Bab 22. Maunya nikah.
Sekitar setengah jam kemudian, urusan Arsy dan Tere selesai. Mereka sudah mendapat jadwal untuk sidang, yaitu satu minggu lagi. Selama satu minggu ini mereka harus belajar dan mempersiapkan diri. Arsy bahkan berencana tidak akan ke kampus sampai waktu sidangnya tiba.
“Ingat ya, Sy. Satu minggu lagi kita ketemu, aku mau dengar kabar baik dari kamu soal hubungan kalian. Oke?” Tere berbisik saat mereka berjalan keluar dari gedung jurusan.
“Iya. Doakan aku waras. Oke?”
Tere mencibir. Kesimpulan pembicaraan mereka tadi adalah Arsy akan mencoba membuka hatinya pada Evan. Kalau tidak, Tere mengancam akan berhenti jadi sahabatnya, walaupun itu sangatlah mustashil.
Evan menyadari kedatangan Arsy dan Tere dari ekor matanya. Seperti biasanya, dia akan bangkit berdiri diikuti Wilda. Mereka berdua dan Arsy maupun Tere bertemu di tengah.
“Sudah selesai?”
“Sudah, Mas. Halo, Bu Wil
(Guysss, yang udah lupa jalan ceritanya, silakan baca bab sebelumnya ya, thank you. Saranghaeee.) ****** "Pacaran nggak boleh tidur bareng. Kalau udah nikah, boleh." Evan menjawab dengan enteng sambil kembali menekan pedal gas di bawah kakinya. "Sinting!" Arsy mencebikkan bibir. Jantungnya berdegup sangat kencang setelah ciuman pertamanya yang cukup membuat tubuhnya gerah. Huuffffhh, bisa-bisa aku mati cepat kalau begini ceritanya, batin Arsy. Evan sendiri sudah terlihat kalem dengan tatapan yang menjurus ke depan. Dia kembali mengingat kelembutan bibir dan lidah Arsy yang basah. Sekujur tubuh Evan meremang. Ingin rasanya dia berteriak untuk meluapkan isi hati yang memenuhi dadanya. Dia merasa sesak. Sesak karena rasa bahagia. Tapi pikiran Evan kembali mengingat kilas memori yang menghampirinya tadi. Yang membuat mobilnya tiba-tiba berhenti mendadak setelah Arsy mengucapkan tiga kata, yaitu 'maafin aku, Mas'. Evan pernah mendengar kalimat sing
Acara makan frozen yoghurt itupun resmi berakhir ketika Tere dan Dion kembali ke meja. Mereka mendapati Evan dan Arsy yang sudah menghabiskan semua isi cup mereka dan kini sedang berbincang kecil. Keempatnya sepakat untuk meninggalkan depot Sour Sally dan segera naik ke lantai dua. Evan memberanikan diri menggandeng tangan Arsy. Hal yang ingin mulai dia biasakan sejak gadis itu memberi sinyal-sinyal positif sepanjang siang ini. Meskipun Arsy masih terkesan sedikit jutek di momen tertentu, Evan begitu yakin itu hanyalah kamuflase yang dia lakukan untuk menutupi ketertarikannya. Buktinya, gadis itu tidak keberatan tangan mereka saling terpaut seperti sekarang. "Ke store apa?" tanyanya sambil menggiring wanita itu naik ke eskalator. Tere dan Dion sudah naik terlebih dulu di depan mereka. "Zara aja, Mas. Blouse formalnya bagus-bagus." Evan mengangguk. Mereka berdiri bersisian di sepanjang perjalanan naik menuju lantai atas. Sesudah sampai di Zara, Evan da
Keputusan untuk menerima Evan ternyata membuat hidup Arsy jauh lebih tenang. Tanpa dia sadari, kehadiran pria itu di sisinya membuat hari-hari Arsy sedikit lebih mudah karena Evan selalu ada untuknya. Contohnya saja, seperti selama satu minggu off ke kampus demi persiapan untuk sidang, Evan ternyata rajin datang ke rumah untuk menemani Arsy belajar. Demian, Sarah dan Arsen sepertinya sudah memahami body language sepasang love bird tersebut. Tanpa diberi tahu bahwa mereka sudah sepakat untuk menikah, semuanya langsung bisa memahami jika hubungan majikan dan bodyguard itu kini sudah semakin membaik. Merekapun membiarkan keduanya menikmati masa-masa pendekatan hingga akhirnya sepakat untuk menikah. Hari ini adalah hari terakhir Arsy belajar di rumah. Besok dia dan Tere akan maju sidang untuk mempertanggungjawabkan perkuliahan pascasarjana yang telah mereka tempuh selama dua tahun terakhir. Evan yang baru saja tiba, meletakkan sebuah paper cup berisi kopi pesanan sang ke
“Mas beneran nggak jumpain ibu Wilda ‘kan tadi?”“Beneran dong. Kamu mau tanya apa aja tentang seminar kamu tadi, aku bisa jawab. Di menit ke berapa kamu menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, aku ingat. Menit ke tiga. Kamu masuk ke bagian kesimpulan di menit sembilan. Kamu selesai presentasi hanya dalam sebelas menit. Kemudian kamu sempat tersedak saat mengambil jeda untuk minum air mineral. By the way kamu tersedak karena apa? Gugup atau? Dan aku masih ingat pertanyaan dosen penguji yang bikin kamu sempat terdiam hampir tiga puluh detik. Aku menebak kamu sedang mencari jawabannya di kertas intisari yang kamu baca. Benar ‘kan? Dan yang nggak kalah penting, ka_”“Cukup-cukup!” Arsy memanjangkan tangan kanannya dan membekap mulut Evan yang sedang mengemudi. “Oke, oke, aku percaya sama Mas Evan,” lanjutnya sambil tersenyum. Sebenarnya Arsy juga tau Evan tidak meninggalkannya sedetikpun tadi. Siluet pri
Keputusan Demian sebenarnya sedikit mempengaruhi mood Arsen sepanjang sisa hari. Apalagi saat harus menyampaikan kabar kurang mengenakkan tersebut kepada seluruh timnya. Memang, tidak ada yang protes. Bahkan untuk mengajukan pertanyaan tentang alasan lebih jelasnya pun tidak ada yang berani. Jika itu sudah keputusan Demian, mereka memilih untuk menurut saja. Arsen sendiri sudah terlihat tidak bergairah. Itu artinya bos mereka itupun sudah terlebih dahulu mempertanyakan hal ini kepada sang ayah. Mereka tidak perlu ikut-ikutan bersikap seakan-akan lebih kecewa dan memperkeruh suasana. “Om ada benarnya, Baby. Seorang ayah pasti tau kapasitas anaknya. Jangan terlalu dimasukkan ke hati.” Selomitha, kekasih Arsen, sengaja datang ke kantor setelah mendapat panggilan dari pria itu. Arsen memintanya untuk datang menghiburnya. Setelah mendengar cerita Arsen, Mitha berusaha untuk melihat ini dari sudut pandang Demian, calon ayah mertuanya. Memang terkesan jahat di pihak Arsen,
Di sebuah ruangan yang cukup besar, yang merupakan bagian dari sebuah perkantoran elit yang sama-sama bergerak di bidang konstruksi. Seorang pria kisaran umur hampir menyentuh angka empat puluh, sedang menghirup tembakau kesukaannya dengan alat elektrik yang sedang hits di jaman sekarang. Senyumnya terlihat melengkung ketika dia menjepit alat tipis itu di belahan bibirnya. Ada satu hal yang membuat perasaannya bahagia pagi ini. Yaitu rasa menang karena sudah berhasil mengintimidasi seseorang yang selama ini menjadi pesaing bisnisnya. Demian Akira Wijaya. Pria itu adalah Benjamin. Pengusaha muda yang tidak terlalu terkenal di dunia bisnis namun punya power yang cukup kuat karena dia adalah putera dari seorang mafia proyek bernama Chan Li. Benjamin mendirikan perusahaan konstruksi hanya sebagai tameng. Kenyataanya, dia tidak memiliki orang-orang yang kredibel di bidangnya. Dia hidup dan makan dari hasil menindas pengusaha yang sedang menangani proyek besar seperti Demian.
Evan akhirnya sepakat untuk menunda keinginannya menerima tawaran Demian. Baginya permintaan Arsy adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan dengan baik mengingat gadis itu adalah calon istri Evan. Di samping itu, keinginan Arsy juga bagaikan angin segar untuk Evan yang masih mempertanyakan perasaan wanita itu kepadanya. Jika Evan tidak salah menangkap maksud sang kekasih, Arsy ingin mereka selalu bersama dan berdampingan dalam mengurus segala kebutuhan pertunangan keduanya. Bagi Evan, ini adalah sebuah kemajuan di dalam hubungan mereka. Dua minggu berlalu dengan cepat. Tiba-tiba saja hari H sudah tiba di depan mata. Acara pertunangan yang dilaksanakan secara privat di sebuah hotel itu sebentar lagi akan dimulai. Tamu yang diundang tidak banyak, hanya beberapa kerabat dekat dari keluarga Wijaya dan Gunawan. Teman-teman Evan darn Arsy pun belum diundang mengingat ini masih sebatas acara pertunangan saja. Arsy tidak bisa menutupi kegugupan yang mulai menyelimuti dirinya
Arsy memandangi cincin berlian yang kini melingkari jari manisnya. Sudah satu hari berlalu sejak dia dan Evan resmi bertunangan. Perasaannya yang masih bercampur aduk didominasi oleh rasa tidak percaya bahwa kini dia sudah terikat dengan seorang lawan jenis yang sempat mengabdi sebagai bodyguard-nya. Walaupun masih hanya bertunangan, bagi Arsy ini sudah jelas sangat mengikat dan sangat sakral. Dia sepenuhnya milik Evan dan begitu juga sebaliknya. Arsy sempat bagai kehilangan arah. Bertunangan adalah salah satu fase hidup yang belum pernah dia masukkan ke dalam list target yang ingin dia capai dalam waktu dekat. Dulu, dia berencana akan bekerja setelah wisuda S2-nya. Sekarang dia tiba-tiba berada di sebuah situasi dimana bekerja bukanlah sebuah kewajiban. Karena itu lah yang diucapkan Evan kemarin. Setelah ini, mereka akan mempersiapkan pernikahan dan setelah itu Arsy akan menjadi ibu rumah tangga yang hanya menghabiskan waktu di rumah. Evan memang belum mengutarakan
Demian dan Sarah sudah menunggu Evan dan juga puteri mereka Arsy, di ruangan kantor Demian yang super lux. Kedua orang tua paruh baya itu sudah tidak sabar ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi di kampus tadi. Ada dua hal yang menjadi topik hangat dalam berita tadi : ciuman dan pertunangan. Entah kenapa hal tersebut bisa mencuat ke media. Suara-suara langkah kaki terdengar dari luar. Dalam hitungan detik, pintu yang terbuat dari bahan kayu jati itu terdorong ke dalam dan Evan yang pertama kali muncul. "Masuk, Van." Demian mempersilakan. Di belakang laki-laki itu, muncul Arsy yang sepertinya tidak dalam kondisi baik-baik saja. Sarah mengulurkan tangan kanannya dan Arsy langsung menggapainya. Gadis kecil itu langsung duduk di sebelah kanan Sarah dan langsung memeluk sang ibu. Siapa pun sudah bisa menebak, dia pasti tertekan dengan berita ini. "Gimana ceritanya, Van? Apa yang terjadi?" Demian memberi waktu untuk Evan bercerita. "Ehm. Ini se
Kejadian di kampus tersebut rupanya langsung sampai ke telinga Demian yang sedang berada di kantor. Dia dan Sarah sedang mengawasi rapat pemegang saham saat kabar tentang pertunangan Arsy dan Evan menjadi trending topik di kampus sang puteri. Demian dan Sarah terpaksa keluar dari ruangan karena ajudan mereka menunjukkan sejumlah foto yang kini beredar di website kampus. Foto yang membuat Sarah seketika terkena migrain. "Bagaimana bisa ada foto ini? Siapa yang mengambil?" tanya wanita itu tidak percaya. Lebih ke bingung kenapa ada foto Evan dan Arsy sedang berciuman di dalam ruangan. Kalau dilihat dari pakaian Arsy, jelas-jelas itu sepertinya saat sang puteri sedang sidang thesis. "Ini foto lama. Kira-kira satu bulan yang lalu. Siapa yang sudah iseng mengambil foto ini?" Wanita itu tidak habis pikir. Dia sama sekali tidak keberatan karena Evan mencium Arsy. Lebih ke khawatir karena foto itu telah beredar dan sekarang sedang menjadi konsumsi publik. Apalagi per
Bukan hanya Wilda yang syok mendengar ucapan Evan barusan, melainkan wanita yang dia akui sebagai tunangan, yaitu Arsy. Bukankah mereka sudah sepakat untuk merahasiakan hal ini dulu, apalagi di kampus?Kaki Arsy refleks bergerak ke arah Evan dan menarik pergelangan tangan laki-laki itu. Dia khawatir Wilda akan melemparkan pertanyaan lagi untuk memperjelas maksud Evan. Lagian sekarang mereka sudah menjadi pusat perhatian. Arsy sama sekali tidak nyaman.Evan merasakan sentuhan tangan Arsy di kulitnya. Biasanya itu selalu berhasil membuat dirinya merasa nyaman. Namun tidak untuk sekarang. Rasa kesal yang menguasai hatinya masih tinggi. Apalagi Wilda seperti tidak percaya atas fakta yang barusan dia deklarasikan. Oh, mungkin bukan tidak percaya. Tidak terima lebih tepatnya."Tunangan? Cihhhhh," ejek wanita itu dengan gaya yang memuakkan. "Arsy itu anak konglomerat. Mimpi aja dia mau sama kamu yang bukan siapa-siapa, Van. Lagian ya kali keluarga Wijaya nggak bi
Sesuai kesepakatan kedua pihak keluarga, untuk saat ini pertunangan Evan dan Arsy masih menjadi hal yang dirahasiakan. Alasannya karena Arsy masih akan wisuda dan alangkah tidak baik jika kabar pertunangan mereka akan menambah kericuhan suasana kampus menjelang hari H. Arsy menurut saja karena baginya itu cukup masuk akal. Namun tidak bagi Evan. Semenjak dia diperkerjakan menjadi bodyguard Arsy dulu, laki-laki itu sudah sangat tahu bahwa Demian menyembunyikan sesuatu yang sangat penting terkait keselamatan puteri bungsunya. Maka dari itu, Evan memilih untuk mengikuti apa yang disarankan oleh orang tua mereka saja. Hal itu pulalah yang menyebabkan Evan tidak bisa terlalu menunjukkan kedekatannya dengan Arsy sekarang. Dia harus banyak-banyak mengelus dada saat dia melihat Bagas sering mendekati calon istrinya. Terkadang dia sudah sengaja berdiri begitu dekat dengan wanita, namun tidak kunjung membuat Bagas peka dan sadar diri. Benar-benar minta ditampol, rutuk Evan di dalam ha
Arsy memandangi cincin berlian yang kini melingkari jari manisnya. Sudah satu hari berlalu sejak dia dan Evan resmi bertunangan. Perasaannya yang masih bercampur aduk didominasi oleh rasa tidak percaya bahwa kini dia sudah terikat dengan seorang lawan jenis yang sempat mengabdi sebagai bodyguard-nya. Walaupun masih hanya bertunangan, bagi Arsy ini sudah jelas sangat mengikat dan sangat sakral. Dia sepenuhnya milik Evan dan begitu juga sebaliknya. Arsy sempat bagai kehilangan arah. Bertunangan adalah salah satu fase hidup yang belum pernah dia masukkan ke dalam list target yang ingin dia capai dalam waktu dekat. Dulu, dia berencana akan bekerja setelah wisuda S2-nya. Sekarang dia tiba-tiba berada di sebuah situasi dimana bekerja bukanlah sebuah kewajiban. Karena itu lah yang diucapkan Evan kemarin. Setelah ini, mereka akan mempersiapkan pernikahan dan setelah itu Arsy akan menjadi ibu rumah tangga yang hanya menghabiskan waktu di rumah. Evan memang belum mengutarakan
Evan akhirnya sepakat untuk menunda keinginannya menerima tawaran Demian. Baginya permintaan Arsy adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan dengan baik mengingat gadis itu adalah calon istri Evan. Di samping itu, keinginan Arsy juga bagaikan angin segar untuk Evan yang masih mempertanyakan perasaan wanita itu kepadanya. Jika Evan tidak salah menangkap maksud sang kekasih, Arsy ingin mereka selalu bersama dan berdampingan dalam mengurus segala kebutuhan pertunangan keduanya. Bagi Evan, ini adalah sebuah kemajuan di dalam hubungan mereka. Dua minggu berlalu dengan cepat. Tiba-tiba saja hari H sudah tiba di depan mata. Acara pertunangan yang dilaksanakan secara privat di sebuah hotel itu sebentar lagi akan dimulai. Tamu yang diundang tidak banyak, hanya beberapa kerabat dekat dari keluarga Wijaya dan Gunawan. Teman-teman Evan darn Arsy pun belum diundang mengingat ini masih sebatas acara pertunangan saja. Arsy tidak bisa menutupi kegugupan yang mulai menyelimuti dirinya
Di sebuah ruangan yang cukup besar, yang merupakan bagian dari sebuah perkantoran elit yang sama-sama bergerak di bidang konstruksi. Seorang pria kisaran umur hampir menyentuh angka empat puluh, sedang menghirup tembakau kesukaannya dengan alat elektrik yang sedang hits di jaman sekarang. Senyumnya terlihat melengkung ketika dia menjepit alat tipis itu di belahan bibirnya. Ada satu hal yang membuat perasaannya bahagia pagi ini. Yaitu rasa menang karena sudah berhasil mengintimidasi seseorang yang selama ini menjadi pesaing bisnisnya. Demian Akira Wijaya. Pria itu adalah Benjamin. Pengusaha muda yang tidak terlalu terkenal di dunia bisnis namun punya power yang cukup kuat karena dia adalah putera dari seorang mafia proyek bernama Chan Li. Benjamin mendirikan perusahaan konstruksi hanya sebagai tameng. Kenyataanya, dia tidak memiliki orang-orang yang kredibel di bidangnya. Dia hidup dan makan dari hasil menindas pengusaha yang sedang menangani proyek besar seperti Demian.
Keputusan Demian sebenarnya sedikit mempengaruhi mood Arsen sepanjang sisa hari. Apalagi saat harus menyampaikan kabar kurang mengenakkan tersebut kepada seluruh timnya. Memang, tidak ada yang protes. Bahkan untuk mengajukan pertanyaan tentang alasan lebih jelasnya pun tidak ada yang berani. Jika itu sudah keputusan Demian, mereka memilih untuk menurut saja. Arsen sendiri sudah terlihat tidak bergairah. Itu artinya bos mereka itupun sudah terlebih dahulu mempertanyakan hal ini kepada sang ayah. Mereka tidak perlu ikut-ikutan bersikap seakan-akan lebih kecewa dan memperkeruh suasana. “Om ada benarnya, Baby. Seorang ayah pasti tau kapasitas anaknya. Jangan terlalu dimasukkan ke hati.” Selomitha, kekasih Arsen, sengaja datang ke kantor setelah mendapat panggilan dari pria itu. Arsen memintanya untuk datang menghiburnya. Setelah mendengar cerita Arsen, Mitha berusaha untuk melihat ini dari sudut pandang Demian, calon ayah mertuanya. Memang terkesan jahat di pihak Arsen,
“Mas beneran nggak jumpain ibu Wilda ‘kan tadi?”“Beneran dong. Kamu mau tanya apa aja tentang seminar kamu tadi, aku bisa jawab. Di menit ke berapa kamu menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, aku ingat. Menit ke tiga. Kamu masuk ke bagian kesimpulan di menit sembilan. Kamu selesai presentasi hanya dalam sebelas menit. Kemudian kamu sempat tersedak saat mengambil jeda untuk minum air mineral. By the way kamu tersedak karena apa? Gugup atau? Dan aku masih ingat pertanyaan dosen penguji yang bikin kamu sempat terdiam hampir tiga puluh detik. Aku menebak kamu sedang mencari jawabannya di kertas intisari yang kamu baca. Benar ‘kan? Dan yang nggak kalah penting, ka_”“Cukup-cukup!” Arsy memanjangkan tangan kanannya dan membekap mulut Evan yang sedang mengemudi. “Oke, oke, aku percaya sama Mas Evan,” lanjutnya sambil tersenyum. Sebenarnya Arsy juga tau Evan tidak meninggalkannya sedetikpun tadi. Siluet pri