Beranda / CEO / Mendadak Miskin / Tuduhan Pencurian

Share

Tuduhan Pencurian

Penulis: Gilva Afnida
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Rafa menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang dulunya adalah ruang kerjanya. Menyenderkan tubuh, lengan, dan kepalanya di sofa. Pagi hari ini benar-benar menjadi sebuah kejutan hebat untuknya. Rafa menutup matanya, bibirnya menyungging sebuah senyuman ketika ia ingat akan pertemuannya dengan Dewi hari ini. Wanita itu mempunyai hutang penjelasan mengenai anak laki-laki yang diberi nama Rafi.

"Apa sekarang kau sudah gila hanya karena mendapat tuduhan pencurian, bro?" tanya Liam ketika melihat saudara angkatnya itu tersenyum dengan mata yang tertutup rapat.

Rafa membuka matanya, menatap langit-langit ruang kerja yang sementara ini milik Liam. "Memang benar aku sudah gila, pertemuanku dengan Dewi tadi pagi benar-benar hal yang tak terduga, Liam."

Hah? Dewi? "Tunggu, Dewi? Siapa itu Dewi?" tanya Liam sama sekali tak mengerti.

"Apa kau bahkan sudah lupa siapa itu Dewi? Bukankah kau dulu juga menyukainya? Lalu patah hati karena ia lebih memilih diriku di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mendadak Miskin   Pemecatan Bari

    Sebenarnya perkataan Dika tadi siang bisa dikatakan benar. Malam ini Rafa sudah mengecek seluruh cctv perusahaan bersama Liam di ruang kerjanya. Namun memang, dia harus berusaha lebih keras karena cctv yang berada di sekitar ruang pribadi cleaning service sengaja dimatikan oleh seseorang ketika peristiwa pencurian itu terjadi.Tapi tak masalah bagi Rafa dan Liam, mereka bisa menemukan bukti lain lewat cctv tersembunyi yang dulu Rafa perintahkan seseorang untuk memasang di titik tertentu. Meskipun beberapa saksi telah disuap oleh si pelaku, tentu hal itu pun tak menyulitkan Rafa dan Liam untuk membuka kembali mulut para saksi."Bagaimana? Udah tahu kan, siapa pelakunya?" Sejauh ini Liam sudah mengetahui siapa sang pelaku, meskipun tidak mempunyai bukti yang akurat. Seharusnya Rafa mengamuk, mengeluarkan amarah tak terkendali karena baru kali ini ia memiliki seorang pengkhianat dalam hidupnya. Tapi kali ini ia ingin bersikap lebih tenang dan lebih bisa meng

  • Mendadak Miskin   Mimpi Buruk

    "Rafa, apa kau cinta denganku?" Nada suara yang manja sekaligus merdu itu selalu mampu menggelitik hati Rafa."Tentu, Dewi. Tunggulah sebentar lagi dan aku akan melamarmu dengan membawa sejuta bunga anyelir kesukaanmu."Dewi tersenyum mempesona. Bagi Rafa, senyum Dewi adalah kebahagiaan untuknya. Sudah sepenuhnya Rafa menyerahkan hati yang utuh hanya untuk Dewi.Namun sedetik kemudian pemandangan itu berubah menjadi wajah Dewi yang penuh dengan deraian air mata."Tinggalkan aku, Rafa! Aku mohon!" jerit Dewi. Belum pernah sebelumnya Rafa melihat wajah kekasih hatinya itu terlihat sedih dan putus asa."Ta-tapi, kenapa Dewi? Apa aku melakukan sebuah kesalahan?""Cukup, Rafa! Jangan pernah datang lagi ke kehidupanku! Aku mohon.." Suaranya perlahan melirih, seiring dengan sosoknya yang pergi menjauh."Tidak Dewi, jangan pergi!"Sekeras apapun Rafa berteriak, Dewi tetap berjalan memunggungi Rafa tanpa membalikkan badannya. Lalu terdengar suara alarm dari ponselnya yang terus berdering.Raf

  • Mendadak Miskin   Suami Dewi

    Rafa meraup wajahnya dengan kasar. Ingin rasanya ia menyerang balik pukulan mentah yang dilayangkan oleh Xavier namun sekuat tenaga ia menahannya. Bukan karena ia takut kepada pria itu, tapi lebih kepada mengontrol diri agar akting yang sedang dilakoninya dapat berakhir dengan sempurna."Hanya sebulan, Rafa. Bertahanlah!" gumamnya menyemangati diri sendiri."Mas Rafa! Apa kau tadi habis bertengkar dengan pak Xavier?" Dika datang dari arah belakang, ia nampak rapi seperti biasa dengan setelan seragamnya. Rupanya berita itu menyebar dengan cepat, membuat Rafa tersenyum geli. "Iya, hanya masalah kecil." "Masalah kecil sampai membuat lebam biru dagumu?" Rafa menyentuh dagu sebelah kirinya yang terkena pukulan. Memang terasa sedikit nyeri tapi itu bukan apa-apa untuknya. "Hanya luka sedikit, pria jantan sepertiku harus mampu menahan luka remeh seperti ini." "Sebenarnya, ada masalah apa sih pak Xavier denganmu? Bukankah kau sudah jatuh miskin? Kenapa seolah-olah itu tak cukup baginya da

  • Mendadak Miskin   Undangan

    Mengenang masa lalu tidak akan ada habisnya bagi Rafa. Tanpa disadarinya, ternyata tadi malam dirinya tertidur di atas meja dengan lengan sebagai bantalnya. Bahkan alunan musik yang menyala dari ponsel masih terdengar.Rafa meregangkan tubuhnya dan menatap jam di layar ponsel. "Baru jam 4 ternyata," gumamnya.Dalam kesehariannya, Rafa memang selalu terbiasa bangun pagi untuk olahraga dan persiapan sebelum berangkat ke kantor. Berbeda dengan Pevita yang selalu pulang larut malam dan akhirnya bangun kesiangan.Ah, Rafa jadi teringat kembali tentang Pevita. Wanita glamor yang menceraikannya karena ia jatuh miskin. Pevita begitu cepat menggeser posisi Rafa dengan si Xavier yang angkuh. Tentu Rafa menjadi mudah untuk sekedar melupakan si wanita pengkhianat, Pevita.Melupakan Pevita ternyata begitu mudah, tak seperti saat ia berusaha untuk melupakan Dewi.Setelah Rafa sudah selesai meregangkan otot dengan sedikit gerakan kecil, Rafa segera bangkit dan menuju ke kamar mandi.Air dingin yang

  • Mendadak Miskin   Dasar Sultan!

    Baru kali ini Rafa merasa semangat untuk hadir diacara sebuah pertemuan-meskipun itu hanyalah rapat warga- karena dia akan bertemu dengan Dewi.Seharian bekerja tak membuatnya begitu lelah karena tidak ada gangguan besar yang datang. Hanya gangguan dan masalah kecil yang bisa Rafa selesaikan dengan damai.Rafa menatap dirinya di pantulan cermin panjang. kemeja putih dengan blazer biru langit serta warna celana panjang slim fit yang warnanya senada dengan blazer. Setelan yang menurutnya sudah pas seperti yang disarankan oleh Liam. Tadi siang dia sudah memberitahu Liam persoalan rapat warga dan menanyakan outfit apa yang pantas untuk menghadiri acara tersebut. Tentu hal itu mengundang gelak tawa dari Liam. "Apa kau tahu rapat warga itu seperti apa?" tanya Liam saat mereka berbincang tadi siang.Rafa hanya menggeleng karena memang ia baru sekali mendengar ada acara tersebut di kompleks. Di area perumahan mewah miliknya tak pernah dilaksanakan acara apapun yang menyangkut warga. Tetangg

  • Mendadak Miskin   Melupakan

    Kecanggungan sangat terasa diantara Dewi dan Rafa yang kini tengah berada di halaman belakang rumah Dewi. Berpisah terlalu lama membuat keduanya bingung untuk sekedar mengutarakan isi pikiran masing-masing. Padahal, dulunya mereka adalah sepasang kekasih yang saling menyayangi dan mengasihi. Rafa sempat tertegun melihat banyaknya bunga anyelir yang menjadi penghias belakang rumah. Mengingatkannya akan masa lalu yang menyenangkan sebelum Dewi pergi meninggalkannya. "Apa-""Sebenarnya-"Keduanya bersuara diwaktu yang sama, semakin menambah kecanggungan diantara mereka. Rafa menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. "Kau saja yang duluan bicara.""Sebenarnya apa tujuanmu tiba-tiba datang di acara seperti ini?" Dewi merasa was-was akan maksud kedatangan Rafa yang secara tiba-tiba datang dan mengikuti acara warga. Dewi hapal tentang Rafa secara keseluruhan, baik sifat ataupun watak dalam diri Rafa. Bukan satu atau dua jam Dewi mengenal Rafa, melainkan bertahun-tahun lamanya ia kenal d

  • Mendadak Miskin   Ganteng Tapi Miskin

    "Siapa yang kau maksud?" tanya Liam menaikkan satu alisnya.Rafa hanya diam, enggan mengucapkan sebuah nama yang telah membuatnya patah hati. "A..!" Liam menepuk tangannya satu kali saat ia sudah mendapat jawaban nama yang dimaksud oleh Rafa. "Apa yang kau maksud itu Dewi?"Melihat reaksi Rafa yang hanya diam, sudah pasti jika jawaban Liam benar. Liam menghela napasnya, lalu mendekati Rafa. "Lupakanlah dia." Hanya itu kata-kata penghibur dari Liam untuk sahabatnya. Seharusnya Rafa bisa membuatnya sederhana, jika Dewi sudah tak ingin bersama Rafa, maka seharusnya Rafa tak perlu menangisi semua itu. "Wanita akan terus lari jika pria semakin giat mengejar. Satu-satunya cara hanyalah melepaskan dan dia akan kembali padamu dengan sendirinya.""Aku sudah melakukan itu dulu, tapi nyatanya dia tak juga kembali."perasaannya pada Dewi sudah terlalu dalam hingga membuatnya susah untuk menghapus segala kenangan yang sudah dibuat bersamanya. Apalagi Dewi pergi meninggalkannya tanpa alasan yang j

  • Mendadak Miskin   Helai Rambut

    Rafi menatap Lina dengan tatapan heran. Sama sekali tak mengerti dengan maksud ucapan dari budhenya itu. "Memangnya kenapa budhe? Kayaknya om tadi baik deh."Lina mencebikkan mulutnya, matanya masih melirik ke arah jalan yang dilalui Rafa tadi. "Memangnya kamu anak kecil tahu apa? Kita ini gak boleh sembarangan akrab dengan orang yang belum kita kenal, Rafi!" Pandangannya beralih pada Rafi. "Apalagi kamu ini anak kecil, bisa-bisa diculik kamu sama dia! Mau kamu, diculik sama om-om tadi?"Rafi menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Gak mau budhe, Rafi takut!""Makanya, nurut aja apa kata budhe, Ya?"Rafi hanya menganggukkan kepala dan menggenggam erat jari Lina yang menariknya pergi dari tempatnya berdiri.***"Aku ingin kau mengetes rambut ini untukku."Rafa datang tiba-tiba, menatap serius ke arah Liam yang tengah sibuk menatap layar laptop. Kening Liam mengernyit saat menatap plastik berisi dua helai rambut yang disodorkan oleh Rafa tepat di sebelah laptopnya. "Ini milik siapa?""Pu

Bab terbaru

  • Mendadak Miskin   Pingsan

    Tubuh Rafa melemas saat dirinya mencoba bangun setelah ketiduran di sofa tadi siang. Rafa mengusap wajahnya lalu mengambil ponsel. Diusapnya layar ponsel yang menunjukkan pukul setengah empat sore. "Sudah lebih dari tiga jam ternyata aku ketiduran," gumamnya lirih. Banyak pesan yang masuk di ponselnya tak membuat Rafa ingin segera membuka. Dia memilih memijit pelipis kepalanya yang berdenyut-denyut dengan pelan. Memang hal yang tak biasa bagi Rafa untuk tidur siang, terlebih dia tidur selama kurang lebih tiga jam. Setelah itu ketukan pintu disertai suara salam kembali terdengar. "Assalamu'alaikum."Rafa menajamkan pendengarannya, merasa pernah mendengar suara tamu tersebut di suatu tempat. "Wa'alaikumsalam," serunya seraya mencoba bangkit berdiri.Dengan langkah sedikit terhuyung, Rafa berjalan dengan pelan karena penglihatannya juga terasa berkunang-kunang. Rafa menyipitkan mata karena efek sakit kepala yang dirasakannya."Siapa ya-" Suara Rafa terhenti saat ia membuka pintu dan m

  • Mendadak Miskin   Tawaran

    "Apa sekarang kau juga berani mempertanyakan keputusanku sekarang, Xavier?" Liam tak kalah berani dihadapan Xavier. Liam sungguh merasa tersinggung dengan ucapan Xavier, seolah Xavier benar-benar sedang merendahkan dirinya.Sial! Xavier memaki dirinya dalam hati. Rupanya Liam bukanlah pria yang mudah untuk dihasut. Liam lebih sulit dari Rafa yang mudah dibohongi. "Tidak, Pak."Liam menghela napasnya berat, dia mendudukkan pantat di atas kursi dan menatap seksama wajah Xavier dan Rafa. Sesaat Liam melihat gelagat Rafa yang menganggukkan kepalanya. "Baiklah, Xavier. Aku tidak akan memperpanjang masalah ini selama kau mau untuk diajak bekerja sama."Kening Xavier mengerut dalam, merasa aneh dengan Liam. "Kerja sama?""Ya. Kau tahu Berlian Company bukan?" Mata Xavier berbinar mendengar kata Berlian Company. Berlian Company merupakan perusahaan yang sudah menduduki peringkat pertama di dalam negeri sebagai perusahaan terbesar. Terlebih Aliee-sang istri memiliki hubungan pertemanan dengan

  • Mendadak Miskin   Ketahuan Liam

    "Hentikan!"Seruan dari arah eskalator seketika membuat gerakan Xavier terhenti di udara. Semua orang ikut menatap ke arah seruan tersebut dengan tercengang, mengubah ekspresi wajah mereka menjadi tegang.Kedatangan sang bos pengganti membuat suasana menjadi dingin dan mencekam. Hawa amarah menyelimutinya saat ia berjalan mendekat. "Apa yang sedang kau lakukan, hah?" teriaknya murka. Tatapan Liam begitu tajam, seolah ingin mencabik-cabik wajah Xavier secara sadis."P-pak Liam." Bergetar bibir Xavier saat bersuara. Ia tak menyangka, Liam dapat menampilkan wajah murka yang begitu menyeramkan. Ingin rasanya Xavier kabur dan berlari menjauh dari hadapannya.Jika semua orang sedang bergidik ngeri melihat kemurkaan yang ditampilkan di wajah Liam, berbeda dengan Pevita yang memang sejatinya angkuh, menganggap Liam sebelah mata hanya karena Liam dulunya adalah sahabat Rafa. Tak sedikitpun kepala Pevita menunduk rendah untuk menunjukkan rasa hormatnya."Aku tanya apa yang kau lakukan pada Rafa

  • Mendadak Miskin   Helai Rambut

    Rafi menatap Lina dengan tatapan heran. Sama sekali tak mengerti dengan maksud ucapan dari budhenya itu. "Memangnya kenapa budhe? Kayaknya om tadi baik deh."Lina mencebikkan mulutnya, matanya masih melirik ke arah jalan yang dilalui Rafa tadi. "Memangnya kamu anak kecil tahu apa? Kita ini gak boleh sembarangan akrab dengan orang yang belum kita kenal, Rafi!" Pandangannya beralih pada Rafi. "Apalagi kamu ini anak kecil, bisa-bisa diculik kamu sama dia! Mau kamu, diculik sama om-om tadi?"Rafi menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Gak mau budhe, Rafi takut!""Makanya, nurut aja apa kata budhe, Ya?"Rafi hanya menganggukkan kepala dan menggenggam erat jari Lina yang menariknya pergi dari tempatnya berdiri.***"Aku ingin kau mengetes rambut ini untukku."Rafa datang tiba-tiba, menatap serius ke arah Liam yang tengah sibuk menatap layar laptop. Kening Liam mengernyit saat menatap plastik berisi dua helai rambut yang disodorkan oleh Rafa tepat di sebelah laptopnya. "Ini milik siapa?""Pu

  • Mendadak Miskin   Ganteng Tapi Miskin

    "Siapa yang kau maksud?" tanya Liam menaikkan satu alisnya.Rafa hanya diam, enggan mengucapkan sebuah nama yang telah membuatnya patah hati. "A..!" Liam menepuk tangannya satu kali saat ia sudah mendapat jawaban nama yang dimaksud oleh Rafa. "Apa yang kau maksud itu Dewi?"Melihat reaksi Rafa yang hanya diam, sudah pasti jika jawaban Liam benar. Liam menghela napasnya, lalu mendekati Rafa. "Lupakanlah dia." Hanya itu kata-kata penghibur dari Liam untuk sahabatnya. Seharusnya Rafa bisa membuatnya sederhana, jika Dewi sudah tak ingin bersama Rafa, maka seharusnya Rafa tak perlu menangisi semua itu. "Wanita akan terus lari jika pria semakin giat mengejar. Satu-satunya cara hanyalah melepaskan dan dia akan kembali padamu dengan sendirinya.""Aku sudah melakukan itu dulu, tapi nyatanya dia tak juga kembali."perasaannya pada Dewi sudah terlalu dalam hingga membuatnya susah untuk menghapus segala kenangan yang sudah dibuat bersamanya. Apalagi Dewi pergi meninggalkannya tanpa alasan yang j

  • Mendadak Miskin   Melupakan

    Kecanggungan sangat terasa diantara Dewi dan Rafa yang kini tengah berada di halaman belakang rumah Dewi. Berpisah terlalu lama membuat keduanya bingung untuk sekedar mengutarakan isi pikiran masing-masing. Padahal, dulunya mereka adalah sepasang kekasih yang saling menyayangi dan mengasihi. Rafa sempat tertegun melihat banyaknya bunga anyelir yang menjadi penghias belakang rumah. Mengingatkannya akan masa lalu yang menyenangkan sebelum Dewi pergi meninggalkannya. "Apa-""Sebenarnya-"Keduanya bersuara diwaktu yang sama, semakin menambah kecanggungan diantara mereka. Rafa menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. "Kau saja yang duluan bicara.""Sebenarnya apa tujuanmu tiba-tiba datang di acara seperti ini?" Dewi merasa was-was akan maksud kedatangan Rafa yang secara tiba-tiba datang dan mengikuti acara warga. Dewi hapal tentang Rafa secara keseluruhan, baik sifat ataupun watak dalam diri Rafa. Bukan satu atau dua jam Dewi mengenal Rafa, melainkan bertahun-tahun lamanya ia kenal d

  • Mendadak Miskin   Dasar Sultan!

    Baru kali ini Rafa merasa semangat untuk hadir diacara sebuah pertemuan-meskipun itu hanyalah rapat warga- karena dia akan bertemu dengan Dewi.Seharian bekerja tak membuatnya begitu lelah karena tidak ada gangguan besar yang datang. Hanya gangguan dan masalah kecil yang bisa Rafa selesaikan dengan damai.Rafa menatap dirinya di pantulan cermin panjang. kemeja putih dengan blazer biru langit serta warna celana panjang slim fit yang warnanya senada dengan blazer. Setelan yang menurutnya sudah pas seperti yang disarankan oleh Liam. Tadi siang dia sudah memberitahu Liam persoalan rapat warga dan menanyakan outfit apa yang pantas untuk menghadiri acara tersebut. Tentu hal itu mengundang gelak tawa dari Liam. "Apa kau tahu rapat warga itu seperti apa?" tanya Liam saat mereka berbincang tadi siang.Rafa hanya menggeleng karena memang ia baru sekali mendengar ada acara tersebut di kompleks. Di area perumahan mewah miliknya tak pernah dilaksanakan acara apapun yang menyangkut warga. Tetangg

  • Mendadak Miskin   Undangan

    Mengenang masa lalu tidak akan ada habisnya bagi Rafa. Tanpa disadarinya, ternyata tadi malam dirinya tertidur di atas meja dengan lengan sebagai bantalnya. Bahkan alunan musik yang menyala dari ponsel masih terdengar.Rafa meregangkan tubuhnya dan menatap jam di layar ponsel. "Baru jam 4 ternyata," gumamnya.Dalam kesehariannya, Rafa memang selalu terbiasa bangun pagi untuk olahraga dan persiapan sebelum berangkat ke kantor. Berbeda dengan Pevita yang selalu pulang larut malam dan akhirnya bangun kesiangan.Ah, Rafa jadi teringat kembali tentang Pevita. Wanita glamor yang menceraikannya karena ia jatuh miskin. Pevita begitu cepat menggeser posisi Rafa dengan si Xavier yang angkuh. Tentu Rafa menjadi mudah untuk sekedar melupakan si wanita pengkhianat, Pevita.Melupakan Pevita ternyata begitu mudah, tak seperti saat ia berusaha untuk melupakan Dewi.Setelah Rafa sudah selesai meregangkan otot dengan sedikit gerakan kecil, Rafa segera bangkit dan menuju ke kamar mandi.Air dingin yang

  • Mendadak Miskin   Suami Dewi

    Rafa meraup wajahnya dengan kasar. Ingin rasanya ia menyerang balik pukulan mentah yang dilayangkan oleh Xavier namun sekuat tenaga ia menahannya. Bukan karena ia takut kepada pria itu, tapi lebih kepada mengontrol diri agar akting yang sedang dilakoninya dapat berakhir dengan sempurna."Hanya sebulan, Rafa. Bertahanlah!" gumamnya menyemangati diri sendiri."Mas Rafa! Apa kau tadi habis bertengkar dengan pak Xavier?" Dika datang dari arah belakang, ia nampak rapi seperti biasa dengan setelan seragamnya. Rupanya berita itu menyebar dengan cepat, membuat Rafa tersenyum geli. "Iya, hanya masalah kecil." "Masalah kecil sampai membuat lebam biru dagumu?" Rafa menyentuh dagu sebelah kirinya yang terkena pukulan. Memang terasa sedikit nyeri tapi itu bukan apa-apa untuknya. "Hanya luka sedikit, pria jantan sepertiku harus mampu menahan luka remeh seperti ini." "Sebenarnya, ada masalah apa sih pak Xavier denganmu? Bukankah kau sudah jatuh miskin? Kenapa seolah-olah itu tak cukup baginya da

DMCA.com Protection Status