Setelah sekolah, Marissa dan Roy memiliki jadwal ekstrakulikuler yang sama yaitu bermain basket. Saat ini sedang waktunya istirahat. Marissa dan Roy duduk di tribun lapangan untuk beristirahat.Bulir-bulir keringat membasahi wajah Marissa dan Roy. Saat Marissa sedang meneguk air mineral, Roy dengan penuh perhatian mengelap wajah Marissa menggunakan handuk kecil. Marissa tersenyum melihat Roy yang selalu perhatian kepadanya.Tapi adegan indah itu tidak berlangsung lama ketika Roy malah menutup mata dan tersenyum-senyum tanpa alasan."Roy…." Marissa memanggil pelan. Beberapa detik kemudian, ia melebarkan matanya. Ia sadar bahwa Roy sedang kerasukan.Marissa lalu menggenggam tangan kiri Roy dan membawanya naik ke lantai tiga alias rooftop. Marissa mendudukkan Roy di kursi panjang diikuti dirinya."Katakan siapa kamu," seru Marissa.Namun Roy malah senyum-senyum terus."Katakan siapa kamu." Marissa mengulang perkataannya."Aku … Arabella ….""Ada urusan apa kamu hingga merasuki tubuh Roy?
Marissa bermimpi berada di sebuah tempat yang ia kira adalah hutan. Ia melihat Alard sedang bermain di hutan tersebut bersama seorang anak perempuan. Marissa menduga bahwa anak perempuan tersebut adalah sahabatnya Alard yang bernama Siti.Saat Marissa berusaha melihat lebih jelas, ternyata memang benar bahwa anak perempuan itu adalah Siti. Lalu tiba-tiba Marissa seperti tertarik oleh sesuatu dan kembali muncul di tempat yang sama namun dengan waktu yang berbeda.Waktu sekarang Marissa berada adalah saat banyak orang Belanda maupun pribumi yang dibantai oleh tentara Jepang termasuk Alard. Cuplikan memori saat Alard dibunuh kembali Marissa lihat. Namun Marissa tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa diam dan melihat.Lalu Marissa kembali merasa seperti tertarik oleh sesuatu. Kini ia berada di tempat yang sama dengan waktu sekarang Marissa hidup alias waktu saat ini berlangsung. Tentu saja terlihat sangat berbeda namun hutan di belakang rumah Alard masih hampir sama dengan yang dulu.
Farissa pergi duluan menaiki taksi. Ia pergi ke tempat syuting Abraham dan Sky. Sedangkan Roy dan Marissa tetap berada di sana hanya saja bukan di hutan tapi di danau.Mereka menikmati momen berduaan saja. Ralat, hanya mereka yang manusia, selebihnya adalah para arwah yang sejak dulu menghuni tempat itu.Marissa mengecek perbekalan yang tersedia. Ada roti panggang, zuppa soup, dan satu tumbler berisi es coklat. Roy juga membawa tumbler sendiri berisi kopi hangat dan berbagai macam snack.Wajah Marissa sembab dan memerah karena habis menangisi kepergian Alard. Walaupun ia tidak benar-benar berpisah dengan Alard, tetap saja Marissa merasa sangat kehilangan. Ia kini tidak bisa bertemu Alard sesering dulu.Ketika ia sedang sedih, obat paling ampuh adalah makanan. Marissa duduk sambil makan snack dengan pandangan lurus ke depan tapi kosong. Roy tersenyum tipis melihat Marissa.Roy sengaja ikut diam untuk memberi waktu kepada Marissa agar belajar merelakan. Tidak ada yang abadi di dunia ini
"Ya Tuhan … itu sudah tindak pidana. Bisa dipenjarakan, Roy," ucap Marissa."Maka dari itu. Tapi itu Samuel ngelakuinnya pas kita masih SMP."Flashback onSamuel menghampiri Talitha yang menangis tersedu-sedu di taman belakang sekolah. Laki-laki itu tak tahan melihat wanita yang disukainya menangis karena laki-laki lain. Samuel duduk di samping Talitha lalu mengelus punggungnya untuk menenangkannya."Kenapa lagi?" Samuel bertanya lembut."Boy lebih milih boncengin Clara ketimbang aku. Ia lebih milih nganterin Clara ke toko buku daripada nganterin aku les piano. Hati aku sakit, Samuel," ujar Talitha menggebu-gebu.Samuel mengepalkan tangannya. "Kurang ajar," umpatnya dalam hati."Kamu tenang aja. Biar aku hajar si Boy itu," ujar Samuel dan beranjak untuk menemui Boy.Talitha menahan tangan Samuel. "Jangan, gak usah, El. Plise, aku minta jangan apa-apain Boy."Akhirnya, Samuel luluh karena permohonan Talitha. "Oke. Tapi kalau sampai kamu nangis gara-gara dia lagi maka jangan halangi aku
Setelah pulang dari nge-gym, Roy langsung pulang ke rumah. Sementara Samuel malah pergi menggunakan motor yang ia sewa ke rumah Boy. Samuel memberhentikan motornya di seberang jalan yang sedikit jauh dari rumah Boy agar tidak ketahuan.Samuel dikuasai amarah ketika melihat ada Clara di dalam rumah Boy. Semakin hari mereka terlihat semakin dekat saja dan itu tentunya membuat Samuel semakin geram dengan tingkah mereka."Awas saja kamu, Boy! Akan ku remukkan tubuhmu," gumam Samuel berapi-api.Hal yang ditunggu-tunggu Samuel akhirnya tiba. Boy keluar rumah menggunakan motor maticnya. Samuel lalu mengikuti kemana Boy pergi.Sepanjang perjalanan yang sudah dilewati selama dua puluh menit, mereka kini berada di jalan yang sepi dan kedua sisi jalan adalah hutan. Samuel tersenyum miring ketika merasa mendapat kesempatan untuk menjalankan aksinya.Tangan Samuel yang dilapisi sarung tangan menusukkan pisau ke punggung Boy dari arah belakang. Samuel lalu segera tancap gas meninggalkan Boy. Motor B
Akhirnya Roy dan Talitha berpacaran. Hal yang tidak pernah Samuel sangka-sangka. Ia langsung mendatangi rumah Roy.Samuel memencet bel berkali-kali sampai Roy membukakan pintu rumah. Tanpa babibu Samuel lalu mencengkram kerah baju Roy. "Lo tega khianatin gue! Seharusnya gue yang pacaran sama Talitha, bukan lo!""Santai bro. Siapa cepat dia dapat."BughSamuel meninju pipi Roy. "Kenapa lo malah pacaran sama Talitha?""Karena gue pengen nglindungi dia dari cowok brengsek kayak lo," ucap Roy lantang.Samuel terdiam, tapi ia masih menatap bengis ke arah Roy.Roy terkekeh. "Lo pembunuh, El. Lo udah bikin Talitha nangis hebat karena kematian Boy. Sadar, El. Yang lo lakuin itu malah bikin Talitha semakin terluka. Mikir, El. Dimana otak lo?"Samuel masih terdiam. Ia syok mendengar perkataan Roy. Tubuhnya sampai membeku."Bunuh orang aja lo berani. Gue yakin, kalau Talitha sama lo dia bakal kenapa-napa. Satu yang harus lo sadari dan inget sampai kapanpun kalau lo itu pembunuh, lo kriminal, lo
Hari demi hari berlalu. Tak terasa satu tahun berlalu sejak pertemuan pertama Marissa dan Farissa dulu. Banyak susah senang mereka lalui bersama.Semua orang terdekat menyambut hari ini dengan bahagia dan penuh suka cita. Saat Marissa dan Farissa bangun tidur dan keluar kamar menuju dapur, Abraham, Aurin, dan Bibi Ambar memberikan suprise untuk mereka."Surprise. Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga." Abraham, Aurin, dan Bibi Ambar kompak menyanyikan lagu.Marissa dan Farissa pun meniup lilin berbentuk angka 18 yang tertancap di atas kue yang dipegang Aurin. Abraham dan Bibi Ambar bertepuk tangan ketika lilin padam. Aurin pun meletakkan kue tersebut di atas meja.Mereka saling berpelukan dan Bibi Ambar bertugas memotret setiap momen mereka. Di atas meja, sudah terdapat lima bungkus kado untuk Marissa dan Farissa. Dua dari Abraham, dua lagi dari Aurin, dan satu dari Bibi Ambar."Buka kadonya, buka kadonya, buka kadonya sekarang juga."Marissa dan Farissa pun mengam
Saat membuka mata, Marissa langsung dihadapkan dengan wajah Roy. "Aku dimana, Roy?""Kamu dirumah sakit, sayang. Tadi kamu pingsan.""Pingsan?" Marissa mencoba mengingat. "Oh, saat di gua tadi.""Maaf ya, sayang. Gara-gara aku ngajak kamu di gua tadi kamu jadi begini." Roy merasa sangat menyesal.Marissa tersenyum menenangkan. "Tidak apa-apa. Lagi pula aku juga udah gak kenapa-kenapa, kok. Ayo kita pulang."Bertepatan dengan itu, seorang dokter memasuki ruangan. "Syukurlah pasien sudah sadar. Saya cek dulu, ya."Setelah diperiksa, dokter itu berkata, "Pasien sudah boleh pulang.""Terima kasih, dok.""Sama-sama."Roy pun melingkarkan tangannya ke pundak Marissa dan menuntun gadis itu berjalan. Marissa merasa nyaman dengan sentuhan Roy, maka ia pun menggenggam lengan Roy."Kamu kuat naik motor 'kan sayang? Takutnya kamu gak kuat sama angin di jalan," tanya Roy."Kuat kok, Roy. Aku boleh pinjam jaket kamu aja?""Oh, boleh dong." Roy pun memakaikan jaketnya di tubuh Marissa."Kalau aku aj
"Aku, Sky Putra Raja, menjadikanmu, Farissa Putri Abraham, istri ku, untuk kumiliki mulai hari ini dan seterusnya, dalam keadaan baik, buruk, sehat, sakit, kaya ataupun miskin, hingga kematian memisahkan kita," ucap Sky lantang."Aku, Farissa Putri Abraham, menjadikanmu, Sky Putra Raja, suamiku, untuk kumiliki mulai hari ini dan seterusnya, dalam keadaan baik, buruk, sehat, sakit, kaya ataupun miskin, hingga kematian memisahkan kita," balas Farissa.Mereka pun berciuman dan berpelukan. Riuh tepuk tangan kembali terdengar. Para pemain musik mulai memainkan musik hingga terdengar alunan musik yang indah yang membuat suasana menjadi semakin hangat.Seluruh keluarga dan kerabat pun berfoto bersama dengan kedua pasangan pengantin. Setelah itu, diadakan acara lempar bunga. Marissa dan Farissa pun membelakangi para tamu lalu melempar buket bunga ke belakang.Yang menangkap kedua bunga tersebut adalah Nia dan seorang laki-laki bernama Joy. Joy adalah teman kampus mereka. Bertepatan dengan itu
Roy: Aku mau ngelamar kamuMarissa terkejut dan membeku saat membaca pesan dari Roy. "Ya Tuhan, ini beneran?" gumamnya.Marissa: Kamu serius?Roy: Seriuslah. Aku sama Bunda udah nyiapin seserahan. Kami akan kerumahmu nanti sore. Dandan yang cantik ya, sayang.Marissa merasa senang, cemas, bingung pokoknya semua rasanya seperti campur aduk. Ia sampai berjingkrak-jingkrak saking merasa campur aduk. Ia memandangi dirinya di depan cermin sambil berucap, "Serius cewek kayak aku mau dilamar nanti? Acak-acakan gini kayak orang utan kok bisa cepat dapat calon suami, ya.""Tapi aku memang cantik, sih," lanjutnya sambil berpose layaknya model."Aku harus nyiapin pakaian buat nanti." Marissa buru-buru menggeledah lemarinya. Banyak baju yang ia hamburkan hingga menjadi berantakan. "Aduh, aku harus pakai yang mana?" Marissa frustasi. "Oh iya. Lebih baik aku bilang ke Mama Papa sekalian tanya saran pakaian yang cocok dipakai nanti."Marissa pun keluar kamar dan berjalan ke kamar kedua orangtuanya.
"Dari hasil pemeriksaan, pasien dinyatakan hamil." Ucapan dokter membuat tubuh Anggun membeku."A-apa? Aku hamil?" Anggun berucap tak percaya."Iya. Usia kandungannya baru dua minggu. Tolong dijaga baik-baik kandungannya. Saya akan beri vitamin dan surat kontrol. Nanti bisa kontrol ditemani suaminya.""Suami? Apakah dunia sedang bercanda?" ujar Anggun dalam hati.Marissa menatap Anggun dengan tatapan kasihan. Dia ingin menyadarkan Anggun melalui kata-kata tapi ia tak tega melihat wajah Anggun yang pias. Setelah keluar dari ruangan dokter, Anggun menangis sejadi-jadinya."Maafkan aku, Mar. Mungkin ini karma karena aku berniat mencelakaimu. Tolong bantu aku… aku harus bagaimana?""Aku sudah memaafkanmu. Kamu harus sabar dan ikhlas menerima anak di rahimmu. Bagaimanapun dia bayi tak berdosa. Jangan kamu sakiti apalagi menggugurkannya. Kamu tidak mau 'kan terjadi hal buruk lagi? Maka jaga kandunganmu.""Lalu bagaimana dengan kuliahku?""Kamu bisa menggunakan pakaian oversize ketika ke kamp
Marissa tidak berangkat sekolah karena ia masih merasa lemas dan tak bertenaga. Kini dia hanya duduk bersandar ke headboard sambil menonton film. Tiba-tiba terdengar suara motor Roy yang sangat Marissa hafal.Marissa pun berhenti memutar film lalu beranjak dan turun ke lantai bawah dan menghampiri Roy. "Aku gak berangkat kuliah. Maaf gak ngabarin kamu karena aku lupa."Roy menyerahkan beberapa batang coklat kepada Marissa. "Cepat sembuh, sayang."Marissa menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih, Roy." Ia mengecup pipi Roy.Roy melotot kaget. Ia memegangi tangan Marissa lalu meremasnya. "Aaa aku salting berat. Kamu harus tanggung jawab."Marissa mengecup pipi Roy lagi. "Aku sudah tanggung jawab.""Itu malah bikin aku tambah salting, Mar.""Memang tujuan aku begitu. Aku suka lihat wajah kamu pas salting.""Kalau begitu aku juga mau cium kamu." Roy turun dari motornya.Namun Marissa segera berlari memasuki rumah sambil tertawa. Roy menatap Marissa dengan tatapan yang dibuat seolah-o
Cesy mencekik Excel sampai Excel tersedak dan sesak nafas. Excel memegangi tangan Cesy yang terasa sangat dingin. Cesy menatap Excel sangat tajam."Puas kamu merusak seluruh hidupku? Kamu memang pria brengsek. Kamu seharusnya gak pantas hidup. Kamu adalah manusia paling bejat yang pernah aku kenal," ucap Cesy berapi-api."Aku minta maaf." Excel melirih."Apakah kata maaf bisa mengembalikan semuanya yang sudah hancur tak tersisa? Kenapa? Kenapa kamu lebih memilih meninggikan ego dan sikapmu yang temperamental dari pada menahannya dan berusaha bersikap lembut kepadaku? Tidak perlu lembut, tapi bersikaplah dengan normal kepadaku. Apa itu sangat susah?""Iya aku tahu aku salah. Aku juga tidak ingin mempunyai gangguan mental dan sikap temperamental. Ini semua bukan pilihanku.""Menjadi korban kebejatanmu juga bukan keinginanku." Cesy berteriak. Ia melepaskan cekikkannya dengan kasar.Excel buru-buru mengatur nafas lalu turun dari kasur dan bersujud kepada Cesy. "Tolong jangan ganggu aku la
"Tolong berhentilah mengganggu Excel. Dia sudah mendapatkan ganjarannya. Kamu sudah menang, Cesy," ucap Marissa.Raut wajah Cesy berubah sedih. "Aku masih dendam padanya.""Untuk apa kamu dendam? Jika kamu berhenti mengganggunya dan dia dinyatakan pulih dari gangguan jiwanya maka ia akan dipenjara. Bukannya itu adalah balasan yang setimpal atas perbuatannya selama ini kepadamu?"Cesy diam, tampak berpikir. Beberapa detik kemudian ia mengangguk. "Baiklah. Aku akan memberinya pelajaran satu kali lagi lalu aku akan berhenti mengganggunya."Marissa hanya geleng-geleng kepala. Memang kalau orang sudah dendam pasti akan melampiaskan dendamnya sampai ia puas termasuk Cesy. Ia bahkan masih ingin memberi pelajaran kepada Excel.Tiba-tiba perasaan Marissa menjadi tidak enak. Tapi ini menyangkut Roy.•••Saat sedang bersantai di balkon, tiba-tiba ponsel Marissa berbunyi. Saat Marissa mengeceknya, rupanya ada telepon dari Roy. Marissa pun segera mengangkatnya."Halo, Roy?""Halo, Mar. Kamu kesini
"Cesy yang beberapa hari kemarin datang ke rumah saya?" tanya Yuni."Benar, Kak. Dia sudah meninggal bunuh diri." Ucapan Marissa membuat Yuni kaget sampai melotot."Bu-bunuh diri?""Iya. Dia bunuh diri dalam keadaan hamil.""Kok bisa?"Marissa pun menceritakan tentang cerita sebenarnya tentang Cesy. Ia juga menceritakan tentang ia yang dimimpikan Cesy. Marissa tidak peduli Yuni percaya atau tidak."Ya Tuhan, kasihan sekali Cesy. Aku tidak menyangka hidupnya setragis itu. Kemarin saat Cesy kesini saya sempat merekam perbincangan kami," ujar Yuni."Boleh saya dengar rekamannya?" pinta Marissa."Boleh-boleh." Yuni pun menghidupkan ponselnya dan memutar rekaman pembicaraannya dengan Cesy."Kak Yuni, perkenalkan aku Cesy. Aku kesini ingin berbagi cerita," ucap Cesy."Silahkan. Saya akan menjadi pendengar yang baik.""Jadi, saya punya mantan pacar yang toxic. Dia selalu melakukan kekerasan kepada saya. Saya sangat tertekan dan trauma. Apa yang harus saya lakukan?""Di a melakukan kekerasan
Terlihat di CCTV ada wanita memakai sweater ungu yang tak lain adalah Anggun memasukkan kecoa di dalam gelas yang dibawa oleh pelayan. Semuanya langsung menengok ke sekitar mencari Anggun. Anggun pun ketahuan dan digeret oleh para pengunjung ke tengah-tengah mereka.Marissa seperti mengenali Anggun. Ia melepas masker Anggun dan seketika matanya membulat. "Anggun?!"Roy pun tak kalah terkejut. "Apa salahku, Nggun?" tanya Roy.Anggun merampas maskernya dari tangan Marissa lalu memakainya kembali. Ia lalu berucap, "Salahmu adalah membangun kafe ini! Kafemu membuat kafe ayahku tidak laris. Kamu merebut pelanggan kafe ayahku!""Ya Tuhan … kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu? Rezeki sudah diatur," sahut Marissa."Halah, kalian jangan sok suci. Sekarang aku minta uang ganti rugi karena kalian menyaingi kafe ayahku.""Untuk apa kami ganti rugi? Apa yang kami lakukan sudah benar menurut kami." Marissa berucap. "Semuanya, apakah yang kami lakukan salah?"Para pengunjung menggeleng. "Tidak."
TringTiba-tiba notifikasi ponsel Marissa berbunyi. Marissa pun duduk di anakan tangga mengecek ponselnya. Ternyata ada pesan dari grub kampus.Grub kampus: Kabar duka datang dari seorang mahasiswi baru bernama Cesy. Ia ditemukan meninggal di kamarnya karena gantung diri. Mari kita panjatkan doa supaya Cesy tenang di alam sana. Terima kasih atas perhatiannya.Marissa membeku. Tangannya sampai bergetar hingga ia menjatuhkan ponselnya. Ia kaget dan hampir berteriak ketika ada yang menepuk bahunya. Saat Marissa menoleh, rupanya itu adalah Anggun. "Kamu tadi jadi bahan pembicaraan orang-orang di perpustakaan karena kamu ngomong sendiri seolah-olah ada orang disampingmu. Kamu tadi ngomong sama siapa?" ujar Anggun.Marissa menjadi bertambah terkejut. Ia semakin terkejut ketika melihat di seberang jalan ada Cesy yang melambaikan tangan kepadanya sambil menggendong seorang bayi yang tidak memakai pakaian sedikitpun seperti baru lahir.Anggun menepuk bahu Marissa. "Kamu kenapa melotot gitu?"