Tok! Tok! Tok!
Alvon masih setia berkutat pada laptop dan seakan tidak mendengar suara ketukan pada pintu ruangan nya.
Tok! Tok! Tok!
Sekali lagi suara ketukan pintu itu terdengar. Alvon melirik kearah pintu sekilas, kemudian kembali menatap layar laptopnya.
"Masuk!" Ujar nya kemudian.
Hingga tidak lama setelah nya, pintu ruangan Alvon terbuka menampilkan sosok wanita berbaju longgar dengan perut yang sedikit menonjol.
"Al."
Seakan mengenali suara sang pemilik, Alvon segera mengalihkan pandangannya. Mata lelaki itu sedikit melebar, tentu saja terkejut melihat kehadiran sang istri yang sudah ada didepan mata.
"Kamu kenapa kemari?" Tanya Alvon seraya bangkit dan berjalan menghampiri Cyra.
"Tidak boleh?"
Alvon menghela nafas, kemudian menuntun Cyra untuk duduk di sofa.
"Bukan begi
Kepulangan Alvon dan Cyra malam ini di kejutkan oleh kehadiran mobil sang mama yang sudah terparkir indah di dalam garasi."Loh, di dalam ada mama Al?" Tanya Cyra."Mungkin iya, tumben si mama."Alvon membukakan pintu mobil untuk Cyra dan segera menggandeng wanita itu masuk kedalam rumah."Assalamualaikum." Ujar kedua nya."Wa'alaikumsalam. Akhirnya kalian pulang juga."Benar. Itu suara Revani. Namun, Revani tidak sendiri melainkan dengan seorang gadis kecil berumur tiga tahun yang berada di gendongan nya."Loh, Fasha!" Pekik Alvon begitu senang akan kehadiran sang keponakan.Gadis cantik bernama Fasha itu pun tak kalah antusias melihat sosok Alvon. Dengan senyuman lebar yang menghiasi bibir mungilnya, Fasha merentangkan kedua tangannya di depan Alvon mengisyaratkan supaya Alvon untuk segera menggendong nya.Tent
Mobil yang dikendarai oleh Alvon melaju meninggalkan pekarangan rumah mewah nya untuk menuju ke kantor.Usai sampai di kantor, Alvon segera keluar dari mobil dan bergegas masuk kedalam.Sesekali Alvon hanya menampilkan senyum tipisnya menanggapi beberapa karyawan yang menyapa nya."Alvon!"Alvon menghela nafas panjang. Suara itu lagi."Selamat pagi!" Lucia bergelayut manja di lengan kekar Alvon. Alvon menyingkirkan tangan Lucia sedikit kasar."Tidak usah mengganggu ku, bisa?"Lucia menggeleng cepat, "Tidak bisa." Ujar nya santai."Ck, berhenti mengganggu ku!"Selepas mengucapkan itu Alvon kembali melanjutkan langkah nya. Namun, Lucia segera mencekal lengan nya yang lagi-lagi dihempaskan secara kasar oleh Alvon."Apa perlu aku panggilkan security?"Lucia membuka mulutny
Revani keluar dari mobil nya dengan berderai air mata. Mendengar kabar dari pembantu Cyra tadi membuat Revani segera melesat mendatangi kantor suaminya.Usai sampai didepan ruangan sang suami, dengan terburu-buru Revani langsung membuka pintu ruangan.Pergerakan Revani seketika terhenti. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok yang ia khawatir kan tengah mengobrol dengan papa nya sendiri."Alvon? Kamu tidak apa-apa nak?" Airmata Revani kembali menetes, diusap nya lembut kedua bahu Alvon oleh nya."Mama." Kaget Alvon."Mama kenapa menangis? Ada apa mah?" Tanya Tian pada istri nya itu.Di situ, Revani mulai menceritakan semua nya. Dari mulai pembantu Cyra yang memberitahu bahwa Alvon kecelakaan, sampai dirinya bisa berada disini."Kecelakaan?" Tanya Alvon dan Tian bersamaan."Astaga mah, sejak tadi pun Alvon bersama papa disini.
DOR!Suara tembakan seketika terdengar membuat Alvon dan yang lain terkejut bukan main."Jangan bergerak!"Alvon dan Lucia refleks mengangkat tangan nya ke udara, seraya membalikkan tubuh secara bersamaan ke belakang.Polisi. Lucia melotot terkejut. Bukan kah ia sudah mengatakan pada Alvon untuk tidak memberitahu atau bahkan membawa polisi? Sial!Mata Lucia memicing dimana tempat Cyra di ikat. Matanya menangkap pisau yang tadi dipegang oleh anak buah nya kini tergeletak di lantai. Ia beralih menatap beberapa anak buah nya yang ternyata sudah di tahan oleh polisi.Lucia melirik polisi itu yang hendak berjalan kearahnya. Mengambil ancang-ancang, lantas Lucia segera berlari mengambil pisau itu dan menempatkan di leher Cyra."CYRA!" Pekik Alvon terkejut. Kekhawatiran jelas terlihat diwajah lelaki itu."SELANGKAH KALIAN MENDEK
"BOHONG! DOKTER ITU PASTI BOHONG! Hiks, hiks...""Sttt, Cyra.." Alvon kembali menjatuhkan airmata nya. Ia menarik tubuh mungil itu kedalam dekapan, mengusap rambut dan punggung nya yang bergetar secara bergantian.Sungguh, melihat keadaan Cyra seperti ini sama saja membuatnya merasa benar-benar bersalah di masalalu. Seandainya waktu itu ia tidak melakukan kesalahan yang membuat Cyra hamil, pasti Cyra tidak akan seperti ini.Alvon merasa dirinya berdosa besar telah menyakiti sosok polos nan baik seperti Cyra. Disaat dirinya membentak, marah, atau bahkan memukul, Cyra tetap saja perhatian padanya."Al.." Cyra melepas pelukan. Sesegera mungkin Alvon menghapus airmata nya. Ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan Cyra. Ia tidak ingin terlihat rapuh dihadapan Cyra. Karna bagaimana pun, ia harus tetap tegar demi Cyra."Iya sayang? Kenapa hm?"Alvon memegang lembut
09.00 a.m"Ra, bagaimana pun caranya kamu harus tetap ikhlas. Jangan keseringan menangis, perhatikan juga kondisi kamu." Mindy, wanita itu menatap iba kearah Cyra yang sejak tadi terdiam di samping nya. Sementara diatas sofa, Alvon, Rezka, dan juga Roy hanya menyaksikan kedua wanita itu berbincang dibrankar."Sulit Dy, sulit sekali bagi aku mengikhlaskan semua ini."Mindy lantas mengusap bahu Cyra sambil mengulas senyum tipis, "Tidak ada yang sulit selama kamu mau berusaha untuk ikhlas. Kamu dan Alvon masih punya kesempatan untuk memiliki anak lagi Ra, jangan menyerah.""Tapi-""Alvon juga sedih melihat kondisi kamu yang seperti ini. Melamun, tidak mau makan, dan terus berdiam diri."Mendengar itu, sontak saja Cyra langsung mengalihkan pandangannya pada Alvon yang ternyata tengah menatapnya.Benar. Tatapan lelaki it
Selama tiga hari Cyra berada dirumah setelah kepulangannya dari rumah sakit, yang Cyra lakukan hanya lah melamun dan melamun.Akhir-akhir ini Cyra lebih sering berdiam diri di dalam kamar. Berulang kali Alvon selalu memergoki nya sedang melamun di balkon, bahkan menangis ditempat tidur.Lihat. Seperti saat ini. Alvon mendapati Cyra yang sedang berdiri memunggunginya diatas balkon. Alvon lantas melempar asal jas nya, sebelum akhirnya melangkah mendekati Cyra.Sementara Cyra tersentak kaget saat kedua tangan kekar melingkar di pinggang nya. Ia tahu. Ini pasti Alvon."Kenapa masih diluar? Ini sudah malam." Alvon menjatuhkan kepala nya pada bahu Cyra. Hidung mancung nya menghirup dalam aroma leher wanita nya itu."Jangan terlalu sering melamun, nanti kamu gila. Mau?” Ujar Alvon lagi, namun mampu membuat Cyra refleks memukul tangannya yang melingkar dipinggang."Ko
Senyuman itu terukir jelas di bibir Alvon saat matanya menangkap sosok Cyra yang tengah asik berbincang dengan gadis kecil yang berada di pangkuannya. Fasha.Memang, ketika tadi Alvon mengajak Cyra untuk keluar, Cyra malah mengatakan bahwa dirinya ingin bertemu dengan Fasha. Alhasil Alvon pun menuruti kemauan Cyra. Lihat saja, setelah bertemu dengan Fasha senyuman itu kembali terlihat diwajah cantik istrinya."Om, sini!"Fasha melambaikan tangannya kearah Alvon yang tengah berdiri sambil memegang segelas kopi hitam yang baru saja dibuatnya didapur.Alvon lantas tersenyum melihat Fasha dan Cyra yang juga meliriknya. Ia segera melangkahkan kaki menghampiri kedua perempuan itu dan mengecup pelipis Cyra sebelum akhirnya duduk disamping wanita itu."Kenapa hm?" Tanya Alvon pada Fasha."Hanya ate yang di cium?" Kedua sudut bibir Fasha melengkung ke bawah. Gadis kecil itu
Alvon baru saja terbangun dari tidur nya. Mata nya langsung di suguhkan dengan pemandangan yang benar-benar indah. Lelaki itu lantas mengangkat tangan nya guna mengelus pipi istri nya yang masih terlelap. Wajah cantik Cyra terlihat damai saat tertidur.Alvon tiba-tiba saja terkekeh. Ia teringat dengan hal konyol yang ia lakukan semalam dengan Cyra.-flashback on-Alvon membuka mata nya dan langsung melihat jam dinding yang kini menunjukkan pukul dua dini hari. Pandangan nya kemudian beralih kepada Edward dan Cyra yang tidur di samping nya. Mereka terlihat pulas sekali. Apalagi, Edward.Alvon terkekeh sejenak. Terbesit sebuah ide di benak nya. Ia segera bangun dari po
Cyra tersenyum memperhatikan Edward yang sedang bermain di temani dengan beberapa mainan nya. Anak itu benar-benar terlihat lincah dan menggemaskan. Kaki mungil nya bergerak lincah mengelilingi taman belakang dengan sebuah pesawat mainan yang ada di tangan nya. Mulut nya bergerak menirukan suara pesawat yang akan terbang.“ayo kita terbang ke mommy..” Edward berlari menghampiri Cyra yang sedang duduk di gazebo. Cyra tersenyum kemudian merentangkan tangan nya, menyambut Edward ke dalam pelukan nya.“sudah sore, kita mandi ya?” Cyra mengelus rambut tebal Edward. Anak itu sekarang duduk di pangkuan nya.“ayo!” ujar Edward penuh semangat. Cyra lantas mengecup puncak kepala Edward.“mau mommy gendong?” tanya nya.“mau!”“ayo kita terbang.&rd
Tiga tahun kemudian..“daddy ayo bangun!”“daddy!!”Lelaki beralis tebal itu mengerjapkan matanya ketika mendengar teriakan anak kecil. Masih dengan nyawa yang belum sepenuh nya terkumpul, mata nya samar-samar melihat sosok anak kecil tengah duduk di atas perut nya. Dia, putra nya. Kebiasaan nya adalah setiap pagi selalu membangunkan nya tidur.“hei.” Suara serak Alvon terdengar. Tangan besar lelaki itumengusap kepala putra nya dengan sayang.“mommy mana?” tanya Alvon.“mommy di bawah sedang menyiapkan sarapan, ayo daddy bangun.”“berikan kiss
“mah, mama ahh..”Wanita itu bergerak gelisah diatas tempat tidur sambil memegangi perut buncit nya. Peluh sudah mengalir banyak, dari dahi sampai turun ke leher. Mata nya bahkan sesekali terpejam seolah sedang menahan sakit.“mama..”Suara nya tidak kuat untuk teriak. Ia tampak menahan kesakitan sambil mengatur nafas nya.“huh, huh..”“Cyra, ayo makan—CYRA!” Revani spontan berteriak saat membuka pintu kamar menantu nya. Ia segera berlari menuju tempat tidur dan memegang tangan Cyra yang sudah berkeringat.“mah..” panggil Cyra melemah.“astaga, kamu ingin melahirkan nak!” Revani bergerak panik.“PAH! PAPA!”Tidak lama kemudian Tian-suami nya datang bersama pembantu nya di belakang. Sama hal nya seperti Reva
“ahh Roy..” wanita itu memejamkan mata nya ketika pria yang berada diatas tubuh nya menjilati leher nya dengan rakus dan bergairah. Kedua tangan nya melingkar di leher sang pria dengan manja. Sementara sang pria memeluk pinggang nya dengan mesra.“uhh su-sudah Roy..”Roy seakan menulikan telinga nya dan terus melanjutkan aktivitas nya. Kini ciuman nya naik ke rahang, pipi, lalu berhenti di bibir ranum Luna. Roy mengecap dan memainkan bibir itu dengan penuh gairah. Erangan Luna semakin terdengar, dan tentu membuat Roy semakin bersemangat melakukan aktivitas nya.Roy mengangkat tubuh Luna ala bridal, lalu di jatuhkan nya tubuh itu diatas tempat tidur besar nya. Roy melepas kaus nya dengan terburu-buru sebelum ia kembali menindih tubuh sang istri. Kedua tangan Roy menggenggam kedua tangan Luna sehingga ia leluasa melakukan nya nanti.&ldqu
“Al, aku tidak bisa tidur.” Rengek Cyra seraya menatap Alvon yang ada di layar ponsel nya. Saat ini mereka sedang melakukan panggilan video call.“kamu harus tidur, ini sudah malam sayang.” Ujar Alvon dari seberang sana.“aku ingin di peluk.” Cyra memanyunkan bibir nya sebal. Ah, jika saja Alvon ada disana pasti ia akan mencium bibir menggoda wanita itu.“hei, aku belum tiga hari disini. Ini, aku saja masih lembur mengerjakan kerjaan untuk besok.” Alvon menunjukkan kepada Cyra, beberapa berkas yang berceceran diatas meja nya.“kasihan kamu. Coba saja kamu mengizinkan aku ikut, pasti sudah aku temani.”“sudah, tidur sana.”“jaga kesehatan ya. Jika sudah selesai langsung istirahat.” Ujar Cyra.
Hari semakin berlalu, bulan pun berganti. Usia kandungan Cyra sudah memasuki usia-usia melahirkan. Dari hasil USG memperlihatkan bahwa anak Alvon dan Cyra adalah laki-laki. Perut Cyra semakin bertambah besar kian hari. Bahkan, untuk berjalan pun Cyra tampak sedikit kesusahan dan sering sekali merasa kelelahan.Alvon tentu sedikit khawatir dengan kondisi Cyra sekarang, sampai-sampai pria itu memutuskan untuk menempati kamar tamu yang berada dilantai satu bersama sang istri. Karena supaya tidak keseringan bolak-balik naik tangga, Alvon takut terjadi apa-apa pada Cyra.“huh.” Lihat saja, padahal hanya berjalan dari kamar tamu ke dapur, Cyra sudah terlihat ngos-ngosan.“non, ingin mengambil apa? Kenapa tidak panggil bibi saja.” Ujar salah satu asisten rumah tangga Cyra seraya memegangi tangan nya.“aku tidak papa bi, hanya ingin mengambil air minum saja. Di kamar air
Cyra dan Alvon sekarang berada di salah satu supermarket besar pusat ibu kota. Cyra mengajak suami nya itu untuk belanja bulanan, ya hitung-hitung sekalian jalan-jalan juga kan Alvon sedang tidak bekerja.“sekarang kita ke tempat buah-buahan saja Al, bumbu masakan seperti nya sudah cukup.” Ujar Cyra seraya melirik Alvon yang sedang mendorong troli di samping nya. Alvon hanya menurut mengikuti langkah Cyra menuju tempat buah-buahan.Cyra tampak mengambil beberapa macam buah itu lalu dimaksukkan kedalam troli. Sementara Alvon tak lepas memperhatikan Cyra. Wanita itu jauh terlihat seperti keibuan jika begini.“kenapa?” tanya Cyra yang seperti nya merasakan bahwa dirinya sedang diperhatikan.Alvon hanya menggeleng sambil mengulas senyum nya, “kalau capek bilang.”“Al, kamu mau anggur ini?” tanya Cyra seraya
Teman-teman Alvon sudah pulang sejak lima belas menit yang lalu. Dan sekarang, Alvon dan Cyra sedang berada di kamar sambil menonton acara televisi. Cyra terlihat berbaring diatas karpet berbulu itu dengan menjadikan paha Alvon untuk bantalan kepala nya, sementara Alvon sejak tadi mengelus kepala Cyra.“Al?”“ya?”“aku ngantuk.”“tidur sekarang?”“he’em.”“tapi gendong aku.” Ujar Cyra sambil mengangkat kedua tangan nya ke udara.Alvon tersenyum, tentu saja ia akan menuruti kemauan istri nya itu. Alvon memindahkan kepala Cyra diatas karpet berbulu sementara dirinya berjongkok dan mulai mengangkat tubuh Cyra ala bridal. Walaupun awalnya Alvon kesusahan karena berat badan Cyra yang bertambah, tapi akhirnya Alvon bisa juga. Alvon membaringkan tubuh Cyra diatas tempat tidur de