Malam pertama Ariana dirawat, Aji menghubunginya. Sahabat baik yang juga merupakan orang yang berperan besar dalam menyembunyikan status Ariana sebagai pasien itu mendapatkan kabar dari pihak rumah sakit tentang Ariana dan hal itu jelas membuatnya cemas.
"Aku baik-baik aja, Ji. Gak usah khawatir." Bujuk Arianayang entah untuk keberapa kalinya.
"Apa kamu sakit karena Gerald?" Tanya pria itu ingin tahu, dan hal itu membuat Ariana mengernyit bingung.
"Kenapa bawa-bawa dia?" Tanya Ariana ingin tahu.
Sama seperti Lani, Aji sudah tahu tentang penyakit yang dimilikinya sejak lama. Jadi tentu pria itu tidak akan menyalahkan orang lain kalau penyakitnya kumat kan? Karena itu jelas sangat tidak masuk akal.
"Mm... Bukan apa-apa." Jawab Aji kikuk. "Apa dia masih belum tahu tentang kondisimu?" Tanya Aji lagi masih terdengar penasaran.
"Tidak. Dan jangan coba-coba mengatakan apapun padanya?" Jawab Ariana ketus.
"Kenapa? Takut dia mengasihanimu atau
Ariana menghabiskan waktu bermain dengan Arshaq sampai pengasuh bocah itu mengatakan kalau sudah waktunya Arshaq tidur siang. Setelah yakin Arshaq sudah terlelap, Ariana memilih untuk pamit. Dia jelas merasa enggan untuk tinggal lebih lama di kediaman Gerald."Kenapa pergi?" Tanya Ava saat Ariana berpamitan pada penghuni rumah lainnya."Karena tempatku bukan disini." Jawab Ariana dengan senyum manis di wajahnya. Ia memandang tepat ke wajah Nyonya Hestia dan mengabaikan tatapan penuh tanya dari Karenina dan juga ibunya. "Kamu gak tahu, kalo Gerald udah beliin penthouse buat aku?" Tanya Ariana dengan nada balik mengejek, hal yang dengan jelas membuat Ava geram.Ava dan Karenina jelas tidak menyembunyikan rasa tak suka mereka atas ucapan Ariana. Namun keduanya tidak mengatakan apa-apa.Ariana merasa tidak perlu mengatakan kepada keduanya kalau ia sama sekali tidak ada niatan untuk kembali ke penthouse milik Gerald. Untuk apa?Mengata
Apa yang Khaled khawatirkan bukannya tanpa alasan. Meskipun ia mengenal Ariana dalam waktu singkat, tapi usia dan pengalaman hidupnya jelas membuat Khaled bisa mengenal karakter Ariana dengan sangat baik.Dan faktanya, Ariana memang memiliki pikiran buruk tentang Gerald.Dalam benaknya, hanya butuh hitungan hari sampai Gerald mengajukan gugatan cerai padanya dan mengembalikan posisi Karenina pada tempat yang seharusnya.Ariana sadar akan posisinya, dan dia memang tidak banyak berharap meskipun rasa kecewa itu tetap ada.Ariana yang sejak awal sudah pendiam dan tertutup kini menjadi semakin tertutup. Dia tidak banyak bicara pada Lani. Setiap kali sahabatnya itu bertanya tentang Gerald dan kenapa ia tidak melihat Gerald menghantui restoran atau kenapa Ariana tidak pulang ke penthouse, Ariana selalu mengalihkan pembicaraan.Dan lambat laun hal itu membuat Lani membungkam mulutnya.Ariana juga memilih untuk menghabiskan waktunya dengan
Hamil?Ariana terkejut dengan fakta yang baru saja diperolehnya.Ia hamil? Anak Gerald?Perasaannya kini bercampur aduk. Bahagia tapi juga merasa takut dan sedih.Ariana bahagia karena pada akhirnya ia bisa menjadi wanita seutuhnya.Bukankah mengandung adalah angan semua wanita yang sudah menikah di dunia ini? Dan pada akhirnya Ariana bisa mengalaminya sendiri, itu jelas sebuah berkah tersendiri untuknya.Terlebih selama ini dia selalu menolak untuk membayangkan bahwa dia akan menjadi ibu di masa depan.Namun di saat bersamaan, Ariana juga merasa sedih dan khawatir.Faktanya, ia bukan wanita yang sehat dan sempurna. Dari luar memang ia tampak baik-baik saja. Tapi dari dalam, dia cacat. Dan kenyataan itu membuatnya takut.Bagaimana jika karena penyakitnya, fisiknya tidak kuat menampung satu nyawa yang nanti akan bergantung hidup padanya?Bagaimana jika di tengah jalan, ia dan bayinya tak bisa bertahan?Atau
Gerald merasakan ponselnya bergetar. Ia meraih saku jasnya dan melihat nama peneleponnya. Seketika ia mengangkat tangan dan menyuruh Manager Pemasaran yang sedang memberikan laporan untuk berhenti bicara dan menyuruhnya keluar ruangan. Izzan yang mengerti langsung meminta orang-orang untuk meninggalkan ruangan.Gerald tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya Ariana menghubunginya lebih dulu, persis seperti yang ia harapkan. Ia menggeser tombol hijau dan menerima panggilan dari wanita yang lebih dari dua minggu ini ia rindukan."Apa aku perlu datang ke persidangan ini?" Tanya Ariana tanpa basa-basi. Hal yang membuat Gerald kesal. Tidak bisakah istrinya itu menanyakan kabar Gerald terlebih dahulu?"Ya. Itu wajib." Jawab Gerald dengan nada yang entah kenapa mendadak ketus."Baiklah. Aku akan datang tepat waktu." Jawab Ariana singkat yang membuat Gerald mengernyit."Hanya itu?" Tanya Gerald tak percaya. Apakah Ariana tidak berniat mengata
Ruang tunggu pengadilan cukup ramai. Orang-orang berseragam berjalan hilir mudik dengan membawa dokumen-dokumen tebal. Begitu juga orang-orang yang terlibat dengan persidangan, entah mereka saksi ataupun sekedar penonton persidangan.Ariana duduk—ditemani Lani yang memaksa untuk ikut menemaninya—di salah satu bangku panjang yang berderet sepanjang lima barisan.Di depan mereka, ada seorang wanita paruh baya, duduk diapit seorang pria yang Ariana duga berusia akhir tiga puluhan dan seorang wanita yang Ariana duga berusia akhir dua puluhan. Kedua orang yang mengapit sang wanita paruh baya itu terdengar berbisik-bisik. Namun suara mereka cukup nyaring untuk Ariana dengar."Mama tahu kita harus menyerahkan hak asuh Arshaq pada mereka. Sekalipun Mama sayang sama dia, tapi kita perlu uang kompensasi dari Gerald. " Ucap si pria dengan dingin.Arshaq. Nama itu jelas bukan nama yang umum dimiliki seorang anak. Dan mengingat keberadaan mereka di waktu y
Mereka tak banyak bicara sepanjang perjalanan. Ariana hanya memperhatikan Gerald diam-diam. Pria itu seringkali mengetatkan rahangnya dan juga mencengkeram setir atau tongkat persneling dengan kuat sehingga buku-buku jarinya memutih.Gerald sedang menahan amarah, itulah yang Ariana tangkap. Tapi pada siapa? Padanya atau pada orang lain?Gerald memarkirkan mobil di basement gedung. Dan selama lift membawa mereka menuju penthouse, mereka masih berdiam diri dan bahkan menjaga jarak. Saat pintu lift terbuka, terlihat Klaled dan juga Kemala menyambut mereka berdua. Ariana hanya menjawab sapaan mereka dengan senyum ringan."Ikuti aku." Jawab Gerald dingin. Dengan dahi berkerut Ariana mengikuti pria yang masih berstatus suaminya itu tanpa curiga.Gerald masuk ke kamar terlebih dahulu, dan setelahnya Ariana. Tak lama setelah Ariana melangkahkan kakinya masuk, pria itu menutup pintu dengan kasar dan menguncinya, membuat Ariana terkejut dan ketaku
Ariana baru saja selesai membersihkan diri setelah percintaan mereka yang cukup panas.Baiklah, dia dan Gerald baru saja menuntaskan rindu mereka yang menggebu-gebu dengan cara yang menurut mereka wajar. Namun yang tidak wajar adalah, rasa sakit di perut yang Ariana rasakan tak lama setelah ia mengenakan bathrobenya.Ariana menelan ludah. Karena gairah yang menggebu ia jadi lupa kalau dirinya saat ini sedang dalam keadaan mengandung dan usia kandungannya itu masih amat sangat muda dan rentan, jadi seharusnya Ariana sangat berhati-hati.Sementara apa yang ia dan Gerald lakukan beberapa waktu yang lalu itu bisa dibilang liar dan sedikit kasar.Ariana memegang perutnya saat rasa sakit itu semakin menguat. Tubuhnya bergetar pelan, bulu-bulu lengannya meremang, bukan karena dingin, namun karena rasa sakit yang mulai tak tertahankan. Belum lagi keringat dingin yang mulai membasahi terasa membasahi dahi dan punggungnya.Dengan satu tangan memegan
Perang dingin antara Ariana dan Gerald terjadi.Kemarahan Ariana karena Gerald menyarankan untuk menggugurkan kandungan membuat wanita itu tak mau bicara dengan Gerald.Gerald pun demikian. Ia kesal karena setiap kali ia bicara hal yang bertentangan dengan keinginan Ariana, istrinya itu akan selalu membawa nama Aji."Apa baiknya laki-laki itu? Kenapa Ariana begitu percaya pada laki-laki sebrengsek Aji Mahesa?” Tanya Gerald pada Izzan dengan nada kesal yang tak ia sembunyikan.Mereka masih berada di rumah sakit karena dokter yang memeriksa Ariana mengatakan kalau Ariana harus beristirahat total selama beberapa hari dan istrinya itu juga tidak diperbolehkan untuk terlalu banyak bergerak.Dan alih-alih bekerja di kantor seperti biasa, Gerald lebih memilih supaya Izzan membawa semua pekerjaan mereka ke rumah sakit.Alasannya sederhana, ia tidak mau lengah. Siapa yang tahu saat ia sibuk bekerja di kantor, Aji malah mencari kesempatan dengan
"Karen, Sayang. Kamu sudah sadar?" Pertanyaan Nyonya Juliarty membuat semua orang yang ada di ruangan itu mendongakkan kepala. Tuan Toni Sadhana dan sang ibu mendekati tempat tidur Karenina sementara Gerald masih terduduk di kursinya dan tersenyum menatap sang istri yang masih menutup mata."Sayang, Karenina sudah kembali." Ucapnya berbisik pelan."Mami..." Lirih Karenina dan gadis itu menangis terisak begitu saja dalam pelukan sang ibu yang berdiri dan membungkuk susah payah menahan rasa sakitnya hanya untuk memberikan putrinya ketenangan. "Maafin Karen. Maaf." Lirihnya masih terisak."Mami maafkan kamu, Sayang. Selalu." Ucap Nyonya Juliarty menenangkan."Ana?" Karenina teringat saudara kembarnya. Ia menoleh dan melihat Ariana yang masih menutup mata. Tangan kanannya yang terpasang selang transfusi memegang tangan kiri Ariana yang terpasang infus. "Ana, kenapa kau tidak bangun?" Tanyanya lirih seraya mengguncang lengan Ariana. "Ana, bukankah Ayah menyuru
Tempat yang luas dengan cahaya matahari yang yang sangat terang membuat Ariana mengangkat tangannya untuk menghalau cahaya yang membuatnya tak bisa melihat jelas.Dimana ini? Tanya Ariana pada dirinya sendiri. Ia berusaha untuk duduk dan melihat sabana luas tanpa ujung. Tidak ada binatang, tidak ada pohon tinggi yang membuatnya bisa berteduh."Kamu sudah bangun?" Ariana mendengar suara wanita yang sangat ia kenal dan menoleh pada Karenina yang berdiri menjulang di sampingnya mengenakan gaun putih sebatas betis. Kembarannya itu menggeraikan rambut hitam panjangnya.Ariana berdiri. Mengibaskan roknya yang ia yakini ditempeli rumput karena tadi ia sudah berbaring dan Karenina membantunya membersikan potongan-potongan yang nakal dan enggan pergi. Kini setelah sama-sama berdiri Ariana memperhatikan kalau jenis pakaian mereka sama. Gaun putih berbahan lembut dengan rok menyentuh betis dan bentuk lengan yang panjang dengan potongan dada berbentuk persegi. Ia juga melih
Seminggu setelah Ariana dipulangkan, ia mendengar kabar baik dari Gerald kalau mereka berhasil mendapatkan pendonor yang cocok untuk ibunya. Meskipun tahu kalau keberadaannya akan membuat Karenina marah, Ariana tetap ingin menemani ibunya sebelum ibunya masuk ke ruang operasi."Apa kau tidak malu?" Tanya Karenina saat mereka sedang menunggu hasil lab akhir keputusan dokter untuk proses tranplantasi yang akan dilakukan Nyonya Juliarty."Malu kenapa?" Ariana balik bertanya. "Kau sudah merebut calon suamiku dan sekarang kau dengan terang-terangan menunjukkan kemesraanmu didepanku. Bukankah tindakanmu ini sangat jahat? Kalau kau memiliki perasaan, seharusnya kau tidak berbuat seperti ini terhadapku.""Maafkan aku, Karen. Tapi aku tidak bisa mengelak kalau suamiku ingin menyentuhku dan menunjukkan betapa dia mencintaiku. Dan kusarankan lebih baik kau berhenti mencintainya karena sampai kapanpun, bahkan jika aku matipun dia tidak akan pernah menjadi milikmu apalagi me
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Karenina saat melihat Ariana muncul dengan menaiki kursi roda didorong oleh Gerald di belakangnya. Tatapan gadis itu tampak marah. Wajahnya terlihat lebih lelah dibandingkan beberapa hari yang lalu saat gadis itu menemui Ariana di penthouse. Saudara kembar Ariana itu jelas tidak baik-baik saja."Dia ingin menemui ibunya, apa itu salah?" Gerald mewakili Ariana menjawab pertanyaan Karenina dengan nada yang tak kalah ketusnya. Karenina berdecih, namun tatapannya tak mengarah pada Gerald. Jelas gadis itu tak sanggup memandang Gerald secara langsung."Untuk apa? Untuk mengejek kami?" Tanya Karenina lagi pada Ariana."Aku hanya ingin melihatnya." Jawab Ariana pada saudara kembarnya namun tatapannya mengarah pada Nyonya Juliarty. "Biarkan kami bicara berdua." Itu bukan permintaan, itu perintah supaya Karenina dan Gerald meninggalkan ruangan Nyonya Juliarty."Kenapa? Mencari celah untuk membunuh ibumu sendiri?" Tuduh Karenina
"Pergilah bekerja." Dorong Ariana pada suaminya yang kini sudah mengenakan atribut kantor lengkap."Aku masih mau liburan." Ucap Gerald manja seraya kembali memeluk Ariana yang langsung Ariana tolak."Jangan berlebihan. Ingat, anak kita dua. Kau harus bekerja ekstra keras untuk membuat mereka bisa mendapatkan pendidikan terbaik." Ucap Ariana kembali mendorong Gerald menjauh darinya."Hanya dua? Gak mau anak ketiga, keempat, kelima?" Tanya Gerald menggoda."Kamu pikir aku ini kucing?" Pekik Ariana kesal karena pertanyaan suaminya."Kucing liar yang terlalu mempesona." Ucap Gerald kembali mencoba memeluk Ariana yang membuat Ariana memekik menghindarinya. "Apa aku sudah mengatakan padamu kalau kau terlihat semakin cantik saat hamil?" Goda Gerald lagi yang membuat Ariana berdecih."Berhenti Gerald. Apa kamu gak malu dilihat Arshaq seperti ini?" Gumam Ariana seraya mengedikkan kepala ke arah dimana Arshaq tengah sarapan."Kenapa harus malu
Ariana merasakan usapan lembut di dahinya. Ia membuka mata dan melihat Gerald yang tengah menatapnya. Ariana tidak perlu heran ataupun mempertanyakan bagaimana caranya Gerald bisa masuk ke kamar padahal semalam ia sudah yakin menguncinya. Gerald selalu memiliki banyak cara untuk melakukan hal yang tidak Ariana duga."Sudah lebih baik?" Tanya Gerald masih mengusap wajah Ariana dengan ujung jemarinya. Ariana hanya memandang wajah pria itu tanpa memberikan jawaban apapun. "Sudah pagi, waktunya sarapan." Gerald menyelipkan tangannya ke bawah leher dan lutut Ariana dan mengangkat tubuhnya dan membawanya menuju kamar mandi.Gerald tidak menurunkan Ariana, dia mendudukan Ariana di meja wastafel dan membuka keran air lalu mengusap wajah Ariana lembut dengan tangannya yang basah. Setelah selesai pria itu mengecup dahinya dan kembali menggendong tubuh Ariana membawanya keluar kamar.Ariana terkejut saat melihat Lani yang sudah duduk di meja bersama dengan Izzan."B
Ancaman Karenina membuat Ariana tidak bisa berpikir jernih. Dia menjadi waswas dan memandang semua orang dengan curiga.Mana orang suruhan Gerald?Mana orang suruhan Mahiswara?Dan mana orang suruhan Ava?Ava? Kenapa wanita itu tidak berhenti mengusiknya? Apa yang wanita itu inginkan darinya?Ariana takut. Ya, dia takut sesuatu terjadi bukan padanya tapi pada bayi yang dikandungnya. Dan ucapan Karenina tentang penyakitnya. Ariana jelas tidak menyangka kalau kembarannya itu tahu dan lebih tidak menyangka kalau kembarannya itu berbahagia atas penyakit yang dideritanya dan bahkan menantikan kematiannya.Dan semisal hal itu terjadi, mungkinkah Ariana akan rela jika anaknya nanti dirawat oleh Karenina?Tidak.Ariana jelas harus membuat wasiat yang memastikan kalau jika kelak dia mati meninggalkan anaknya, maka dia harus memastikan Karenina, Mahiswara, Hestia, Rosaline dan bahkan Juliarty tidak boleh menyentuh bayinya sama sekali. An
"Aku mencintai Gerald dengan segenap hatiku." Bisik gadis itu lirih."Kalau kau memang mencintainya, kenapa kau pergi sebelum hari pernikahanmu?" Tanya Ariana ingin tahu. Dan meskipun ia enggan mengakuinya, pertanyaan itu memang memenuhi benaknya selama ini."Aku tidak lari." Desis Karenina dengan kesal. "Sudah kukatakan padamu kalau aku pergi karena aku membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan semuanya kembali."Dan kenapa aku melakukannya?"Karena ada satu hal yang tidak aku katakan padamu yaitu, bahwa aku dan Gerald sudah membuat perjanjian pra nikah, dan saat aku menyadari aku tidak bisa memenuhi isi perjanjian itu, itu membuatku gundah." Ucap gadis itu dengan dingin disertai seringai sinis di wajahnya."Rencana pernikahanku dengan Gerald memang bermula karena perjanjian yang dibuat antara dia dan Papi. Karena uang." Karenina menjelaskan dengan nada santai. Gadis itu kembali menyandarkan punggungnya ke sofa dan melipat kedua lengannya di depan
Waktu kembali berlalu. Ariana yang kini mulai dikenal sebagai istri sah Gerald jelas mendapatkan perlakuan yang berbeda dari karyawan pria itu. Sekalipun sebenarnya Ariana jarang sekali memunculkan wajahnya karena kesehariannya di dominasi ruang kerjanya dan juga kediaman mereka, namun sesekali ia terpaksa mengikuti Gerald ke Zeroun Tower saat Gerald harus mengikuti rapat umum yang tak bisa dia tinggalkan. Dan saat itu terjadi mereka bersikap amat sangat sopan pada Ariana, tak seperti sikap mereka pada awalnya yang tak acuh.Ariana juga tak bisa memungkiri kalau berkat campur tangan Gerald dan Izzan, restoran mereka kini mendapatkan banyak konsumen. Bukan hanya dari kalangan menengah ke bawah seperti konsumen-konsumen sebelumnya, namun juga klien kalangan menengah keatas yang seringnya menyewa privat room saat melakukan transaksi bisnis di restorannya.Ariana juga tahu kalau sebagian dari konsumen yang datang ke restorannya bukan hanya ingin mencoba masakan yang dibuat