"Pak, saya siap untuk jadi istri bapak." "Bagus, itu adalah keputusan yang luar biasa. Besok kita nikah. Lalu kita akan punya anak banyak. Bagaimana kalau sepuluh? Apakah kamu mampu? Rasanya ingin lebih, tapi ya sudahlah sepuluh saja cukup," ucapnya sambil tersenyum tipis. "Baik Pak." "Kamu memang harus nurut sama saya. Karena saya adalah Bos kamu." Fiya menutup buku itu, ia benar-benar ternganga dengan alur cerita yang peran wanitanya benar-benar bodoh. Sangat tidak waras. Orang mana yang membaca cerita seperti itu. "Ya kali 10 anak," ucap Fiya sambil mengambil kentang goreng itu. "Kenapa?" tanya Dito yang datang dengan wajah kebingungan. "Gak apa-apa, ini ceritanya agak di luar nalar. Emang ada ya cewek yang mampu buat anak sampe 10?" Tanya Fiya yang heran. "Ada sih pasti. Bahkan lebih."Fiya hanya terdiam dan memikirkan. Hingga tanpa ia sadari bahwa Dito sadar akan hal yang berbeda dari diri Fiya. "Fiya kamu mau nikah?" Tanya Dito. "Nikah?" Tanya Fiya yang kebingungan. "
Ia mengetuk pintu dan memastikan Aryan menyuruhnya masuk terlebih dahulu. "Masuk!" Fiya kemudian masuk tanpa memandang ke arahnya. Ia memfokuskan ke arah berkas. "Ini Pak berkas yang harus bapak tanda tangani hari ini." Aryan kemudian mengambil pulpen dan menandatangani berkas itu. "Nanti makan siang sama saya," ucapnya sambil memberikan berkas yang sudah ia tanda tangani itu. "Saya makan di kantin kantor aja Pak," ucap Fiya sambil tersenyum sopan dan kemudian langsung pamit. Sedangkan Aryan hanya menghela nafasnya. Bisa di katakan sekarang sedang salah paham. Semua itu karena Riani yang tiba-tiba saja mendekat ke arah kursi Aryan dan membuat mereka seolah-olah sedang berpelukan. Saat wakun makan siang tiba. Aryan segera menyelesaikan pekerjaannya dan langsung menghampiri Fiya. "Ikut saya sekarang." Aryan langsung jalan terlebih dahulu, tanpa memikirkan Fiya. Mau tak mau Fiya harus ikut sekarang. Tidak ada penolakan. Mereka pergi menggunakan mobil Aryan dan sampai di restoran ya
Fiya yang segera ingin masuk terhenti. Saat ini juga ia merasa sangat buruk. Sepertinya Riani benar-benar spesial untuk Aryan. Dan sekarang ia tau bahwa Riani adalah sosok wanita yang begitu ia cintai. Tapi entah kenapa sekarang malah putus. Fiya tengah di ambang kebingungan sekarang. Ia melihat jari manis di tangan kanannya. Ingin ia lemparkan saja cincin itu. "Aku terhanyut dalam kebohongan ini," batinnya. "Riani, stop bahas masa lalu! Saya gak kenal kamu lagi! Sekarang yang di depan kamu adalah calon istri saya. Saya akan menikahinya secepatnya!" Bahkan kata-kata yang Aryan lontarkan saat itu tidak berpengaruh pada Fiya. Wajahnya sedari tadi hanyalah wajah tanpa ekspresi. Datar. "Masuk," ucap Aryan. Tanpa lama Fiya mengikuti perkataan Aryan dan masuk ke dalam mobil itu. Kemudian Aryan segera menancap gas. Sedangkan Fiya hanya menatap Riani di kaca mobil. Pertemuan mereka dengan klien berjalan dengan lancar, karena keprofesionalan mereka. Bersikap biasa saja layaknya tidak ter
"Dah di ajak malah protes, gak di ajak waktu itu juga protes," balas Dito yang memang benar kenyataannya. "Oke deh, kebetulan lagi free. Jam berapa?" Tanya Fiya. "Satu jam lagi mulai," balasnya. "Ya udah kita ketemu di sana ya. Sekalian aku mau beli skincare." Setelah itu mereka berdua langsung berangkat. Fiya dan Dito sama-sama menggunakan taksi untuk pergi ke sana. Fiya datang terlebih dahulu, membuatnya bosan jika menunggu Dito terlebih dahulu. Pada akhirnya ia masih terlebih dahulu untuk membeli keperluannya. Saat sedang memilih-milih, handphone Fiya berbunyi. Ia segera mengangkatnya. Itu ada sebuah telepon dari Dito. "Halo?" "Kamu dimana?""Aku lagi di toko KKV. Kamu lama sih," ucap Fiya protes. "Ya gimana lagi, kan agak jauh dari cafe. Tunggu di sana.""Iyaa Dito," ucap Fiya lalu kembali mencari-cari kebutuhannya. Saat sedang mencium aroma-aroma parfum, Dito datang dan segera menghampirinya. "Mau beli parfum?" Tanya Dito. "Ya masa mau beli ayam," balas Fiya. Dito han
Saat sudah sampai di apartemennya. Fiya menghela nafasnya. Ia memperhatikan di sekelilingnya. Barang yang satu persatu ia beli menggunakan gajinya selama menjadi sekretaris. "Setidaknya aku punya tabungan yang setidaknya masalah makan masih aman," ucap Fiya menghela nafasnya lebih dalam lagi. Ia kemudian mandi dan segera duduk di meja kerjanya. Ia menghidupkan laptopnya dan mengetik satu kata per kata menggunakan jarinya. Sekarang ia mengetik surat pengunduran diri. "Mungkin ini jalan terbaik, dari pada aku harus bersaing sama mantannya. Masalah pekerjaan yang waktu itu kayaknya juga gak masalah. Toh ada Riani mantan Aryan. Aku yakin mereka akan bersama lagi," gumam Fiya yang entah kenapa ia menjadi sedih untuk melepas pekerjaannya. Baru saja akhir-akhir ini ia terbiasa. Tapi sudah akan ia tinggalkan. "Kamu pasti akan dapat pekerjaan yang lebih bagus," ucapnya pada diri sendiri. Setelah selesai membuat surat pengunduran diri itu. Fiya segera tidur. Melepas penat dari pekerjaan ya
Siang hari yang seharusnya indah sekarang berubah menjadi suram. Fiya terkejut saat mendapati seseorang di depan pintu apartemennya. Ia yang saat itu sangat berantakan karena belum mandi dan tentunya juga ia baru bangun dari tidurnya. "Bukannya Go Food," batin Fiya. "Perasaan tadi pesen makanan sama Go Food. Kok sekarang malah Pak Aryan," batinnya lagi sambil melihat wajah Aryan sambil tersenyum. Fiya yang melihat Aryan jarang-jarang senyum malah menjadi takut. "Bapak ngapain di sini?" "Pesanan kamu, udah saya bayar tadi. Boleh masuk?" Tanyanya. "Ada yang harus saya bicarakan." "Kayaknya sekarang gak bisa Pak," ucap Fiya sambil tersenyum kemudian melihat apartemennya yang sangat berantakan itu. "Saya ada kegiatan lain. Habis makan saya langsung keluar," ucapnya lambat karena posisinya saat ini adalah membohongi Aryan. "Kalau gitu saya antar," ucap Aryan. "Gak usah Pak, beneran gak usah," ucap Fiya yang sebenarnya tidak nyaman sekarang. Sangat susah untuk menolak orang, apalagi A
"Siapa takut," ucap Fiya sambil tersenyum. Ia sangat percaya diri. Menembak adalah sebuah keahliannya. Hanya saja sekarang ia sudah jarang untuk bermain game ini. Karena bermain game seperti ini adalah membuang uang Fiya secara cuma-cuma. Mereka kemudian mengambil senapan itu. Aryan memperhatikan Fiya yang sangat serius memperhatikan botol yang sangat jauh itu. Ia hanya tersenyum tipis. Kemudian ia fokus untuk menembak. Sebab ia harus menang. Pekerjaan adalah taruhannya. Setelah menyelesaikan 3 babak kini hasilnya sudah keluar. Yang memenangkan pertandingan itu adalah Fiya. Fiya begitu kegirangan dan tertawa bahagia sambil memperhatikan Aryan yang kesal karena kalah. "Permainan lain," ucap Aryan yang kemudian menariknya dan membawanya ke tempat game lain. Sekarang adalah game Bowling, melempar bola ke arah pin bowling untuk mendapatkan skor. "Ini?" Tanya Fiya sambil percaya diri. "Ini sih gampang Pak.""Gak usah ngomong dulu, buktiin!" Fiya tersenyum tipis. Mereka kemudian bertan
"Oh ya Pak, kata Bapak tadi ada yang harus dibicarakan. Tentang apa?" tanya Fiya penasaran."Setelah saya pikir-pikir tentang kamu yang akan mundur dari posisi sekretaris. Saya akan menerima itu dengan syarat kamu harus tetap berada di perusahaan sampai ada yang menggantikan posisimu," jelas Aryan.Fiya mengernyitkan dahi tanda tak paham. "Maksud Bapak, saya tetap harus bekerja sebagai sekretaris Bapak sampai pengganti saya ditemukan dan siap mengambil alih?" tanya Fiya memastikan.Aryan mengangguk, "Ya, kamu yang akan memberi pelatihan untuk penggantimu nanti. Saya akan segera mengirim permintaan rekrutmen sekretaris baru ke bagian SDM.""Oh begitu..." gumam Fiya. Sejujurnya ia agak keberatan harus bertahan lebih lama lagi menjadi sekretaris boss-nya yang temperamental itu. Tapi ia juga paham alasan Aryan. "Baiklah Pak, saya mengerti. Akan saya lakukan," ucap Fiya akhirnya.Aryan tersenyum lega. Setidaknya untuk sementara, ia bisa menikmati kebersamaannya dengan Fiya lebih lama lagi