"Apakah kau baik-baik saja selama aku pergi?" tanya Austin. "Ya, aku baik-baik saja. Semua warga di sini sangat baik padaku. Hanya saja aku sedih tidak bisa mengjak mereka semua memasuki goa," balas Kenny tertunduk sedih. Austin mengembuskan napasnya. "Kau tidak salah, kau sudah membantu mereka dengan kemampuanmu," ucap Austin menenangkan sang istri. Ia menarik tubuh Kenny dan merangkulnya. Sang anak pun seolah paham dengan kesedihan sang Ibu. Ia bergerak-gerak di dalam gendongan Austin dan meminta digendong oleh ibunya. "Ada apa? Apakah kau haus?" Tanya Kenny saat bayinya menyentuh dua gentong ASI miliknya. Austin terkekeh saat melihat ekspresi bayinya. Ia mengelus puncak kepala bayi itu dan mengecupnya. "Susuilah, sepertinya dia sedang haus," balas Austin memberi perintah. Kenny menganggukkan kepalanya dan mulai menyingkap pakaiannya. Jiwa kelelakian Austin terpana saat melihat perbedaan aset kembar sang istri. Ia teringat adegannya degan Alana yang saat itu menyamar menjadi i
'Astaga aku lupa kalau ada Kenny di sini,' batin Austin terkejut saat mendengar pertanyaan Kenny. Ia langsung menegapkan tubuhnya, lalu menoleh ke samping. Kenny sudah bersedekap dada dan menghapus air matanya dengan kasar. 'Gara-gara Kakek ini,' batin Austin. Sedangkan Tuan Arthur dan Nyonya Aldrik pergi meninggalkan mereka. Bahkan Tuan Arthur memberikan semangat pada sang cucu melalui tepukan di bahunya. "Jawab! Jangan diam saja? Enak ya mesra-mesraan sampai bergairah gitu?" tanya Kenny dengan nada sinis. "Sayang, bukan begitu. Tubuhnya memang indah, tapi lebih indah tubuhmu. Aku tak melihat seluruh tubuhnya, hanya meliihat saat dia menyusui anaknya. Dan yang mengejutkan wajah anak iblis itu juga menyerupai wajah anak kita," balas Austin menerangkan. Kenny menganggukkan kepalanya. "Pantas saja saat aku menyusui kau bertingkah mesum seperti itu. Pasti kau mengingat tubuh wanita itu kan?" tanya Kenny dengan kekesalannya. "Tidak, aku tidak mengingatnya. Sayang, jangan berbicara a
"Hem, kau semakin menjadi perayu unggul," balas Kenny sambil mencebikkan bibirnya. "Yang kurayu hanya dirimu, apakah kau tidak merindukanku?" tanya Austin. "Tentu saja, tapi sekarang aku mencemaskan kesehatan Kakek dan Nenek. Aku masih belum tenang jika belum melihat mereka," balas Kenny. "Kau benar, aku juga mencemaskan mereka. Itu rumah sakitnya, sebentar lagi kita akan melihat keadaan mereka, semoga kesehatan mereka sudah membaik." tunjuk Austin pada rumah sakit yang ada di hadapannya. Austin mengambil alih bayi yang ada digendongan istrinya, begitu sampai Kenny langung berlari mencari ruang rawat Kakek dan neneknya. "Aku pikir kau sudah melupakan keluarga ini setelah menjadi menantu orang kaya raya," sindir Dora yang ada di ambang pintu ruang rawat. "Mana Nenek dan Kakek?" tanya Kenny mengabaikan sindiran Dora. "Ada di dalam," balasnya ketus, lalu pergi menjauh dari Kenny. Ia pun melirik bayi yang ada digendongan Austin, juga memberikan tatapan sinis pada pria itu. Pria ya
"Palmer mulai menyerang perusahaan lagi, aku dan timku sudah mengetahui identitas mereka," balas Peter. "Siapa dia sebenarnya? Apakah ada orang hebat dibelakangnya?" tanya Austin memburu. Wajahnya sudah mulai terlihat serius, ia mengambil langkah maju dan menjauh dari ruang rawat Nyonya Thomson. Tak ada kelembutan diwajahnya saat mendengar kabar tentang Palmer yang sudah mengacaukan kehidupan keluarganya. "Ya, kau benar. Ada orang hebat di belakangnya, bahkan orang hebat itu adalah ayahnya sendiri. Nick Perneco Palmer, orang itulah ayah palmer, dan aku dengar dari mata-mataku jika ia baru saja membakar habis sebuah desa," balas Peter menjelaskan. "Berengsek! Ternyata benar apa yang Tuan Aldrik katakan, Perneco akan kembali dan membalaskan dendamnya pada kami. Sekarang aku mohon jaga Kakek Jacob di mansion, aku akan mengurus urusanku di sini lebih dulu," pinta Austin dengan nada tegasnya. "Baiklah, semoga Tuan dan Nyonya Thomson lekas pulih," balas Peter. Austin langsung menutup
"Apa yang kau lakukan? Mengapa kau memukulinya?" tanya Austin tanpa melepas maskernya. Pria yang tak lain direktur keuangan itu menatap Austin dengan tatapan tidak suka. Ia berkacak pinggang dan memberikan tatapan tajam padanya. "Jangan ikut campur urusanku? Tahu apa kau tentang pekerjaan? Siapa yang mengizinkanmu masuk dengan pakaian seperti ini?" balas direktur keuangan dengan kesombongannya. Saat ini Austin hanya mengenakan kaos biasa juga celana pendek miliknya. Ia menyeringai di balik masker yang digunakannya. Bahkan kini Austin bersedekap dada menatap kesombongan pria di hadapannya. "Siapa aku? Itu tidak penting, lepaskan pria itu," perintah Austin. Direktur keuangan semakin marah dengan pengaturan yang Austin berikan, ia masih menginjak tangan bawahannya dengan kuat. "Argh, ampun Tuan. Ampun," rintih pria di bawahnya. Tanpa menunggu lama Austin menendang tubuh pria angkuh itu, hingga tubuhnya terhantuk dinding lift. "Berengsek! Berani kau menyentuhku?!" marahnya sambil
"Kita akan penjarakan dia, aku pun tak menyukai pria itu," balas Austin. Hery yang masih berada di ruangan yang sama dengan mereka hanya terdiam. Menunduk dan menunggu perintah selanjutnya dari sang atasan. Tak berselang lama para direktur tiba dengan map di masing-masing tangannya. Sebagian direktur berwajah masam dan juga ketakutan, sebagian lagi berwajah tenang dan masuk dengan percaya diri. "Tuan, ini laporan kami semua selama satu tahun ini," ucap salah satu direktur. "Aku mau kalian persentasikan semua itu di hadapanku saat ini juga," pinta Austin. "Tapi bagaimana mungkin Tuan? Pasti akan memakan waktu yang lama, sebentar lagi klien baru perusahaan kita akan tiba. Dan aku harus menemuinya," balas salah satu direktur dengan wajah tegang. 'Berengsek! Untuk apa anak muda ini kembali mengurusi perusahaan ini? Kalau begini bagaimana dengan rencanaku?' batin salah satu direktur. 'Syukurlah dia sudah kembali, aku sudah muak melihat sikap angkuh mereka. Aku harap dia bisa mengemb
"Dia ibumu, Julie," balas Tuan Edward. "Mommy? Apakah luka bakar yang disebabkan Kakek Arthur tidak bisa dipulihkan?" tanya Austin. "Banyak dokter yang belum bisa menyanggupi. Jika ingin wajahnya kembali seperti semula ibumu harus melakukan operasi plastik, tapi sampai sekarang dia tidak menginginkannya," balas Tuan Edward. "Semenjak kepergianmu dan Kenny ibumu selalu mengurung diri di rumahnya. Bahkan untuk keluar pun dia tidak mau. Baru kali ini dia berani keluar untuk melihat orangtuanya," sambung Tuan Edward. Austin mengembuskan napas tanpa melepaskan tatapannya pada sang Ibu mertua. Ia menatap kasihan pada Julie yang memiliki wajah buruk. Perlahan ia mendekat dan menyapa Julie layaknya seorang anak. Tapi Julie seolah takut saat menatap Austin dan terus menundukkan wajahnya. "Mom, ini aku anakmu? Apakah kau tidak ingin menganggapku sebagai anakmu?" sapa Austin. Julie masih terdiam, ia meremas tangannya cemas, kejadian saat Tuan Arthur membakar wajahnya terus menghantuinya. Hi
"Bukannya begitu, aku hanya tidak ingin dia tertular penyakitku. Aku akan menggendongnya setelah aku sembuh," balas Tuan Thomson. Nyonya Thomson bernapas lega, ia pikir sang suami memang menolak kehadiran Max di tengah keluarga. Ternyata sang suami memiliki sisi berlebihan dalam menyikapi penyakit yang dideritanya. "Tuan, penganyakit yang anda derita tidak akan mempengaruhi kesehatannya. Gendonglah, pasti cicit anda juga ingin digendong oleh Kakek buyutnya," timpal Nyonya Aldrik yang mengetahui penyakit Tuan Thomson. Tuan Thomson menoleh ke arah Nyonya Aldrik, ia mengerutkan kening karena tidak memahami siapa wanita tua di hadapannya. "Kau siapa? Apakah kau dokter yang menanganiku saat ini?" tanya Tuan Thomson. Nyonya Aldrik tersenyum, tapi bukan dia yang membalas keingin tahuannya, melainkan Tuan Arthur. "Dia istri mendiang sahabatku, dia juga yang membantu para dokter untuk mengobatimu juga istrimu," timpal Tuan Arthur saat memasuki ruangan.Tuan Thomson kembali menoleh menata
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.