"Astaga, Rimbi... Rimbi... akan jadi apa negara ini kalau kamu menjadi salah seorang anggota Badan Intelegen Negara." Ganesha kembali terbahak. Arimbi terpesona. Tiga tahun mengenal Ganesha sebagai kakak Seno, dan dua minggu lebih menjadi istrinya, Arimbi tidak pernah melihat Ganesha bercanda atau tertawa lepas. Dan malam ini melihat Ganesha melakukan keduanya, membuat Arimbi tidak mengedipkan mata. Ternyata Ganesha bisa berkelakar dan tertawa ngakak juga. "Memang saya tidak bercita-cita menjadi anggota BIN kok, Mas. Astaga menjadi Polwan saja saya tidak kepikiran, ini malah anggota BIN." Arimbi ikut tertawa. Suasana tegang akibat berseterunya dirinya dengan Ganesha tadi, terurai sudah dengan sendirinya."Ketahuilah Rimbi. Saya ini laki-laki normal. Saya masih suka dengan perempuan. Saya bersikap dingin pada Menik, bukan karena saya gay. Tapi karena saya menjaganya. Saya tidak mau Menik, Nelly atau siapa pun yang dekat dengan saya dulu tapi belum menjadi istri saya, mengalami hal y
Arimbi melempar selimut ke samping kala alarm di ponselnya berbunyi. Pukul 05.30 WIB. Waktunya untuk menyiapkan sarapan bagi Ganesha. Jikalau Ganesha menginap, Arimbi memang biasa menyiapkan sarapan pagi, sebelum Ganesha ke kantor. Kalau hanya dirinya sendiri, biasanya Arimbi hanya minum segelas susu. Masih menggunakan piyama satin bercorak bunga-bunga, Arimbi mengeluarkan sisa nasi semalam yang ia masukkkan ke dalam lemari es. Ia berencana memasak sarapan yang praktis namun disukai semua orang. Ya, dirinya akan memasak nasi goreng saja. Praktis, enak dan mengenyangkan hingga waktu makan siang. Arimbi tengah memotong-motong sosis dan bakso kala mendengar langkah-langkah kaki menghampiri. Ganesha juga sudah bangun rupanya. Tumben. Biasanya Ganesha baru keluar kamar pada pukul setengah tujuh untuk sarapan dan langsung ke kantor. Ketika bertemu muka dengan Ganesha, barulah Arimbi mengetahui alasannya. Ganesha akan berolah raga. Saat ini Ganesha mengenakan kaos dan celana training berw
"Apa beda Usher dan SPG, Bu Menik?" Arimbi yang masih hijau dalam dunia otomotif bertanya. Dalam suasana formal seperti ini Arimbi memanggil Menik dengan sebutan ibu. "Bedanya, Usher itu pemandu. Sedangkan SPG adalah penjual produk. Job desk Usher lebih ke display atau produk aja. Mereka tidak perlu selling produk dan promosi. Juga tidak ada target penjualan. Mereka itu melengkapi product agar enak dilihat. Makanya pakaian mereka lebih provokatif. Sedang SPG, kebalikan dari mereka. Mengerti?""Mengerti, Bu." Arimbi mengangguk. Sekarang ia mengerti mengapa pakaiannya sebagai SPG relatif lebih sopan dibanding para Usher yang tampil seksi dengan pakaian ketat dan tidak berlengan."Saya tekankan sekali lagi. Perusahaan menggunakan jasa kalian untuk menyampaikan product knowledge dengan baik kepada konsumen secara langsung. Perusahaan menganggap bahwa Sales Promotion Girl bisa menjual unit sebanyak mungkin melalui efek impulsif buying.Untuk itu kalian harus tampil semenarik mungkin baik
"Waduh, si biang kerok nongol juga di mari, Rim." Menik berdecak. Dari kejauhan Menik telah memindai kehadiran Nina. "Heh, biar kerok? Siapa?" bisik Arimbi heran."Arah jam tiga." Menik memutar bola mata. Ekspresi malas ribut Menik, membuat Arimbi penasaran.Tanpa kentara, Arimbi melirik arah yang Menik aba-abakan. Arimbi seketika ikut berdecak setelah melihat sosok biang kerok yang dibisikkan Menik. Nina Sujatmiko rupanya. Sepupu penghianatnya. Dari seragam seksi yang Nina kenakan, rupanya Nina akan menjadi salah satu Usher di sini. Menilik kapasitas kemampuan otak Nina, Arimbi tidak heran kalau Nina memilih menjadi Usher alih-alih SPG. Sepupunya ini memang menang tampang doang. "Yaelah pakai membawa backingan lagi. Nggak pede amat si Nina ini bekerja sendiri." Menik kembali menggerutu.Arimbi meringis. Nina datang bersama dengan Seno. Mereka memang berjalan sendiri-sendiri. Karena peraturan dalam perusahaan, tidak boleh memperlihatkan hubungan kekeluargaan dalam masalah pekerjaan.
"Oke rekan-rekan, sekarang saatnya kita bekerja. Ingat apa yang saya katakan tadi. Kalian semua harus bekerja dengan giat dan tekun. Ingat giat dan tekun saja. Tidak perlu ulet." Menik iseng menempatkan kalimat-kalimat ambigu, kala melihat Nina sudah mulai mencuri start. Nina mulai tebar pesona dengan tersenyum-senyum penuh arti pada pengunjung yang mulai berdatangan satu dua. "Mengapa hanya giat dan tekun saja, Bu Menik? Mengapa kita semua tidak boleh ulet bekerja?" Salah seorang SPG berlesung pipit manis keheranan. Arimbi cengengesan. Ia sudah bisa menangkap kearah mana Menik akan melemparkan bola panas. Dirinya terlalu mengenal Menik."Karena kalau bekerja seperti ulet, maka orang lain bisa gatel-gatel. Bekerja seperti ulet di sini maksudnya, kalian bekerja sambil kedap kedip mata atau ndusel-ndusel manja pada calon customer. Itu artinya kalian bekerja ulet. Seperti ulet bulu tepatnya. Yang kalian jual hanya kegatelan semata. Bukan etos kerja. Dan saya sangat melarang kalian menj
"Lepaskan tangan saya, Mas. Saya bisa jalan sendiri!" Arimbi mengibaskan tangannya dari cengkraman Ganesha. Demi Tuhan. Ia capek menghadapi para pemilik hormon testoteron yang egois dan ringan telinga. Ada apa dengan para lelaki di hidupnya? Mengapa mereka begitu mudah diprovokasi oleh cerita-cerita yang kebenarannya belum terbukti!Omelannya mendapat apresiasi dari Ganesha. Ganesha melepaskan cengkraman tangannya. Ia kemudian mengangkat kedua tangannya ke udara. Lagaknya seperti seorang penjahat yang ditangkap oleh polisi. Tingkahnya yang seakan mengejek ini membuat Arimbi makin emosi. Arimbi berjalan dengan langkah-langkah cepat menuju lobby. Ia sudah tidak sabar menanyakan tujuan Ganesha membawanya ke lobby. Akibat langkah-langkah cepatnya Arimbi nyaris tergelincir. Untungnya Ganesha dengan sigap menahan tubuhnya. Kalau Ganesha tidak tanggap, bisa dipastikan. Selain rasa sakit, ia pasti akan malu besar karena jatuh terjengkang di tengah koridor hotel. Berjalan cepat dengan mengen
Ganesha menyumpah-nyumpah kala memindai ruang pameran kacau balau. Brosur yang berisi daftar harga-harga mobil berserakan. Tripod-tripod banner bergelimpangan di samping dua sosok tubuh yang saling memukul di lantai pameran.Beberapa orang SATPAM terlihat berupaya keras memisah dua orang yang terus saja saling jual beli pukulan. Mereka agak kesulitan memisahkan karena aura membunuh keduanya begitu kental. Salah seorang dari SATPAM itu tampak berbicara melalui handy talky. Sang Satpam meminta bantuan rekannya yang lain. Ganesha mengerti para SATPAM tidak berani bertindak kasar pada Seno. Mengingat Caturrangga Group juga memiliki saham di hotel ini."Berhenti kalian berdua! Berhenti!" Ganesha meneriaki keduanya. Namun Seno dan Fadli seperti tidak mendengar teriakannya. Keduanya masih terus berupaya menyarangkan pukulan satu sama lain."Izin ya, Pak?" Karena keduanya tidak mengindahkan peringatannya, Ganesha meminta izin kepada SATPAM untuk meminjam tongkat T yang merupakan senjata anda
"Mas, tidak seharusnya kita ada di sini. Urusan kehamilan Mbak Nina, bukan urusan kita." Arimbi berbisik pelan di sisi telinga Ganesha. Ia merasa tidak layak ada di ruang sidang ini. Selain itu ia merasa mual mencium amis darah yang menguar dari wajah Seno dan Fadil. Wajah bonyok keduanya hanya diobati seadanya oleh pihak hotel."Saya tadinya juga tidak mau, Rimbi. Tapi ayah memaksa. Kata ayah kalau kembali terjadi keributan antara Fadil dan Seno, setidaknya saya bisa memisahkan mereka. Walaupun sebenarnya saya tidak peduli. Mereka mau berkelahi kek, bunuh-bunuhan kek, itu pilihan mereka sendiri. Keduanya sudah bangkotan. Segala permasalahan seharusnya bisa mereka selesaikan sendiri." Ganesha menjawab malas-malasan. Arimbi terdiam. Mau bagaimana lagi. Tidak mungkin ia meminta Ganesha melawan perintah ayahnya bukan? Yang bisa ia lakukan hanya berdiri diam di samping Ganesha. Sementara para pihak yang sedang berseteru yaitu Seno, Fadil dan Nina duduk di sofa. Ketiganya duduk berhadapa
"Relakan, Mbak. Tempatkan masalah sesuai dengan masanya. Masa lalu tempatnya memang di waktu lalu. Dewasalah untuk menerima kenyataan bahwa tidak ada yang bisa Mbak lakukan tentang masa lalu, kecuali memutuskan terus hidup di sana dan menderita selamanya atau berubah menjadi lebih baik."Nina tidak menjawab pertanyaan Arimbi. Dirinya sangat mengerti apa yang dikatakan oleh Arimbi. Ia bukanlah orang bodoh. Dirinya hanya seorang pendengki serakah yang tidak bisa melihat kebahagiaan orang lain."Kita pulang ya, Nin? Ayah yakin setelah minum obat dan tidur pasti kamu akan merasa lebih baik. Kalau ada waktu, Rimbi pasti akan menengokmu ke rumah. Iya 'kan, Rim?" Pak Sujatmiko menatap Arimbi sendu dengan pandangan meminta pertolongan.Arimbi langsung tidak menjawab pertanyaan terselubung pamannya. Melainkan ia menatap Ganesha terlebih dahulu. Meminta izin tanpa bicara. Ketika melihat Ganesha mengangguk samar barulah Arimbi berbicara."Iya, Mbak. Nanti kalau ada waktu luang, Rimbi akan menjen
"Kamu di sini saja, Rim. Ingat kamu sedang hamil. Nina itu sedang depresi. Apa pun akan berani ia lakukan." Ganesha menahan bahu Arimbi saat istrinya itu ingin bangkit dari tempat tidur."Tapi saya harus, Mas. Bagaimanapun Mbak Nina itu sepupu saya. Sedikit banyak saya memahami kepribadiannya. Lagi pula ada Mas juga. Saya pasti aman." Arimbi membujuk Ganesha."Ayolah, Mas. Daripada Nina membuat ulah yang mengacaukan acara, sebaiknya kita cegah terlebih dahulu." Arimbi menghela lengan Ganesha. Teriakan histeris Nina makin membahana."Baiklah. Tapi kamu jangan jauh-jauh dari Mas. Mas tidak mau kamu sampai kenapa-kenapa." Kalimat Ganesha ditanggapi anggukan singkat oleh Arimbi. Sesampai di ruang tamu, keadaan mulai kacau. Nina terus menjerit histeris, dan mengatakan bahwa ia tidak terima diperlakukan tidak adil oleh Seno. Sejurus kemudian dua orang Satpam komplek terlihat memasuki rumah. Dengan segera mereka mengamankan Nina. Namun Nina terus meronta-ronta liar dan memaki-maki Seno sera
"He eh," Bu Astuti mengangguk lemah. Mata tuanya berkaca-kaca. Sungguh ia menyesal pernah berbuat tidak baik pada Arimbi, hanya karena ia kesal pada Ganesha. Jika saja waktu bisa diulang, betapa ingin dirinya mengubah sikap judes dan nyinyirnya dulu pada Arimbi. Istri Ganesha ini lembut dan baik hati."Ini minumnya, Bu. Kalau Ibu tidak keberatan saya bantu meminumkannya ya, Bu?" Dengan sopan Arimbi meminta izin Bu Astuti."He eh... he eh..." Bu Astuti mengangguk berkali-kali. Kedua mata tuanya kini membentuk kolam air mata. Bu Astuti menangis tanpa suara."Ayo diminum, Bu. Pelan-pelan saja agar tidak tersedak." Arimbi membungkuk. Ia memeluk bahu Bu Astuti sambil mendekatkan bibir Bu Astuti pada birai gelas. "Sudah, Bu?" tanya Arimbi lagi. Bu Astuti sudah menghabiskan seperempat gelas air putih. Bu Astuti mengangguk. "Sebentar ya, Bu. Saya mengambil tissue dulu." Arimbi menarik selembar tissue dari atas meja. Setelahnya ia mengelap sudut bibir dan dagu Bu Astuti yang basah. "Maaf...
Dua tahun kemudian."Sah!" Arimbi, Ganesha dan beberapa kerabat lain ikut mengucapkan kata sah, saat penghulu menyatakan ijab kabul Seno dan Rina sah. Ya, hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk Seno, Rina dan juga Mahesa. Karena keduanya pada akhirnya memutuskan menikah setelah dua tahun berpacaran."Akhirnya mereka menikah juga ya, Rim?" Ganesha tersenyum sumringah melihat sepasang pengantin baru di depannya saling memasang cincin. Ia ikut gembira untuk Seno. Sebagai seorang kakak, ia mengasihi Seno dengan caranya sendiri. Di masa lalu Seno memang banyak sekali melakukan kesalahan. Namun perlahan-lahan ia berubah dan menjadi pribadi yang lebih. "Iya, Mas." Arimbi menimpali kalimat Ganesha singkat. Ia memang selalu hati-hati apabila membicarakan soal Seno. Ia tidak mau Ganesha mengira kalau dirinya masih peduli pada Seno."Seno sekarang sudah banyak berubah ya, Rim? Tepatnya sejak ia tahu kalau dirinya ternyata memiliki Mahes. Sekarang kebahagiaan Mahes adalah prioritasnya, Ma
"Ayo lanjutkan ceritamu di taman belakang saja." Arimbi membawa Menik ke taman kecil kesayangannya. Di sana ia kerap menghabiskan waktu bercocok tanam. Mulai dari berbagai macam jenis bunga hingga tanaman herbal ada di tamannya."Lanjutkan ceritamu, Nik." Arimbi menghempaskan pinggulnya di kursi taman. "Tuh, Mbak Tini juga sudah menyiapkan makanan kecil. Kita mengobrol di sini saja sementara Mas Esha dan Bang Ivan bekerja." Arimbi kian semangat mengorek cerita tatkala Mbak Tini muncul dengan sepiring pisang goreng hangat dan dua gelas sirup markisa."Ya, terus aku membawa Bu Mirna ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian Ivan dan Pak Kristov menyusul. Di situ aku baru tahu kalau ibu-ibu yang aku tolong adalah ibunya Ivan. Singkat cerita aku dan Bu Mirna kemudian menjadi akrab. Tidak lama kemudian Ivan pun menembakku. Katanya untuk pertama kalinya ibunya mencomblanginya. Dengan dua mantan Ivan terdahulu Bu Mirna tidak cocok. Ivan juga bilang ia sudah lelah pacaran ala remaja ingusan. Ia
Arimbi termangu menatap televisi. Baru saja diberitakan bahwa Bastian Hadinata yang digadang-gadang akan menjadi walikota telah dilengserkan. Selain dinilai tidak layak menjadi calon walikota, saat ini Bastian juga telah diamankan karena terbukti melakukan gratifikasi terhadap beberapa proyek pemerintah.Televisi juga menayangkan wawancara singkat dengan Bastian dalam seragam berwarna oranye. Di scene-scene lain, terlihat Priska dan Prisila berlarian sambil menutupi wajah mereka dengan syal. Mereka berdua tampak menghindari awak media yang terus memburu saat mereka baru saja keluar dari kantor polisi. Berita tentang korupsi dan gratifikasi yang dilakukan oleh Bastian Hadinata memang tengah menjadi headline di mana-mana. Apalagi semua aset-aset Bastian Hadinata saat ini telah disita oleh negara. Tidak heran kalau Prisila dan Priska sekarang menjadi bulan-bulanan pers. Mereka dikejar di mana pun mereka berada."Kamu percaya dengan karma bukan, Ri? Lihatlah, apa yang sekarang terjadi pa
"Kamu tadi menanyakan bagaimana Mas tahu perihal rumah impianmu bukan? Nah, itu dia orang yang sudah memberitahu Mas. Seno, sini." Ganesha melambaikan tangannya pada Seno. Memanggil adiknya yang tengah mewarnai gambar dengan Mahesa. Semenjak tahu bahwa dirinya telah mempunyai seorang anak, Seno berubah banyak. Ia kini lebih kalem dan bertanggung jawab. Di sela-sela waktu luangnya, ia selalu menyempatkan diri bercengkrama dengan putranya. "Jadi kamu yang membocorkan rahasiaku?" Arimbi berpura-pura marah pada Seno. Ia juga berusaha bersikap wajar pada Seno. Bagaimanapun Seno adalah adik iparnya sekarang."Ampun, Kakak Ipar. Aku terpaksa melakukannya karena diancam Mas Esha. Katanya ia akan membuangku keluar kota kalau aku tidak mau bekerjasama." Seno meringis. Ia menghargai usaha Arimbi yang ingin berinteraksi wajar dengannya. Mereka sekarang telah menjadi satu keluarga besar."Jangan membuat Rimbi memandangku sebagai kakak yang kejam ya, Sen?" Ganesha mengacungkan tinjunya pada Seno.
Arimbi melirik Ganesha sekilas saat laju mobil memasuki hunian mewah kompleks Graha Mediterania. Kompleks perumahan mewah yang baru saja launching minggu ini. Ia mengetahui perihal hunian mewah ini karena memang dibangun oleh Caturrangga Group dan beberapa investor dari Jepang. Selain hotel dan condominium, Caturrangga Group juga membangun kompleks-kompleks perumahan mewah dengan segmen pasar kelas atas atau high end."Kita akan mengunjungi salah satu customer Mas ya? Apa tidak mengganggu kalau Mas menemui costumer di hari Minggu begini?" "Nggak kok, Rim. Tenang aja. Kita semua akan bersenang-senang bersama." Ganesha tersenyum lebar. Ia memahami rasa penasaran istrinya. Arimbi mengerutkan kening. Kita? Bersama? Apa yang Ganesha maksud?Laju kendaraan melambat tatkala melewati rumah demi rumah mewah yang mereka lewati. Sebagian besar bentuknya sama karena memang dibangun seragam. Sebagaian lagi bentuknya sudah berubah karena direhab sesuai dengan selera para pemilik rumah.Tatkala la
Bu Astuti terpana. Ia tidak menyangka kalau Rina bisa bersikap seluwes itu terhadap Mahesa. Biasanya Rina itu tidak menyukai anak kecil. Rina anak tunggal. Ia tidak terbiasa berinteraksi dengan anak kecil. Menurut Rina anak kecil itu rewel dan menyusahkan. Tumben kali ini Rina bersikap begitu kompak pada Mahesa. Syukurlah, berarti tujuannya mendekatkan Rina dengan Seno akan semakin mudah. Mengingat Mahesa adalah darah daging Seno. Mendekati Mahesa artinya mendekati Seno juga."Rina dan Mahesa cocok sekali ya, San? Sepertinya kalau menjadi ibu dan anak pas ya?" Bu Astuti meminta tanggapan Bu Santi."Iya, Tut. Kita sebagai orang tua mendoakan yang terbaik saja. Biar yang muda-muda menentukan jalan hidup mereka sendiri." Bu Santi memberi jawaban netral. Ia memang setuju Rina menjadi pengganti Nina. Selain perilaku Rina yang sekarang membaik, ia juga gembira bisa melaksanakan niat Pak Syarief almarhum yang ingin berbesanan dengannya. Namun ia menyerahkan semuanya pada Seno dan Rina sendir