Dua Minggu setelah kepergian Nenek Salma, rumah keluarga Pak Guntur sudah mulai terlihat normal seperti biasanya. Tidak ada lagi papan karangan bunga belasungkawa yang berjejer disekitar pagar rumah. Hanya Pak Guntur yang masih terlihat bersedih. Sedangkan Bayu sudah sibuk lagi di kantor, dan Bu Fatma juga sudah mulai bermain-main dengan cucunya yang beberapa hari lagi akan genap berumur setahun."Sebentar lagi Queena ulang tahun, Mas. Kita belum buat persiapan apa-apa untuk ulang tahun pertamanya," ucap Dewi kepada Bayu yang baru pulang dari kantor."Sepertinya kita tidak bisa merayakan nya sekarang, Wi. Kamu tau 'kan Papah masih berduka.""Tapi ini kan ulang tahun pertamanya, Mas. Masa gak di rayain di hari H nya.""Kita rayakan kecil-kecilan saja. Tidak perlu mengundang tamu. Cukup keluarga saja.""Gak mau. Apa kata teman-teman ku kalau ulang tahun pertama anak direktur perusahaan besar tidak dirayakan. Aku maunya dirayakan di hotel seperti kemaren.""Kamu ngerti dong, Wi!" Bentak
Bayu memarkirkan mobilnya di depan komplek sekolahan elit. Sudah duapuluh menit lebih dia menunggu seseorang dari dalam mobilnya. Dan akhirnya orang yang dinanti-nantikannya pun turun dari sebuah mobil Mercedes dengan menggandeng kedua putrinya menuju gerbang sekolah.Disaat Bayu sedang serius memperhatikan seorang penumpang yang baru turun dari Mercedes mewah tersebut, gawainya bergetar. Ada panggilan masuk dari Mamanya."Ada apa Mah?""Dewi kabur, Bay. Dewi kabur membawa Queena.""Apah....!""Iya Bay. Sejak dari pagi Quena sama Dewi gak keliatan. Kamarnya kosong, pengasuh yang biasa jagain Queena juga gak tau kemana perginya mereka. Nomornya Dewi juga tidak bisa dihubungi, Bay. Kamu dimana sekarang? Cepetan pulang." Bu Fatma berbicara sembari menangis."Iya, Mah. Bayu pulang sekarang."Setelah berbicara dengan Mamahnya, Bayupun mencoba untuk menghubungi istri nya, Dewi. Namun seperti
Kamar ini memang sudah seperti ini suasananya sejak kedatangannya pertama kali. Tidak ada yang berubah, dan diapun tidak pernah berkeinginan untuk merubahnya demi menghargai privasi suaminya. Adapun mengenai foto, Airin memang tidak pernah memajang foto di dalam rumahnya.Airin menghela nafas dan menghembuskannya kuat-kuat. Dia berfikir Nesya berkata seperti itu mungkin karena dia teringat dengan almarhum kakaknya. Mungkin dia tidak rela jika laki-laki yang sangat dicintai Almarhum kakaknya itu menikah lagi, pikir Airin."Nesya ini chargernya." Airin menyodorkan charger HP yang tadi diminta oleh Nesya."Oh iya. Terimakasih." Nesya menerima charger tersebut tanpa menatap wajah Airin. Pandangannya masih sibuk mengamati suasana kamar Airin."Mba Airin, Gak papa kan kalau aku pakai kamar mandinya? Mau balik lagi ke depan jauh. Sudah kebelet soalnya.""Oh iya gapapa. Silahkan pakai saja.""Assalamualaikum istriku sayang," ucap Arga tiba-tiba dari ambang pintu yang sudah terbuka."Waalaikum
"Mau ngomong apa?" tanya Arga datar ketika dirinya dan Nesya mereka sudah duduk di dalam kafe."Cuma pingin ngobrol aja kok. Sudah lama kan kita gak ketemu," jawab Nesya ringan sembari tersenyum semanis mungkin."Kalau gak ada hal penting kita pulang saja. Ini sudah malam," ucap Arga kesal. Dia merasa Nesya sudah mempermainkannya.Nesya menampakkan senyum semanis mungkin di depan mantan kakak iparnya."Masa kamu gak ingat kafe ini sih Mas. Kafe ini adalah tempat kita bertemu untuk pertama kalinya. Kamu pernah nyelamatin aku waktu itu, dari gangguan preman. Kalau gak ada kamu entah apa yang akan terjadi sama aku.""Semua itu sudah lama berlalu. Lupakan saja. Tidak perlu diingat-ingat lagi."Tapi aku tidak akan pernah melupakan nya seumur hidup ku, Mas, karena saat itu untuk pertama kalinya aku jatuh hati kepada seorang laki-laki." Nesya menghela nafas panjang, hening sejenak. "Seharusnya bukan Perempuan itu yang kamu nikahin Mas.""Maksud kamu apa?""Kamu tau benar apa maksud ku Mas.
"Iya, Mas. Aku sepenuhnya akan percaya kepadamu."Arga menghela nafas panjang, "Nesya pernah menyatakan cinta kepadaku.""Hah," Airin terkejut, matanya membulat, mulutnya menganga, "Kapan?""Dulu saat aku bertunangan dengan Kakak nya. Dia menyatakan cintanya sehari menjelang pernikahan ku dengan kakaknya."Arga berhenti sejenak untuk menarik nafas."Dan tadi saat aku mengantar nya pulang, dia mengajakku ke kafe karena katanya dia ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan ku. Dan ternyata dia kembali menyatakan perasaannya, dia bilang dia masih mencintai ku seperti dulu."Airin terdiam sembari terus memperhatikan suaminya, jujur hati nya terasa diremas mendengar cerita dari suaminya.Seakan mengerti, Arga meraih tangan istri nya kemudian mendekap kepalanya kedalam pelukannya. Sesekali diciuminya pucuk kepala istrinya."Aku berkata jujur kepadamu agar tidak ada kesalahpahaman nantinya di kemudian ha
"Sudah bangun?" tanya Arga dengan senyum lebarnya yang menawan begitu melihat Airin membuka mata sembari menguap dan menutup mulutnya dengan tangan nya. Sedikit terkejut, Airin tersenyum simpul menatap suaminya yang hanya memakai handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya.Semenjak perutnya mulai membesar, Airin memang agak kesulitan tidur di malam hari. Alhasil, Airin menjadi sering kesiangan. Suaminya selalu lebih dulu bangun daripada dirinya.Airin memekik kaget ketika Arga tiba-tiba mengangkat tubuhnya dari atas ranjang seperti pengantin baru."Mau dibawa kemana aku Mas?" tanya Airin.Arga tersenyum nakal, "Waktunya mandi sayang. Enak 'kan bangun pagi-pagi di gendong suami," guraunya nakal sembari mengedipkan sebelah matanya. Ternyata Arga membopong tubuh istrinya menuju ke kamar mandi.Sesampainya di dalam, Airin ternganga begitu melihat kamar mandinya penuh dengan lilin aroma terapi dan kelopak mawar berwarna merah bertebaran di lantai dan didalam bathtub. Cahaya temaram membuat
"Wah kebetulan kamu kesini, Nes. Anak-anak jadi ada yang nemenin main." Arga merangkul bahu istrinya tiba-tiba. Membuat Airin sedikit terkejut dibuatnya."Iya Tante, Temenin kita main yah," rengek Aura. Tangannya menarik-narik lengan Nesya."Eh iya. Memangnya kalian mau main apa?""Kita mau naik itu." Aura menunjuk wahana Bumper Car di depannya."Oke." Ajak Nesya.Arga mengambil dompet nya dan mengeluarkan kartu untuk diberikan kepada Nesya."Loh Mas Arga gak ikutan main?" tanya Nesya."Gak perlu. Kan sudah ada kamu yang nemanin."Nesya menerima malas kartu tersebut, raut kecewa jelas tergambar di wajahnya. Dia pikir tadi Arga akan ikut bermain bersamanya dan anak-anak."Tante ayok." Aira dan Aura menarik lengan Nesya dan membuyarkan lamunannya. Dengan langkah berat dia mengikuti kedua keponakannya berjalan menuju wahana bermain.Arga merangkul pinggang Airin menuju bangku panjang di dekat wahana. Sebenarnya Airin merasa sedikit risih dengan perlakuan suaminya itu. Dia merasa malu den
Setelah melihat foto Queena yang sangat mirip dengan fotonya di masa kecil. Bayu akhirnya menyadari jika Queena ternyata memang anaknya. Bayu pun memutuskan untuk menemui Toni. Toni pasti mengetahui kejadian yang sebenarnya dibalik peristiwa penganiayaan yang dilakukannya terhadap Dewi di hotel sebulan yang lalu."Dimana Dewi, Ton?" tanya Bayu tiba-tiba, setelah ia berhasil menerobos masuk ke ruang kerja Toni."Apa orang terhormat seperti Bayu Suseno sekarang sudah kehilangan sopan santunnya?" Sarkas Toni."Sekarang bukan saatnya berbasa-basi lagi. Jadi katakan kemana Dewi pergi?"Toni tersenyum masam."Bukankah kamu yang menginginkan dia pergi. Kenapa sekarang kamu sibuk mencarinya.""Jangan pura-pura bodoh. Aku tau kamu dan Dewi sudah bersekongkol untuk membohongiku.""Maksud kamu?" Toni mengernyit kan dahinya."Aku tahu Dewi sudah menipuku dengan mengatakan Queena bukan anakku. Kamu dan Dewi sengaja menjebakku di hotel waktu itu. Iya 'kan!""Kalian sengaja membohongiku dengan menga
Aura merasa senang dan sedikit gugup saat menerima tugas pertamanya sebagai sekretaris setelah satu bulan pelatihan . Meski terasa menantang, Aura siap untuk memulai dan memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Dia mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tersebut, termasuk menyusun jadwal, membuat catatan, dan mengatur dokumen. Hari ini, Aura menyiapkan jadwal rapat untuk Bos Alan, CEO perusahaan tempatnya bekerja untuk pertama kalinya. Jadwal rapat tersebut sangat penting karena akan membahas strategi perusahaan untuk tahun depan.Aura mengecek jadwal yang sudah ia siapkan, memastikan bahwa semua detailnya telah diatur dengan baik. Setelah ia merasa yakin, Aura pun membawa jadwal rapat tersebut ke ruang kerja Bos Alan.Suasana ruangan itu hening. Di depannya, Bos Alan sibuk mengetik di laptopnya, menunjukkan betapa ia memang sangat sibuk. Aura menyerahkan jadwal tersebut namun Bos Alan meminta Aura membacakan jadwal rapat t
Aura berdiri di depan meja kerjanya yang telah dikosongkan sembari membawa barang-barangnya dengan perasaan kecewa. Hari ini dia dipecat dari kantornya. Dia terlihat sangat sedih dan kecewa karena dia baru saja kehilangan pekerjaan yang sudah lima tahun lebih ditekuninya hanya karena dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang ditanganinya.Aura berusaha menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa dia akan menemukan pekerjaan yang lebih baik dan melanjutkan cinta-cintaannya menjadi desainer interior yang handal dengan kemampuannya sendiri, tapi rasa sakit dan kekecewaan masih membekas dalam hatinya.Aura berjalan keluar dari gedung kantor dengan perasaan yang sangat hampa, berharap bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kesulitan yang akan dia alami nanti jika ayahnya Arga Wicaksono mengetahui keadaannya sekarang.Dia berpikir kembali pada pagi tadi, saat dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang sangat penting. Aura tidak bisa membantah bahwa dia sala
"Kok sendirian mba momongannya? Suaminya kemana?""Wah lucunya. Berapa tahun Mba anaknya?""Mirip banget yah sama Mamahnya.""Seneng yah masih muda sudah punya momongan. Jadi nanti gedenya kayak kakak adek."Aura hanya menanggapinya dengan senyuman masam. Berkali-kali gadis berusia dua puluh lima tahun itu harus menjelaskan kepada pengunjung taman jika bocah berumur lima tahun yang kini sedang dimomongnya adalah adiknya. Sedikit yang percaya, namun tidak sedikit pula yang menyangkalnya."Bunda....!" Aura cemberut sembari menghentak-hentakankan kakinya begitu gadis itu tiba di rumahnya."Kakak. Ada apa, kok teriak-teriak begitu?" tanya Airin yang sedang sibuk memotong kue brownies yang baru selesai dibuatnya. "Besok-besok pokoknya Aura gak mau jagain Inara lagi.""Memangnya kenapa?" Airin menanggapi santai. Dia tahu, Aura tidak benar-benar serius dengan perkataannya."Orang-orang di taman itu loh, Bunda. Masa mereka anggap Inara itu anaknya Aura. Aura gak rela. Aura kan belum menikah.
"Kamu kenapa, Ga? Ada masalah?" tanya Mas Danu ketika rapat sudah selesai. Mereka berdua masih duduk di ruang rapat, sementara pegawai yang lainnya sudah keluar."Eh...Gak. Gak ada apa-apa kok." "Tapi dari tadi kamu terlihat melamun. Di rapat bahkan kamu tidak memperhatikan presentasi mereka. Sebenarnya ada apa? Apa kamu sedang ada masalah dengan istrimu?""Gak ada. Hanya saja...." Arga terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan. Seharusnya hubungannya dengan Airin tidak ada masalah mengingat tadi malam dia dan istrinya justru sedang dalam fase keintiman yang sangat dalam. Tadi malam Arga benar-benar merasa senang karena akhirnya Airin sudah mulai terbuka dan berani dalam hal urusan ranjang. Tapi rasa itu berubah menjadi kebingungan ketika pagi ini Airin seolah-olah sengaja menghindarinya. Telepon dan SMS nya bahkan tidak di balas."Ayolah cerita. Siapa tahu Mamasmu ini bisa bantu.""Emm... Pernah gak, Mba Irma tiba-tiba diemin Mas Danu.""Bukan pernah lagi. Hampir setiap bulan. Apalagi k
Hingga pukul tujuh pagi, Arga belum juga menjumpai Airin. Bahkan ketika dia dan anak-anak menikmati sarapan pagi, Istrinya tidak juga muncul."Airin kemana, Bu?" tanya Arga sembari melihat ke kanan dan ke kiri."Tadi ada kok di dapur.""Gak ada, Bu. Dari tadi Arga cari-cari gak ada tuh di dapur ataupun di kamar anak-anak.""Masa!""Beneran, Bu. Dari pulang ke masjid Arga belum melihatnya.""Tadi dia di dapur kok, pas kamu ngajak anak-anak jalan pagi. Ini nasi goreng kan istrimu yang masak.""Terus sekarang Airin dimana?""Mana Ibu tau. Kamu kan suaminya.""Paling Bunda lagi marah yah sama Ayah," ledek Aura."Marah kenapa? Ayah gak buat salah.""Yah biasanya kalau Perempuan lagi marah kan suka ngediemin, gak pengen ketemu. Kayak yang di TV-TV itu loh, Yah," balas Aura."Kamu ini kebanyakan nonton sinetron. Bunda kalian kan gak pernah marah.""Tapi Bunda juga kan Perempuan, Yah. Wajar juga kalau marah.""Bundamu tidak seperti itu." Arga mulai kesal karena tidak menemukan titik terang ke
Siang ini Airin memutuskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah untuk suaminya. Airin meminta Nirma yang kebetulan sedang berada di Jakarta untuk menemaninya. Merekapun pergi bersama dengan anak-anak mereka. Airin juga membawa kedua pengasuhnya untuk membantunya menjaga si kembar. Sementara Nirma ditemani suaminya."Kasih ide dong, Nir. Kira-kira hadiah apa yah?""Bagaimana kalau jam tangan mewah.""Itu hadiah tahun kemaren, Nir.""Kalau baju?""Itu terlalu biasa.""Parfum?""Sudah pernah.""Dompet?""Sudah juga.""Apalagi yah?"Airin dan Nirma terlihat berpikir sejenak."Ahaa. Aku ada ide." Raut wajah Nirma terlihat berbinar-binar."Apa, Nir?" "Sini Aku bisikin." Nirma mendekatkan mulutnya di telinga Airin."Ah kamu ini." Wajah Airin seketika merona mendengarkan perkataan yang Nirma bisikkan."Percaya, deh. Tidak ada yang lebih cowok sukai daripada yang ITU." Nirma sengaja menekankan kata terakhir dengan intonasi yang lebih kuat."Dasar kamu, yah. Tidak berubah meskip
Tiga tahun kemudian"Bunda....!" teriak Aira dari depan kamarnya. Gadis kecil berusia delapan tahunan itu bersungut-sungut sambil menghentak-hentakankan kakinya begitu melihat kamarnya berantakan saat pulang sekolah."Ada apa sayang? Kenapa teriak-teriak?" Airin langsung mendekat."Liatin kamar Aira, tuh."Airin mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar putrinya. Di atas ranjang, Arfan dan Arkan sedang melompat-lompat kegirangan. Bantal dan guling mereka lempar sembarangan, sedangkan buku-buku ditumpuk menyerupai bangunan."Subhanallah, Arfan, Arkan. Ayo turun sayang! Kamar Kakak Aira jadi berantakan nih," bujuk Airin lembut kepada bocah kembar berumur empat tahun itu."Gak, mau. Alkan kan mau main sama Kakak Aila," ucap Arkan polos."Iya tapi mainnya yang baik yah. Sini-sini turun, Bunda gendong." Airin berdiri di pinggir ranjang. Arkan dan Arfan langsung mendekat ke pelukan Bundanya."Kakak Aira kan baru pulang sekolah, masih capek. Kalian main sama Bunda dulu yah.""Iya, deh.""Pin
Setelah beberapa kali sidang perkara, sampai juga pada sidang pembacaan keputusan. Arga ditemani Airin dan Mas Danu ikut serta menyaksikan pembacaan vonis tersebut."Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat Memutuskan! Satu, Bayu Suseno bin Guntur Suseno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penculikan dan Penganiayaan, Dua Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama tujuh tahun penjara . . . ."Arga dan Airin merasa lega mendengar putusan yang dibacakan oleh Hakim. Meskipun tuduhan rencana pembunuhan itu tidak terbukti di pengadilan, namun Arga merasa senang karena Bayu mendapatkan hukuman yang maksimal dari Pasal Penculikan dan Penganiayaan. Arga berharap Bayu akan jera dan segera menyesali perbuatannya.Sedangkan dari Pihak keluarga Pak Guntur, Mereka merasa kecewa dan tidak puas dengan putusan yang diberikan kepada anaknya. Pak Guntur beranggapan, Pihak Pengadilan tidak mempertimbangkan hal-hal yang meringankan vonis a
Setelah kedatangan Airin ke rumah sakit, Arga langsung mengajaknya pulang kerumah. Sebenarnya Airin menginginkan agar Arga tetap di rawat sampai keadaannya benar-benar pulih. Tetapi Arga malah beralasan jika dia akan lebih cepat sembuh jika Airin yang merawatnya."Mas Arga harus banyak istirahat biar cepat pulih. Jangan ke kantor dulu kalau belum benar-benar sembuh.""Aku sudah sehat kok, Sayang.""Sehat apanya! Masih lebam-lebam begini."Airin memegang dagu dan mengamati lebam-lebam di wajah suaminya lalu mengoleskan obat lebam yang dibawa dari rumah sakit."Laki-laki berantem itu sudah biasa, Sayang. Lebam-lebam ini menandakan kalau suamimu ini beneran laki.""Laki-laki itu tidak harus adu otot untuk menunjukkan kejantanannya, Mas.""Nah yang itu Mas juga setuju."Arga mengambil obat dari tangan istrinya kemudian memeluknya."Jadi sekarang apa Mas juga bisa menunjukkan sisi kejantanan Mas yang lain," bisik Arga menggoda."Aw.. Aw.. Aw.."Airin menjewer kuat telinga suaminya."Aduh s