Ariana hanya terdiam. Seperginya Lani dari kamar ia kembali membaringkan tubuhnya dan menutup mata. "Ambil, pertahankan, perjuangkan." Tiga kata itu terus terulang di kepala Ariana. Bisakah ia melakukannya? Bisakah Ariana bersikap egois seperti yang Lani sarankan padanya. Ariana menarik napas panjang dan menghembuskannya. Ingatannya kembali ke masa-masa yang lalu.
Flashback On
Ariana kecil berdiri di depan pintu gudang lantai dua rumahnya dan meneliti kardus-kardus yang berisi barang yang sudah tidak keluarganya pakai lagi. Pikirannya memilah kardus mana yang akan dia sortir terlebih dahulu. Ini hari liburnya, dan neneknya memintanya untuk memilah barang-barang yang tidak digunakan namun masih layak pakai untuk mereka sumbangkan pada yang butuh atau nantinya akan mereka jual ke loakan.
Tradisi. Itulah kata yang tepat.
Tradisi yang selalu keluarga mereka lakukan setiap tahun ajaran berakhir. Dimana Ariana dan
Gerald terbangun dengan kernyitan di dahinya. Siapa orang yang sudah mengganggunya sepagi ini dengan menggedor pintu? Ia membuka mata dan sadar bahwa ia tidak berada di kamarnya. Seulas senyum terbit di wajahnya kala mengingat apa yang sudah dia lakukan sepanjang malam itu. Dan saat melihat sinar matahari dari jendela, ia tahu bahwa ini bukan lagi pagi, namun sudah menjelang siang.Herannya, ia berada disana sendirian, sementara Ariana? Dimana wanitanya itu?Gerald bangkit dari tidurannya dan sadar kalau ia bertelanjang bulat dan tak ada satupun yang bisa ia pakai. Sambil melilitkan selimut tipis di pinggangnya ia berjalan menuju pintu, melihat siapa tamu yang sudah mengganggunya dan kemudian membukanya saat melihat Izzan lah yang ada di depan sana."Anda belum bangun, Tuan. Dan sebentar lagi kita adameetingpenting." Ucap pria itu pada Gerald. Izzan sama sekali tidak bertanya apakah Gerald baik-baik saja atau tidak, dilihat dari kondisinya y
Ariana membuka mata perlahan dan mengerjap. Kembali menutupnya dan membukanya lagi hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya berada di tempat yang asing.Ariana menoleh dan sadar bahwa dia berbaring di atas tempat tidur super besar nan hangat, berseprai dan berselimut abu. Tapi ruangan ini tak dikenalnya.Kamar ini bukan kamar Gerald yang ia tempati di kediaman Zeroun. Bukan pula kamarnya yang berukuran kecil namun nyaman di apartemennya. Kamar ini luas, dengan sedikit perabotan dan ditata maskulin. Dengan warna hitam, putih dan abu sebagai latar dinding dan perabot.'Rumah kita.'Kalimat itu kembali terngiang di kepala Ariana. Gerald mengatakan kalau pria itu akan membawanya ke 'rumah kita' yang bahkan Ariana sendiri tidak pernah tahu mereka miliki dan tidak ia tahu dimana tempatnya.Dengan tubuh lebih segar daripada sebelumnya, Ariana bangkit dari baringannya. Membuka selimut yang menutup tubuhnya dan sadar bahwa pakaia
"Aku akan memilih Lani." Jawab Ariana beberapa detik kemudian.Gerald mengangkat sebelah alisnya. "Lani tidak ada dalam pilihan yang aku berikan.""Kalian pun tidak pernah termasuk dalam rencana kehidupanku di masa depan. Jadi aku merasa tidak harus memilih salah satu diantara kalian berdua." Jawab Ariana dengan datarnya.Jleb. Gerald terdiam. Lidahnya mendadak kelu dan tak bisa berujar."Jadi berhentilah membuatku kesulitan. Biarkan aku hidup dengan nyaman seperti saat aku belum mengenalmu, keluargamu dan juga masalah yang kau buat untukku."Ariana meletakkan sendoknya hingga menimbulkan bunyi denting yang membuat ngilu telinga. Ia lantas bangkit berdiri dan membiarkan piring kotor di hadapannya tanpa niatan untuk membersihkannya. Kenapa pula ia harus membersihkannya? Ada Kemala dan juga asisten lainnya yang sudah dibayar Gerald untuk melakukan pekerjaan itu kan? Jangan sampai mereka makan gaji buta. Decih Ariana kesal.Tak tahu harus pergi
"Apa tidak ada satu hal pun yang baik dari diriku menurutmu?" tanya Gerald beberapa saat kemudian setelah mereka terdiam dalam keheningan yang tak menyenangkan."Ada." Jawab Ariana cepat yang membuat Gerald kembali mengernyit."Apa itu?" tanya Gerald ingin tahu."Kau orang yang baik." Jawab Ariana lagi."Maksudnya?""Kau orang yang baik dan memiliki kasih sayang yang tulus." Jawab Ariana dengan nada datarnya. "Setidaknya pada orang-orang tertentu." Lanjutnya seolah menjawab tanya tak terucap dalam benak Gerald. "Kau terlihat menyayangi Arshaq dengan tulus. Dan itu salah satu kebaikanmu.Aku juga tahu kalau kau orang yang cukup dermawan. Aku tanpa sengaja tahu kalau kau suka berdonasi pada yayasan secara diam-diam." Ucap Ariana dengan wajah tiba-tiba memanas karena malu.Ia tidak mengintip Gerald , ia hanya secara kebetulan melihat nama sebuah yayasan di atas meja kerja pria itu di perpustakaan kala ia harus menandatangani dokumen adop
Flashback"Tetaplah bertahan." Ucapan lirih bernada memohon itu diiringi dengan derai airmata dari sesosok pria yang sebelumnya amatlah tampan namun karena rasa sakitnya melihat sang istri yang menderita, perlahan menjadi kuyu dan tak bercahaya lagi. "Aku mohon, Sayang. Bertahanlah untukku. Aku masih ingin kita bersama sampai tua." Isak pria itu lagi seraya mengusap airmatanya dengan kasar."Mas. Jangan sedih. Kalau Mas sedih, aku juga ikut sedih." Jawab sang istri dengan lirih. Tubuh wanita yang dulunya segar dan cantik kini teramat kurus. Sisa tulang dan kulit. Bukan hanya itu, kulitnya yang dulu putih kini menghitam dan bahkan berbintik di banyak tempat. Rambutnya rontok. Satu-satunya yang menonjol dari penampilan wanita yang tengah berbaring itu adalah dadanya yang membesar dan seringkali mengeluarkan darah."Maaf.." Isak sang suami seraya mengecup tangan istrinya berkali-kali. "Karena sudah membuatmu menderita selama ini."W
"Aku tidak mempercayai itu pada awalnya. Pikiran remajaku menolak ucapan Evencio. Bagiku, Evencio hanya mengarang cerita seolah Rosaline membenciku supaya aku membencinya. Tidak ada orang yang selalu memberikanku apa yang kumau selain Rosaline."Tapi ternyata pada akhirnya Evencio benar."Ayahku, Alaric. Semakin lama semakin menderita."Melihat Amara yang terlahir melalui jebakan yang dibuat Rosaline dan Hestia membuatnya merasa telah mengkhianati cintanya pada Gandes. Ia meninggal tak lama setelah Amara lahir dalam sebuah kecelakaan yang Evencio duga merupakan percobaan bunuh diri."Semeninggalnya Alaric, kediaman Zeroun berubah kacau. Terlebih dalam wasiat Alaric dia menyatakan bahwa tiga perempat hartanya dan Gandes akan menjadi milikku dan seperempatnya menjadi milik Amara. Tidak sedikitpun hartanya tersisa untuk Hestia."Jika setelahnya aku atau Amara meninggal, maka seluruh harta yang diwariskan untuk kami harus diberikan pada yayasan yang Al
Ariana mendorong bahu Gerald dan melepaskan bibirnya dari bibir pria itu namun membiarkan dahinya menempel di dahi Gerald, begitu juga puncak hidungnya. Keduanya menarik napas dengan tak beraturan. Terengah akibat ciuman penuh gairah yang baru saja mereka lakukan.Telapak tangan Ariana mulai bergerak turun dan kini bersandar lemas di dada Gerald, merasakan gemuruh jantung pria itu yang tak kalah riuhnya dengan gemuruh jantungnya sendiri.Sesak? Rasa itu memang ada, namun Ariana memilih untuk mengabaikannya. Usapan tangan Gerald yang besar dan hangat di pinggangnya justru lebih dominan ia rasakan dibandingkan rasa sakit yang mulai mencubit jantungnya.Bagian bawah tubuhnya pun terasa hangat dan basah. Apalagi sesuatu yang keras dibawah sana terus menggeliat dan bersentuhan dengan miliknya membuat Ariana harus menahan diri untuk tidak melenguh dan menelanjangi diri.Oh, dia menginginkan Gerald tentu saja. Hanya saja ia enggan memuaskan egonya sendiri dan le
Setelah perdebatan pagi yang cukup panjang, tentang boleh atau tidaknya Ariana kembali bekerja. Akhirnya Gerald mengijinkan Ariana untuk kembali ke restoran. Dengan syarat jam kerjanya tidak boleh lebih dari jam delapan malam dan Ariana harus kembali pulang ke penthouse yang mereka diami saat ini. Bukan ke apartemen yang selama ini Ariana tinggali bersama Lani apalagi sampai memilih untuk tinggal restoran.Sekalipun menurut Ariana kedua tempat itu nyaman, tapi tidak bagi Gerald. Menurut Gerald, tempat paling nyaman untuk Ariana hanyalah tempat dimana mereka bersama. Dan meskipun tidak mengiyakan secara langsung, jauh dalam hati Ariana ia setuju dengan apa yang Gerald katakan.Gerald dengan sengaja mengantarkan Ariana langsung ke restoran tanpa supir. Memberikan ciuman panas dan lama sebelum akhirnya melepas istrinya itu pergi dengan setengah hati."Ingat, kembali ke penthouse." Ucap Gerald seraya mengusap bibir Ariana yang basah akibat ciumanny
"Karen, Sayang. Kamu sudah sadar?" Pertanyaan Nyonya Juliarty membuat semua orang yang ada di ruangan itu mendongakkan kepala. Tuan Toni Sadhana dan sang ibu mendekati tempat tidur Karenina sementara Gerald masih terduduk di kursinya dan tersenyum menatap sang istri yang masih menutup mata."Sayang, Karenina sudah kembali." Ucapnya berbisik pelan."Mami..." Lirih Karenina dan gadis itu menangis terisak begitu saja dalam pelukan sang ibu yang berdiri dan membungkuk susah payah menahan rasa sakitnya hanya untuk memberikan putrinya ketenangan. "Maafin Karen. Maaf." Lirihnya masih terisak."Mami maafkan kamu, Sayang. Selalu." Ucap Nyonya Juliarty menenangkan."Ana?" Karenina teringat saudara kembarnya. Ia menoleh dan melihat Ariana yang masih menutup mata. Tangan kanannya yang terpasang selang transfusi memegang tangan kiri Ariana yang terpasang infus. "Ana, kenapa kau tidak bangun?" Tanyanya lirih seraya mengguncang lengan Ariana. "Ana, bukankah Ayah menyuru
Tempat yang luas dengan cahaya matahari yang yang sangat terang membuat Ariana mengangkat tangannya untuk menghalau cahaya yang membuatnya tak bisa melihat jelas.Dimana ini? Tanya Ariana pada dirinya sendiri. Ia berusaha untuk duduk dan melihat sabana luas tanpa ujung. Tidak ada binatang, tidak ada pohon tinggi yang membuatnya bisa berteduh."Kamu sudah bangun?" Ariana mendengar suara wanita yang sangat ia kenal dan menoleh pada Karenina yang berdiri menjulang di sampingnya mengenakan gaun putih sebatas betis. Kembarannya itu menggeraikan rambut hitam panjangnya.Ariana berdiri. Mengibaskan roknya yang ia yakini ditempeli rumput karena tadi ia sudah berbaring dan Karenina membantunya membersikan potongan-potongan yang nakal dan enggan pergi. Kini setelah sama-sama berdiri Ariana memperhatikan kalau jenis pakaian mereka sama. Gaun putih berbahan lembut dengan rok menyentuh betis dan bentuk lengan yang panjang dengan potongan dada berbentuk persegi. Ia juga melih
Seminggu setelah Ariana dipulangkan, ia mendengar kabar baik dari Gerald kalau mereka berhasil mendapatkan pendonor yang cocok untuk ibunya. Meskipun tahu kalau keberadaannya akan membuat Karenina marah, Ariana tetap ingin menemani ibunya sebelum ibunya masuk ke ruang operasi."Apa kau tidak malu?" Tanya Karenina saat mereka sedang menunggu hasil lab akhir keputusan dokter untuk proses tranplantasi yang akan dilakukan Nyonya Juliarty."Malu kenapa?" Ariana balik bertanya. "Kau sudah merebut calon suamiku dan sekarang kau dengan terang-terangan menunjukkan kemesraanmu didepanku. Bukankah tindakanmu ini sangat jahat? Kalau kau memiliki perasaan, seharusnya kau tidak berbuat seperti ini terhadapku.""Maafkan aku, Karen. Tapi aku tidak bisa mengelak kalau suamiku ingin menyentuhku dan menunjukkan betapa dia mencintaiku. Dan kusarankan lebih baik kau berhenti mencintainya karena sampai kapanpun, bahkan jika aku matipun dia tidak akan pernah menjadi milikmu apalagi me
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Karenina saat melihat Ariana muncul dengan menaiki kursi roda didorong oleh Gerald di belakangnya. Tatapan gadis itu tampak marah. Wajahnya terlihat lebih lelah dibandingkan beberapa hari yang lalu saat gadis itu menemui Ariana di penthouse. Saudara kembar Ariana itu jelas tidak baik-baik saja."Dia ingin menemui ibunya, apa itu salah?" Gerald mewakili Ariana menjawab pertanyaan Karenina dengan nada yang tak kalah ketusnya. Karenina berdecih, namun tatapannya tak mengarah pada Gerald. Jelas gadis itu tak sanggup memandang Gerald secara langsung."Untuk apa? Untuk mengejek kami?" Tanya Karenina lagi pada Ariana."Aku hanya ingin melihatnya." Jawab Ariana pada saudara kembarnya namun tatapannya mengarah pada Nyonya Juliarty. "Biarkan kami bicara berdua." Itu bukan permintaan, itu perintah supaya Karenina dan Gerald meninggalkan ruangan Nyonya Juliarty."Kenapa? Mencari celah untuk membunuh ibumu sendiri?" Tuduh Karenina
"Pergilah bekerja." Dorong Ariana pada suaminya yang kini sudah mengenakan atribut kantor lengkap."Aku masih mau liburan." Ucap Gerald manja seraya kembali memeluk Ariana yang langsung Ariana tolak."Jangan berlebihan. Ingat, anak kita dua. Kau harus bekerja ekstra keras untuk membuat mereka bisa mendapatkan pendidikan terbaik." Ucap Ariana kembali mendorong Gerald menjauh darinya."Hanya dua? Gak mau anak ketiga, keempat, kelima?" Tanya Gerald menggoda."Kamu pikir aku ini kucing?" Pekik Ariana kesal karena pertanyaan suaminya."Kucing liar yang terlalu mempesona." Ucap Gerald kembali mencoba memeluk Ariana yang membuat Ariana memekik menghindarinya. "Apa aku sudah mengatakan padamu kalau kau terlihat semakin cantik saat hamil?" Goda Gerald lagi yang membuat Ariana berdecih."Berhenti Gerald. Apa kamu gak malu dilihat Arshaq seperti ini?" Gumam Ariana seraya mengedikkan kepala ke arah dimana Arshaq tengah sarapan."Kenapa harus malu
Ariana merasakan usapan lembut di dahinya. Ia membuka mata dan melihat Gerald yang tengah menatapnya. Ariana tidak perlu heran ataupun mempertanyakan bagaimana caranya Gerald bisa masuk ke kamar padahal semalam ia sudah yakin menguncinya. Gerald selalu memiliki banyak cara untuk melakukan hal yang tidak Ariana duga."Sudah lebih baik?" Tanya Gerald masih mengusap wajah Ariana dengan ujung jemarinya. Ariana hanya memandang wajah pria itu tanpa memberikan jawaban apapun. "Sudah pagi, waktunya sarapan." Gerald menyelipkan tangannya ke bawah leher dan lutut Ariana dan mengangkat tubuhnya dan membawanya menuju kamar mandi.Gerald tidak menurunkan Ariana, dia mendudukan Ariana di meja wastafel dan membuka keran air lalu mengusap wajah Ariana lembut dengan tangannya yang basah. Setelah selesai pria itu mengecup dahinya dan kembali menggendong tubuh Ariana membawanya keluar kamar.Ariana terkejut saat melihat Lani yang sudah duduk di meja bersama dengan Izzan."B
Ancaman Karenina membuat Ariana tidak bisa berpikir jernih. Dia menjadi waswas dan memandang semua orang dengan curiga.Mana orang suruhan Gerald?Mana orang suruhan Mahiswara?Dan mana orang suruhan Ava?Ava? Kenapa wanita itu tidak berhenti mengusiknya? Apa yang wanita itu inginkan darinya?Ariana takut. Ya, dia takut sesuatu terjadi bukan padanya tapi pada bayi yang dikandungnya. Dan ucapan Karenina tentang penyakitnya. Ariana jelas tidak menyangka kalau kembarannya itu tahu dan lebih tidak menyangka kalau kembarannya itu berbahagia atas penyakit yang dideritanya dan bahkan menantikan kematiannya.Dan semisal hal itu terjadi, mungkinkah Ariana akan rela jika anaknya nanti dirawat oleh Karenina?Tidak.Ariana jelas harus membuat wasiat yang memastikan kalau jika kelak dia mati meninggalkan anaknya, maka dia harus memastikan Karenina, Mahiswara, Hestia, Rosaline dan bahkan Juliarty tidak boleh menyentuh bayinya sama sekali. An
"Aku mencintai Gerald dengan segenap hatiku." Bisik gadis itu lirih."Kalau kau memang mencintainya, kenapa kau pergi sebelum hari pernikahanmu?" Tanya Ariana ingin tahu. Dan meskipun ia enggan mengakuinya, pertanyaan itu memang memenuhi benaknya selama ini."Aku tidak lari." Desis Karenina dengan kesal. "Sudah kukatakan padamu kalau aku pergi karena aku membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan semuanya kembali."Dan kenapa aku melakukannya?"Karena ada satu hal yang tidak aku katakan padamu yaitu, bahwa aku dan Gerald sudah membuat perjanjian pra nikah, dan saat aku menyadari aku tidak bisa memenuhi isi perjanjian itu, itu membuatku gundah." Ucap gadis itu dengan dingin disertai seringai sinis di wajahnya."Rencana pernikahanku dengan Gerald memang bermula karena perjanjian yang dibuat antara dia dan Papi. Karena uang." Karenina menjelaskan dengan nada santai. Gadis itu kembali menyandarkan punggungnya ke sofa dan melipat kedua lengannya di depan
Waktu kembali berlalu. Ariana yang kini mulai dikenal sebagai istri sah Gerald jelas mendapatkan perlakuan yang berbeda dari karyawan pria itu. Sekalipun sebenarnya Ariana jarang sekali memunculkan wajahnya karena kesehariannya di dominasi ruang kerjanya dan juga kediaman mereka, namun sesekali ia terpaksa mengikuti Gerald ke Zeroun Tower saat Gerald harus mengikuti rapat umum yang tak bisa dia tinggalkan. Dan saat itu terjadi mereka bersikap amat sangat sopan pada Ariana, tak seperti sikap mereka pada awalnya yang tak acuh.Ariana juga tak bisa memungkiri kalau berkat campur tangan Gerald dan Izzan, restoran mereka kini mendapatkan banyak konsumen. Bukan hanya dari kalangan menengah ke bawah seperti konsumen-konsumen sebelumnya, namun juga klien kalangan menengah keatas yang seringnya menyewa privat room saat melakukan transaksi bisnis di restorannya.Ariana juga tahu kalau sebagian dari konsumen yang datang ke restorannya bukan hanya ingin mencoba masakan yang dibuat