Share

Bab 9. Semobil

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-20 14:05:13

Hari ini, aku bersiap untuk survey lapangan. Menggunakan baju senada seperti kemarin, hanya berbeda warna saja. Hari ini biru cerah, aku ingin kegiatan hari ini cerah sebiru bajuku. Aku menggunakan sepatu trepes, masih terlihat resmi tetapi lebih santai dan nyaman. Tidak ketinggalan, kaca mata hitam anti silau. Yang terakhir ini sebagai andalanku untuk meningkatkan penampilan.

"Wah, sepertinya ada yang sudah tidak sabar lagi!" teriak Mas Sakti melihat aku sudah bersiap. Dia berpakaian lebih santai lagi, celana  kain dan baju lengan panjang yang di gulung sampai siku. 

"Pagi Pak Sakti!" sapaku.

"Hlo, kok Pak?" tanyanya heran.

"Latihan. Supaya tidak keceplosan!" jawabku.

Kemarin Mas Sakti sudah memberitahu, aku harus memanggilnya pak, di depan Pak Mahendra yang kolot itu. Jangan sampai salah, aku tidak mau ada ungkapan yang mematik keinginanku untuk menimpuk kepalanya. Terlalu ekstrim, ya?

"Okey! Up to you, lah!" ucapnya sambil bersiap.

Kami bergegas ke ruangan Pak Mahendra dan menunggunya di ruang tunggu. Setelah Mas Sakti masuk menemui sekretaris pak bos, dia keluar dan memberitahukan kalau jadwalnya mundur sebentar.

"Kamu mau minum kopi? Sekitar setengah jam baru berangkat. Masih ada waktu! Pak Bos masih ada urusan," jelasnya sambil mengajak ke ruangan untuk istirahat. Ruangan ini yang biasanya digunakan karyawan untuk santai, makan, atau sekadar minum untuk melepas penat.

"Boleh. Kopi hitam," sahutku cepat.

Ini perlu buatku, penambah semangat dan mengurangi tingkat kesetresan sebelum menghadapi Si Vampir. Lalu Mas Sakti meminta OB mengirim segera ke ruang ini. Tidak memakan waktu lama, secangkir kopi yang mengepul sudah tersedia di depan kami.

Kami pun berbincang tentang keadaan di proyek.

"Nanti rekam keadaan tanah di sana. Jadi setelah itu, kamu sesuaikan dengan konsep yang ditetapkan," jelas Mas Sakti sambil menyesap kopi hitam.

"Nanti ada pemetaan keadaan tanah, kan?"

"Ada!" jawab Mas Sakti.

Informasi awalnya, tanah di lokasi ini tidak rata. Ini merupakan tantangan kami untuk menaklukkan posisi ini. Kalau diolah dengan benar, kita akan mendapatkan rancangan yang cantik dan tidak monoton. Jangan sampai kita membuang energi dan dana untuk merubah struktur tanah. Lebih baik perbedaan level tanah dimaksimalkan saja. Mengolah lahan seperti ini adalah tugas kami sebagai arsitek.

"Pak Sakti dan Bu Litu, sudah ditunggu di parkir oleh Pak Mahendra," ucap sekertarisnya yang menghubungi Mas Sakti melalui ponsel. 

"Ok. Siap!" jawab Pak Sakti. Ternyata, dia baru datang dan langsung segera pergi ke lokasi. Kami menuju tempat parkir khusus direksi di lantai yang sama ini. 

"Kita satu mobil dengan ...."

"Iya. Dengan Mahendra. Dia bilang, sekalian akan jelaskan sesuatu kepada kita," terang Mas Sakti.

Setiba di parkir, sopir sudah membukakan pintu belakang. Terlihat Pak Mahendra sudah duduk di dalam, dengan melihat ponsel di tangannya.

"Bu Litu di belakang dan Pak Sakti di depan," ucapnya sopan. Badannya membungkuk mempersilahkanku masuk. Mas Sakti menepuk bahuku sambil tersenyum.

Apa ...! Aku satu mobil dan satu tempat duduk dengan si Vampir ini?! 

Aduh! Sepertinya, hariku tidak sebiru bajuku.

Pelan, aku masuk ke dalam mobil. Duduk serasa tidak enak, melebihi tidak enaknya kena bisul di bokong. Super tidak enaknya, pokoknya.

"Nduk, jadi orang harus berani karena benar dan takut karena salah! Ingat selalu kata Bapak.”

Tapi, ini wejangan yang kurang tepat untuk keadaan sekarang ini.  Aku tidak takut, tetapi malas stadium akut. Tidak ada stok wejangan Bapak cara menghadapi orang menyebalkan. Satu-satunya jalan aku mencari di internet, mumpung yang di sebelahku masih sibuk dengan ponselnya.

Aku ketik, 'Cara Menghadapi Orang Menyebalkan'. 

Ada!

Satu, cari tahu penyebabnya. Dia tidak suka karena aku perempuan, tidak mungkin kan aku mengubahnya. 

Kedua, jangan memupuk kebencian. Mungkin dia bersikap seperti itu karena ada masalah dengan dirinya. Iya betul! Dia mempunyai kenangan buruk bekerja dengan perempuan. Betul!

Ketiga, penyelesaian. Bantu dia untuk merubah penyebab kebencian menjadi berbalik. 

Maksudnya? Aku mengernyitkan dahi. Jadi aku harus merubah kenangan buruk menjadi kenangan manis? Gitu?

Iih, amit-amit.

"Kamu kenapa, Litu?" Suara berat terdengar di sebelahku,

*****

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Edi Sunarno
bagus juga alur ceritanya.
goodnovel comment avatar
Bibiana Bili
hhehehhehhehe mantap cerita nya bikin penasaran
goodnovel comment avatar
Edi Sunarno
sangat bagus alur ceritanya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 10. Aku Ikut, ya?

    "Kamu kenapa, Litu?" suara berat terdengar di sebelahku, membuatku kaget. Hampir saja ponsel di tanganku terpental. Ternyata kalau bersuara lirih, kedengaran di telinga berbeda. Ada rasa menggelitik di hati ini, menyelusup dan gimana gitu."Ti-tidak, Pak. Tadi minum kopi terlalu kental," jawabku asal nyomot. Tidak mungkin aku berterus terang penyebab sebenarnya. Bisa jadi, aku langsung di pecat. "Sakti, tadi kalian minum kopi tanpa makan apapun?!" tanyanya dengan suara agak keras. "Iya, tadi kita tunggu lebih setengah jam sambil minum kopi. Yang lebih kasihan itu Litu. Karena terlalu bersemangat, datangnya lebih awal. Pasti dia tidak sempat sarapan!" seloroh Mas Sakti berbalas pelototan mata dariku. Sialan aku dijadikan alasan. "Baik, aku minta maaf sudah terlambat. Kamu mau makan pagi apa, Litu? Saya traktir," ucapnya dengan menatapku. Aku langsung menatapnya balik, beneran yang bicara barusan si Vampir itu? Minta maaf? Dan, dengan suara pelan lagi. Lebih enak didengar tetapi te

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-20
  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 11. Siapa Wanita Itu?

    "Ada apa, Sakti? " Suara yang menjadi mimpi buruk membuat badanku kaku seketika. ‘Duh, kenapa sampai ketahuan Si Vampir?’ Mas Sakti tertawa melihat wajahku yang memberi kode untuk tidak berkata sejujurnya. Alih-alih menutupi apa yang terjadi, dia justru berkata yang tidak-tidak. “Litu kawatir kalau aku tinggal dia pulang dengan siapa. Takut kamu tinggal. Kamu akan menunggunya, kan?” ucap Mas Sakti membuat mataku semakin melotot ke arahnya. Kenapa dia justru berkata kebalikannya? Bikin malu saja! “Ti-tidak, Pak. Saya tidak bilang seperti itu,” ucapku sembari membalikkan badan. Namun, yang dituju justru sudah melangkahkan kaki menjauh dari kami. ‘Ish … dasar bos tidak punya sopan santun. Orang belum selesai bicara sudah diringgal pergi!’ gerutuku dalam hati. *** Setelah beberapa waktu kami sibuk menggali data. Aku berbincang dengan Kepala Proyek, Mas Sakti sudah pergi dengan penanggung jawab pembangunan aparteman, sedangkan Pak Mahendra terlihat sibuk dengan ponselnya. "Bu Li

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 12. Seandainya Dia

    "Litu! Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Mas Sakti setiba aku di ruangan. Dia sudah sibuk di balik meja kerjanya dengan setumpuk berkas dihadapannya. "Tidak apa-apa bagaimana? Tadi saya mempertaruhkan nyawa!" jawabku sambil menghempaskan tubuh ini di kursi kerjaku. Dia langsung berdiri dan menghampiriku."Tadi kamu bertemu dengan Siska? Anak lapangan memberi tahu tadi." Jadi kejadian tadi sudah menyebar kemana-mana. Pantas saja, mereka bersikap seperti itu. Menatapku seakan menjadi tersangka pada sebuah kejadian."Siska? Perempuan itu, namanya Siska? Mas Sakti kenal?" tanyaku dan menegakkan dudukku. Jiwa penasaranku langsung bangkit, aku tatap Mas Sakti menuntut penjelasan."Kenapa? Kenapa kamu melotot kepadaku?" tanyanya dengan memundurkan wajahnya."Mas, ayolah. Beri saya penjelasan. Saya bisa mati penasaran kalau nantinya dicelakainya. Mas Sakti mau saya hantui?!" ucapku sambil menyeringai ke arahnya. Dia malah tertawa."Kamu sudah siap jadi hantu demi Mahendra? Hahaha ..." ledeknya

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 13. Perempuan berbaju merah

    "Weee! Melamun saja!" teriak Alysia mengagetkan aku. Entah kapan dia pulang ke rumah. Tiba-tiba sudah nongol di pintu kamar. Dia menghampiriku yang berbaring malas di tempat tidur. "Main, yuk! Pusing, aku!" teriaknya sambil meloncat berbaring di sebelahku. "Tumben pusing. Biasanya kamu orang yang tidak pernah pusing?" tanyaku melihat mukanya yang cemberut. Dari kuliah dulu, dia memang seperti ibu peri. Tempat berkeluh kesah dan pemberi semangat, dan sekarang kelihatan seperti orang kalah. "Kesal saja, ngadepin pelanggan yang ngeselin! Seperti dia saja yang punya uang. Gemes aku!" teriaknya sambil menggoyang-goyangkan kaki ke atas. Katanya kalau kesal, cara membuang energi dengan olah raga. Termasuk gerakan dia sekarang ini. Ada-ada saja! "Kalau gemes, cubit aja pipinya!" celetukku sambil tertawa. "Pipinya sudah kempot, Say! Sudah tua, tapi otaknya tidak jalan!" keluhnya. "Siapa, sih?!" tanyaku dengan memiringkan badan ke arahnya. Alysia mendapat pelanggan baru, orang berduit

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-23
  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 14. Penyelamat

    Astaga!Dia perempuan yang berbaju merah yang membuatku takut tadi!Siska, mantan Pak Mahendra.Aduh ...!Bagaimana ini?Tanganku mendingin, ingatanku dengan wajah marahnya terbayang jelas. Bagaimana kalau dia bertemu denganku lagi? Bisa jadi aku dicincangnya. Ingatan itu membuatku begidik.Aku langsung menarik kepalaku dan meringkuk bersembunyi di balik tanaman tinggi. Alysia mengikuti apa yang aku lakukan."Kenapa kita bersembunyi?" tanya Alysia memegang tanganku. "Litu, kenapa kamu terlihat takut?" tanyanya sekali lagi "Ssstt ...! Dia itu Siska, yang aku ceritakan tadi," ucapku dengan berbisik. "Apa!" teriak Alysia kaget dan aku membungkam mulutnya sebelum bersuara keras lagi. "Ssstt ...!"Keributan itu masih terjadi, pegawai yang sepertinya supervisor tidak mampu menanganinya. Dia malah semakin menjadi, pegawai itu dibuatnya mati kutu. Dia baru berhenti setelah ada laki-laki berjaket kulit warna hitam, menghampiri mereka. Dia bersama beberapa laki-laki berbaju senada, hitam. Be

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-23
  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 15. Kamu divampiri dia?

    "Pak! Saya tidak mau di anggap perempuan tidak benar!" protesku. Tiba-tiba dia menghentikan mobilnya. Samar, dari terangnya lampu jalan terlihat rahangnya yang mengatup keras. Sempat rasa takut menghinggapi hati ini, tapi mengingat perlakuan yang seenaknya rasa kesal lebih menuntutku untuk bicara. "Lituhayu! Ingat, saya tidak pernah menganggapmu seperti itu! Aku hanya menyelamatkanmu!" "Menyelamatkan atau membahayakan saya? Saya merasa diculik. Tanpa saya tahu kenapa saya diposisi ini. Seperti pencuri saja," ucapku kesal. Rasa segan terkalahkan dengan kesalku. Percuma bicara dengan orang tanpa hati seperti vampir di sebelahku ini. "Itulah alasan kenapa saya tidak suka merekrut perempuan! Apalagi seperti kamu.” “Kenapa kalau perempuan, Pak? Saya harus terjebak dengan situasi yang saya tidak mengerti. Bahkan saya tidak melakukan kesalahan apapun!" ucapku membalas tatapannya yang tidak berpindah dariku. "Siapa bilang kamu tidak melakukan apapun? Segala yang kamu lakukan membuat

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 16. Ini Waktunya

    "Tidakkan ini berlebihan? Ini seperti bukan aku," ucapku ketika melihat tampilan wajahku di cermin. Rambutku kembali ke warna semula, hitam dan dirapikan di beberapa bagian. Aku terlihat berbeda, lebih segar. Wajahku dirias tipis tetapi membuat wajahku seakan berkilau. Tempat rujukan Alysia mengubahku berbeda, jujur, terlihat lebih ekslusive. Senyumku mengembang dengan sendirinya, ibuku pasti pangling."Nah, gini dong. Kamu seperti perempuan!" celetuk Alysia dengan tertawa."Ngaco! Jadi selama ini aku kelihatan seperti lakik!" "Ya, begitulah! Sekarang cantik!" ucapnya dengan merapikan rambut baruku ini.Tadi malam, kami bertiga aku, Alysia dan Mas Sakti membahas, bagaimana aku bisa mendatangi gala dinner kalau Sandra mengenaliku. Bisa jadi acara menjadi rusak dan berujung dipecatnya diriku. "Sebenarnya dia tidak tahu benar wajah kamu, yang dia ingat, kamu berambut pirang," jelas Mas Sakti kepadaku. "Kalau begitu diganti saja warnanya!" sela Alysia. "Siiip, kalau begitu. Besuk ka

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 17. Gara-Gara Cake Coklat

    "Ssstt ... sebentar lagi kita di panggil ke panggung. Mereka anak pemasaran akan menjual kita!" celetuk Mas Sakti kepada kami. Mereka merapikan pakaiannya untuk bersiap."Litu, kamu harus siap mental. Kemungkinan besar, kamu akan menjadi sorotan. Baru kali ini dalam sejarah, ada arsitek perempuan di perusahaan ini," ucap Mas Sakti menepuk tanganku. Aku menatap ke arahnya, bagaimana pun ini kali pertama event besar bagiku."Tenang saja! Aku berdiri di sebelahmu!" ucapnya sambil berdiri setelah terdengar team kami dipanggil. Dia menyodorkan tangannya ke arahku. Kami berenam menuju panggung dengan iringan tepuk tangan dan lampu sorot ke arah kami."Wah, ternyata ada bunga cantik di team ini!" sambut MC-pembawa acara dan itu di tujukan ke aku."Para hadirin, keindahan yang ditawarkan perusahaan kami adalah hasil karya mereka. Dari olah pikir dan tangan merekalah keindahan ini terlahir," ucap MC menyambut kedatangan kami.“Apalagi sekarang ada nona cantik. Bisa tahu dengan nona siapa?" tan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25

Bab terbaru

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 101.  Kita Untuk Selamanya

    Apa yang dicari dalam hidup ini, kalau tidak ketenangan? Untuk apa berlimpah harta dan kekuasaan, tetapi bergelimang kecemasan akan kehilangan? “Karenanya, aku berusaha menyelesaikan urusan-urusanku sebelum menjalani hidup tenang bersamamu, Litu.” Aku menjawab dengan senyuman sambil mengeratkan tangannya yang mengusap perut ini. Hangat tubuh yang selama ini aku nikmati dari bajunya yang tidak dicuci, sekarang bisa aku hidu setiap waktu. Senyuman begitu lekat di wajah ini. Sesekali meneleng ke belakang untuk menyambut ciumannya. “Kak Mahe tidak pergi meninggalkan aku lagi?” “Untuk apa? Semua sudah aku bereskan.” “Janji?” “Janji. Demi anak kita, Litu,” ucapnya sambil membalikkan tubuh ini kepadanya. Wajahnya menunjukkan keseriusan, dengan mata tidak terlepas dariku. “Apa yang terjadi kepadamu, membuat aku berpikir. Kalau aku tetap mempertahankan posisi dan apa yang aku lakukan sekerang, bukan tidak mungkin anak kita nanti akan mendapatkan kemalangan. Aku tidak mau itu.” “Iya. A

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 100.  Saat Kau Jauh

    Apa salah kalau seorang istri ingin merasa dipentingkan oleh suami sendiri? Apakah tidak benar, kalau aku ingin malam-malamku ditemani suami sambil mengusap perutku yang sudah mulai buncit ini?“Nduk, kamu ingin rujak manis mangga muda? Ibuk bikinkan, ya?”“Tidak usah ditawari. Langsung dibuatkan saja. Pasti Litu kemecer,” sahut Bapak menjawab pertanyaan Bapak.Bukannya aku tidak ingin, tapi aku menginginkan mangga muda yang diambilkan Kak Mahe sendiri. Keinginanku itu sudah tertahan satu minggu, dua minggu, dan sekarang sudah menginjak di bulan kedua. Namun tidak ada kabar sama sekali tentang Kak Mahe.“Suamimu baik-baik saja. Hanya dia belum bisa menghubungimu demi keselamatanmu, Litu,” ucap Mas Sakti kalau aku mengajukan pertanyaan yang sama melalui sambungan telpon.Sampai sekarang aku tidak tahu ada urusan apa yang lebih dia pentingkan. Kalau bisnis, kenapa justru dia meninggalkan perusahaan dan menyerahkan kepada Mas Sakti?Aku seperti istri yang tidak mengerti suaminya seperti

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 99.  Aku Ingin Pulang

    “Kamu benar ingin meninggalkan suamimu?” Alysia menangkup tanganku, menghentikan gerakanku yang sedang memasukkan baju ke dalam koper.Aku menatapnya sebentar. Rasanya ingin menyerah dan pasrah, tetapi hati ini sudah terlanjur terpantik rasa kesal. Menjadi seorang istri yang tidak dianggap. Ucapanku hanya dianggapnya angin lalu.“Iya. Aku ingin pulang ke Jogja. Di sini aku tidak dianggap apa-apa. Bahkan tidak dianggap penting,” ucapku kemudian melanjutkan yang aku lakukan tadi.“Litu. Pak Mahendra pergi karena ada urusan penting.”“Siapa yang bilang? Dia hanya mengurus orang-orang yang menurutnya harus dilibas,” ucapku sambil tertawa. “Alasan saja demi aku. Tapi menurutku itu hanya demi egonya sendiri.”“Sakti pasti benar. Pak Mahendra sedang ada__”“Sedang apa dia, Alys?” ucapku memotong ucapan sahabatku. Sejenak aku mengambil jeda untuk mengatur napas. Mencoba meredam amarah.“Kalau dia memang benar-benar mencintaiku dan sayang kepada anaknya, pasti sekarang ini dia menunggui aku ya

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 98. Terserah

    Tangannya memegang erat lenganku. Sorot matanya menunjukkan ketidakrelaan, menyurutkan gerakanku untuk berdiri.“Kak Mahe, aku tidak ingin keributan.”“Tapi Litu. Mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja. Aku harus membalas perlakuannya kepadamu. Enak saja. Belum tahu siapa Mahendra ini?!” ucapku dengan mengeratkan kepalan tangan ini. Aku berusaha meredam amarahku, terlebih dihadapan Lituhayu.“Sst…. Kalau marah jangan keras-keras, Kak. Nanti dia dengar.” Istriku berdesis sambil menuntukkan telunjuk di depan bibirnya. Aku mengernyit.“Dia? Dia siapa?” tanyaku dengan menoleh ke sekeliling. Hanya ada kami berdua.Lituhayu tersenyum, kemudian menarik tangan ini ke arah perutnya. “Dia, Kak. Anak kita. Walaupun masih kecil di perut, dia sudah mendengar. Bahkan bisa juga merasakan apa yang ada di hati orang tuanya.”Aku terperanga seketika, tersadar dengan perasaan yang aneh ini. Yang menyelusup dan bersarang di hati ini.Anak? Anakku?Rasa yang tidak bisa aku gambarkan. Yang aku tahu, dia m

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 97.  Milikku

    Aroma wangi bunga menyelusup di penciuman. Kicauan suara burung terdengar bersautan yang mengantarkan kedamaian, mengusikku untuk membuka mata.Mata ini mengerjap, menajamkan pandangan yang terhalang tirai putih berkibar tergantung di tiang ranjang. Sesekali terlihat pemandangan yang menakjubkan, seiring dengan angin yang berembus halus.‘Dimana aku ini?’Penasaran. Aku beringsut dan perlahan kaki ini turun dari ranjang berwarna serba putih. Telapak kaki tergelitik seketika, saat beradu dengan ujung rumput.‘Apakah aku sudah di surga?’ bisikku dalam hati setelah menyibak tirai. Pemandangan indah terhampar luas. Aku di tengah-tengah taman indah dan beratapkan langit biru yang menyejukkan.Masih teringat lekat, tubuh ini melayang di udara. Telingaku yang mendengar teriakan pak sopir di sela suara Mas Sakti dan berakhir dengan silau yang menyerang mata ini.Siapa mereka?Sosok berbaju berbaju putih menunduk mengerumuni keranjang rotan.Penasaran. Langkah ini seakan melangkah dengan sendi

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 96.  Kecapekan

    Kalau mempunyai keinginan, memang harus diupayakan. Aku setuju tentang itu. Akan tetapi bukan begini juga prakteknya.Kebersamaan kami tidak hanya di rumah saja. Keinginan segera memiliki buah hati juga digaungkan di kantor. Hampir setiap ada kesempatan, Kak Mahe memanggilku ke ruangannya. Tentu saja berakhir di ruang rahasia belakang kabinet.Ranjang yang menghadap jendela lebar, seakan merindukan kehangatan kebersamaan ini. Menjadi saksi bisu kegigihan upaya kami berdua.“Kamu selalu cantik, Sayang.”Kak Mahe mengaitkan rambutku ke belakang telinga. Seakan selesai kerja keras, pendingin ruangan tidak menyurutkan keringat yang melembabkan kulit ini. Aku menggeliat, meregangkan tubuh yang lelah karena ulahnya. Seakan mengerti, selimut ditangkupkan di tubuhku yang masih meringkuk. Aku seperti atlit maraton yang mengibarkan bendera putih tanda menyerah.Senyum ini mengembang, saat dia mencium lembut kening ini. Mata ini pun enggan terpejam, saat dia dengan tubuh polosnya beranjak santa

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 95. Bersedia

    Harusnya aku tadi menghindari minum. Memang, aku bukan pecandu alkohol, minum pun sekadar just for fun. Bukan untuk mabok-mabokan yang menghilangkan akal sehat. Untuk apa melakukan hal yang merusak badan. Aku masih ingin hidup lama untuk bekerja dan bahagia. Katanya, minum alkohol secara berlebihan akan merusak kesehatan. Bahkan merusak gairah seks dan memicu impotensi pada laki-laki. No! Aku mempunyai istri dan ingin memiliki anak. Karenanya, aku tahu takaran maksimal yang bisa aku minum. Satu gelas. Kalau ingin nambahpun, tidak boleh lebih dari satu gelas. Itupun sekadar long drink, coktail, atau wine. Takaran yang masih berdampak baik. Namun, pikiranku terlupakan dengan efek setelahnya. Dalam jumlah kecil, etanol yang terkandung dalam minuman itu akan merangsang bagian primitif otak yang disebut hipotalamus. Yang mendorong fungsi dasar manusia termasuk memicu gairah untuk membersamainya. Terlebih saat ada yang memantik seperti sek

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 94.  Kekawatiran Mehendra

    Telingaku berdengung sedari tadi. Makan mie instan kuah dengan cabe lima biji, jadi terganggu. Itu artinya ada yang membicarakan, itu kata Bapak dulu. Saat itu aku dan bapak mancing. Pamit kepada ibuk keluar sebenar, tetapi berakhir di taman pancing sambil ngopi. Menghilangkan penat yang sungguh menyenangkan. Nyaman, ditemani semilir angin, dan hening, jauh dari omelan ibuk. Tentu saja ini sampai sinar matahari mulai turun. “Nduk. Kita pulang sekarang,” ucap bapak kala itu. Padahal, timba tempat ikan milikku baru terisi dua ekor, sedangkan bapak sudah dapat lima ekor. Padahal ini kan taruhan dengan bapak, siapa yang banyak dia harus mijit pundak. Curang! “Yo, wes. Bapak mengalah, wes. Telinga bapak ini lo berdengung terus. Ini pasti ibumu sudah menunggu di rumah,” ucap Bapak tidak bisa dicegah. Benar, sampai rumah ibu sudah menunggu di teras rumah. Entah apa yang dikatakan bapak, wajah ibu yang awalnya terlihat kesal, berubah menampilkan senyuman. Mereka itu pasangan Tom and Je

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 93. Dukungan Mertua

    Katanya, mertua perempuan sering kali menguji menantu perempuannya. Entah itu secara diam-diam, atau dengan terang-terangan. Katanya juga, ini untuk memastikan anaknya berada pada tangan yang tepat. Dia akan rela dan tenang melepaskan si anak, kalau menantunya lulus ujian. Entah, apakah sekarang Mama Lia melakukan ini kepadaku? “Kamu memang wanita yang tepat untuk Mahendra. Tenang tetapi membahayakan,” celetuk Mama Lia dengan menunjukkan senyuman dan lirikan mata penuh arti. Tadi saat Mama Lia dan si Nyonya rumah mendapati keadaan yang berantakan tadi, Sandra pemakai costum nenek sihir itu berusaha keras memojokkan aku. Tentu saja aku memanfaatkan untuk menantang Monika. “Tanya saja kepada Monika kalau tidak percaya? Saya tidak menyentuh sedikitpun perempuan itu. Bahkan, dia yang berniat mencelakaiku” ucapku dengan wajah sedikit menyunggingkan senyuman. Menoleh ke arah Monika dengan sedikit tatapan tajam, memberikan ancaman apa yang aku ucapkan tadi tidak main-main. Di tangan in

DMCA.com Protection Status