa yang pria itu lakukan justru membuat Fasya semakin tidak nyaman. Jika ada lakban, dia akan membungkan mulut suaminya agar diam. "Di depan nanti ada pertigaan, jangan lupa kurangi kecepatan," peringat Adnan lagi. "Iya, diem dulu." Fasya semakin mengeratkan tangannya pada setir mobil. Matanya fokus pada jalanan di depann
Suasana kafe malam ini terlihat sangat ramai. Selain karena banyaknya anak muda, para pekerja pun juga ikut menikmati malam minggu untuk melepas penat. Di salah satu meja yang cukup besar, terlihat Fasya tengah tertawa dengan lepas. Bisa dibilang malam ini adalah malam reuni, di mana ia kembali berkumpul dengan para seniornya saat magang dulu setelah beberapa bulan berlalu. "Masa, sih?" tanya Dinar geli. Shanon mengangguk yakin, "Iya, Pak Bonbon kalau marah hidungnya kembang-kempis." "Wah, parah. Masa ngomongin atasan sendiri." "Tapi Pak Bonbon asik. Istrinya nggak pelit, suka bawain makanan ke kantor, tapi ya gitu kalau marah bukannya serem malah lucu." Hanum kembali tertawa. "Apalagi kalau udah ngomel, itu perutnya juga goyang kayak ikutan ngomel," celetuk Damar. Tawa mereka kembali pecah. Kebiasaan buruk yang menyenangkan adalah membicarakan orang lain. Apalagi topik kali ini adalah atasan baru mereka yang menggantikan Kinan. Di tengah candaan, Fasya merasakan ponse
Hari Sabtu menjadi hari yang ditunggu oleh semua orang. Terutama untuk dua sejoli yang tengah bersenda gurau saat ini. Tidak peduli dengan matahari yang sudah muncul sedari tadi, pasangan kasmaran itu semakin menikmati momen bersama yang tidak bisa mereka nikmati setiap hari. Momen intim di balik selimut yang sering mereka sebut sebagai pertukaran energi. "Geli, Mas." Fasya terkekeh saat Adnan mencium lehernya gemas. "Kamu bau." Fasya menarik rambut Adnan menjauh dari lehernya dan mulai menyentuh wajah pria itu. Tatapan mata Fasya begitu sayu karena rasa lelah yang ia rasakan. Bukan karena Adnan menyiksanya, tetapi sebaliknya. Pria itu kembali membuat tubuhnya melayang pagi ini. Melelahkan tetapi juga menyenangkan. Mata Adnan terpejam menikmati sentuhan jari Fasya di wajahnya. Untuk pertama kalinya dia merasa sangat nyaman berada di dekat seorang wanita. Selama ini Adnan selalu bersikap mandiri dan dewasa, padahal jauh di dalam lubuk hatinya dia juga ingin dimanja. "Puk-pu
Jika ada perayaan untuk hari terburuk, mungkin keluarga Atmadja akan menobatkannya sebagai hari ini. Rahasia yang disembunyikan oleh Om Bayu benar-benar menggemparkan. Tidak akan ada alasan atau kebohongan lain lagi yang akan tercipta. Kini semua orang sudah mengetahui semua kebenarannya. Mereka sekarang juga tahu kenapa permusuhan Adnan dan Denis tak kunjung usai. Mereka tidak menyangka jika Adnan menanggung beban berat akan rahasia ini selama bertahun-tahun. Semua ia lakukan demi kesehatan kakek. Namun kini semuanya terbongkar karena ulah Denis dan ibunya sendiri yang serakah. Malu, itu yang dirasakan Denis dan ibunya. Namun jauh di dalam hati, Denis lebih malu lagi untuk berhadapan dengan Mitha. Dia sekarang sadar betapa menjijikkannya sikapnya selama ini. Dia dibutakan oleh kesenangan duniawi sampai lupa untuk mempertahankan kebahagiannya sendiri. Mungkin jika namanya dicoret oleh keluarga Atmadja, Denis tidak akan peduli. Dia lebih sakit hati jika kehilangan Mitha. Dia bena
Pagi hari telah datang. Celah jendela mulai dimasuki oleh cahaya yang begitu terang. Disertai dengan kicauan burung merdu yang membuat suasana hati menjadi tenang. Yang kemudian membangunkan seorang wanita yang mulai mengerang. Fasya, mantan gadis yang semalam telah resmi menjadi seorang wanita itu mulai membuka mata. Cahaya yang menyilaukan mata membuatnya menarik selimut untuk menutupi wajahnya. Dia sudah kembali bersiap untuk melanjutkan tidurnya. Namun sesuatu mulai menyadarkannya. Mata Fasya terbuka lebar. Dia menurunkan selimut dan melihat keadaan kamar yang sepi. Fasya terduduk sambil memperhatikan keadaan sekitar dengan bibir terbuka. Setelah itu dia melihat keadaan dirinya sendiri. Semuanya sama, baik kamar dan penampilannya terlihat sangat kacau. Malam pertama. Fasya menutup wajahnya yang memanas saat mengingat kejadian semalam. Entah bagaimana bisa mereka berakhir untuk menyalurkan kehangatan bersama? Fasya tidak pernah menduga sebelumnya. Namun setelah terjadi, d
Puncak Bogor masih menjadi tempat pelarian Adnan dan Fasya. Mereka berdua sepakat untuk memutus komunikasi dengan keluarga untuk sementara. Bahkan Adnan memilih untuk mematikan ponselnya agar bisa lebih tenang saat berdua dengan Fasya. Mereka benar-benar memanfaatkan waktu yang ada untuk saling mendekatkan diri. Tak terasa malam telah tiba. Seperti janji Adnan, dia yang akan menyiapkan makan malam. Dengan bantuan Mbok Yem tentu saja. Jika bukan karena keinginan Fasya, tentu dia tidak mau berkutat di dapur. Bukan bermaksud pamrih, tetapi Adnan sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi versi terbaik bagi Fasya. Selama ia bisa, maka Adnan akan berusaha melakukan apapun keinginan istrinya. Tanpa imbalan. Dengan Fasya yang memberikan kesempatan kedua saja sudah membuat hati Adnan melayang dan berbunga-bunga. Setelah makan malam, Fasya memilih untuk ke kamar lebih dulu. Setelah pintu tertutup rapat, dia menyentuh dadanya yang berdegup kencang. Ini gila! Fasya merasa jantungn