"Coba dulu, aku yakin jika istrimu akan mengerti," balas Tuan Arthur dengan keyakinanya.Keduanya masih setia menunggu bersama dengan kedua singa di sampingnya. Dua singa itu terlihat sangat patuh saat para keluarga Arthur membelai kepalanya. Bahkan singa betina yang berada di samping Tuan Arthur menunjukkan sikap manjanya."Kenapa juga dulu kalian tak ingin ikut denganku?" gumam Tuan Arthur dengan kesal."Mungkin karena kau tak setampan diriku, Kek," balas Austin sambil terkekeh."Kau bisa saja, aku akui jika wajahmu lebih tampan dariku," puji Tuan Arthur tanpa tersinggung dengan perkataan cucunya."Aku jadi tidak sabar melihat keturunanku yang lain, semoga dia tumbuh dengan baik di rahim ibunya," sambungnya lagi sengan doa kabaikan untuk penerusnya."Amien... Aku pun selalu berdoa untuk anakku," balas Austin.Groaar... Groaaar....Para singa mengaum dengan mengangkat wajahnya ke langit, rupanya para singa itu menunjukkan pada Austin dan Tuan Arthur bahwa ada tiga helikopeter yang be
"Kita harus ke rumah sakit sekarang, kau harus bertahan," ucap Austin dengan segala kepanikannya."Aku tidak kuat, rasanya ada yang membakar isi perutku!" teriak Kenny masih dengan kesakitannya.Tak menunggu waktu lama, Austin langsung mengangkat tubuh sang istri dan berlari ke luar kamar. Saat berada di dalam perjalanan menuju mobilnya, ia berpapasan dengan Tuan Jacob yang sedang bersantai di ruang keluarga."Apa yang terjadi?" tanya Tuan Jacob tak kalah panik dengan sang cucu."Entahlah, Kek, Perut Kenny seperti sedang terbakar. Aku harus cepat membawanya ke rumah sakit," balas Austin tanpa menghentikan langkahnya."Tunggu!" ucap Tuan Jacob menghentikan langkah Austin."Ada apa, Kek?" tanya Austin sedikit kesal Ia berpikir sang Kakek tak memahami kesulitannya saat ini."Kau bawa Kenny ke kolam renang, rendam tubuhnya di sana," perintah Tuan Jacob."Jangan bercanda, Kek! Mana mungkin aku mengabaikan rasa sakitnya dan membiarkannya berendam begitu saja di kolam renang," balas Austin k
"Dad-" ucapan Aurel terpotong karena dekapan dari tangan Lea di mulutnya. "Tuan," ucap Aurel meralat panggilannya pada Austin.Keceriaan yang tadi ia tampakkan kini berubah menjadi kesedihan, hal itu sangat ketara di wajah mungilnya. Lea tersenyum manis ke arah Austin, mengabaikan Kenny yang berada di sampingnya."Ayo kita pergi, aku sangat mengkhawatirkan keadaan Cloe," ucap Kenny sambil menarik tangan suaminya.Rasa iba pada Aurel karena kesedihan anak itu tergantikan karena sikap menyebalkan yang diampakkan oleh Lea. Austin mengikuti langkah sang istri, tapi langkah itu terhenti begitu saja karena pertanyaan yang keluar dari mulut Lea."Siapa Cloe?" "Peliharaan baruku," jawab Kenny ketus."Apakah aku boleh melihatnya juga? Aku sangat penasaran hewan seperti apa yang kau pelihara. Seingatku kau sangat tak menyukai hewan," ucap Lea lagi sambil bersedekap dada."Ikutlah, jika kau macam-macam aku akan menyuruh Cloe memangsamu," balas Kenny dengan nada kesal.Austin merasa serba salah
"Baiklah, aku yang salah. Lebih baik kita urus kepulangan mereka," ucap Austin mengalah pada istrinya.Kenny masih enggan beranjak dari posisinya, hingga akhirnya Austin meminta salah satu pengawalnya untuk mengurus segala keperluan para singa. Tak membutuhkan waktu lama, hingga akhirnya mereka pulang dengan iringan mobil yang membuat seisi kota Madripoor heboh.Bagaimana tidak? Mereka sangat terkagum-kagum dengan hewan buas yang ada di mobil khusus. Tubuh besar mereka terpampang nyata begitu saja di depan khalayak umum."Aku heran, mengapa tubuh Cloe bisa sebesar itu? Tidak seperti singa pada umumnya," tanya Kenny penasaran."Entah, aku juga tidak tahu. Mungkin dia adalah ras khusus," balas Austin."Rasanya aku ingin ke desa Tuan Aldrik lagi, di sana terasa asri dan nyaman," ucap Kenny sambil membayangkan kesejukan yang ia dapatkan dari desa tersebut. "Sebanarnya ada yang ingin aku sampaikan padamu, tapi aku ragu untuk mengatakannya," balas Austin bimbang.Sebenarnya ia tak ingin me
"Bukan seperti itu, kemarin itu hanya murni kecelakaan saja," balas Austin menutupi kebenarannya, ia tak mau Kenny mencemaskan hal lain selain kandungannya.Kenny memicingkan matanya, menatap tak percaya dengan perkataan Austin. "Benarkah?" tanya Kenny penuh selidik."Untuk apa aku berbohong?" balas Austin.Kenny mengembuskan napasnya. "Baiklah, aku percaya. Bisakah kau antarkan aku ke Ghotam?" tanya Kenny sambil tersenyum."Tidak bisa, hari ini aku sedang banyak pekerjaan. Bukankah kau juga ingin menemani Cloe?" balas Austin memperingati.Kenny mengangguk. "Kau benar, tapi aku juga mencemaskan para pekerja. Apakah mereka semua sudah ditangani dengan baik?" "Tentu saja sudah, aku tak mungkin mengabaikan kesulitan mereka," balas Austin."Yang dikatakan Austin benar, lebih baik kau tak usah memikirkan perusahaan. Fokuslah pada kehamilanmu saja," timpal Tuan Jacob.Tak ada yang terucap dari bibir manis Kenny lagi. Semuanya menyelesaikan sarapan dan pergi menuju aktivitas masing-masing.
"Biarkan aku yang memegang kendai penuh atas pebangunan hotel dan juga resort," pinta Tuan Palmer.Austin terdiam, ia memikirkan permintaan Tuan Palmer. Tatapannya penuh selidik melihat keseriusan di wajah Tuan Palmer. "Bagaimana?" tanya Tuan Palmer begitu tak mendapat balasan dari Austin."Baiklah, tapi aku akan tetap mengawasi pekerjaanmu. Jika kau melakukan kesalahan maka kau harus mundur," balas Austin."Tenang saja, aku tidak akan melakukan kesalahan sedikit pun."Rapat terus dilanjutkan dengan pembicaraan santai. Mereka memutuskan konsep resort yang akan dibangun di kota Ghotam. Ini adalah sebagian proyek kecil yang Austin tangani, hingga ia mempercayakan proyek ini pada Tuan Palmer. "Baiklah kalau seperti itu, serahkan semuanya padaku," ucap Tuan Palmer saat keputusan sudah diambil.Rapat berakhir dengan kesepakan yang dapat menguntungkan sesama. Austin keluar dari ruangan setelah berjabat tangan dengan Tuan Palmer. Ia melangkah dengan cepat menuju ruang kerjanya. "Sudah sel
"Berengsek! Kau telah menipuku, tanpa persetujuanmu pun aku mampu memutuskan kerjasama kita," maki Austin. Austin tak menyangka jika Tuan Palmer mampu mengelabuinya. Benar apa yang dikatan istrinya, Kenny. Lebih baik mereka sendiri yang mengelola proyek itu. Terlebih lagi Tuan Palmer membuat kerugian besar pada perusahaan Thomson. Material yang sudah dalam perjalan dibatalkan begitu saja oleh Tuan Palmer. Hal itu membuat kerugian besar bagi perusahaan pusat Thomson. "Maaf, kau tidak bisa memutuskan kerjasama ini. Kau sendiri yang sudah menyetujui perjanjian kita," balas Tuan Palmer. "Kau pikir aku bodoh?! Aku tak menyangka sudah bekerjasama dengan pria licik sepertimu. Kau setuju atau tidak aku yang memutuskan. Bawa pergi pekerjamu atau aku sendiri yang mengusir mereka!" ancam Austin dengan segala kemarahannya. Bukan hanya perusahaan Thomson yang mengalami kerugian, Tuan Jack dan para pekerjanya juga kehilangan pekerjaannya. Austin tidak menyukai itu, ia hanya mau para pekerjanya
"Rupanya Tuan Palmer terlalu percaya diri," gumam Austin masih menatap kekacauan di bawahnya. "Apakah kita akan turun, Tuan?" tanya salah satu pengawal yang ikut dengannya. "Tidak, kita tetap di sini," balas Austin. Austin mulai mengulurkan tangannya, lalu mengembuskan angin kencang dan menghempaskan para bawahan Tuan Palmer. Satu persatu dari mereka terhempas menjauhi pasukannya. Terlihat Peter menengadahkan wajah ke atas, melihat sang Tuan dengan kekuatannya. Peter tersenyum melihat bantuan yang datang. Ia datang tanpa persiapan. Hanya membawa sebagian pasukan bersamanya. Para bawahan Tuan Palmer menatap ngeri dengan apa yang terjadi. Helikopter yang Austin tumpangi turun perlahan setelah para musuh mengambil langkah mundur. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Austin begitu sudah mendarat. Tuan Jack datang dengan memegangi lengan yang sudah bersimbah darah. Langkahnya gontai menghampiri sang Tuan. "Mereka memaksa kami keluar dari proyek ini, dan menghentikan seluruh hubunga
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.