Apakah Arfan dan Renata akan unboxing?
🏵️🏵️🏵️ Jika ada yang bertanya bagaimana perasaanku saat ini, aku tidak tahu harus berkata apa. Sungguh, tatapan Mas Arfan membuatku salah tingkah. Entah kenapa pandangan itu sangat sendu dan seolah-olah menghilangkan akal sehatku. Apakah diriku menginginkan sesuatu harus terjadi? Tidak! Aku harus membuang jauh-jauh pikirin seperti itu. Aku masih harus fokus kuliah dan sedang menjalani bimbingan dengan dosen untuk menyusun skripsi. Aku belum siap mengandung anak Mas Arfan. Lagi pun, aku belum memiliki cinta untuknya. Aku harus menghentikan adegan ini, apalagi saat ini, Mas Arfan mulai mengusap-usap pipiku lalu berpindah ke bibir. Aku yakin kalau dirinya pasti ingin melanjutkan apa yang seharusnya terjadi tadi malam. Aku segera menepiskan tangannya, lalu menolaknya sekuat tenaga hingga ia terbaring di samping kiriku. Tidak menunggu lama, aku segera duduk, kemudian beranjak dari tempat tidur. “Maafin aku, Mas, karena belum mampu memenuhi keinginanmu,” ucapku. “Kenapa, Sayang?” tan
🏵️🏵️🏵️ Status sebagai istri Mas Arfan tetap aku ingat walaupun ia telah berbuat tidak mengenakkan. Saat ia membangunkan untuk salat Subuh, aku tetap menjadikannya imam. Aku akan berusaha memaklumi apa yang terjadi tadi setelah dirinya kembali meminta maaf. Aku berpikir sejenak, mungkin sangat keterlaluan jika aku harus tetap kesal terhadap Mas Arfan hanya karena kejadian itu. Aku tidak ingin membesar-besarkan masalah yang tidak perlu diperpanjang. Aku harus ingat nasihat Ayah dan Bunda. Setelah selesai menunaikan dua rakaat, aku mencium punggung tangan Mas Arfan. Ia pun mencium puncak kepalaku lebih lama dari biasanya. Entah kenapa aku tiba-tiba merasa bersalah karena sempat berpikir kalau tujuannya menikahiku hanya ingin mengusikku. Jika melihat usaha dan mendengar pengakuan Mas Arfan selama ini, aku tidak seharusnya meragukan cinta dan ketulusannya. Ia mengaku tidak pernah membuka hati untuk wanita lain setelah mengenalku. Aku tidak pernah menyangka kalau cinta seperti itu ter
🏵️🏵️🏵️ Sepertinya Mas Arfan lupa kalau kami sedang berada di rumah kakek dan neneknya. Terbukti saat ini, ia tampak santai langsung menutup pintu kamar, padahal tadi kakeknya melihat kami sambil tersenyum ketika hendak menuju ruang TV. Entah apa yang orang tua itu pikirkan sekarang tentang aku dan Mas Arfan. Sungguh, aku tidak mengerti jalan pikiran Mas Arfan. Tiada angin dan tiada hujan, ia tiba-tiba membuat diriku berpikir sesuatu yang sulit diungkapkan. Apa mungkin ia masih berharap agar aku segera bersikap layaknya seorang istri pada umumnya? Mas Arfan memintaku duduk di tempat tidur, sedangkan ia mengambil sesuatu dari koper. Ia menyerahkan sebuah buku harian bertuliskan namaku dan namanya. Aku sangat terkejut setelah membuka benda tersebut, isinya menjelaskan kalau dirinya mengirimkan barang-barang kesukaan sang pujaan hatinya yang tidak lain adalah aku. Ternyata dugaanku benar, Mas Arfan yang telah memberikan apa yang aku terima selama SMP hingga SMA. Jadi, ia tidak perna
🏵️🏵️🏵️ Setelah dua malam menginap di rumah kakek dan neneknya Mas Arfan, juga satu malam di rumah Ayah dan Bunda, akhirnya kami kembali pulang ke rumah orang tua Mas Arfan. Malam ini seperti sebelumnya, kami makan bersama. Papa dan mama mertua mengaku merasa kesepian sejak kepergian anak dan menantunya. Aku sangat bersyukur dan bangga memiliki mertua seperti orang tua Mas Arfan. Mereka memperlakukan aku bukan seperti menantu, tetapi layaknya anak perempuan yang dimanja. Mengingat kebaikan kedua orang tua tersebut, aku merasa bersalah karena belum mampu bersikap layaknya seorang istri seutuhnya terhadap Mas Arfan. Saat ini saja, aku merasa takut jika Mas Arfan meminta haknya sebagai suami. Entah bagaimana caraku menolaknya. Mungkin lebih baik aku masuk kamar setelah ia tertidur pulas. Terus terang, aku benar-benar masih belum terima sepenuhnya kalau ternyata aku telah resmi menjadi istrinya. “Pasti kalian mengingat bagaimana awal pertemuan kalian waktu berkunjung ke rumah Kakek d
🏵️🏵️🏵️ Ternyata Devi mampu menebak apa yang aku pikirkan. “Terus terang, aku masih belum percaya sepenuhnya dengan pernikahanku, Dev. Ini terlalu tiba-tiba.” Aku berusaha jujur kepadanya. “Mas Arfan kurang apa, Ren? Dia mapan dan pasti didambakan banyak cewek. Siapa yang nggak bangga punya suami seorang direktur? Kamu itu cewek paling beruntung, Ren.” Entah kenapa Devi berubah menjadi sosok yang sangat serius dan dewasa. “Iya, deh. Aku juga lagi belajar mencintainya.” “Menurutku, kamu itu bukan nggak cinta, tapi belum menyadari perasaanmu aja.” Aku tidak tahu harus berkata apa saat Devi mengucapkan kalimat itu. Aku belum dapat menyimpulkan apakah perasaanku selama ini terhadap Mas Arfan dapat diartikan cinta atau tidak. Namun, aku merasakan kenyamanan saat bersamanya akhir-akhir ini. Jika memang benar aku telah memiliki cinta untuknya, kenapa aku belum bersedia menyerahkan diri kepadanya? Aku masih tetap dihantui rasa bersalah hingga saat ini karena belum memberikan hak Mas Ar
🏵️🏵️🏵️ Malam ini setelah makan malam bersama, aku memilih langsung masuk kamar. Aku takut jika sewaktu-waktu, Kak Dylan tiba-tiba menelepon atau sekadar mengirim pesan. Sungguh, aku belum siap menceritakan yang sebenarnya kepada keluarga Mas Arfan, walaupun aku tahu mama mertua sering membaca novel Kak Dylan. Aku takut mereka curiga jika mengetahui diriku berbicara dengan laki-laki lain di telepon. Entah seperti apa penilaian mereka kalau sampai hal itu terjadi. Lebih baik aku memilih menghindar dengan bersantai di kamar sambil membuka buku. Di samping itu, aku juga harus fokus mencari bahan dalam menyusun skripsi. Bu Riani sebagai dosen pembimbing telah menyetujui judul yang aku ajukan. Jadi, aku sudah mulai mengumpulkan beberapa referensi sebagai acuan untuk menentukan pendahuluan. “Ren, Mama boleh masuk?” Aku dikagetkan suara mama mertua dari balik pintu kamar. “Iya, Mah. Masuk aja.” Aku segera mematikan ponsel karena ingin menghindar dari hal-hal yang tidak kuharapkan. Wan
🏵️🏵️🏵️ “Kalau aku ingin menemuinya, memang kenapa, Mas?” tanyaku dengan nada kesal. “Apa hakmu larang-larang aku?” Aku sengaja melontarkan pertanyaan itu meskipun sebenarnya, aku tidak berniat lagi bertemu dengan Kak Dylan. “Jelas aku sangat berhak karena aku suamimu. Aku tidak ingin istriku dianggap sebagai wanita tidak memiliki harga diri hingga menemui laki-laki yang bukan mahramnya.” Sungguh, aku tidak pernah menyangka seperti itu penilaian Mas Arfan terhadapku. “Jaga omongan kamu, Mas. Kamu nggak berhak menilaiku seperti itu.” Aku memukul-mukul pelan dadanya. “Sayang, kamu salah paham. Aku hanya ingin menjaga kehormatanmu.” Ia meraih tanganku lalu menciumnya. “Aku tahu, kamu pasti ingin balas dendam karena aku belum menyerahkan diri padamu. Aku belum memberikan hakmu sebagai suami. Aku belum melayanimu. Jika hal itu yang membuatmu memberikan penilaian nggak benar terhadapku, aku akan memenuhi keinginanmu.” Aku menuntun tangannya memegang dadaku. “Kamu kenapa, Sayang?” Ia
🏵️🏵️🏵️ Aku sama sekali tidak berniat untuk menolak keinginan Mas Arfan, tetapi aku menyadarkannya yang saat ini sedang sakit pinggang. Aku berusaha memberikan pengertian yang akhirnya dapat ia pahami. Aku kembali mengoleskan minyak urut ke pinggangnya, lalu memijatnya secara pelan-pelan. Mas Arfan banyak bercerita tentang bagaimana ia mengetahui barang-barang yang aku suka dulu. Ia bahkan mengaku kalau dirinya sudah lama mendekati Ayah. Ia juga mengatakan kalau awalnya, Ayah menganggap usahanya hanya sekadar kagum saja kepadaku. Akan tetapi, Mas Arfan membuktikan kalau dirinya benar-benar serius untuk menjadikan aku sebagai pendamping hidupnya. Aku baru sadar sekarang, pantas saja Ayah mengaku kalau Mas Arfan adalah menantu idaman untuknya. Mas Arfan telah berhasil meluluhkan hati orang tuaku tersebut. Aku masih sangat ingat saat pertama kali menerima kiriman paket dari Mas Arfan waktu kelas tujuh SMP. Aku sangat terkejut karena nama pengirimnya sangat asing. Ternyata ia sengaja
🏵️🏵️🏵️Ia selalu menghubungi Ayah selama kuliah di Jakarta. Ia meminta Ayah supaya tetap bersabar menunggu dirinya untuk mengajakku duduk di pelaminan. Ternyata ia berhasil menjadikan aku istrinya dan saat ini sedang mengandung anaknya.Jika mengingat semua pengorbanannya, aku sangat terharu. Bertahun-tahun lamanya, ia dengan sabar menunggu agar bersatu denganku. Sungguh, itu merupakan usaha yang sangat luar biasa. Aku bangga menjadi wanita pilihannya. Ia tidak hanya tampan, tetapi juga sangat bertanggung jawab.🏵️🏵️🏵️Setelah dua bulan kemudian, aku pun melahirkan putra yang sangat tampan. Mas Arfan mengaku sangat terharu karena aku telah memberikan penerus untuknya. Sejak awal, orang tuanya berharap akan mendapatkan cucu laki-laki karena dalam keluarga besar Mas Arfan lebih banyak perempuan.Sementara aku hanya berserah kepada Allah karena bagiku, anak laki-laki maupun perempuan sama saja, yang penting sehat dan tidak kurang satu apa pun. Alhamdulillah, aku sangat bersyukur ata
🏵️🏵️🏵️Mas Arfan sangat sedih karena aku tidak berusaha mencari tahu sosok yang mengirimkan barang-barang tersebut walaupun ia sudah banyak memberikan petunjuk. Ia mengaku kalau aku sulit untuk ditaklukkan. Akhirnya, ia pun memilih cara lain dengan berperan sebagai Kak Dylan. Di samping itu, ia juga ingin menuangkan kisah kami dalam bentuk novel.“Pantas aja kamu berani muji istri Kak Dylan di depanku. Ternyata itu diriku sendiri.” Aku memukul pelan dadanya mengingat kejadian di mana aku cemburu kepada diriku sendiri.“Kan, istriku memang cantik.”“Terus, kenapa dulu kamu bilang kalau aku pasti sedih dan marah jika berhubungan dengan Kak Citra dan madunya?” Aku tetap ingin tahu alasannya.“Karena mereka tahu tentang Dylan. Aku nggak mau kalau mereka sampai membongkar penyamaranku. Itu akan membuat kamu sedih dan marah. Ternyata dugaanku benar. Kamu pun pergi dari rumah.”Terus terang, awalnya aku sangat kesal, tetapi pada akhirnya aku mengakui sangat bangga memiliki Mas Arfan dan ke
🏵️🏵️🏵️Waktu menunjukkan pukul 16.10 Wib, Mas Arfan pun tiba di rumah Ayah dan Bunda. Aku langsung menyambutnya dengan mencium takzim punggung tangannya, lalu kami langsung menuju kamar. Ia tampak bingung, mungkin karena perubahan sikapku.Aku memintanya duduk di tempat tidur, sedangkan aku mulai mengemasi barang-barang karena sore ini, kami akan kembali ke rumah orang tuanya. Benar kata Bunda, tidak baik jika aku meninggalkan rumah suami saat sedang ada masalah. Kasihan papa dan mama mertua.Setelah selesai mengemasi semua barang-barang yang kami bawa ke rumah ini, aku pun duduk di samping Mas Arfan. Aku sudah yakin akan meminta maaf dan menyatakan cintaku kepadanya. Ia pantas mendapatkan balasan cinta dari istrinya, bukan sebagai Kak Dylan, tetapi dengan sosok Mas Arfan.“Mas … aku ….” Aku tidak kuasa menahan air mataku agar tidak jatuh.“Kamu kenapa, Sayang?” Ia langsung mengusap air mataku.“Aku minta maaf atas sikapku selama ini.”“Kenapa harus minta maaf? Kamu nggak salah, Say
🏵️🏵️🏵️Kak Citra pun bercerita panjang lebar tentang persahabatannya dengan Mas Arfan. Ia mengaku tertarik terhadap suamiku hanya saat masih sekolah saja. Setelah ia tahu kalau Mas Arfan sangat mencintaiku, ia pun mundur dan memilih menjadi sahabat.“Aku ingin minta maaf, Kak.” Aku sudah yakin untuk jujur kepadanya.“Minta maaf untuk apa?”“Aku pernah menuduh Kak Citra bermain api dengan Mas Arfan di belakangku. Aku pernah benci banget sama Kak Citra. Maafin aku, Kak.” Akhirnya, aku berhasil mengeluarkan kata maaf itu.“Santai aja. Aku paham apa yang kamu rasakan. Kamu pasti nggak terima jika suami kamu sangat dekat dengan wanita lain. Iya, ‘kan?”“Iya, Kak.”Kak Citra kembali bercerita bahwa dirinya hanya mencintai Kak Rangga. Ucapannya kala itu tentang ingin mengambil miliknya, ternyata suaminya sendiri. Ia kembali ke kota ini karena Kak Rangga sekarang bekerja di kota ini juga. Sementara wanita yang berada di antara mereka, masih tetap di Jakarta.Kak Citra juga menceritakan baga
🏵️🏵️🏵️Pagi ini setelah sarapan bersama, aku meminta izin kepada papa dan mama mertua untuk menginap di rumah orang tuaku selama beberapa hari. Aku sengaja tidak mengatakan alasan sebenarnya. Mereka tidak perlu tahu kalau aku sedang marah dan kesal terhadap Mas Arfan.Kedua orang tua itu memberikan izin, tetapi aku melihat perubahan di wajah mama mertua saat melihat koper yang Mas Arfan masukkan ke bagasi mobil. Aku tidak tahu apa yang beliau pikirkan. Mungkin aku terkesan egois, tetapi Mas Arfan yang memaksaku bersikap seperti itu.Entah kenapa laki-laki yang mengaku sangat mencintaiku, tega menyimpan identitasnya dari pendamping hidupnya. Sungguh, aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Mas Arfan. Ia sudah beberapa kali membuatku kecewa. Kenapa dirinya harus melakukan cara itu? Apa tujuannya?Aku selalu merasa bersalah karena belum menyatakan perasaan cinta kepadanya, tetapi kenyataannya, dulu aku dan dirinya saling jujur dengan perasaan kami ketika ia menjadi Kak Dylan. Pantas sa
🏵️🏵️🏵️“Aku pengen santai, Mas. Jangan bahas itu sekarang.” Aku ingin menghindar dari pertanyaan yang membuatku harus berpikir.“Boleh aku tahu siapa cowok yang dulu kamu cintai? Sebelum nikah, kamu pernah bilang nggak bisa mencintaiku karena dia.” Kenapa ia harus mengungkit hal itu? Bagaimana mungkin aku mengatakan kebenaran? Apa yang akan ia katakan kalau laki-laki yang dulu aku cintai hanya ada di dunia maya.“Kenapa kamu nanya itu sekarang, Mas?”“Aku hanya ingin tahu, siapa cowok beruntung itu karena hingga detik ini, kamu belum pernah bilang cinta padaku walaupun sebenarnya aku merasakan cintaku udah terbalas. Tapi aku ingin banget dengar langsung dari bibirmu.” Sepertinya ia ingin mendengar pengakuan perasaanku terhadapnya. Apakah aku harus jujur sekarang? Sementara itu, aku merasa kalau dirinya masih menyembunyikan sesuatu.Tidak! Lebih baik aku mengalihkan pembicaraan seperti yang biasa ia lakukan. Ia yang telah mengajariku untuk melakukan itu. Aku tidak tahu sampai kapan h
🏵️🏵️🏵️Aku merasa tidak ada yang perlu dicemburui karena aku dan Kak Dylan sekarang sama-sama sudah memiliki pasangan. Lagi pun, apa yang aku harapkan dari laki-laki yang selalu menghindar jika diajak bertemu? Ia bersedia ingin menemuiku saat itu ketika aku telah resmi menyandang status sebagai istri Mas Arfan.Penolakan untuk bertatap muka membuatku ragu dengan cinta yang selalu Kak Dylan ucapkan, walaupun kenyataannya aku selalu menentang kata hatiku kalau ia laki-laki yang sangat peduli dan penuh perhatian. Namun, sampai kapan aku akan menjalani hubungan tanpa adanya kepastian?Aku harus bersyukur karena memiliki suami yang sangat mencintaiku, walaupun aku sempat ragu dengan cinta itu karena Mas Arfan seperti seseorang yang suka menyembunyikan sesuatu yang akhirnya baru aku ketahui. Namun, entah kenapa aku masih merasakan kalau dirinya belum jujur sepenuhnya. Apa ini hanya perasaanku saja?Terbukti tadi saat di kantor, ia tampak yakin memuji kecantikan istri Kak Dylan. Itu seolah
🏵️🏵️🏵️“Baru beberapa bulan, Kak. Aku aja kaget. Belum pernah lihat wajahnya, eh, tahu-tahu udah punya istri sekarang. Beruntung banget jadi istrinya.” Penjelasan adik tingkat itu membuatku sedikit kesal. Apa mungkin aku cemburu? Namun, untuk apa? Bukankah aku telah menggantikan posisinya di hatiku?Tidak! Aku harus ingat kalau Mas Arfan yang terbaik untukku. Kalau memang Kak Dylan masih mengingatku, tidak mungkin ia menyembunyikan status barunya dariku. Mungkin selama ini, ia menganggapku hanya ilusi semata.“Dia tetap stay di Jakarta?” Aku tetap ingin tahu tentangnya.“Yang aku dengar, sih, dia udah lama nggak stay di Jakarta, tapi belum sampai tahunan.”“Jadi, dia stay di mana sekarang?”“Nggak tahu, Kak. Tapi satu hal yang baru aku ketahui, ternyata novel-novel yang dia tulis selama ini untuk wanita yang sangat dia cintai dan sekarang menjadi istrinya.”Aku kembali terkejut mengetahui kenyataan baru tentang Kak Dylan. Awalnya, aku mengagumi dirinya karena hampir semua karya-kary
🏵️🏵️🏵️ Sore ini, Mas Arfan mengajakku menemui Kak Citra dan suaminya di salah satu kafe yang ramai pengunjungnya. Aku bersedia bertemu tetangga masa kecilku itu karena ingin mengetahui apa kegiatan Mas Arfan selain kuliah selama di Jakarta. Saat aku menanyakan hal tersebut kemarin, Mas Arfan seolah-olah mengalihkan pembicaraan. Aku berharap menemukan jawaban dari rasa curiga dan penasaranku setelah bertemu Kak Citra. Lagi pun, aku sangat ingat kalau wanita itu pernah berkata kalau dirinya tahu semua hal tentang Mas Arfan. Sementara aku sebagai istri, belum tahu sepenuhnya tentang suami sendiri. Selama ini, aku terkesan tidak peduli karena belum memiliki perasaan cinta untuk Mas Arfan. Namun sekarang, rasa ingin tahuku makin menggebu tentangnya. Sebagai seorang istri, aku berhak tahu seperti apa suamiku sebenarnya. Pernikahan karena perjodohan membuatku belum mengenal sepenuhnya karakter Mas Arfan. Bagiku, ia sosok yang sulit ditebak. Namun, satu bukti nyata telah aku ketahui kal