Pukul 5.15pmIfan turun dari mobil dengan tangan yang menenteng tas kerja. Beberapa hari ini tersa sedikit berbeda dari hari-hari sebelumnya. Dia memikirkan nasib mobilnya yang sebentar lagi akan berpindah kepemilikan. Karna sebentar lagi akan diambil Wuri dan dijual untuk bagi hasil. Cckk, sialan memang!Ifan membuka pintu, langsung masuk dan kembali menutup pintunya. Dia menjatuhkan tubuh lelahnya di kursi sofa ruang tengah. Tatapannya terarah ke pintu kamar Wina yang tertutup.“Win, Wina!” panggilnya dengan berteriak.Tak lama pintu itu terbuka, memperlihatkan Wina yang perutnya sudah terlihat membulat dibalik dress tipis yang menjadi pakaian keseharian. “Kenapa sih, Mas. Pulang-pulang udah teriak aja!” kesal wanita ini dengan bibir yang mengerucut.“Laper banget aku. Beli makanan di luar sana, Win.” Suruh Ifan.“Cckk, kirain kenapa. Iya, bentar.” Dia kembali masuk ke dalam rumah untuk berganti pakaian yang lebih longgar.**Wina menghentikan motor di warung kampung sebelah, tempa
Pukul 10 malam, Wuri berdiri menatap Wina dan Ifan yang didudukkan di balai desa. Keduanya terlihat berantakan dengan pakaian yang sekarang sudah menutupi tubuh. Rasa sakit hati itu masih selalu ada, walau memang tinggal beberapa hari lagi palu diketuk oleh pengadilan. “Jadi bagiamana, mbak Wuri?” tanya pak eRTe, meminta pendapat. Wuri melirik Wina yang perutnya emang kelihatan kalau udah bulat. “Semenjak saya tau kalau mereka mengkhianati saya, saya sudah memutuskan hubungan.” “Kak,” pekik Wina, menatap Wuri penuh kecewa. Wuri membalas tatapan itu. “Saya sudah pernah berkorban, sangat berkorban demi mereka berdua. Tetapi saya tetap memilih melepaskannya ketika pengorbanan saya itu tidak terlihat.” “Kita akan mengusir mereka dari kampung ini. Karna kita nggak mau kampung ini semakin tercemar.” Pak eRTe melanjutkan. Wuri menatap pak eRTe. “Itu terserah bapak. Kalau memang aturan di kampung seperti itu, dan pilihan warga juga begitu, saya juga nggak bisa ngapa-ngapain.” “Kak, kala
Wuri menarik nafas dalam, lalu membuangnya dengan pelan. Entah kenapa, tapi dadanya berdebar kencang ketika mobil taxi sudah memasuki area bandara. Semakin berdebar ketika mobil sudah berhenti dan Taka sudah menyerahkan beberapa lembar uang untuk tarifnya.“Taka,” panggil Wuri, menatap Taka dengan wajah … bimbang.“Kenapa?” tanya Taka, memerhatikan wajah Wuri. Bahkan dia bisa melihat dada Wuri yang naik turun, sangat jelas terlihat jika wanita ini … uumm, takut.Wuri menggeleng kecil. “Aku nggak tau, tapi … tapi sejak dulu aku belum pernah merantau keluar dari Jogja. Dan … dan ini adalah pertama kalinya aku akan meninggalkan kota kelahiranku. Iya, memang sejak beberapa tahun lalu aku sudah terbiasa mandiri, hanya saja … aku merasa ….” Wuri makin menggeleng. “Nggak tau, aku nggak bisa jelasin perasaanku.” Dia menutup wajah, menyembunyikan tangisnya.Taka diam, menatap dua bahu Wuri yang bergetar, tanda kalau wanita ini sedang menangis. Detik kemudian dia menepuk bahu Wuri. “Iya, gue bi
Taka berdecak dan menjatuhkan punggung ke sandaran sofa dengan kasar. “Jangan sangkutin Devi deh, Ma. Mbak Wuri nggak ada hubungannya sama kejadian itu.”Wanita berumur 48 tahun ini melirik Wuri. “Kalau memang enggak ada, kenapa kamu bisa bawa wanita ini ke sini?”“Maaf, tante.” Wuri menyela. “Saya kenal sama Taka baru sekitar lima bulan. Itu karna dia menempati kost tepat di sebelah kost yang saya tempati. Sebelumnya kami tidak pernah mengenal.”Taka mengusap punggung mamanya. “Dia cerita fakta, Ma. Kami kenal karna itu.”Mama Rita; mama Taka mendesah. Terlihat lega, tapi masih menatap kurang suka sama Wuri. “Jadi, kenapa bisa ikut ke sini sama Taka?”Wuri melirik Taka lebih dulu, lalu kembali menatap mama Rita dengan perasaan yang … bukan takut sih, tapi kaya’ khawatir aja. “Nggak kenapa-kenapa, tante. Saya … ingin merantau di Jakarta saja. Uumm, ini … hanya ikut mampir ke sini.”Bik Karni keluar dengan nampan di tangan. Ada tiga gelas minuman dingin yang dibawa. “Silakan diminum.”
Taka menempelkan card id di samping pintu, lalu pintu terbuka dengan sendirinya. Dia menoleh, menatap Wuri yang ada di belakangnya. “Masuk,” suruhnya.Ragu, Wuri melangkah masuk ke pintu yang berwarna merah tua ini. Ruang tamu yang tidak terlalu luas, lalu hanya da satu sofa panjang dan satu sofa bulat saja. Dia menatap Taka lebih dulu, melanjutkan langkah saat Taka mempersilakan untuk melihat lebih ke dalam sana.Yang namanya apartemen, kebanyakan selalu nyaman. Apa lagi untuk sekelas Taka yang bukan orang miskin. Wuri merasa ini terlalu sempurna, semua lengkap dan sepertinya dia akan sangat betah jika tinggal di apartemen ini.“Gimana? Suka nggak? Enakkan di sini dari pada di kost-nya buk Mah,” ujar Taka begitu melihat Wuri kembali menemuinya di ruang tamu.Wuri mengambil duduk yang sedikit berjarak. “Kamu biasa tinggal di sini?”Taka mengangguk dengan punggung yang menyandar nyaman di sandaran sofa. “Kalau lagi males pulang, biasanya tidur di sini. Lo pakai kamar yang pintunya di s
“Nggrek, Taka minta kirimi foto elo.” Rena menunjukkan layar ponselnya, memperlihatkan chat roomnya dengan Taka. Wuri yang sekarang berubah nama panggilan menjadi Anggrek, menggelengkan kepala. “Tiap hari juga ngirim chat, minta kirim fotoku, tapi nggak aku kasih.” Rena tertawa kecil. “Udah bener nggak usah dikasih. Biar kejutan pas liat lo yang udah berubah 1800 begini. Cckk, tapi emang dari sononya lo udah cantik tauk. Cuma elo-nya aja nggak mau rawat diri. Kenyataannya perut lo nggak ada lemak menggelambirnya. Bentuk alis lo asli bagus, kemarin Cuma permak dikit doang. kulit lo juga udah putih, Cuma kering aja dan sekarang keliatan kenyal, lembut. Ddiih, malah ngiri nih gue.” Anggrek tersenyum mendengar pujian Rena. Kedua tangan membingkai wajah sendiri merasakan lembut di kulit wajah. “Kan aku udah bilang, Ren. Aku sibuk kerja sama ngurus rumah, makanya nggak punya waktu untuk sekedar bersolek. Paling Cuma pakai hand body doang.” Rena tertawa. “Taka emang nggak salah pilih sih.
Anggrek mengambil duduk di kursi tunggu. Sementara Taka membeli tiket di depan sana. Tau nggak sih, di kampung itu jauh sama mall. Apa lagi bioskop. Kalau mau nonton film layar lebar, harus ke kota. Itu juga nggak pernah Anggrek lakukan karna dia nggak ada waktunya. Pas zaman pacaran sama Ifan, kalau kencan juga hanya sekedar jalan di tepi pantai saja. Piknik yang paling dekat dan tentu saja hemat.Anggrek menatap lagi layar hapenya yang menampilkan foto Taka sedang berdiri menunggu si embak nyiapin tiket. Dia menunduk menyembunyikan senyumnya. Jari tangannya menekan aplikasi berwarna hijau, berniat memposting gambar itu di sana. Keningnya berlipat saat menyadari sesuatu. Dia belum lama cerai. Kalau sampai ada yang salah paham, bahaya banget pastinya.“Yuk, nyari makan bentar,” ajak Taka. Dia sudah berdiri di depan Anggrek, mengulurkan dua tiket nonton.Anggrek mengangguk, beranjak berdiri dan melangkah keluar dari bioskop. Taka mengajak Anggrek masuk ke stand kusus makanan. Memesan m
Devi makin kesal melihat Taka yang membentaknya. Apa lagi Taka langsung membantu Anggrek berdiri tegap dan mengusap lembut wajah Anggrek yang ada cap lima jari.“Dev! Lo ngapain, hn?!” bentak Taka, suaranya menggema.Beberapa orang yang berada di basemen sampai menoleh ke arah mereka bertiga. Dan jangan lupakan zaman sekrang yang lebih suka mencari keuntungan. Ada camera yang langsung diarahkan ke mereka.“Jadi kamu biarin aku nunggu di depan penghulu karna dia?!” Devi menuding ke arah Anggrek yang memegangi pipi. “Aku nungguin kamu seharian, Taka. Aku khawatirin kamu, aku kenal sama kamu udah lama. kita pacaran udah tahunan. Tiba-tiba kamu pergi ninggalin aku tepat hari pernikahan kita?” bulir menetes di kedua pipi Devi. “Aku nggak nyangka kalau kamu pergi karna udah punya yang lain. Aku pikir kamu sayang, aku pikir kamu cinta. Ternyata … aku udah salah.”Taka menjatuhkan plastik berisi belanjaan Anggrek. Dia maju selangkah, lebih dekat dengan Devi. Tatapanya tak berpindah, menatap t
Pengantin baru dan tidur nyenyak sampai pagi? Itu sama sekali tak ada! Yang ada, akan lelah sampai seminggu ke depan.Sama halnya seperti Angrgek yang sejak semalam tak bisa tidur nyenyak. Taka tak membiarkannya istirahat. Setelah pemanasan di kamar mandi, Taka meminta haknya di atas ranjang. Anggrek memang janda, tapi dia jarang disentuh. Bisa dikatakan miliknya tak beda jauh dari perawan. Dua dadanya pun terawat dan masih sangat kencang.Satu minggu berada di Jogja, Anggrek dan Taka kembali ke Jakarta setelah urusan pindah KTP terselesaikan. Wina menangis ditinggalkan, tapi merasa bahagia juga karna kakaknya telah bahagia.Dan sekarang Anggrek telah menempati rumah tinggal mama Rita, berada satu atap dengan mama mertua dan tentunya suami. Sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah sejak dulu, jadi di rumah mertua ini Anggrek sama sekali tidak merasa tertekan. Terlebih mertuanya yang pebisnis, jadi urusan rumah diserahkan ke Anggrek sepenuhnya. Terkadang Anggrek juga ikut ke butik untu
Sama seperti acara pernikahan pada umumnya. Usai akad, Anggrek dan Taka tidak bisa beristirahat. Apa lagi Anggrek yang tampilannya sangat berbeda dan mendapatan suami orang kaya dari kota. Ditambah suaminya sangat tampan dan wajahnya mirip artis-artis. Hampir orang satu kecamatan berbondong hanya untuk melihat secara langsung. Demi nama Anggrek dan tentunya nama perusahaan Taka, akun milik Wina yang dulu itu ditutup rapat. Tetapi tetap saja, seseorang yang mungkin sudah menyimpan vidio atau gambar telanjangnya, tetap akan memiliki itu selamanya. dan itu sudah ada di luar kemampuan Taka. “Serius, Wur, kamu kaya’ bidadari.” Dara, teman dekat Anggrek di pabrik dulu memuji. Dia sampai meremas tangan sendiri karna gemas melihat wajah cantik Anggrek yang begitu mulus dan glowing. “Aku masih ingat lho. Mbak Wuri dulu juga banyak jerawatnya. Sama kaya’ mukaku.” Ini Siti, tetangga Rt yang juga kerja di pabrik. Anggrek jadi tersenyum. Sudah tak heran dan sudah terbiasa dengan pujian orang te
Anggrek menepuk kaki Taka dengan bibir yang mengerucut. dia mengingsut duduk, menatap ke lain arah. Tangannya bergerak mengacak rambut panjangnya yang terurai. Terakhir bersetubuh dengan Ifan pun sudah tak ingat. Yang jelas semenjak Ifan sering main sama Wina, Anggrek terabaikan. Dia juga tidak pernah meminta haknya karna tubuhnya yang sudah lelah bekerja lebih memilih tidur dari pada melakukan aktifitas yang semakin membuatnya capek.Lalu sekarang, melihat milik Taka yang memang menonjol dibalik celana pendek warna cream itu, pori-porinya langsung meremang. Bayangan seperti apa bentuk milik lelaki langsung terlintas nyata di kepala. Lalu kegiatan suami istri yang dulu pernah dia lakukan sama Ifan muncul, berganti dengan wajah dia dan Taka.Dengan tangan yang masih mengusap barangnya dari luar celana, Taka melirik Anggrek. Dia tertawa kecil melihat kekasihnya memukul kepala sendiri. Udah paham apa yang sedang Anggrek pikirkan. Sengaja banget, Taka menggeser pantat, memepet Anggrek.“T
Dua lelaki, Nuri dan Tri di masukkan ke dalam penjara atas kasus pemerkosaaan dan penganiayaan. Di off-kan-nya jadwal Anggrek ini seperti sesuatu yang sudah direncanakan oleh Tuhan. Seharian, hampir malam dia sibuk mengurusi masalah yang dibuat oleh Ifan dan Wina.Masih harus menunggu pemeriksaan dari rumah sakit untuk meneruskan kasus Wina yang dianiaya dan diperkosaa ini. Lalu kedua wanita ini ada di sini, di kamar rawat Zaskia.“Kamu belum makan kan, Win? Ayok, makan dulu.” Anggrek membukakan sebungkus nasi yang dia beli secara delivery.Di samping ranjang Zaskia sini Wina tak berhenti menangis melihat kondisi anaknya yang ternyata mengalami gizi buruk dan perkembangan yang lambat. Ada penyesalan yang amat-amat sangat menyesal dan tak bisa dia jelaskan seperti apa rasa sakitnya di dalam hati sana.Anggrek mengusap lembut punggung adiknya yang sekarang sudah pakai baju bersih. Baju yang baru dibelikan oleh Anggrek. Karna ukuran baju mereka berbeda. Tubuh Wina berukuran lebih besar d
Wina berlari dengan terseok-seok. Dia menyembunyikan tubuh semoknya di balik gardu yang tak jauh dari gapura masuk kampung. Menyandarkan punggungnya di tembok gardu itu, lalu merosot. Terduduk di tanah dengan isakan yang tertahan. Wina memeluk tubuhnya erat, mencengkeram kedua lengan bahunya sendiri dengan tangis yang tak lagi bisa dia bendung.Hal sensitifnya di bagian bawah sana sudah tak terkira sakitnya. Untuk pertama kali ada yang menyentuh barangnya itu selain Ifan. Dua orang memakainya bersamaan, bergantian. Tak ada seorang pun yang mempedulikan tangisnya. Mulutnya disumpal dengan kain, lalu ditutup dengan lakban. Dan kedua lelaki itu dengan puas menggerayahi sekujur tubuhnya, semaunya tanpa peduli dengan sakit yang Wina teriakkan.Lalu bayangan wajah Ifan yang membuangnya, meninggalkannya begitu saja. Bahkan menyerahkannya secara Cuma-Cuma pada dua lelaki bajingaan itu membayangi kepala. Tangan Wina makin erat mencengkeram lengan bahu sendiri.‘Kamu memang lelaki nggak tau dir
Awalnya memang masih ingin merahasiakan status Anggrek dan masa lalunya. Tetapi di saat yang sudah terjebak seperti ini, Taka memutuskan untuk mengungkapkan kebenaran tanpa mengarang cerita atau memanipulasinya. Bukankah perjalanan di depan akan terasa lebih ringan jika tidak ada kebohongan yang mengikuti?Di sini, di depan gedung apartemen tempat tinggal Anggrek, beberapa wartawan dan orang biasa yang kepo, ikut berkumpul. Termasuk Ifan yang dengan begitu percaya diri berdiri di sisi Ifan. Beberapa kali Anggrek melirik Ifan yang justru cengar-cengir nggak merasa khawatir sedikit pun dengan keadaan anaknya. Padahal Zaskia kritis di rumah sakit. Seperti ini kah keseharian yang Zaskia alami?Astaga ….“Oke, karna saya tidak ingin semua orang sibuk mengunjing atau berbicara sesuai dengan pemikirannya tanpa tau kebenaran, jadi hari ini saya memutuskan untuk memberi penjelasan ke semuanya.” Taka yang berbicara.“Tanyakan satu-satu apa yang ingin kalian tanyakan,” lanjut Taka setelah detik b
“Bagaimana keadaannya, dok?” tanya Anggrek begitu dokter keluar dari pintu ugd.“Mari masuk dan bicara di dalam,” ajak dokter, dia balik badan dan melangkah masuk ke dalam ruang ugd.Tanpa ragu Anggrek mengikuti, melangkah masuk dan mendudukkan diri di depan dokter perempuan yang sudah duduk di mejanya.“Uumm, mbak Anggrek yang dari perusahaan ZLD?” tanya dokter wanita dengan name teks Zaeya.Anggrek mengangguk dengan ragu. “Uumm,” gumamnya dengan tangan yang meremas kain jaket yang dia pakai. Karna panik dan khawatir sama Zaskia, dia sampai lupa dengan statusnya. “Di—dia … dia tadi sama bapaknya, Dok. Kata bapaknya, dari semalam sudah nggak minum susu. Dan … dan dikasih susu kotak sama bapaknya.”“Astaga,” pekik dokter Zae dengan wajah terkejut juga. “Pantas saja keadaannya sangat menghkawatirkan. Beruntung dia bertemu dengan mbak Anggrek, jadi langsung dibawa ke sini. Jika sampai terlambat, akan berpengaruh sangat buruk pada tumbuh kembangnya nanti. Dan mungkin juga pada saraf-saraf
Karna beberapa hari ini jadwalnya di off-kan, setiap pagi Anggrek selalu sibuk dengan kegiatan membersihkan tempat tinggalnya ini. mulai dari guras kamar mandi, ngepel lantai dan memembersihkan seluruh ruangan sampai debu-debunya benar-benar menyingkir jauh. Pukul 9.00am Anggrek baru keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan semua pekerjaan dan tentunya sarapan pagi. Dia duduk di tepi ranjang, mengambil hp yang berkedip dan menampilkan sebuah panggilan telpon dari nomor Taka. “Hallo,” sapanya sembari menempelkan hp itu ke telinga. “Huufft ….” Terdengar sentaan nafas dari seberang sana. “Kamu kemana aja sih, sayang? Aku chat dari semalam nggak dibales, ditelpon juga nggak diangkat. Sibuk ngapain, hn?” Anggrek tersenyum mendengar protesnya Taka. “Bebersih rumah. Baru selesai, jadi baru pegang hp. Ada apa?” tanyanya, melangkah ke arah kaca tinggi yang menghadap ke jalan raya sana. “Nanti jam sebelas aku jemput. kita makan siang bareng. Aku ada kabar bahagia buat kamu. Uumm, buat
Dengan tak hormat Wina serta Ifan diturunkan dari mobil Gilang. “Lho, Mas! kamu tidak bisa begini dong!” teriak Wina yang tentu saja tak terima. Apa lagi ada beberapa lelaki mesum di area sini. “Mas! Mas! mas!” teriak Wina ketika mobil warna putih itu melaju pergi meninggalkan dia dan suaminya. Dan tentu saja dengan Zaskia yang tetap berada di gendongannya. “Mas Ifan, ini kita sekarang bagaimana?” rengek Wina, tak tenang. “Oh, kita kira tadi itu pelanggan mbak Mawar juga. Jadi kan kita bisa sekalian join. Ternyata bukan ya?” Nuri dengan wajah yang sedikit merasa bersalah berucap. Dada Wina naik turun, dia tidak berani mendekat ke dua lelaki yang memang baru pertama kali dia temui ini. Bersembunyi di belakang tubuh Ifan untuk melindungi diri. “Mas, tasku tadi kamu bawa, kan?” tanyanya ke Ifan. Lalu mulai celingukan melihat kedua tangan Ifan yang kosong. “Tadi kan tasmu di belakang. Mana aku tau lah!” jawab Ifan yang sudah pasti tak mau disalahkan. Kedua mata Wina seperti akan meng