Seperti biasa, Rara menaruh guling di tengah-tengah kasur sebagai pembatas antara dirinya dan Samuel tidur. Saat dia merebahkan badan, tak sengaja tatapan matanya berhenti pada wajah Samuel yang berjarak beberapa centi darinya. Pemuda itu sudah memejamkan mata. Rara memperhatikan sejenak wajah tampan yang terlihat begitu damai itu. Gadis itu berpikir sejenak mengenai nasib Samuel yang tidak beruntung dalam hal asamara. Sebenarnya perempuan bernama Bianca itu bodoh atau apa. Apa kurangnya Samuel. Tampan, gitaris hebat dan kaya. Ya, meskipun dia menyebalkan. Jika dirinya menjadi Bianca ...."Ngapain liat-liat?" "Hah?!" Rara tersentak. Samuel tiba-tiba membuka mata. Jadi dia cuma pura-pura tidur. Aduh, dirinya tertangkap basah memperhatikan Samuel. "Naksir?" "Dih, enggak ya, Kak. Aku cuma lagi kasihan aja sama kamu!" sungut Rara sambil beringsut memunggungi Samuel. "Kasihan kenapa?" desak Samuel. "Ya kasihan aja nggak bisa move on," sahut Rara asal. Samuel tergelak. "Lebih kasihan
Rara iseng melamar pekerjaan melalui internet, menjadi guru musik di sebuah sekolah dasar international. Dia merasa banyak waktu luang sekarang karena jadwal latihan dengan Stonedhell hanya sabtu dan minggu.Tanpa diduga, keesokan harinya dia mendapatkan email kalau dirinya diterima di sekolah itu dan diharapkan kehadirannya sesegera mungkin untuk wawancara. Hari ini dipilih Rara untuk datang ke calon tempat kerjanya. Pagi-pagi dirinya sudah sibuk mencari pakaian yang sekiranya cocok untuk dipakai wawancara.Saat akan berganti baju, dia memeriksa Samuel di atas kasur yang sepertinya masih terlelap. Sudah pasti Samuel bangunnya siang."Mau ke mana?""Aaargh!" teriak Rara terkejut bukan main. Dia belum sempat memakai kemeja dan hanya mengenakan rok serta atasnya masih dalam balutan bra. "Kak Sam kok udah bangun?!" ujarnya gusar sambil menutupi bagian dadanya dengan kemeja."Apa, sih, Ra. Heboh banget. Udah lihat juga aku tadi kamu pake celana dalam sama bra doang."Rara menutup mulutnya
Lagu Frederic Chopin Nocturne In D Sharp Minor mengalun di studio pribadi milik Samuel. Yang memainkannya tentu saja Rara yang hari itu sedang bosan. Main piano adalah jalan satu-satunya untuk membuat moodnya kembali membara.Rara baru berhenti menekan tuts tuts hitam putih saat pintu studio diketuk seseorang."Mbak Rara, ada yang nyari." Bu Via melongok dari balik pintu."Siapa, Bu?" tanya Rara."Orangnya masih di pos satpam. Dia bilang dia ayahnya Mbak Rara. Namanya ... mmm ... Pak Arkan.""Hah!" Rara terkejut bukan main. "Orangnya kaya apa, Bu?" tanyanya penasaran."Saya nggak tahu, Mbak. Mau ngecek aja ke pos satpam apa gimana? Soalnya masih ditahan sama Pak Guntur. Takutnya orang iseng atau malah berniat nggak baik."Rara mengangguk-angguk. Dia penasaran juga apa memang ayahnya yang datang mencari dirinya. Arkan memang nama ayahnya. Tapi, kenapa tiba-tiba dia mencari Rara. Dari mana dia tahu tempat tinggalnya sekarang."Itu, Mbak ... kayaknya orangnya masih di pos satpam," tunjuk
"Sam, ada yang nyari." Riana; pengurus studio sekaligus yang mengurus akomodasi Stonedhell saat tour atau manggung, melongok dari balik pintu ruang studio musik di mana Samuel dan yang lainnya sedang berkutat dengan alat-alat musik mereka."Siapa?" tanya Samuel seraya menghentikan petikan gitarnya. "Liat aja sendiri, deh." Samuel mendecak sebal. Kalau ternyata yang mencarinya fans atau wartawan, dia bersumpah akan memotong gaji Riana. Namun, saat dia masuk ke ruang tamu, dia tertegun. Sosok ramping yang dibalut pakaian elegan itu berdiri di sisi meja kabinet membelakanginya. Dia sedang menatap poster personel Stonedhell yang terpajang di dinding. "Bi?" panggil Samuel dengan tenggorokan tercekat. Bianca memutar badan dan tersenyum. "Hai, Sam ... apa kabar?" sapanya. "Baik. Kamu ... ada perlu apa ke sini?" tanya Samuel. Matanya masih menatap sosok Bianca yang masih cantik seperti biasanya. Meskipun sepasang mata indah itu tampak sedikit sembab, atau kurang tidur mungkin. Samuel mak
"Ngapain sih ngeliatin aku kaya gitu, Kak?" tanya Rara sambil mengerutkan kening. Aneh sekali Samuel memandanginya seperti itu sambil senyum-senyum sendiri."Penampilan kamu hari ini beda," sahut Samuel. Tadi pagi saat dia bangun, Rara sudah berangkat ke sekolah jadi dia tidak sempat melihat penampilan Rara.Rara mendesis seraya membuka pintu mobil dan menghambur keluar. Suara gelak tawa Samuel terdengar di belakangnya."Tapi rok kamu ketinggian nggak, sih?" ujar Samuel yang kini sudah berada di sampingnya. Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah."Masa?" Rara memeriksa rok sepannya yang setinggi lutut. "Nggak, ah. Standar ini.""Yaa, untuk ukuran guru SD, agak terlalu seksi, sih. Tapi bagus kok, aku suka." Setelah mengatakan itu, Samuel berjalan mendahului Rara menuju ke taman belakang rumah.Dada Rara tiba-tiba berdebar mendengar ucapan Samuel. Apa maksudnya dia bilang suka. Ah, mungkin bukan apa-apa. Rara mengibaskan tangan menganggap ucapan Samuel hanya angin lalu.Saat itu Rara me
Di studio Stonehell, Rara sibuk memasang peralatan keyboardnya. Di sampingnya ada Ana dan Lily; para pemain biola, juga sibuk dengan biola mereka. Samuel belum kelihatan batang hidungnya. Tadi Rara berangkat sendiri karena Samuel sudah pergi dari rumah sejak pagi."Sini aku bantuin." Suara Nathan terdengar di samping Rara. Pemuda itu meraih kabel yang sedang dipegang oleh Rara yang tampak kesulitan memasukannya ke dalam lubang output."Makasih, Kak," ucapnya setelah Nathan selesai."Coba suaranya, Ra," pinta Nathan.Rara segera mengetes suara keyboardnya. "Aman, Kak."Nathan tersenyum. Manis sekali di mata Rara. Keduanya saling tatap untuk beberapa saat hingga terputus saat pintu studio dibuka seseorang. Samuel muncul dan langsung menatap ke arah Rara dan Nathan."Sorry, telat," ucap Samuel seraya melirik Rara sekilas, kemudian berjalan menuju gitarnya di stand.Entah kenapa Rara merasa Samuel hari itu terlihat muram. Rara menduga pasti ada hubungannya dengan Bianca. Samuel pergi seja
Konser besar Stonedhell akan diadakan dua hari lagi. Rara merasa sedikit berdebar-debar mengingat konser itu akan menjadi pertama kalinya dia tampil di depan ribuan atau bahkan jutaan orang meskipun dirinya hanya pemain additional.Lagu-lagu hits Stonedhell sudah berhasil dia kuasai. Namun, bisa saja nanti di atas panggung dia akan terserang demam panggung sehingga otaknya tiba-tiba blank. Bisa-bisa dia dipecat oleh Samuel.Seharian ini dia berlatih tanpa henti kecuali saat makan siang. Itu pun karena Bu Via yang memaksanya. Sementara Samuel tidak kelihatan batang hidungnya di rumah. Mungkin dia di studio atau di tempat yang tidak diketahui Rara.Menjelang malam, Rara memutuskan untuk keluar dari studio pribadi Samuel dan menemui Bu Via di dapur."Bu, mau masak makan malam?" tanya Rara. Wanita paruh baya itu sedang sibuk mencuci sayuran."Iya, Mbak. Mas Samuel tadi telepon, katanya mau makan di rumah.""Ohh, Bu Via mau masak apa?" Rara melongok dari balik punggung wanita itu."Mas Sam
Rara tidak tahu sebelumnya kalau ada acara after party setelah konser selesai. Semua crew Stonedhell berada di bar rooftop sebuah hotel berbintang. Rara pun terpaksa ikut ke tempat itu meskipun yang dia minum hanya lemon juice.Dia lihat Samuel masih berbicara dengan manager Stonedhell, Agustian, sedang Nathan dan yang lainnya duduk menikmati minuman mereka di meja bar.Rara memilih kursi di sudut ruangan sambil memperhatikan sekeliling. Tempat itu sepertinya sudah dibooking untuk Stonedhell dan crew."Minum apaan tuh, Ra?" tanya Lily yang kini duduk di samping Rara. Sementara Ana duduk di kursi seberang."Lemon juice," sahut Rara sambil meringis."Lemon juice doang? Nggak ada campuran apa-apa, gitu?" Ana mengerutkan kening."Enggak. Emang harus dicampur apa?" tanya Rara bingung."Vodka kek, apa kek."Rara menggeleng keras. "Nggak ah, nanti kepalaku pusing."Ana dan Lily seketika meloloskan tawa mendengar ucapan Rara yang polos. "Pantesan Kak Sam gemes banget sama kamu, ya ... kamunya
Samuel menoleh ke arah tempat di mana Rara dan Nathan tadi duduk, tapi keduanya sudah tidak ada di sana. Setelah mengedarkan pandangan ke seluruh bar, rupanya mereka ada di luar, mengobrol di dekat dinding pembatas balkon."Sorry, Bi ... aku harus pulang. Capek," pamit Samuel disambut senyuman tipis Bianca.Samuel meninggalkan Bianca dan melangkah ke arah Rara dan Nathan. "Ra, ayo pulang," ajaknya."Sekarang, Kak?" tanya Rara."Iya, sekarang." Samuel menatap ke arah Nathan yang tampak tak terlalu suka dengan kehadiran Samuel."Ya udah, deh. Padahal lagi asyik ngobrol sama Kak Nathan," ucap Rara sambil bibirnya manyun. Nathan hanya menggeleng pelan sambil tersenyum tipis."Aku capek," sahut Samuel seraya meminta Rara memberikan tangannya untuk digandeng. Rara menurut saja. Tampaknya Samuel sedang bad mood. Pasti karena bertemu dengan Bianca. Perempuan itu juga masih berada di tempatnya, tersenyum seraya melambai ke arah Samuel dan Rara saat melintasinya."Kenapa mukamu gitu, Kak? Ngomo
Rara tidak tahu sebelumnya kalau ada acara after party setelah konser selesai. Semua crew Stonedhell berada di bar rooftop sebuah hotel berbintang. Rara pun terpaksa ikut ke tempat itu meskipun yang dia minum hanya lemon juice.Dia lihat Samuel masih berbicara dengan manager Stonedhell, Agustian, sedang Nathan dan yang lainnya duduk menikmati minuman mereka di meja bar.Rara memilih kursi di sudut ruangan sambil memperhatikan sekeliling. Tempat itu sepertinya sudah dibooking untuk Stonedhell dan crew."Minum apaan tuh, Ra?" tanya Lily yang kini duduk di samping Rara. Sementara Ana duduk di kursi seberang."Lemon juice," sahut Rara sambil meringis."Lemon juice doang? Nggak ada campuran apa-apa, gitu?" Ana mengerutkan kening."Enggak. Emang harus dicampur apa?" tanya Rara bingung."Vodka kek, apa kek."Rara menggeleng keras. "Nggak ah, nanti kepalaku pusing."Ana dan Lily seketika meloloskan tawa mendengar ucapan Rara yang polos. "Pantesan Kak Sam gemes banget sama kamu, ya ... kamunya
Konser besar Stonedhell akan diadakan dua hari lagi. Rara merasa sedikit berdebar-debar mengingat konser itu akan menjadi pertama kalinya dia tampil di depan ribuan atau bahkan jutaan orang meskipun dirinya hanya pemain additional.Lagu-lagu hits Stonedhell sudah berhasil dia kuasai. Namun, bisa saja nanti di atas panggung dia akan terserang demam panggung sehingga otaknya tiba-tiba blank. Bisa-bisa dia dipecat oleh Samuel.Seharian ini dia berlatih tanpa henti kecuali saat makan siang. Itu pun karena Bu Via yang memaksanya. Sementara Samuel tidak kelihatan batang hidungnya di rumah. Mungkin dia di studio atau di tempat yang tidak diketahui Rara.Menjelang malam, Rara memutuskan untuk keluar dari studio pribadi Samuel dan menemui Bu Via di dapur."Bu, mau masak makan malam?" tanya Rara. Wanita paruh baya itu sedang sibuk mencuci sayuran."Iya, Mbak. Mas Samuel tadi telepon, katanya mau makan di rumah.""Ohh, Bu Via mau masak apa?" Rara melongok dari balik punggung wanita itu."Mas Sam
Di studio Stonehell, Rara sibuk memasang peralatan keyboardnya. Di sampingnya ada Ana dan Lily; para pemain biola, juga sibuk dengan biola mereka. Samuel belum kelihatan batang hidungnya. Tadi Rara berangkat sendiri karena Samuel sudah pergi dari rumah sejak pagi."Sini aku bantuin." Suara Nathan terdengar di samping Rara. Pemuda itu meraih kabel yang sedang dipegang oleh Rara yang tampak kesulitan memasukannya ke dalam lubang output."Makasih, Kak," ucapnya setelah Nathan selesai."Coba suaranya, Ra," pinta Nathan.Rara segera mengetes suara keyboardnya. "Aman, Kak."Nathan tersenyum. Manis sekali di mata Rara. Keduanya saling tatap untuk beberapa saat hingga terputus saat pintu studio dibuka seseorang. Samuel muncul dan langsung menatap ke arah Rara dan Nathan."Sorry, telat," ucap Samuel seraya melirik Rara sekilas, kemudian berjalan menuju gitarnya di stand.Entah kenapa Rara merasa Samuel hari itu terlihat muram. Rara menduga pasti ada hubungannya dengan Bianca. Samuel pergi seja
"Ngapain sih ngeliatin aku kaya gitu, Kak?" tanya Rara sambil mengerutkan kening. Aneh sekali Samuel memandanginya seperti itu sambil senyum-senyum sendiri."Penampilan kamu hari ini beda," sahut Samuel. Tadi pagi saat dia bangun, Rara sudah berangkat ke sekolah jadi dia tidak sempat melihat penampilan Rara.Rara mendesis seraya membuka pintu mobil dan menghambur keluar. Suara gelak tawa Samuel terdengar di belakangnya."Tapi rok kamu ketinggian nggak, sih?" ujar Samuel yang kini sudah berada di sampingnya. Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah."Masa?" Rara memeriksa rok sepannya yang setinggi lutut. "Nggak, ah. Standar ini.""Yaa, untuk ukuran guru SD, agak terlalu seksi, sih. Tapi bagus kok, aku suka." Setelah mengatakan itu, Samuel berjalan mendahului Rara menuju ke taman belakang rumah.Dada Rara tiba-tiba berdebar mendengar ucapan Samuel. Apa maksudnya dia bilang suka. Ah, mungkin bukan apa-apa. Rara mengibaskan tangan menganggap ucapan Samuel hanya angin lalu.Saat itu Rara me
"Sam, ada yang nyari." Riana; pengurus studio sekaligus yang mengurus akomodasi Stonedhell saat tour atau manggung, melongok dari balik pintu ruang studio musik di mana Samuel dan yang lainnya sedang berkutat dengan alat-alat musik mereka."Siapa?" tanya Samuel seraya menghentikan petikan gitarnya. "Liat aja sendiri, deh." Samuel mendecak sebal. Kalau ternyata yang mencarinya fans atau wartawan, dia bersumpah akan memotong gaji Riana. Namun, saat dia masuk ke ruang tamu, dia tertegun. Sosok ramping yang dibalut pakaian elegan itu berdiri di sisi meja kabinet membelakanginya. Dia sedang menatap poster personel Stonedhell yang terpajang di dinding. "Bi?" panggil Samuel dengan tenggorokan tercekat. Bianca memutar badan dan tersenyum. "Hai, Sam ... apa kabar?" sapanya. "Baik. Kamu ... ada perlu apa ke sini?" tanya Samuel. Matanya masih menatap sosok Bianca yang masih cantik seperti biasanya. Meskipun sepasang mata indah itu tampak sedikit sembab, atau kurang tidur mungkin. Samuel mak
Lagu Frederic Chopin Nocturne In D Sharp Minor mengalun di studio pribadi milik Samuel. Yang memainkannya tentu saja Rara yang hari itu sedang bosan. Main piano adalah jalan satu-satunya untuk membuat moodnya kembali membara.Rara baru berhenti menekan tuts tuts hitam putih saat pintu studio diketuk seseorang."Mbak Rara, ada yang nyari." Bu Via melongok dari balik pintu."Siapa, Bu?" tanya Rara."Orangnya masih di pos satpam. Dia bilang dia ayahnya Mbak Rara. Namanya ... mmm ... Pak Arkan.""Hah!" Rara terkejut bukan main. "Orangnya kaya apa, Bu?" tanyanya penasaran."Saya nggak tahu, Mbak. Mau ngecek aja ke pos satpam apa gimana? Soalnya masih ditahan sama Pak Guntur. Takutnya orang iseng atau malah berniat nggak baik."Rara mengangguk-angguk. Dia penasaran juga apa memang ayahnya yang datang mencari dirinya. Arkan memang nama ayahnya. Tapi, kenapa tiba-tiba dia mencari Rara. Dari mana dia tahu tempat tinggalnya sekarang."Itu, Mbak ... kayaknya orangnya masih di pos satpam," tunjuk
Rara iseng melamar pekerjaan melalui internet, menjadi guru musik di sebuah sekolah dasar international. Dia merasa banyak waktu luang sekarang karena jadwal latihan dengan Stonedhell hanya sabtu dan minggu.Tanpa diduga, keesokan harinya dia mendapatkan email kalau dirinya diterima di sekolah itu dan diharapkan kehadirannya sesegera mungkin untuk wawancara. Hari ini dipilih Rara untuk datang ke calon tempat kerjanya. Pagi-pagi dirinya sudah sibuk mencari pakaian yang sekiranya cocok untuk dipakai wawancara.Saat akan berganti baju, dia memeriksa Samuel di atas kasur yang sepertinya masih terlelap. Sudah pasti Samuel bangunnya siang."Mau ke mana?""Aaargh!" teriak Rara terkejut bukan main. Dia belum sempat memakai kemeja dan hanya mengenakan rok serta atasnya masih dalam balutan bra. "Kak Sam kok udah bangun?!" ujarnya gusar sambil menutupi bagian dadanya dengan kemeja."Apa, sih, Ra. Heboh banget. Udah lihat juga aku tadi kamu pake celana dalam sama bra doang."Rara menutup mulutnya
Seperti biasa, Rara menaruh guling di tengah-tengah kasur sebagai pembatas antara dirinya dan Samuel tidur. Saat dia merebahkan badan, tak sengaja tatapan matanya berhenti pada wajah Samuel yang berjarak beberapa centi darinya. Pemuda itu sudah memejamkan mata. Rara memperhatikan sejenak wajah tampan yang terlihat begitu damai itu. Gadis itu berpikir sejenak mengenai nasib Samuel yang tidak beruntung dalam hal asamara. Sebenarnya perempuan bernama Bianca itu bodoh atau apa. Apa kurangnya Samuel. Tampan, gitaris hebat dan kaya. Ya, meskipun dia menyebalkan. Jika dirinya menjadi Bianca ...."Ngapain liat-liat?" "Hah?!" Rara tersentak. Samuel tiba-tiba membuka mata. Jadi dia cuma pura-pura tidur. Aduh, dirinya tertangkap basah memperhatikan Samuel. "Naksir?" "Dih, enggak ya, Kak. Aku cuma lagi kasihan aja sama kamu!" sungut Rara sambil beringsut memunggungi Samuel. "Kasihan kenapa?" desak Samuel. "Ya kasihan aja nggak bisa move on," sahut Rara asal. Samuel tergelak. "Lebih kasihan