Beberapa hari setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, Lara bisa beristirahat di dalam rumahnya yang nyaman sekarang—meski sebelumnya ranjang tempat ia dirawat juga sama nyamannya sebenarnya.Jam digital yang ada di atas meja menunjuk pada angka pukul satu dini hari yang terasa dingin. Ia mendengar tangisan Sky—nama panggilan yang disenangi oleh para kakaknya—yang menyinggahi telinganya.Lara segera bangun, matanya menjumpai Alex yang menggendong anak bontotnya itu di bawah lampu remang-remang di dalam kamar mereka.“Cup, Sayang ... mau apa kamu hm?” bariton dalam milik Alex membuat Lara tersenyum, senang menjumpai bagaimana prianya itu sedang berusaha menepati janji yang pernah ia sampaikan, bahwa ia akan turut merawat dan menjaga anak mereka kelak jika telah lahir.“Mau minum susu lagi?” tanyanya dengan memberikan botol berisi ASIP yang sudah Lara ajari bagaimana caranya menghangatkan sebelum diberikan untuk si kecil.Tetapi tampaknya anak mereka menolak karena tangisannya mas
.... Sebuah kesibukan yang sudah mulai biasa dilihat oleh Ibra saat dia masuk ke dalam rumah besar milik Alex untuk melaporkan pekerjaan, setiap sore hari. Benar, menemani Lara yang baru saja melahirkan, hal yang dilakukan oleh Alex adalah mengambil cuti dan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Setiap sore, Ibra akan melaporkan apa-apa saja yang sudah dia lakukan, keputusan yang diambil serta dokumen-dokumen yang sekiranya membutuhkan perhatian Alex lebih banyak. Dan saat Ibra memasuki rumahnya sore hari ini, ia bisa melihat Alex sedang mengejar Neo dengan keadaan tangannya yang membawa kaos berkerah milik anak lelakinya, yang jelas kabur darinya padahal belum mengenakan atasan. "NEO, STOP!" Tak ingin menjadi penonton saja, Ibra menghalangi Neo sehingga bocah kecil itu berhenti. "Pakai baju dulu! Habis gini kita pergi beli donat, bagaimana?" tawarnya yang membuat Neo mengangguk senang. "Okay, Paman Ibra." Ibra menerima kaos dari Alex dan dia kenakan untuk Neo. "Pak Alex
“Queen’s treatment?”ulangi Lara dengan tidak percaya—sebenarnya ia bingung apa yang ingin dilakukan oleh Alex.Selagi Alex hanya mengangguk membenarkannya, salah satu matanya berkedip dengan sedikit genit seolah itu menjawab, ‘Iya, Sayangku.’Tetapi meski demikian ia tidak menolak dan memilih untuk duduk di tepi ranjang. Ia juga ingin tahu apa yang disebut oleh Alex sebagai ‘Queen's treatment’ itu.Lara menyaksikan Alex mengambil sesuatu dari dalam lemari, sepertinya sudah lama ia letakkan di sana dan baru sore hari ini ia keluarkan.Sebuah kotak berbahan beludru berwarna merah, yang ia tunjukkan di depan Lara, yang sebelum Alex membuka kotak itu pun Lara sudah bisa meraba apa kira-kira isi di dalamnya.Sebuah perhiasan. Jika bukan anting, pasti sebuah cincin. Karena ukurannya terlampau kecil jika Lara berpikir itu adalah kalung ataupun gelang.Benar!Saat Alex membuka kotaknya setelah prianya itu berlutut dengan menggunakan sebelah kaki di hadapannya, Lara bisa mendapati sebuah cinci
Malam harinya ....Ibra mengantar Neo dan Shenina pulang ke rumah, lengkap dengan Kalisha yang membawakan sekotak donat serta satu buah boneka yang tidak perlu dipertakan lagi milik siapa itu, karena jawabannya jelas milik Shenina.Lara yang sedang berada di ruang tengah bersama dengan Alex serta Sky melihat mereka yang berlarian dan memanggil secara serentak, "MAMA—PAPA!""Sayang ...."Lara merentangkan kedua tangannya, membiarkan si kembar memeluknya sebelum mereka melepaskan dan menghambur ke arah adik bontot mereka yang sedang sibuk menikmati suasana di bouncer."Selamat malam," ucap Ibra dan Kalisha bersamaan. Menundukkan kepala merwka di depan Alex dan juga Lara."Selamat malam.""Terima kasih untuk sudah mengajak si kembar main sama kalian," kata Lara, menepuk sofa di sebelah kanannya agar Kalisha duduk di sana, sedangkan Ibra bersama dengan Alex."Sama-sama, Pak Alex, Lara."Ibra memandangi Alex cukup Lama setelah menjawab demikian, hang menimbulkan pertanyaan bagi Alex lewat g
Tidak ada janji yang diingkari oleh Alex. Beberapa hari setelah Shenina meminta bahwa ia ingin pergi ke pacuan kuda sebab di pasar malam bersama dengan Ibra ia tak kebagian naik kuda, mereka benar-benar menuju ke pacuan kuda yang dijanjikan oleh Alex.Ia memiliki seorang teman yang mengelola sebuah lokasi olahraga berkuda. Letaknya berada di luar kota dan Alex harus pergi untuk meninggalkan Lara di rumah bersama dengan Skyler selama sehari penuh.Sore ini, keluar dari sana, Shenina terlihat kelelahan, ia tertidur di kursi bagian belakang mobil yang dikemudikan oleh Alex, sedangkan Neo yang duduk di kursi penumpang depan terlihat masih terjaga dan bersenandung mengikuti lagu yang diputar oleh Alex, Down By The Bay.“Terima kasih untuk hari ini, Papa,” Neo berujar selepas Alex membelokkan mobilnya di tikungan.“Sama-sama, Sayang. Kamu suka?” tanya Alex dengan sekilas menoleh kepadanya.“Suka. Hanya saja, lokasinya sedikit jauh.”“Tidak apa-apa, Neo.”“Tapi Neo yang sedikit keberatan kare
..|| Benarkah setelah semua hal yang kita lewati, kebahagiaan masih akan menjadi milik kita? Benarkah tidak ada kebahagiaan yang sempurna yang memberi kita tawa abadi?Ataukah yang benar, semua kebahagiaaan yang kita miliki hanyalah bersifat semu?Melihatmu dengan mata yang terpejam, membuatku terkenang pemandangan masa silam. Atmosfer yang dulunya sehangat matahari menjelma suram.Setelah beberapa semester mengering, air mata kembali tergenang. Waktu berjalan lambat, jarum jam tengah berputar berbalik arah, mengkhianati ketenangan kita menjadi penuh gejolak. Bisakah kita merebut kebahagiaan kita, ataukah kita harus memiliki rasa kehilangan yang barangkali waktu tak bisa menggerusnya?Membaca kembali surat yang kau tulis di Amethyst Florist, bayangmu samar terlihat. Tetapi yang lebih besar ... mengapa hanya luka yang bisa aku ingat? ||NEW SEASON BEGIN!....***..Lara baru saja mengirim pesan pada Alex, menanyakan kapan ia dan anak-anak akan pulang. Tetapi pesan itu sepertinya t
Lara tahu, dengan kondisinya ini dia masih belum boleh berlari atau merasakan tekanan yang besar. Tetapi satu-satunya hal yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah berlari untuk membuktikan sebuah kebenaran dengan sepasang matanya sendiri.Sampai di rumah sakit dengan diantar oleh seorang sopirnya, ia tiba dengan hati yang tidak karuan rasanya. Sesak menyergap, sembilu menyayat.Kakinya berhenti saat ia memandang Ibra yang menunggunya di kursi ruang gawat darurat, dengan kepalanya yang tertunduk dalam.“Ibrani,” panggilnya dengan suara yang serak.Ibra mengangkat wajahnya, iba menyaksikan Lara yang berlumuran oleh air mata dan napasnya yang tersengal-sengal.Dia pasti lari meninggalkan Sky untuk bisa menemui Alex dan anak-anaknya.Ia bangkit dan menunjukkan senyumnya pada Lara meski Lara tahu bahwa itu juga sebuah senyum palsu.“Ibra, di mana Alex, Neo dan Shenina?” tanyanya masih sama serak.“Jangan bilang padaku jika kabar yang dibawa oleh polisi itu benar,” ratapnya, menarik kerah coat
Lara menunjukkan senyumnya, ia tidak ingin membebani Alex dengan membuatnya merasa bersalah dalam keadaan berlarut. Apalagi sendirinya telah mendengar bahwa Alex mendonorkan darahnya untuk Shenina.“Aku tidak membencimu kok,” ucap Lara akhirnya, mengusap lembut pipi Alex yang masih berlutut dengan sebelah kaki di hadapan ia duduk. Di sini, di kursi tunggu instalasi gawat darurat rumah sakit.Alex sepertinya masih belum percaya dengan yang ia katakan karena ia belum memberikan reaksi lainnya.“Aku tidak menyalahkanmu karena itu bukan alahmu. Dan aku tidak akan membencimu, Alex.”Kedua mata Alex terpejam, hembusan napasnya yang ia dorong keluar terdengar lega tetapi tidak mengurangi bagaimana kekhawatiran masih menjadi dominasi di dalam kedua matanya yang tapak berkabut.“Bagaimana hasil CT Scan-nya?” tanya Lara pada Alex.“Tidak terjadi hal yang buruk,” jawab Alex setelah membuka matanya. “Dokter bilang kalau tidak ada luka berarti, yang aku dapat selain retak pergelangan tangan,” lanju
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,