Di tengah perjalanan kelompok KKN menuju lokasi tujuan, mereka sedang asik bernyanyi bersama lalu tiba-tiba...
“Pak! Pak! Pak! Stop Pak!”
ucap Ronco tiba-tiba.Driver lalu melambatkan mobilnya dan sedikit menepi.
“Kenapa Bang?”tanya Lili.“Mual!”
ucap Ronco.Semua orang di sana lalu panik. Suasana tiba-tiba riuh dengan keluhan-keluhan agar Ronco tidak muntah di dalam mobil.
“Periksa kantung di samping kursi belakang Den!”
ucap driver.Lili lalu menemukan sebuah kantung plastik dan memberikannya kepada Ronco.
Mobil masih terus melaju, karena mereka sedang melintas di banyak tikungan yang tidak memungkinkan untuk berhenti di sana.
“Wuooog.. wuoooog..”
Ronco muntah di dalam plastik.Lili dengan cekatan membuka jendela belakang dan tidak ingin melihat ke arah Ronco. Ia hanya melihat ke luar jendela sambil mengenyitkan dahi.
“Aaaa!!! Roncoooo!!!”
keluh ketiga wanita yang duduk di deretanEmpat setengah jam sudah berlalu sejak keberangkatan kelompok KKN itu dari Jakarta. Riris, Emmy, Ronco dan Ridwan sedang tertidur di sofa di dalam ruangan kapal ferry. Sementara, Lili dan Rianti terlebih dahulu terbangun dan mereka asik bersandar pada pagar dek kapal. Mereka memandangi laut. Dari kejauhan sudah mulai nampak deretan bukit-bukit hijau, daratan Lampung. Semilir angin laut menerbangkan ujung rambut Lili yang tergerai. Sementara Rianti, tangannya sambil memegangi topi lebar yang melindungi wajah hingga tengkuknya dari sengatan matahari. Rianti lalu mengeluarkan ponselnya dan berfoto selfie dengan Lili. Sementara, di dalam kamar hotel Novotel Lampung. Wandi sedang tengkurap di atas kasur yang begitu lembut dan empuk. Dia baru saja hendak beristirahat, karena baru sampai di sana. Sambil tengkurap, Wandi menekan-nekan ponselnya. Ia sedang memilih-milih menu makanan. Ia berencana akan melakukan pemesanan di aplikasi pesan-antar makanan. Perjal
Wandi berkomunikasi dengan teman-temannya. Ternyata mereka sudah tiba di Lampung.“Oh, kalian di mana sekarang?”tanya Wandi.“Yeee elu, malah nanya balik. Kami baru aja nyebrang, sekarang di Bakauhuni,”ucap Ridwan.“Oh, Bakauhuni. Masih jauh tuh. Nanti kalau sudah di Pelabuhan Ketapang bilang ya? Saya sekarang ga jauh dari Ketapang,”ucap Wandi.“What? Elu? Owh elu naik pesawat ya?”ucap Ridwan.“Iya. Gua lagi ga sehat Wan. Gua ga bisa kalau nyebrang naik ferry,”jelas Wandi.“Elu sakit apa Dih?”tanya Ridwan.“Gua.. gua..”ucap Wandi ragu-ragu. Ia lalu kembali teringat kejadian setengah jam yang lalu saat ia meronta-ronta kesakitan.“Akh...”ronta Wandi sambil menjambak rambutnya sendiri dan memejamkan mata kuat-kuat.“Oh, oke oke. Lu istirahat aja Dih, biar kesehatan lu pulih l
Empat jam kemudian. Rianti, Riris, Lili, Emmy, Ridwan dan Ronco akhirnya sampai di Pelabuhan Ketapang. Sebuah pelabuhan kecil, tempat bersandar kapal-kapal kecil seperti perahu nelayan, ketingting atau perahu penumpang berkapasitas hanya 20-an orang, serta speedboot milih Polair yang selalu digunakan untuk berpatroli.Jam sudah menunjukkan pukul 16.09. Mereka turun dari mobil sewaan mereka dan masuk ke dalam sebuah warung makan sederhana. Ronco kali ini tidak ada di warung bersama rombongannya. Ia sedang mencari penyedia jasa perahu sebagaimana janji yang sudah dibuat sebelumnya dengan pemilik perahu itu.“Pak Ketua, boleh gua aja yang nelpon Wandi ga? Gua penasaran soalnya. Gua pingin dengar suaranya yang katanya lagi sakit itu. Beneran sakit ga do’i?”ucap Riris yang sedang duduk sembari memain-mainkan pipet sedotan di dalam gelas berisi sirupnya.“Oh, iya. Telpon gih buru. Suruh dia cepat-cepat datang,”ucap Ridwa
Perjalanan menyeberang ke pulau akan segera dilakukan. Wandi berlagak tidak bersemangat.“Woy! Tunggu apa lagi? Ayo, kita mau berangkat nih,”ucap Ridwan.“Ke perahu?”tanya Wandi.“Iyaaa..”jawab ketus Rianti yang baru saja melewatinya menyusul yang lain.Sekelompok mahasiswa KKN itu lalu memindahkan barang bawaan mereka ke atas perahu. Para wanitanya dibantu oleh Ronco, Ridwan dan pemilik perahu dan ABK-nya. Sedangkan Wandi, ia sendiri cukup kesulitan dengan koper besar yang ia bawa.“Lili cantik! Sini aku bantu,”ucap Ridwan menjulurkan tangannya.Tangannya itu lalu disambut oleh Lili dan Ridwan pun menariknya dengan sedikit keras. Lili lalu tertarik ke atas dengan tubuh yang hampir jatuh. Tubuh Lili yang miring itu lalu ditangkap oleh Ridwan.Ridwan menatap mata Lili. Dengan cepat Lili menegakkan tubuhnya dan melepaskan tangan Ridwan.“Ciyeee... Ada y
Lili, Wandi, Riris, Ridwan, Ronco, Rianti dan Emmy pun sampai di Pulau Pahawang. Mereka tiba menjelang petang. Mereka tinggal di rumah terpisah. Dua buah rumah yang disewakan penduduk setempat berdekatan memisahkan membagi menjadi dua kelompok.Lili, Riris dan Emmy tinggal di rumah Nenek Sumi. Sedangkan, Ridwan, Wandi dan Ronco tinggal di rumah Pak RT Atan. Mereka menempati masing-masing hanya satu kamar saja untuk tiga orang dan pemilik rumah masih tinggal bersama mereka.Untuk penyediaan makan sehari-hari kelompok itu menentukan seorang juru masak. Pak RT Atan beserta Ridwan dan Ronco sebelumnya sudah berdiskusi akan menunjuk Ibu Surti sebagai juru masak.Selama empat puluh hari Ibu Surti akan masak di rumahnya kemudian mengantarkan makanan ke rumah Pak Atan dan Nenek Sumi untuk para mahasiswa itu sebanyak tiga kali sehari. Sedangkan untuk menunya, pada saat melakukan pertemuan di kampus, mereka sudah sepakat bahwa akan memesan menu rumahan yang bahan-ba
Pukul 8.30 pagi. Para mahasiswa KKN berkumpul di balai desa. Mereka duduk di atas tikar pada hall terbuka balai desa tersebut. Mereka sedang menyusun rencana kerja dan mengumpulkan data yang dibutuhkan.“Gampang sih menurut gua, data BPS kan ada?”ucap Rianty kepada teman-temannya.“Bukannya ga percaya dengan data BPS ya, tapi kadang data itu kan ga up to date. Di data memang tertulis jumlah nelayan di sini adalah sekian-sekian. Tapi, kalau ternyata mereka udah beralih profesi dan ga pernah melaut lagi gimana? Jadi beda dong data eksistingnya?”sanggah Lili.“Lili benar! Jaman sekarang apa yang tertulis di KTP penduduk belum tentu itu adalah data yang sebenarnya. Banyak alamat KTP yang udah ga sesuai lagi, profesi yang udah ganti dan sebagainya. Proses pembaruan data KTP ga murah loh? Akses mereka ke Kantor Kecamatan pun harus menyeberang pakai angkutan laut dulu kan?”tambah Wandi.“Hemh.. Kalau ki
Satu bulan yang lalu, bertempat di komplek perkantoran elit di Pantai Utara Jakarta, Pantai Indah Kapuk.“Saya hanya tidak habis pikir. Mengapa pulau itu rela diajukan Hak Guna Usaha kembali dan mereka dengan rela membayar upeti begitu tinggi?”tanya Wandi heran.“Sebelumnya mereka mengalihkan HGU itu ke pengusaha baru dengan mudahnya, dengan berani menanggung ganti rugi yang besar. Sekarang mereka akan mengambilnya kembali meskipun menghabiskan biaya beberapa kali lipat,”ucap Wandi berbicara kepada Asisten Azmi dalam pertemuannya sebelum KKN dilaksanakan, satu bulan yang lalu.“Iya, benar Bos. Oh iya Bos, saya mendapati ada pertemuan yang dilakukan oleh Tuan Dirgaseno dengan Mr. Nakayama di Hotel Greekland pada jumat lalu, Bos,”ucap Asisten Azmi sambil menunjukkan foto-foto dua orang direktur perusahaan yang berbeda itu kepada Wandi.“Bagus sekali!”ucap Wandi kesal lalu melayangkan se
Wandi menyimak perkataan salah seorang direktur di hadapannya.“Tidak cukup! Duuummmm...”ucap Wandi seraya menghentakkan kuat-kuat kaki kanannya ke lantai. Lagi-lagi ia membuat suara degum lantai yang suaranya memenuhi seluruh isi ruangan.Semua orang di situ begitu terkejut dengan apa yang mereka lihat itu. Tuan Aditama justru sebaliknya. Ia tersenyum puas dan merasa mulai penasaran.“Kekuatan kaki lebih kuat daripada kertas kertas itu!”ucap Wandi begitu percaya diri. Semua orang hanya terdiam menunggu pertunjukkan selanjutnya.Wandi lalu mengungkapkan temuannya di lapangan bahwa terdapat beberapa direktur yang sengaja berkomplot untuk melakukan korupsi di perusahaan. Data yang dilaporkan berbeda dengan yang dihimpun sendiri oleh Wandi.Wandi lalu meminta asistennya menunjukkan kalkulasi-kalkulasi data ril lapangan kepada seluruh peserta rapat. Anak muda berusia 21 tahun itu mampu membungkam dan menjatuhka
Malam pun tiba. Peserta KKN sudah tertidur pulas. “Uhuk.. Uhuk... Hah!” “Keebaakaaraan!” “Tolooong! Toloong!” “Emmy bangun Mik!” “Ayo kita keluar!” Rianty, Lili, Riris dan Emmy pun berhasil keluar dari penginapan mereka yang terbakar setelah melewati kobaran api yang sempat mengurung mereka. Tangan Emmy terlukan karena mencoba menahan kayu yang tiba-tiba jatuh karena terbakar. Sedangkan Riris lemas dan hampir kesulitan bernapas. Demikian pula dengan penginapan Ronco, Wandi dan Ridwan. Penginapan mereka juga terbakar. Untungnya tidak ada korban jiwa di sana. Ronco dan remaja yang menginap untuk bermain playstation di sana ikut terluka. Kejadian malam itu begitu menghebohkan warga setempat. ** Hari pun berlalu. Peserta KKN dipulangkan karena panitia KKN tidak ingin mengambil resiko lebih jauh atas keselamatan para mahasiswa itu. Pihak universitas pun bertanggungjawab pada perawatan kesehatan para peserta KKN yang menjadi korban kebakaran. * Sekembali para peserta KKN
Waktu istirahat siang pun tiba. Setelah membersihkan diri, para peserta KKN pun makan siang bersama di halaman penginapan Ronco, Ridwan dan Wandi.Lili duduk di dekat Wandi. Wandi tampak tidak mengacuhkannya, namun ketika Ronco mengajak ngobrol Wandi, dengan riangnya Wandi berbalas ucapan dengan Ronco, juga teman-teman lainnya.Lili nampak murung. Ia tidak mengerti dengan sosok yang disukainya itu.“Apakah Wandi sudah memperdayaiku? Dia memang memperdayaiku, sepertinya. Karena dia dengan mudah bisa mencium perempuan, lalu tiba-tiba menyukainya,” batin Lili.TIIING...“Apa kabar?” Lili mengirim chat ke ponsel Wandi. Wandi membukanya, namun menaruhnya kembali tanpa membalas pesan Lili itu. Lalu, ia melirik Lili sebentar dan mengalihkan pandangannya kembali.TIIING...“Ada apa?” Lili kembali mengirim pesan ke ponsel Wandi, namun kali ini ia tidak merespon notifikasi di ponselnya itu.Mata Lili berkaca, ia sudah tak sanggup lagi menahan kekecewaannya. Ia pun pergi, kemudian Rianty
Wandi lalu bergantian memandangi tiga orang yang berpenampilan sebagai nelayang yang baru saja menolongnya itu. Ia sedikit banyaknya mampu mengenali masyarakat nelayan asli pulau ini, dan ia tidak mengenali mereka.
Beberapa waktu kemudian di balai desa. Para peserta KKN berkumpul untuk membicarakan program KKN mereka.“Jadi ide apa Wan yang katanya tadi mau lu sampein ke kita-kita di sini?” ta
Hari ini benar-benar di luar dugaan. Wandi telah berhasil mengungkapkan perasaannya dan Lili mampu mengorek sedikit informasi yang dibutuhkan Wandi untuk penyelidikan kasus perusakan lingkungan di lokasi KKN. Informasi yang cukup penting.Wandi dan Lili masih duduk bersama di atas akar banir kering itu, tiba-tiba.KRAAK.. SRUUK SRUUK...Terdengar ranting patah dan belukar di sekitar sumber suara itu bergerak.“Hei! Siapaaa ituu...?” teriak Wandi.“Sepertinya ada orang di sana!” ucap Wandi pelan kepada Lili. Lili ikut memperhatikan dengan seksama, namun mereka tidak menemukan siapapun di balik belukar itu.Itu sebenarnya adalah Arif yang diam-diam memperhatikan mereka. Bersamaan dengan suara-suara tadi Arif telah dengan cepat meninggalkan tempat itu. Arif meninggalkan mereka
Flash back, kembali pada saat para peserta KKN mengantar dosen koordinator yang mengunjungi mereka hingga ke dermaga pulau. Lili kembali ke penginapan usai pengantaran dosen ke dermaga, ia berboncengan motor dengan Ridwan. Lili mengangkap sekelibatan sosok dua orang yang tampak mencurigakan. Kedua orang yang tak dikenal itu tampak mengendap-endap dan sesekali meihat ke sekeliling. Mereka tampak berjalan di atas akar-akar banir mangove Rhizophora yang panjang-panjang. Akar-akar itu seperti cakar-cakar burung besar yang bercokol mantap di atas daratan belumpur di tepian pulau. Hutan mangrove memang cukup tebal di tepian pulau ini. Untuk itu perlu bekerja keras untuk berjalan di atasnya. “Apa yang dilakukan mereka di sana?” batin Lili melihat mereka saat lewat dengan motor. “Apakah mencari kepiting? Mencari kepiting tapi kok celingukan begitu? Jangan-jangan mereka mau mencuri kayu mangrove?” batin Lili kembali.
“Duduk dulu aja sini. Ngomong-ngomong kamu haus ga? Panas banget ya,” ucap Wandi.Lili lalu duduk di akar banir yang memanjang terhubung dengan akar banir yang Wandi duduki.Setelah Lili duduk, Wandi justru berdiri.“Tunggu di sini sebentar,” ucap Wandi.Wandi pun pergi kemudian kembali dengan membawa dua buah botol minuman teh kemasan. Ia memberikan sebotol kepada Lili lalu membuka botol miliknya dan meminum bagiannya.“Biasanya untuk menenangkan orang yang diintrogasi, orang itu diberikan teh untuk menenangkan pikirannya. Semoga cara ini berhasil. Semoga Lili bisa memberiku informasi lebih rinci,” batin Wandi.Wandi menatap dalam-dalam mata Lili.Lili lalu menyengir lemas kepada Wandi.“Kamu nungguin aku bicara? Astaga, aku ga inget apapun lagi Wandi. Mungkin bukan ga ingat tapi memang ga tahu, sebatas itu doang yang aku lihat,” ucap Lili.&ldq
Beberapa waktu kemudian di Pulau Pahawang.“Elu, Wandi. Kemana aja sih lu? Tuh, lihat tempat kita udah rame tuh. Para konglomerat itu ujug-ujug dateng aja mereka,” ucap Ronco.Masyarakat setempat dan para peserta KKN berdiri-berdiri di pantai yang dijaga para petugas keamanan sehingga menghalangi mereka berlalu lalang. Aktivitas para direktur itu menjadi semacam tontonan bagi masyarakat setempat. Terlebih ketika helikopter mendarat di sebuah lapangan di sana. Suara riuh anak-anak girang menyambutnya, walaupun masih kalah dengan suara baling-baling helikopter.“Iya, saya ada urusan aja tadi. Tadi saya...”belum usai Wandi berbicara, Ridwan pun memotong.“Jangan bilang semua ini ada hubungannya dengan kepergian lu semalem? Kenalan lu yang elu maksud itu mereka kan?” tebak Ridwan.“Nanti saya jelasin ya, yang penting semuanya harus dengerin saya, percayain semuany
Beberapa waktu kemudian di balai desa...“Wandi mana?” tanya Riris.“Entah. Sejak gua bangun tidur dia udah kaga ada. Pas gua ngejapri, dia bilang lagi ada urusan sama kenalannya terkait kebakaran semalam,” jelas Ridwan.**Sementara di saat yang sama, Wandi sedang bersama dengan Asisten Asmi di hotel Novotel Bandarlampung. Wandi sedang membicarakan hal yang cukup serius dengan asistennya itu sambil memperhatikan apa yang ada di layar leptopnya.**Semalam, seusai memadamkan api, Wandi dan Ridwan serta Ronco kembali ke penginapan. Namun, setelah Ridwan dan Ronco tertidur pulas, Wandi diam-diam pergi dijemput oleh Asisten Azmi yang datang dengan speedboat. Wandi bermaksud untuk segera menyidik kasus kebakaran di lokasi wisata mitra perusahaannya itu. Dengan cekatan Wandi pun dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan kemudian melaporkan hal ini kepada CEO. Karena it